• Tidak ada hasil yang ditemukan

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

         

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah,

memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk

kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama

penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat

yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work

non-commercially, as long as you credit the origin creator

and license it on your new creations under the identical

terms.

(2)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivism. Paradigma ini

muncul sebagai kelanjutan dari positivism. Paradigma post-positivism adalah

paradigma yang merefleksikan kebutuhan untuk mengidentifikasi dan menilai

sebab-sebab yang memengaruhi hasil akhir (Creswell, 2014, p. 36).

Phillips dan Burbules (2000) menyatakan bahwa terdapat beberapa asumsi

kunci di dalam mengidentifikasikan paradigma ini, yaitu:

1. Pengetahuan adalah sesuatu yang bersifat terkaan karena kebenaran yang absolut tidak dapat ditemukan. Maka dari itu, penelitian yang

menggunakan paradigma ini tidak berusaha untuk memecahkan

hipotesis, melainkan mengindikasi kesalahan yang mungkin muncul dan

dapat memengaruhi sebuah hipotesis.

2. Penelitian adalah proses untuk menciptakan klaim dan menyingkirkan klaim lain guna membuat sebuah klaim lebih terjamin. Klaim tersebut

bukan klaim yang benar-benar akurat, namun klaim yang lebih dapat

(3)

3. Data, bukti, dan pertimbangan rasional membentuk pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan melakukan observasi atau memperoleh informasi

langsung dari subjek yang diteliti.

4. Peneliti berusaha untuk mengembangkan pernyataan yang relevan dan benar dan berusaha untuk menjelaskan hubungan sebab akibat di

dalamnya.

5. Sikap objektif adalah hal penting yang harus diperhatikan di dalam paradigma ini.

(dalam Creswell, 2013, p. 36-37)

Penelitian ini menggunakan paradigm post-positivism karena peneliti

melihat bahwa terdapat hubungan antara pemahaman konsep fact-checking

dengan praktik yang dilakukan oleh pengecek fakta di Kompas.com dengan

praktik yang dilakukan oleh mereka. Meski demikian, peneliti tidak hanya

sekedar ingin melihat hubungan tersebut, namun alasan yang terdapat di

dalamnya. Hal ini termasuk pada sejauh mana terminologi fact-checking

dihayati oleh mereka yang kemudian memengaruhi sikap atau praktik

fact-checking itu sendiri dari pemahaman yang dibentuk, sebab pemahaman yang

berbeda tentunya melahirkan pola praktik yang berbeda pula.

3.2 Jenis dan Sifat Penelitian

John Creswell menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian

(4)

ditarik kesimpulannya (Creswell, 2014, p. 183). Kesimpulan tersebut

dipadankan dengan pendapat yang dikemukan oleh peneliti terkait peran

mereka di dalam penelitian tersebut (Creswell, 2014, p. 184). Dalam membahas

penelitian jenis kualitatif, terdapat beberapa karakteristik yang perlu dipahami.

Beberapa akademisi seperti Cresswell, Hatch, dan Marshall dan Rossman

menjelaskannya dalam beberapa poin berikut:

1) Latar belakang alami, penelitian kualitatif meneliti kondisi latar belakang yang alami, seperti yang terjadi sesungguhnya di lapangan.

Berbeda dengan kuantitatif yang dapat dilakukan dengan menciptakan

kondisi tertentu di dalam penelitiannya

2) Peneliti sebagai instrumen kunci penelitian, penelitian kualitatif menitikberatkan pada kinerja peneliti di dalam mengumpulkan data,

mengamati perilaku, hingga melakukan wawancara mendalam dengan

objek yang diteliti

3) Sumber data yang beragam, penelitian kualitatif mengandalkan data dari sumber yang beragam. Data tersebut dapat diperoleh dari dokumen,

wawancara, observasi, dll.

4) Analisa data secara induktif dan deduktif, penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data, bukti, dan menyusun kerangka. Kemudian

proses analisa dilakukan secara deduktif untuk melihat apakah dari

kerangka atau data yang sudah terkumpul sebelumnya dapat

(5)

5) Makna yang diciptakan partisipan, penelitian kualitatif menitikberatkan bagaimana partisipan memaknai suatu isu, buka pemaknaan yang

diciptakan oleh peneliti akan suatu isu yang disandingkan dengan

literatur yang ada

6) Desain penelitian yang fleksibel, sebab tidak seperti penelitian kuantitatif yang memiliki kerangka yang pasti, penelitian kualitatif memiliki desains yang ‘timbul’. Maksudnya, penelitian jenis ini dapat

dilakukan pengembangan seiring dengan berjalannya waktu.

7) Ada sikap refleksifitas, tahap ini diperlukan karena latar belakang peneliti memungkinkan untuk memiliki pengaruh di dalam merumuskan

permasalahan yang diangkat di dalam penelitian kualitatif.

8) Penyampaian laporan secara keseluruhan, penelitian kualitatif melibatkan kegiatan pelaporan dari berbagai sudut pandang, hingga

pelaporan yang didasarkan dari beragam latar belakang.

(dalam Creswell, 2014, p. 185-186)

Sesuai dengan karakteristik yang telah dijabarkan di atas, peneliti memilih

jenis penelitian kualitatif dalam meneliti pemahaman dan menelisik praktik

fact-checking para pengecek fakta di Kompas.com. Hal ini dilakukan karena

peneliti terjun langsung di dalam menghimpun dokumen, melakukan observasi

terkait kecenderungan praktik fact-checking mereka, dan melakukan

wawancara mendalam terkait pemahaman dan juga praktik mereka di dalam

melakukan kegiatan fact-checking tersebut. Penelitian ini sendiri pun

(6)

dilakukan dalam bentuk eksperimen yang diatur sedemikian rupa seperti yang

ditemukan di dalam penelitian kuantitatif. Penelitian ini pun menitikberatkan

pada interpretasi dari peneliti, sebab menurut Creswell sendiri, penelitian

kualitatif disebut juga sebagai penelitian interpretatif (Creswell, 2014, p. 187).

Melalui data yang peneliti dengan melakukan wawancara dan observasi dengan

para pengecek fakta, peneliti dapat menginterpretasikan pemahaman dan juga

sejauh mana praktik fact-checking dijalankan oleh para pengecek fakta di

Kompas.com di dalam menampikkan kekeliruan pada materi multimedia yang

tersebar melalui internet.

Selain itu, dalam penelitian ini, peneliti akan terfokus untuk meneliti

Kompas.com. Kompas.com sendiri merupakan salah satu media daring di

Indonesia yang sudah tersertifikasi IFCN dan tergabung di dalam cekfakta.com.

Hal ini dilakukan guna mendapatkan kesuaian dari permasalahan dan konsep

yang terkandung di dalam penelitian. Selain itu, pemilihan partisipan secara

sengaja ini dilakukan agar peneliti dapat lebih memahami kasus yang sedang

diangkat (Creswell, 2014, p. 189).

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini berusaha untuk menelisik pemahaman dan praktik dari

kegiatan fact-checking, terutama dalam kegiatan debunking, yang dilakukan

oleh para pengecek fakta di Kompas.com Berkaitan dengan hal tersebut,

(7)

pertanyaan di penelitian ini. Dalam metode studi kasus ini, peneliti berfokus

pada model milik Robert K. Yin. Metode ini dipilih karena Yin secara

terus-menerus menyarankan bahwa suatu penelitian dijalankan dengan berlandaskan pada ‘tolak ukur’ yang ada sebagai upaya untuk memaksimalkan kualitas dari

penelitian ini (Yazan, 2015, p. 137). Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan beberapa ‘tolak ukur’ dalam menelisik pemahaman dan praktik

fact-checking para pengecek fakta di Kompas.com. ‘Tolak ukur’ ini sendiri

dijabarkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang disusun dari berbagai

terminologi terkait fact-checking untuk melihat apakah pemahaman yang

dimimiliki oleh para pengeccek fakta tersebut sudah selaras dengan konsep atau

teori terkait fact-checking itu sendiri dan juga praktik fact-checking khususnya

debunking dari konsep yang dikemukakan oleh First Draft News.

Yin (2018) menjelaskan bahwa terdapat berbagai metode di dalam

melakukan penelitian yang bersifat menjelaskan (explanatory). Metode studi

kasus digunakan dalam kondisi di mana peneliti hendak melakukan kajian

mendalam tentang bagaimana dan mengapa suatu kejadian dapat terjadi (Yin,

2018, p. 40). Penelitian ini sendiri bertujuan untuk mencari tahu bagaimana

praktik fact-checking yang dilakukan oleh para pengecek fakta di Kompas.com

pada materi-materi multimedia yang viral di media sosial dan kerap

disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Selain melihat bagaimana praktik

yang dilakukan oleh para pengecek fakta tersebut, peneliti juga hendak melihat

mengapa langkah-langkah yang mereka gunakan di dalam melakukan

(8)

tindakan yang dilakukan oleh para pengecek fakta dengan melihat pemahaman

mereka akan berbagai terminologi terkait fact-checking dan juga proses

debunking. Hal ini dilakukan dengan cara meninjau bagaimana mereka

melakukan penjelasan terkait fact-checking dan debunking. Proses ini dilakukan

dengan berpacu pada panduan yang diperoleh dari sumber ilmiah yang tertera

pada bab sebelumnya. Pemahaman yang mereka miliki ini peneliti anggap

sebagai kunci yang menentukan pengambilan langkah dan pengambilan

tindakan mereka. Robert Yin juga menyatakan bahwa metode studi kasus hanya

dapat dilakukan untuk menguji fenomena yang terjadi pada saat ini (yang juga

ada kaitannya dengan kejadian di masa lalu), dengan aspek tingkah laku yang

tidak bisa dikontrol (Yin, 2018, p. 43). Maksudnya, tidak seperti metode

eksperimental di mana peneliti dapat menciptakan kondisi tertentu akan suatu

fenomena, penelitian studi kasus ini menunjukkan kondisi nyata dari praktik

fact-checking yang sedang berjalan saat ini. Yin juga menyatakan bahwa

penelitian dengan metode case study ini seringkali tumpeng tindih dengan

penelitian dengan metode histories karena keduanya sama-sama mengandalkan

beberapa aspek di masa lalu seperti dokumen-dokumen. Meski demikian, kedua

metode ini menjadi berbeda, karena tidak seperti penelitian metode sejarah

(histories) yang hanya mengandalkan dokumen, penelitian studi kasus juga

melibatkan aspek lain yang berkaitan dengan masa kini, seperti observasi atau

wawancara langsung dengan pihak yang terlibat dengan aktivitas di masa kini

(9)

Yin sendiri merancang model penelitian studi kasus ke dalam empat tipe,

yaitu tipe kasus kajian tunggal holistik, kasus kajian tunggal tertanam, kajian

multikasus holistik, dan kajian multikasus tertanam (Yin, 2018, p. 83).

Penelitian terkait pemahaman dan praktik fact-checking para pengecek fakta di

Kompas.com ini masuk ke dalam tipe kasus kajian tunggal tertanam. Tipe

kajian tunggal biasanya digunakan untuk menguji sebuah teori. Teori ini

biasanya adalah teori yang memiliki kondisi dan posisi yang dianggap benar.

Tipe kasus kajian tunggal sendiri dapat digunakan untuk menguji apakah

sebuah teori dapat dinyatakan benar guna menjelaskan sebuah keadaan atau

apakah ada sebuah alternatif kondisi yang dapat menjelaskan sebuah keadaan

atau kasus tersebut. Kasus yang dimaksud untuk diteliti dengan model kasus

kajian tunggal ini sendiri adalah kasus yang ekstrim atau kasus yang spesifik.

Penelitian dengan model kasus kajian tunggal ini sendiri pun dimaksudkan

untuk merepresentasikan suatu keadaan. Sifat representatif ini adalah dengan

melihat suatu keadaan dari sudut pandang individu atau institusi yang terlibat

di dalam kasus tertentu. Selanjutnya, kasus yang diteliti dalam kajian tunggal

ini biasanya merupakan suatu kasus yang diturunkan dari penelitian sebelumnya

yang belum berhasil. Kondisi tersebut kemudian menciptakan efek longitudinal

yang membuat munculnya kemungkinan bahwa penelitian dengan kasus yang

sama akan dapat tetap dilakukan, meski pada akhirnya memungkinkan juga

timbulnya hasil yang berbeda seiring dengan berjalannya waktu (Yin, 2018, p.

84-87). Pada penelitian ini, peneliti hendak melakukan kajian pada satu kasus

(10)

melalui media sosial. Peneliti dalam hal ini akan melakukan pengujian konsep

fact-checking dan langkah-langkah debunking materi multimedia yang

diperkenalkan oleh UNESCO, The International Fact-checking Network, dan

First Draft untuk melihat apakah konsep yang ditawarkan memang sepenuhnya

dipahami oleh pekerja media di Kompas.com, terutama oleh para pengecek

fakta, dan apakah langkah yang ditawarkan memang efektif untuk diterapkan

dalam menguji keaslian dari suatu materi multimedia tertentu yang menjadi

viral lewat media sosial di Indonesia dan memiliki kecenderungan untuk

memengaruhi. Sesuai dengan model studi kasus yang dijabarkan Yin, peneliti

menyajikan sifat representatif dari model kasus kajian tunggal dengan melihat

kasus fact-checking ini dari sudut pandang para pengecek fakta di Kompas.com

ini sendiri atau dengan kata lain dari para pengecek fakta di Kompas.com.

Meski demikian, Yin juga menjelaskan bahwa studi kasus kajian tunggal masih

terbagi lagi ke dalam dua bagian yaitu kasus tunggal holistik dan tunggal

tertanam. Stusi kasus kajian tunggal tertanam dilakukan apabila dalam

penelitian terdapat lebih dari satu unit analisis yang diteliti (Yin, 2018, p. 87).

Penelitian ini menggunakan model studi kasus tunggal tertanam. Meskipun

berada di payung besar fact-checking peneliti membahas dua sudut pandang

yaitu pemahaman dan juga praktik dari fact-checking sehingga studi kasus Yin

(11)

3.4 Key Informan/ Unit Analisis

Robert K. Yin menyatakan bahwa key informant adalah mereka yang

bertindak lebih dari seorang partisipan dari suatu penelitian, yakni mereka yang

memiliki wawasan tertentu terkait permasalahan yang dibahas dalam suatu

penelitian. Selain itu, key informant memiliki kemampuan untuk menjelaskan

bukti yang nyata atau berkebalikan dari sebuah permasalahan yang di bahas

dalam suatu penelitian (Yin, 2018, p. 162). Dalam kata lain, key informant ini

memiliki pemahaman dan juga andil yang besar terhadap suatu permasalahan

yang dibahas dalam sebuah penelititian sehingga mampu menjelaskan kondisi

yang tengah diteliti.

Key informant dari penelitian ini adalah pekerja media di Kompas.com

sebagai salah satu media yang telah tersertifikasi The International

Fact-checking Network (IFCN) dan memiliki penilaian paling tinggi di antara empat

media lain. Pekerja media yang dimaksud tidak hanya mereka yang terlibat

secara langsung dalam melakukan pengecekan fakta. Sebelumnya, peneliti

memilih media daring karena, seperti yang sudah dipaparkan peneliti di bagian

latar belakang, media daring dalam praktiknya mengandalkan kecepatan

sehingga rawan menjadi penyebar misinformasi, disinformasi, dan

malinformasi terutama yang berkaitan dengan konten multimedia yang

tersebar melalui media sosial. Di luar key informant, peneliti juga akan

melakukan wawancara dengan informan lain yang ruang lingkup kerjanya

(12)

karena di antara media lain yang lolos uji sertifikasi IFCN, Kompas.com

memiliki tingkat penilaian yang paling unggul.

Melalui key informant ini, peneliti hendak mengetahui sejauh mana

berbagai terminologi dihayati dan diimplementasikan dalam praktik

fact-checking yang dilakukan dalam kanal pemeriksaan fakta di Kompas.com.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian yang bersifat kualitatif deskriptif ini menggunakan dua teknik

pengumpulan data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data

yang diperoleh langsung dari sumbernya. Di sisi lain, data sekunder adalah data

yang diperoleh melalui dokumen lain di luar sumbernya, seperti dokumen, dll.

Data primer di dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan:

3.4.1 Wawancara

Robert K. Yin mendefinisikan wawancara sebagai sebuah proses

percakapan yang terarah, bukan pemberian pertanyaan yang terstruktur

(Yin, 2018, p. 161). Yin menggaris bawahi bahwa proses wawancara

dilakukan dengan cara melakukan percakapan sesuai dengan panduan yang

disusun berdasarkan kajian ilmiah dan juga dilakukan dengan cara

mengajukan pertanyaan lain yang dinilai mendukung panduan yang

disusun. Yin menyatakan bahwa model wawancara ini bersifat terbuka

karena peneliti dapat menanyatakan fakta akan suatu peristiwa sekaligus

(13)

responden pun dapat mengajukan responden lain sebagai rujukan untuk

wawancara. Hal ini dikenal sebagai wawancara berkepanjangan (Yin, 2018,

p. 162). Selain itu, Yin juga memperkenalkan istilah wawancara yang lebih

terfokus. Wawancara ini dilakukan dalam kurun waktu yang singkat dan

disesuaikan dengan panduan yang disusun dari kajian ilmiah yang ada.

Meski disesuaikan dengan panduan yang ada, subjek penelitian tetap dapat

memberikan masukan atau pemikiran baru terkait dengan aspek-aspek yang

menjadi pertanyaan di dalam penelitian ini (Yin, 2018, p. 162).

Di sisi lain, Deddy Mulyana menyatakan bahwa wawancara adalah

bentuk komunikasi antara dua orang yang mlibatkan seseorang yang hendak

memperoleh informasi dari pihak lainnya. Proses ini dilakukan dengan cara

mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu. Secara

garis besar, wawancara dibagi menjadi dua, yaitu wawancara terstruktur dan

wawancara tidak tersruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara baku

dengan susunan pertanyaan yang sudah ditetapkan sebelumnya, sedangkan

wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang dilakukan secara

mendalam, internsif, terbuka (Mulyana, 2013, p. 180).

Penelitian ini mengkombinasikan teknik wawancara terfokus milik

Robert K. Yin dan teknik wawancara tidak terstruktur milik Deddy

Mulyana. Artinya, peneliti akan membatasi waktu wawancara dengan

subjek penelitian, selain itu wawancara akan dilakukan sesuai dengan

panduan ilmiah yang telah disusun. Meskipun begitu, peneliti akan

(14)

susunan kata dan susunannya disesuaikan dengan ciri dari setiap responden

(Mulyana, 2013, p. 181). Model ini dilakukan karena pihak yang peneliti

wawancara berasal dari latar belakang dan memegang peran yang berbeda

di dalam struktur perusahaan sehingga peneliti merasa bahwa wawancara

perlu dilakukan dengan pendekatan yang berbeda pula.

Dalam menentukan pihak yang diwawancara, peneliti

melakukannya dengan teknik pengambilan sampel bertujuan (purposive

sampling). Teknik ini dilakukan dengan cara mewawancarai sosok yang

sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pemahaman dan praktik fact-checking dari para pengecek fakta di

Kompas.com. Maka dari itu, sampel yang dipilih adalah mereka yang

bekerja di Kompas.com. Dalam menentukan responden potensial, peneliti

menggunakan teknik quota sampling dengan melakukan wawancara dengan

reporter atau pihak khusus yang memang bekerja di bidang fact-checking.

3.4.2 Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk

mengukur perilaku tertentu dalam waktu yang telah ditentukan (Yin, 2018,

p. 166). Dalam melakukan observasi, ada yang disebut sebagai observasi

langsung dan observasi partisipan. Observasi langsung adalah kegiatan

observasi yang dilakukan untuk mengamati perilaku atau kondisi

(15)

dilakukan dengan terlibat secara langsung dalam aktivitas yang dilakukan

oleh subjek penelitian atau pada objek penelitian, misalnya dalam rapat,

kerja pabrik, ruang kelas, dll. Observasi jenis ini bertujuan agar peneliti

dapat lebih memahami konteks dari subjek atau objek yang diteliti. Di sisi

lain, terdapat observasi partisipan. Observasi partisipan adalah kegiatan

observasi yang dilakukan secara aktif dengan terlibat secara interaksi

dengan pihak-pihak yang berada dalam suatu kondisi yang tengah

diobservasi. Selain melakukan interaksi, model observasi ini juga dapat

dilakukan dengan menjadi bagian dari lingkungan yang menjadi subjek atau

objek penelitian (Yin, 2018, p. 166-167).

Penelitian ini menggunakan model observasi partisipan di dalam

mencari data terkait praktik pekerja media di Indonesia terkait proses

fact-checking. Observasi terkait konsep fact-checking dilakukan dengan

melakukan interaksi dengan para pengecek fakta di Kompas.com untuk

mengetahui sejauh mana praktik fact-checking dilakukan yang kemudian

disesuaikan dengan proses yang tertulis pada konsep milik First Draft News.

Selain itu, peneliti melihat bahwa ada kemungkinn bahwa tidak semua yang

disampaikan oleh pengecek fakta di Kompas.com terkait proses pencarian ‘ideal’ yang mereka lakukan dapat selalu memiliki kesesuaikan dengan apa

yang sebenarnya mereka lakukan secara praktik di dalam praktik

sehari-hari. Maka dari itu, peneliti hendak melihat sejauh mana proses dari konsep

First Draft News disesuaikan di dalam praktiknya. Selain itu, observasi

(16)

kesesuaian di antara proses yang dilontarkan dan dianggap ‘ideal’ oleh para

pengecek fakta dengan proses yang benar-benar mereka lakukan di dalam

melakukan fact-checking di antara satu konten dengan konten lainnya.

Selain itu, observasi dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan

pendekatan di dalam melakukan fact-checking pada konten yang memiliki

jenis penyakit informasi yang berbeda pula. Secara keseluruhan, proses

observasi ini dilakukan untuk mendukung pencarian yang dilakukan melalui

wawancara.

3.6 Keabsahan Data

Peneliti harus dapat memastikan bahwa data yang terhimpun memiliki

keabsahan. Dalam memastikan bahwa penelitian yang dilakukan memiliki

kualitas yang jelas, peneliti dapat memastikan dengan melakukan uji logika.

Yin (2018) menyajikannya ke dalam empat model uji yakni validitas

pembangun, validitas internal, validitas eksternal, dan uji reliabilitas (p. 78).

Kidder dan Judd (1986) menyatakan bahwa validitas pembangunan adalah

upaya untuk membangun standar atau ukuran yang tepat bagi konsep yang

sedang dipelajari (dalam Yin, 2018, p. 78). Hal ini dilakukan dengan cara

menggunakan ragam sumber untuk membuat kerangka besar penyelidikan,

membuat rantai pembuktian, hingga membuat berkas studi kasus untuk para key

informant (Yin, 2018, p. 80). Yazan (2015) menyatakan ketiga prosedur pada

(17)

150). Secara sederhana, Yin (2018) mendefinisikan triangulasi data sebagai

upaya merasionalisasikan data dari berbagai sumber yang ada (p. 170).

Triangulasi data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan membandingkan

hasil observasi terhadap pola kecenderungan dari praktik fact-checking para

pengecek fakta di Kompas.com dengan pernyataan dari wawancara untuk

mengetahui pengetahuan mereka terkait terminologi fact-checking. Melalui hal

ini lah, peneliti mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan pengecek fakta di

Kompas.com dan praktik fact-checking mereka pada konten multimedia yang

tersebar melalui media sosial.

Selain itu, peneliti juga memastikan keabsahan data dilakukan dengan cara

melalukan validitas internal dengan cara melakukan pattern matching atau

melihat kesesuaian antara fenomena yang ada pada konsep dengan fenomena

asli (Yin, 2018, p. 80-81). Peneliti juga melakukan validitas eksternal dengan

memastikan bahwa penelitian ini dapat memberikan hasil yang mendasar yang

bisa diterapkan pada objek lain yang sejenis, dan akan melakukan uji realibilitas

guna memastikan bahwa hasil dari penelitian sejenis akan menghasilkan hasil

yang sejenis juga (Yin, 2018, p. 81-82). Dengan kata lain, hal ini salah satunya

dilakukan dengan mempelajari kajian resmi atau basis data yang ada

sebelumnya (Yazan, 2015, p. 150). Dalam melakukan uji ini, peneliti

melakukannya dengan cara membandingkan hasil temuan terdahulu dengan

(18)

3.7 Teknik Analisa Data

Yin (2018) menjelaskan bahwa analisa data dilakukan dengan cara

berlandas kepada masalah teoritis, data, mengembangkan deskripsi kasus,

hingga kemudian menganalisa hasil dengan menggunakan data yang ditemui

dengan data yang dimiliki (p. 223). Yin menjelaskan teknik analisa data sendiri

terbagi ke dalam lima tahap yakni pattern matching, explanation building,

time-series analysis, program logic model dan cross-case synthesis (Yin, 2018, p.

223).

1. Pattern matching, pattern matching adalah upaya yang dilakukan dengan membandingkan pola yang tersusun secara empiris dengan pola

yang diprediksi. Apabila kedua pola ini bersinggungan satu dengan yang

lain, maka hasil yang ada dapat membantu memperkuat keabsahan data

dari segi validitas internalnya (Yin, 2018, p. 224). Pattern matching

berusaha untuk melihat apakah terdapat kesesuaian di antara konsep/

teori yang ada dengan dugaan atau hipotesa yang dikemukakan oleh

peneliti.

2. Explanation building, explanation building adalah upaya untuk menganalisa data dengan cara membangun pengertian dan pemahaman

terhadap kasus tersebut. Prosedur ini dilakukan dengan beberapa

tahapan yakni dengan menjabarkan hubungan sebab-akibat dari suatu

fenomena hingga menjelaskan masalah apa yang mungkin dapat muncul

(19)

diharapkan untuk dapat menjabarkan gagasan dan alternatif dalam

melihat kasus tersebut serta melahirkan gagasan baru demi kepentingan

penelitian lanjutan (Yin, 2018, p. 228).

3. Time-series analysis, teknis analisa data yang dilakukan sesuai dengan urutan waktu, bukan untuk melihat bagaimana kasus atau fenomena

berjalan di waktu-waktu tertentu (Yin, 2018, p. 236).

4. Program logic model, teknik analisa dengan model programlogic model dilakukan dengan cara menyelaraskan fenomena yang diamati secara

empiris dengan fenomena yang diprediksi secara teoritis (Yin, 2018, p.

237). Maksudnya, menyelaraskan kejadian yang terjadi saat ini dengan

kejadian yang terjadi berdasarkan tori-teori atau konsep tertentu.

5. Cross-case model, teknik ini digunakan untuk menganalisa studi kasus dengan model kajian multikasus.

Berdasarkan penjabaran ini, peneliti menggunakan teknik pattern matching,

yaitu menemukan kesamaan pola yang berasal dari konsep fact-checking dan

debunking dengan yang ditemukan di lapangan. Dalam hal ini, peneliti

menyajikan pertanyaan yang mengandung kata kunci terkait berbagai

terminologi fact-checking untuk mengetahui derajat pemahaman mereka

terhadap konsep tersebut. Selain itu, melalui teknik pattern matching ini,

peneliti juga hendak melihat apakah teknik yang dilakukan oleh para pengecek

fakta di Kompas.com sudah selaras dengan konsep fact-checking dan debunking

(20)

penjabaran pada konsep yang berkaitan dengan terminologi fact-checking pada

bagian pembahasan, kemudian peneliti melakukan penjabaran terkait konsep

yang peneliti temukan di dalam praktik fact-checking melalui informan yang

merupakan para pengecek fakta di Kompas.com. Melalui penjabaran yang

dikemukakan oleh para pengecek fakta ini, dan melalui praktik yang juga

peneliti observasi, kemudian peneliti menyimpulkan apakah konsep

pemahaman, mulai dari pengertian mengenai kegiatan fact-checking pada

umumnya, pengertian penyakit informasi yang kerap muncul, hingga proses

fact-checking terutama di ranah debunking yang dilakukan oleh para pengecek

fakta di Kompas.com memiliki kesesuaian dengan yang tertulis pada konsep.

Berdasarkan pola yang dibandingkan melalui teknik pattern matching ini

kemudian peneliti juga menyertakan faktor yang mendukung terjadinya

pembentukan kesesuaian dari konsep dan pola yang ada.

Referensi

Dokumen terkait

pengujian hipotesis daya tahan jantung paru (X 1 ) dan daya tahan otot tungkai (X 2 ) terhadap kemampuan tendangan sabit (Y) pada Atlet Putra Pencak Silat UKM Unsyiah

karakteristik manusia dan dalam bidang pendidikan merupakan hasil belajar. Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar dan memiliki peran penting. Keberhasilan

Kertas ini mengkaji corak kemeruapan harga saham sektor ekonomi di Bursa Malaysia, di samping mengenal pasti sektor yang meruap secara berkelangsungan bagi tempoh masa sebelum,

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa spesies burung rangkong (Bucerotidae) yang terdapat di pegunungan Gugop Kemukiman Pulo Breuh Selatan Kecamatan Pulo Aceh

1) Dalam Pelaksanaannya Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau sudah menjalankan kewenangannya, sebagaimana kewenanganya yang diatur dalam pasal 8 Undang-Undang

Bu nedenle kredi aynı tarihte (14/12/2014) kapatıldığında ilgili ayda tahakkuk eden peşin komisyon tutarı olan 1.268,81 TL ve geri kalan sekiz aya ilişkin itfa edilmemiş

dengan menawarkan sejumlah kemudahan. Ditambah dengan pembeli digital Indonesia diperkirakan mencapai 31,6 juta pembeli pada tahun 2018, angka ini meningkat dari

Dari Gambar 1 tampak baik simulasi pada data suhu udara maupun data kecepatan angin memiliki rataan yang lebih mendekati data setelah menggunakan algoritma Filter