• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Nilam Indonesia 2.2 Minyak Nilam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Nilam Indonesia 2.2 Minyak Nilam"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Nilam Indonesia

Tanaman nilam pertama kali dibudidayakan di daerah Tapak Tuan (Aceh) yang kemudian menyebar ke daerah pantai timur Sumatera (Dhalimin et al. 1998).

Hasil tanaman tersebut berupa terna yang dikeringkan dan diekspor ke Singapura untuk disuling, yang kemudian diekspor ke berbagai negara terutama Perancis, Jerman, dan Amerika. Pada tahun 1920 daerah Tapak Tuan mulai melakukan penyulingan minyak nilam. Setahun kemudian (1921) minyak nilam asal Indonesia mulai di ekspor ke Singapura dan Malaysia disamping mengekspor terna kering Indonesia juga mulai mengekspor minyak nilam (Heyne 1927; Anon 1939, diacu dalam Dhalimin et al. 1998). Pada saat itu budidaya nilam Indonesia telah menyebar ke pulau Jawa salah satunya di daerah Kediri. Indonesia masih mengekspor terna dan minyak nilam ke singapura dan Malaysia sampai pada tahun 1940, dan setelah tahun 1950 Indonesia hanya mengekspor minyak saja.

Namun setelah tahun 1960 posisi Singapura dan Malaysia sebagai negara pengekspor minyak nilam terbesar digantikan oleh Indonesia (Allen 1969, diacu dalam Dhalimin et al. 1998)

Pada tahun 1956 ekspor minyak nilam Indonesia baru mencapai 30 ton dan meningkat menjadi 245 ton pada tahun 1961, dan pada waktu yang sama ekpor minyak nilam Malaysia dan Singapura juga mengalami peningkatan dari 160 ton (1956) menjadi 232 ton (1961), namun produksi minyak nilam Indonesia terus meningkat sedang negara-negara lain seperti Cina, Srilanka, Malaysia dan Brazil tidak begitu pesat perkembangannya. Periode 1960an ekspor minyak nilam Indonesia berkisar antara 250-300 ton tiap tahun (Robbin 1982, diacu dalam Dhalimin et al. 1998). Volume ekspor terus meningkat menjadi 300-500 ton (1970-1980) dan 500-700 ton (1980-1990). Pada tahun 1990 volume ekspor minyak nilam meningkat secara tajam dan mencapai puncaknya pada tahun 1995 (1445 ton) (Dhalimin et al. 1998).

2.2 Minyak Nilam

Menurut B S Hieronymus (1990) Minyak nilam diperoleh dengan cara

penyulingan uap dan air terhadap herba kering tanaman nilam Pogostemon cablin.

(2)

Kandungan utama dari minyak nilam adalah Patchuli alcohol. Senyawa inilah yang menyebabkan minyak nilam memiliki bau yang harum. Minyak nilam dapat digunakan secara langsung tanpa diproses lebih lanjut. Namun patculi dapat diubah menjadi ester, patchouli asetat. Senyawa ester mempunyai bau yang harum dan dapat digunakan sebagai bahan pewangi. Patculi alcohol dapat direaksikan dengan asam fosfat mengalami hidrasi dan diperoleh patculena.

Minyak nilam merupakan bahan baku parfum yang terpenting dan sebagai bahan fiksatif yang paling baik pada parfum berkualitas baik. Minyak ini digunakan juga dalam pembuatan sabun dan kosmetik, karena dapat diblending secara baik dengan minyak atsiri lainnya seperti minyak cengkeh, geranium, akar wangi dan minyak cassia. Aroma minyak nilam sangat kaya, terkesan rasa manis, hangat dan menyengat (Dhalimin et al. 1998).

2.2.1 Mutu Minyak Nilam

Mutu minyak nilam sangat menentukan mampu atau tidaknya minyak nilam tersebut diekspor ke pasar luar negeri, bahkan mutu juga dapat menentukan harga dari minyak nilam yang diproduksi. Menurut Sumangat D dan Risfaheri (1989) senyawa patchouli alcohol merupakan penentu mutu minyak nilam.

Minyak nilam yang kadar patchouli alhokolnya lebih tinggi dalam dunia perdagangan mendapatkan harga lebih tinggi, karena mutunya dinilai lebih tinggi.

Kadar patchouli alcohol minyak nilam Indonesia berkisar antara 20-45 persen.

Mutu minyak nilam dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain klon atau varietas, lingkungan tumbuh, teknik budidaya, perilaku pendahuluan, proses peyulingan, pengemasan, serta penyimpanan (Anggraeni et al. 1998). Standar mutu minyak nilam Indonesia ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional dengan nama Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2385-2006. Standar ini meliputi ruang lingkup syarat mutu pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji, pengemasan, dan penandaan milik nilam.

Berdasarkan Standar ini minyak nilam didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara penyulingan dari daun tanaman P. cabin Benth. Minyak nilam digolongkan hanya dalam satu jenis mutu dengan nama “patchouli oil”

Adapun syarat-syarat mutu minyak nilam ditetapkan seperti pada Tabel 3.

(3)

Tabel 5. Persyaratan Mutu Minyak Nilam Menurut SNI 06-2385-2006

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Warna - Kuning muda-cokelat kemerahan

2 Bobot jenis 25°C/25°C - 0,950-0,975

3 Indeks bias (nD²º) - 1,507-1,515

4 Kelarutan dalam etanol 90%

pada suhu 20ºC ±3ºC -

Larutan jernih atau opalesensi ringan dalam perbandingan volume 1:10

5 Bilangan asam - Maks. 8

6 Bilangan Ester - Maks. 20

7 Putaran optic - (-40°)-(-65º)

8 Patchouli alcohol (C 15 H 26 O) % Min. 30 9 Alpha opaene (C 15 H 24 ) % Maks. 0,5 10 Kandungan besi (Fe) mg/kg Maks. 25 Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2006). 1

2.3 Tanaman Nilam

Tanaman nilam merupakan tumbuhan tropik yang termasuk dalam famili labiatae, dan merupakan tumbuhan semak dengan ketinggian sekitar 0.3-1.3 m.

Tanaman ini tumbuh di alam bebas secara tidak teratur dan cenderung mengarah ke datangnya sinar matahari, namun di kebun tanaman nilam tumbuhnya tegak ke atas atau merumpun pendek bila diberi penegak bambu (B. S. Hieronymus 1990).

Tanaman nilam terdiri beberapa jenis dan setiap jenis nilam memiliki kadar dan mutu minyak yang berbeda-beda. Jenis nilam tersebut antara lain Pogostemon cablin Benth, Pagostemon heyneatus, Benth, dan Pogostemon hortensis, Backer (B. S. Hieronymus 1990).

a) Pogostemon cablin Benth (Nilam Aceh)

Nilam ini memiliki ciri daunnya agak membulat seperti jantung, dibagian bawah daun terdapat bulu-bulu rambut sehingga warnanya tampak pucat, dan tidak atau jarang berbunga. Kadar minyaknya antara 2,5-5 persen dan komposisi minyaknya bagus. Menurut para ahli, minyak jenis ini terdapat di Filipina, Brazilia, Malaysia, Paraguay, Madagaskar, dan Indonesia.

b) Pagostemon heyneatus Benth (Nilam Jawa)

Nilam jenis ini sering tumbuh secara liar di pekarangan rumah atau ditempat yang jarang dijamah oleh manusia, oleh karena itu nilam ini sering disebut nilam hutan.

11

Badan Standarisasi Nasional. Minyak Nilam. http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/

sni/detail_sni/7400. [10 Oktober 2009].

(4)

Daunnya lebih tipis dibandingkan daun nilam jenis Pogostemon cablin dan ujung daunnya agak runcing. Spesifikasi nilam ini adalah berbunga. Kadar minyaknya rendah sekitar 0.5-1.5 persen dari berat daun kering. Komposisi minyaknya jelek.

c) Pogostemon hortensis Backer (Nilam Sabun)

Nilam jenis ini disebut nilam sabun, karena digunakan sebagai pengganti sabun.

Bentuknya hampir sama dengan Pagostemon heyneatus. Daunnya tipis, ujung daun agak runcing dan tidak berbunga. Kadar minyaknya rendah 0.5-1,5 persen dan komposisi minyaknya pun jelek.

Berdasarkan ketiga jenis tanaman nilam tersebut, yang layak untuk dikembangkan dan dibudidayakan untuk dijadikan bahan baku penyulingan minyak nilam adalah pogostemon cablin sebab kadar dan komposisi minyaknya paling bagus diantara jenis lainnya (B S Hieronymus 1990). Selain itu menurut Balitro (2009) Indonesia memiliki varietas tanaman nilam unggulan yang dinamakan berdasarkan nama daerah asalnya yaitu Tapak Tuan, Lhoksemawe dan Sidikalang.

2.4 Budidaya Tanaman Nilam

Tanaman nilam merupakan tanaman yang dapat dibudidayakan diberbagai jenis lahan seperti pekarangan, sawah, kebun, dan tegalan. Namun untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi, tanaman nilam memerlukan lapisan tanah yang dalam, subur, kaya humus, berstruktur gembur, dan drainase yang baik.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil keberhasilan budidaya tanaman nilam antara lain yaitu:

A. Kesesuaian Lahan dan Iklim

Lahan dan iklim sangat mempengaruhi produksi dan kualitas minyak

nilam, terutama ketinggian tempat dan ketersediaan air. Nilam sangat peka

terhadap kekeringan (heavy drinker), kemarau panjang setelah panen dapat

menyebabkan tanaman mati. Tanaman nilam dapat tumbuh pada ketinggian 0-

1.500 m di atas permukaan laut. Akan tetapi, nilam akan tumbuh dengan baik dan

berproduksi tinggi pada tempat dengan ketinggian antara 50-400 m diatas

permukaan laut. Pada dataran rendah kadar minyak lebih tinggi tetapi kadar

patchouli alkohol lebih rendah, sebaliknya pada dataran tinggi kadar minyak

(5)

rendah, kadar patchouli alkohol (Pa) tinggi. Jenis tanah yang sesuai dengan tanaman nilam antara lain latosol, andosol, regosol, tumbuhan ini dapat tumbuh baik pada tanah yang gembur dengan humus yang tinggi.

Tanaman ini menghendaki suhu yang panas dan lembab, serta membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Curah hujan yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman nilam berkisar antara 1.750-3.500 mm per tahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun, suhu optimum untuk tanaman ini adalah 24-25°C. dengan kelembaban lebih dari 70-80 persen (Balitro 2009).

Intensitas penyinaran agar pertumbuhan dan produksi minyak nilam optimal adalah berkisar antara 75-100 persen. Pada tempat-tempat yang agak terlindung, nilam masih dapat tumbuh dengan baik, tetapi kadar minyak lebih rendah dari pada tempat terbuka (B. S. Hieronymus 1990).

Tabel 6. Kriteria Kesesuaian Lahan dan Iklim Tanaman Nilam Parameter

Tingkat Kesesuaian Sangat

Sesuai Sesuai Kurang

Sesuai

Tidak Sesuai Ketinggian Tanah (m, dpl.) 100 – 400 0 – 700 > 700 > 700 1. Jenis tanah

Andosol, latosol

Regosol,

podsolik Lainnya Lainnya

2. Drainase Baik Baik Agak baik Terhambat

3. Tekstur Lempung Liat berpasir Lainnya Pasir

4. Kedalaman air > 100 75 – 100 50 – 75 < 50

5. pH 5.5 – 7 5 – 5.5. 4.5 – 5 < 4.5

6. C-organik (%) 2 – 3 3 – 5 < 1 -

7. P

2

0

5

(ppm) 16 – 25 10 – 15 > 25 -

8. K

2

0 (me/100 g) > 1.0 0.6 – 1.0 0.2 – 0.4 -

KTK (me/100 g) > 17 5 – 16 < 5 -

Iklim 2.300-3.000 1.750-2.300 1.200-1.750 > 3.500

1. Curah hujan (mm) 190-200 3000-3.500 > 3500 -

2. H H/ tahun 11-Oct 170-180 < 100 < 8

3. Bln basah/ tahun 80-90 10-Sep < 9 < 50

4. Kelembaban udara (%) 75-100 70-80 < 60 -

5. Temperatur

0

C 22-23 24-25 > 25 -

Intensitas cahaya - - -

Sumber: Balitro (2009).

B. Bahan Tanaman

Tanaman nilam umumnya dikembangkan secara vegetatif, yaitu dengan

mempergunakan potong-potongan cabang. Bibit yang baik untuk ditanam harus

(6)

berasal dari induk yang sehat, berasal dari bahan tanaman jenis unggul dan dijamin terbebas dari kontaminasi hama da

bibit, telah dikembangkan serta penggunaan setek pendek

bahan tanaman lebih hemat, pertumbuhan bibit cepat pertumbuhan di lapangan lebih tinggi

Tanaman nilam yang umum dibudidayakan adalah nilam Aceh, karena kadar minyak dan kualitas minyak lebih tinggi dari jenis nilam Jawa dan nilam Sabun. Varietas unggulan tanaman nilam yang menj

Tapak tuan, Lhoksemawe, dan Sidikalang. T

dan kadar patchouli alkohol. Lhoksemawe kadar minyaknya tinggi sedangkan Sidikalang toleran terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda (Tabel 5).

Tabel 7. Produksi Terna Kering, Kadar Minyak, Produksi Minyak dan Kadar Patchouli Alkohol 3 Varietas Nilam

Varietas

Tapak Tuan Lhokseumawe Sidikalang

Sumber: Balitro (2009).

Varietas tersebut dapat dibe

Tapak Tuan, warna pangkal batangnya hijau dengan sedikit ungu, varietas Lhoksemawe lebih ungu

Gambar 1. Tiga Varietas Unggul Nilam

C. Pola Tanam

Umumnya tanaman nilam diusahakan secara monokultur, namun dapat juga ditanam secara tumpangsari dengan tanaman lain, seperti dengan tanaman

Tapak Tuan

berasal dari induk yang sehat, berasal dari bahan tanaman jenis unggul dan dijamin terbebas dari kontaminasi hama dan penyakit. Upaya meningkatkan

telah dikembangkan penggunaan bibit yang telah diakarkan

penggunaan setek pendek, dengan penggunaan teknik tersebut pemakaian lebih hemat, pertumbuhan bibit cepat dan keberhasilan lapangan lebih tinggi (Emmyzar dan Ferry Y. 2004).

Tanaman nilam yang umum dibudidayakan adalah nilam Aceh, karena kadar minyak dan kualitas minyak lebih tinggi dari jenis nilam Jawa dan nilam

unggulan tanaman nilam yang menjadi koleksi Balitro

Tapak tuan, Lhoksemawe, dan Sidikalang. Tapak Tuan unggul dalam produksi dan kadar patchouli alkohol. Lhoksemawe kadar minyaknya tinggi sedangkan Sidikalang toleran terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda (Tabel 5).

roduksi Terna Kering, Kadar Minyak, Produksi Minyak dan Kadar Alkohol 3 Varietas Nilam

Produksi terna kering

(ton/ha)

Kadar minyak

(%)

Produksi minyak (kg/ha) 13,278

11,087 10,902

2,83 3,21 2,89

375,76 355,89 315,06 Sumber: Balitro (2009).

Varietas tersebut dapat dibedakan dari warna pangkal batang

Tapak Tuan, warna pangkal batangnya hijau dengan sedikit ungu, varietas Lhoksemawe lebih ungu dan varietas Sidikalang paling ungu (Gambar 1).

Gambar 1. Tiga Varietas Unggul Nilam

Umumnya tanaman nilam diusahakan secara monokultur, namun dapat juga ditanam secara tumpangsari dengan tanaman lain, seperti dengan tanaman

Sidikalang Lhokseumawe

berasal dari induk yang sehat, berasal dari bahan tanaman jenis unggul dan paya meningkatkan mutu penggunaan bibit yang telah diakarkan lebih dahulu tersebut pemakaian dan keberhasilan (Emmyzar dan Ferry Y. 2004).

Tanaman nilam yang umum dibudidayakan adalah nilam Aceh, karena kadar minyak dan kualitas minyak lebih tinggi dari jenis nilam Jawa dan nilam adi koleksi Balitro yaitu apak Tuan unggul dalam produksi dan kadar patchouli alkohol. Lhoksemawe kadar minyaknya tinggi sedangkan Sidikalang toleran terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda (Tabel 5).

roduksi Terna Kering, Kadar Minyak, Produksi Minyak dan Kadar

Kadar Patchouli alkohol (%)

33,31 32,63 32,95

dakan dari warna pangkal batangnya. Varietas Tapak Tuan, warna pangkal batangnya hijau dengan sedikit ungu, varietas

ikalang paling ungu (Gambar 1).

Umumnya tanaman nilam diusahakan secara monokultur, namun dapat juga ditanam secara tumpangsari dengan tanaman lain, seperti dengan tanaman

Lhokseumawe

(7)

palawija (jagung, cabe, terung, dan lainnya). Selain dengan tanaman palawija, nilam dapat dipolatanamkan dengan tanaman tahunan seperti diantara kelapa, kelapa sawit, karet yang masih berumur muda, karena tanaman nilam masih berproduksi dengan baik pada intensitas cahaya minimum 75 persen. Semua tanaman dapat ditumpangsarikan dengan nilam dengan syarat tidak menimbulkan persaingan dalam hal penyerapan unsur hara, air, dan cahaya matahari dan tidak merupakan sumber hama atau penyakit bagi tanaman nilam sebaiknya yang saling menguntungkan. Oleh sebab itu, waktu dan jarak tanaman antara sesama tanaman pokok dan antara tanaman pokok dengan tanaman sela harus diperhitungkan dengan cermat (Emmyzar dan Ferry Y. 2004).

Nilam yang ditanam dibawah naungan akan tumbuh lebih subur, daun lebih lebar dan tipis serta hijau, tetapi kadar minyaknya rendah. Tanaman nilam yang ditanam di tempat terbuka, pertumbuhan tanaman kurang rimbun, habitus tanaman lebih kecil, daun agak kecil dan tebal, daun berwarna kekuningan dan sedikit merah, tetapi kadar minyaknya lebih tinggi sebaiknya pada awal pertumbuhan diberi sedikit naungan, karena nilam rentan terhadap cekaman kekeringan (B. S. Hieronymus 1990).

D. Jarak Tanam

Jarak tanam akan menentukan populasi tanaman dan luas permukaan daun

yang aktif melakukan fotosintesa sehingga akan mempengaruhi kompetisi

tanaman dalam penggunaan cahaya, air dan unsur hara, kerapatan yang tinggi

kompetisi akan tinggi dibandingkan dengan yang lebih jarang. Jarak tanam yang

ideal adalah sesuai bagi perkembangan tanaman bagian atas serta tersedianya

ruang bagi perkembangan perakaran dalam tanah yaitu antara 75-100 cm antar

baris dan 50 – (75 – 100) cm dalam baris. Pada lahan datar dan subur dapat

digunakan jarak tanam yang lebih lebar misalnya 100 x 100 cm, sedangkan

dilahan miring jarak tanam yag digunakan lebih sempit misalnya 50 x 75 cm atau

75 x 75 cm. Kebutuhan bibit tergantung dengan jarak tanam ini (Emmyzar dan

Ferry Y. 2004).

(8)

E. Pemupukan

Menurut Wahid et al, diacu dalam Emmyzar dan Ferry Y. (2004) Tanaman nilam termasuk tanaman yang memerlukan unsur hara cukup tinggi, untuk mempertahankan produksi agar tetap optimal maka pemberian pupuk sangat menentukan, dan rekayasa pemupukan akan mempengaruhi rendemen minyak yang dihasilkan oleh tanaman nilam (Emmyzar dan Ferry Y. 2004).

F. Pemeliharaan dan Pemanenan

Nilam memerlukan pemeliharaan yang intensif terutama pada awal pertumbuhan dan setelah panen. Pemeliharaan yang dilakukan berupa penyulaman tanaman yang mati, penyiangan, pembumbunan, pemangkasan, pemupukan dan pemberian mulsa. Pemberian pupuk dan mulsa sangat penting sekali dilakukan terutama setelah panen pertama (umur 6 bulan), tujuannya guna merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru.

Tanaman nilam dapat dipanen pertama kali saat umur tanaman 6-8 bulan, dan panen berikutnya dilakukan setiap 3-4 bulan sampai tanaman berumur tiga tahun. Setelah itu sebaiknya tanaman diremajakan, karena hasilnya sudah makin menurun. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi atau menjelang malam hari agar kandungan minyaknya tetap tinggi. Bila pemetikan dilakukan siang hari, sel-sel daun sedang berfotosintesa sehingga laju pembentukan minyak berkurang, daun kurang elastis dan mudah robek. Di samping itu, pada siang hari transpirasi daun berlangsung lebih cepat sehingga jumlah minyak yang dihasilkan berkurang.

Panen sebaiknya dilakukan sebelum daun nilam menjadi coklat kemerahan, karena daun yang berwarna coklat kemerahan rendemen minyak sudah berkurang.

Kandungan minyak tertinggi terdapat pada 3 pasang daun termuda yang masih

berwarna hijau. Alat untuk panen dapat menggunakan sabit dengan cara

memangkas tanaman pada ketinggian 15-30 cm dari permukaan tanah. Ada

baiknya kalau setiap kali panen ditinggalkan satu tanaman tetap tumbuh untuk

merangsang tumbuhnya tunas-tunas baru pada fase selanjutnya.

(9)

G. Penanganan Hasil Panen

Hasil pangkasan tanaman nilam dipotong-potong sepanjang 3-5 cm kemudian dijemur selama 1-2 hari atau dijemur 5 jam dan dikering anginkan selama 2-3 hari untuk mengurangi kadar airnya sampai 15 persen. Pengeringan yang terlalu cepat membuat daun menjadi rapuh dan sulit disuling. Kalau terlalu lambat seperti musim hujan, daun menjadi lembab dan mudah terserang jamur, hingga redemen dan mutu minyak yang dihasilkan rendah.

2.5 Penyulingan Nilam

Hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyulingan yang akan mempengaruhi mutu minyak nilam yang dihasilkan adalah cara dan waktu penyulingan, kepadatan bahan dalam tangki penyulingan dan perbandingan antara daun dan batang yang disuling. Perbandingan optimal antara tangkai dan daun pada campuran bahan yang disuling adalah 1 banding 0,5. Semakin banyak proporsi tangkai, kadar minyak dan rendemen minyak makin berkurang. Selain mempengaruhi rendemen cara penyulingan juga mempengaruhi kadar patchouli alcohol, serta waktu penyulingan mempengaruhi rendemen, bobot jenis, bilangan ester dan kadar patchouli alcohol (Anggraeni et al. 1989). Sedangkan menurut Mangun (2006) mutu minyak nilam dan rendemen sangat dipengaruhi oleh mesin dan sistem penyulingan yang digunakan. Selain itu sanitasi lingkungan, tempat penyulingan, gudang tempat menyimpan daun, dan kedekatan lokasi dengan lahan perkebunan juga berpengaruh. Oleh karena itu, peralatan mesin yang digunakan harus memiliki kelebihan secara teknis agar diperoleh rendemen minyak yang tinggi.

Sistem penyulingan nilam terdiri dari system penyulingan dengan air, system penyulingan uap langsung dan system penyulingan uap tidak langsung. 1).

System penyulingan dengan air merupakan cara penyulingan yang paling

sederhana, namun cara ini kurang disukai karena waktu yang dibutuhkan lama dan

hasilnya kurang banyak serta mutunya kurang bagus. 2). Sistem penyulingan uap

langsung (uap dan air) memiliki kelebihan dalam hasil uap yang selalu dalam

kondisi jernih dan tingkat kekosongan minyak lebih terkendali. Namun karena

tekanan uap yang dihasilkan dengan sistem ini relatif rendah, sehingga belum

(10)

dapat menghasilkan minyak dalam waktu yang cepat, yaitu dibutuhkan waktu lebih dari delapan jam untuk memperoleh rendemen minyak yang banyak dan tingkat persentase patchouli alcohol yang tinggi. 3). Sistem penyulingan uap tidak langsung. Prinsip dasar penyulingan ini adalah menggunakan uap bertekanan tinggi. Metode ini menghasilkan minyak berkualitas dengan rendemen tinggi, serta proses penyulingan berjalan lebih cepat (Mangun 2006).

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai analisis kelayakan investasi telah banyak dilakukan, beberapa diantaranya adalah Analisis Kelayakan Finansial dan Pemasaran Minyak Pala. Penelitian ini dilakukan oleh Naiborhu pada tahun 2004 di PT Pavettia Atsiri Indonesia di Bogor. Dari penelitian tersebut, dilihat dari aspek finansial usaha ini layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut dapat didasarkan pada hasil analisis kriteria kelayakan investasi yang didapatkan pada penelitian tersebut yaitu NPV sebesar Rp.140.235.090, IRR sebesar 36 persen, nilai Gross B/C 1,076 dan payback period selama dua tahun sebelas bulan.

Penelitian tentang analisis kelayakan usaha minyak nilam pernah

dilakukan dengan judul Analisis Kelayakan dan Peranan Pemerintah dalam Usaha

Agroindustri Penyulingan Nilam yang dilaksanakan di Pabrik Mitra Usaha Jaya di

Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan oleh Triwagia pada

tahun 2003. Dilihat dari aspek pasar dan teknis, usaha ini dinilai layak karena

permintaan terhadap minyak nilam masih tinggi. Dan secara teknis lokasi pabrik

telah memenuhi syarat untuk penyulingan minyak nilam, teknologi penyulingan

dan peralatan sudah memadai. Dari aspek hukum dan manajemen usaha ini juga

layak dilaksanakan, karena Pabrik Mitra Usaha Jaya telah berbadan hukum dan

memiliki struktur organisasi yang jelas. Sedangkan untuk aspek finansial usaha ini

layak untuk dilaksanakan, karena berdasarkan analisis kriteria investasi

didapatkan NPV sebesar Rp. 732 880 851, nilai NBCR 1.7086, IRR sebesar 28

persen dam Payback period selama tiga tahun sebelas bulan dengan tingkat

diskonto sebesar 16 persen. Berdasarkan analisis switching value menunjukkan

bahwa usaha penyulingan minyak nilam sangat peka terhadap perubahan manfaat

dan biaya. Secara finansial perubahan maksimal yang toleran terhadap kelayakan

(11)

investasi adalah penurunan harga hasil produksi maksimal sebesar sebelas persen, kenaikan biaya produksi maksimal 14 persen, dan produktivitas daun nilam kering turun maksimal sebesar 46 persen. Bila perubahan parameter input dan output lebih besar dari persentase tersebut maka investasi akan menjadi tidak layak dilaksanakan.

Penelitian berikutnya adalah tentang analisis kelayakan usaha penyulingan minyak nilam pada PT Perkasa Primata Mandiri Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan oleh Siregar pada tahun 2009. Penelitian ini menggunakan dua skenario dalam menganalisis aspek finansialnya, skenario pertama adalah menganalisis usaha yang dijalankan perusahaan saat ini, dimana kapasitas mesin yang digunakan sebesar 30 kg. sedangkan skenario kedua ialah dengan menaikkan kapasitas produksi melalui penambahan jumlah ketel suling 100 kg untuk memaksimalkan kapasitas mesin dan penggunaan nilam kering (bahan baku) yang dihasilkan dari budidaya. Hasil penelitian ini dari aspek finansial menunjukkan bahwa usaha minyak nilam yang dilakukan PT Perkasa Primata Mandiri layak untuk dijalankan dengan tingkat diskonto 33,3 persen, yang diambil dari tingkat deviden yang diterima oleh masing-masing investor dari keuntungan yang diperoleh perusahaan. Hasil NPV dari analisis kriteria investasi yang didapatkan adalah sebesar Rp 563.632.417, Net B/C sebesar 2,93, IRR sebesar 119,64 persen dan periode pengemblian investasi adalah selama satu tahun 26 hari. Sedangkan dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi usaha pennyulingan minyak nilam tersebut layak untuk dijalankan. Hasil analisis sensitivitas dengan menggunakan metode switching value menunjukkan bahwa usaha ini lebih sensitive terhadap perubahan harga jual maupun penurunan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering.

Batas maksimal perubahan terhadap penurunan harga jual dan jumlah produksi minyak nilam dan daun kering masing-masing sebesar 18,94 persen. Apabila perubahan yang terjadi melebihi batas tersebut, maka usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan perusahaan menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan.

Penelitian mengenai kelayakan budidaya tanaman nilam pernah dilakukan

Wulansari pada tahun 2005, yang berjudul Analisis Kelayakan Ekonomi

Usahatani Nilam studi kasus Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten

(12)

Garut. Berdasarkan hasil analisis aspek non finansial dari penelitian tersebut, usaha ini layak dijalankan karena karakteristik wilayah yang relevan untuk ditanami nilam, meskipun teknik budidaya yang dilakukan oleh petani di daerah ini masih belum mengikuti standar operasionl prosedur budidaya tanaman nilam.

Dan secara finansial, didapatkan hasil NPV sebesar Rp 4.180.266,575, IRR sebesar 229,04 persen, Net B/C sebesar 4,137 dengan tingkat diskonto sebesar 12,5 persen. Sedangkan berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan, usahatani nilam lebih sensitif terhadap perubahan harga jual output, yaitu pada penurunan sebesar 33 persen maka usahatani nilam tidak layak dijalankan.

Berdasarkan penelitian terdahulu mengenai analisis kelayakan usaha agroindustri minyak atsiri khususnya minyak nilam, dapat disimpulkan bahwa usaha tersebut sangat menguntungkan untuk dijalankan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis kriteria investasi NPV yang dihasilkan sangat tinggi (Naiborhu 2004; Triwagia 2003; Siregar 2009). Sedangkan untuk usaha budidaya tanaman nilam menurut Wulansari (2005) tingkat keuntungan yang didapat relatif kecil dibandingkan dengan usaha penyulingan nilam. Semua penelitian terdahulu mengenai analisis kelayakan usaha tersebut, menggunakan pertimbangan kriteria kelayakan investasi yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period.

Hanya pada analisis kelayakan budidaya tanaman nilam saja yang tidak

mencantumkan payback period, sehingga tidak diketahui waktu pengembalian

investasi yang telah dilakukan pertani nilam di Desa Jatiwangi.

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun demikian, lokasi kajian memiliki karteristik unik, di mana wilayah ini merupakan satu-satunya wilayah kepesisiran di Kabupaten Bantul yang memiliki sistem airtanah

Perkembangan teknologi harus dapat membantu setiap Perguruan Tinggi dalam melakukan pengungkapan (disclosure) terkait informasi yang disajikan di dalam website

Dewasa ini banyak sumber informasi yang dapat dipakai untuk menulis tulisan ilmiah dalam majalah ilmiah, skripsi, tesis dan disertasi yang tidak hanya terbatas dari sumber

Pencegahan terjadinya ekstravasasi dapat dilakukan dengan menggunakan pembuluh darah yang paten dan dengan aliran yang cepat dan tetap memperhatikan keluhan yang

Hasil penilaian sensoris para panelis disimpulkan sebagai berikut : (a) Penambahan 10% tepung komposit pada adonan menghasilkan warna remah, aroma, citarasa yang

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan, latihan Shuttle Run lebih baik pengaruhnya daripada latihan Lari Zig-Zag terhadap peningkatan kelincahan pada siswa SSB Pesat

Sebelum menghentikan bola dengan paha, arah bola diusahakan jatuh bersentuhan dengan paha. Tehnik mengangkat paha digunakan ketika bola hampir menyentuh paha ke