• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGESERAN STRATEGI PEMASARAN KAFE DAN KULINER DI SUMATERA BARAT DALAM PERSPEKTIF ETIKA BISNIS ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERGESERAN STRATEGI PEMASARAN KAFE DAN KULINER DI SUMATERA BARAT DALAM PERSPEKTIF ETIKA BISNIS ISLAM"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 PERGESERAN STRATEGI PEMASARAN KAFE DAN KULINER

DI SUMATERA BARAT DALAM PERSPEKTIF ETIKA BISNIS ISLAM Hamda Sulfinadia

hamdasulfinadia@uinib.ac.d Eli Suryani

Suryanieli0@gmail.com Abrian Tanjung abriantanjung@gmail.com

Abstrak

Studi ini membahas tentang pergeseran strategi pemasaran kafe dan kuliner di Sumatera Barat dalam perspektif etika bisnis Islam. Terjadi pergeseran pemasaran kafe dan kuliner di daerah ini sejak 3 tahun terakhir. Hal ini ditandai dengan marak bermunculannya penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim. Penamaan kafe dan kuliner yang dimaksud seperti Mie Neraka, Mie Judes Neraka, Mie Naroko, Mie Caruik, Mie Marabo, Mie Setan, Iblis, Dajal, Ayam Tapakiak, Mie Marabo, Bakso Narako dan sejenisnya. Ditemukan 77 nama kafe dan kuliner tidak lazim dan bahkan bermakna negatif serta menyeramkan yang tersebar di Sumatera Barat. Di sisi lain Sumatera Barat sangat kental dengan dengan falsafah adatnya, Adat Basandi Syarak, dan Syarak Basandi Kitabullah. Penelitian ini bertujuan untuk; 1. menemukan faktor penyebab pemilik kafe dan kuliner Sumatera Barat memilih penamaan yang tidak lazim; 2. Mengetahui persepsi konsumen dan masyarakat Sumatera Barat terhadap penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim; 3. Tinjauan etika bisnis Islam terhadap penamaan kafe dan kuliner yang memilih nama yang tidak lazim di Sumatera Barat.

Kata Kunci: Pergeseran; Strategi Pemasaran; Etika Bisnis Islam.

Pendahuluan

Strategi pemasaran harus dilandaskan atas analisa lingkungan dan internal perusahaan melalui analisa keunggulan dan kelemahan perusahaan, serta analisa kesempatan dan ancaman yang akan dihadapi perusahaan dari lingkungannya. Sejalan dengan pergeseran waktu, dan persaingan bisnis yang semakin ketat, membuat para pengusaha kuliner di Sumatra Barat untuk putar otak mencari strategi dan strategi pemasaran yang bisa meraih keuntungan yang lebih besar. Seakan bak cendawan tumbuh, bermunculan pengusaha kuliner dengan nama-nama yang unik yang sebelumnya belum pernah ada. Salah satu strategi yang dilakukan oleh pengusaha makanan yang bernuansa pedas adalah dengan memberi nama makanan bukan lagi berdasarkan nama pemilik ataupun nama daerah.

Kalau sebelumnya nama makanan diambil dari nama pemilik usahanya.Namun nama kuliner kafe dan kuliner di Sumatera Barat yang bernuansa pedas dapat didasarkan ada atau tidaknya rasa, yang bisa bermakna denotatif dan konotatif. Untuk nuansa pedas yang bertingkat mulai dari level paling bawah sampai dengan paling tinggi, para pengusaha kuliner di daerah ini lebih cendrung memberi nama dengan istilah yang lebih menantang dan terkadang bermakna negatif. Adapun rumusan masalah dalam tulisan ini adalah 1. Apa faktor penyebab pemilik kafe dan kuliner Sumatera Barat memilih penamaan yang tidak lazim ? 2.

Apa persepsi konsumen dan masyarakat Sumatera Barat terhadap penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim ? 3. Bagaimana tinjauan etika bisnis Islam terhadap penamaan kafe dan kuliner yang memilih nama yang tidak lazim di Sumatera Barat?

Pembahasan

Teori Strategi Pemasaran

Strategi pemasaran adalah rencana yang menyeluruh, terpadu dan menyatu dalam

bidang pemasaran yang memberikan panduan kegiatan yang akan dijalankan untuk dapat

(2)

2 tercapainya tujuan pemasaran dari perusahaan.

1

Strategi pemasaran dalan definisi lain adalah serangkain tujuan atau sasaran, kebijakan, aturan yang memberikan arah kepada usaha-usaha pemasaran perusahaan dari waktu ke waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah. American Marketing Association (AMA) sebagaimana yang dikutip oleh Pandji Anoraga, pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan rencana penetapan harga, promosi dan distribusi dari ide-ide, barang-barang dan jasa-jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individual dan organisasional.

2

Pemasaran dalam kontek aplikasi yang familiar dalam masyarakat melibatkan berbagai entitas objek. Praktek ini terklasifikasi dalam 10 (sepuluh) tipe yaitu dalam kontek pemasaran barang, jasa, pengalaman event, persons, tempat, property, organisasi, informasi dan ide. Berikut penjelasannya: 1. Barang (Goods). Barang (fisik) merupakan bagian terbesar dari produksi dan upaya pemasaran yang terjadi di Negara besar; 2. Jasa (Services), sebagai penggerak kemajuan ekonomi, proporsi kegiatan pemasaran lebih difokuskanpada sektor jasa; 3. Pengalaman (Experiences), dengan merancang berbagai jenis jasa dan produk, seseorang dapat menciptakan dan menampilkan pengalaman mereka dalam mengamati peluang pasar; 4. Acara Khusus (Event), pemasar dapat mempromosikan sesuatu pada saat tertentu saat event besar terjadi, misalnya olimpiade, pemeran dagang, acara olah raga dan penutupan seni; 5. Orang (Persons). Pemasaran selebriti telah menjadi bisnis utama; 6.

Tempat (Places). Kota, provinsi, daerah dan Negara-negara bersaing untuk menarik wisatawan, investasi pabrik, kantor pusat, dan hunian baru; 7. Properti (Propertiees), adalah hak kepemilikan tak berwujud baik real property (real estate) atau property keuangan (saham dan obligasi); 8. Organisasi (Organization). Organisasi secara aktif bekerja untuk membangun citra yang kuat dan menguntungkan dalam pikiran public; 9. Informasi (Information). Informasi tentang produksi, kemasan dan distribusi merupakan salah satu dari industry utama masyarakat; 10. Ide (Ideas). Setiap penawaran pasar memiliki ide dasar sebagai intinya.

3

Secara umum strategi pemasaran produk dapat dilakukan dengan langkah-langkah di bawah ini: a. Menjaga kualitas bahan baku. Bahan baku yang berkualitas sangat menentukan citarasa makanan yang dijual; b. Membuat kemasan yang menarik. Tak bisa dipungkiri bahwa kemasan menjadi citra pertama yang akan dilihat konsumen; c. Sertifikasi aman dikonsumsi. Produk makanan yang dijual harus dipastikan aman untuk dikonsumsi oleh pelanggan; d. Promosi secara online.Makanan jadi juga lebih mudah dipromosikan secara online; e. Menampilkan ciri khas produk. Memiliki ciri khas dalam setiap bisnis adalah keharusan agar produk yang dijual tampil beda dengan produk competitor; f. Mengikuti event kuliner, Ada kalanya kamu juga mempertimbangkan untuk mempromosikan produk secara offline; g. Memanfaatkan jasa pengiriman atau pesan antar. Layanan pesan antar memang sedang diminati belakangan ini. Adanya layanan ini, konsumen tak perlu repot-repot datang ke toko hanya untuk mendapatkan produk yang kamu jual; h. Menggelar give away, Salah satu trik promosi yang sedang booming adalah menggelar give away. Biasanya, give away yang diberikan berupa gratis produk, diskon atau hadiah lainnya yang menarik; i. Merekrut distributor atau reseller, Bekerjasama dengan distributor atau reseller dapat membantu meningkatkan penjualan secara signifikan; j. Manfaatkan jasa influencer, Menggunakan jasa

1

Pandji Anogara, Manajemen Bisnis, (Jakarta: Rinek Cipta, 1997), h. 215

2

Ibid., h 153

3

Nur Asnawi dan M. Asnan Fananai, Pemasaran Syari’ah: Teori, Filosofi dan Isu-isu Kontemporer),

(Depok: PT. Raja Grafindo Persada: 2017), h. 108-109

(3)

3 influencer terbilang efektif untuk mempromosikan produk yang kamu jual. Influencer adalah orang yang memiliki pengaruh, biasanya mereka aktif di sosial media dan platform online.

4

Teori Persepsi dan Prilaku Konsumen

Persepsi merupakan aktivitas yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan atau aspek lain yang ada dalam diri individu masyarakat.Persepsi menurut Desiderato sebagaimana yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkn informasi inderawi (sensasi stimuli). Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, manafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tapi juga atensi, skspektasi, motivasi dan memori.

5

Menurut Alimazar kajian persepsi dapat meliputi tiga wilayah besar kajian yaitu: 1) perstiwa fisiologis, 20 peristiwa persepsi social dan budaya pembelajaran, 3) wilayah kajian persepsi pengamatan kepada produk kreatif manusia seperti persepsi karya seni dan desain dengan detail-detailnya.

6

Berikut penjelasannya:; pertama, persepsi sebagai peristiwa fisiologis. Persepsi meliputi semua sinyal dalam sistim saraf, yang merupakan hasil dari stimulus fisik atau kimia dari organ pengindera, misalnya penglihatan yang merupakan cahaya yang mengenai retina pada mata, pencium yang memakai media molekul bau (aroma) dan pendengaran yang melibatkan gelombang suara. Persepsi tergantung pada fungsi kompleks sistim saraf, tetapi tampak tidak ada karena terjadi di luar kesadaran. Kedua, Persepsi sebagai peristiwa sosial, budaya komunikasi dan pembelajaran. Persepsi bukanlah hanya penerimaan isyarat secara pasif, tetapi dibentuk oleh komunikasi antar manusia, pembelajaran, ingatan, harapan dan perhatian yang berlangsung dalam konteks social dan budaya. Ketiga, persepsi terhadap karya manusia. Persepsi khusus dapat terlihat bagaimana manusia mempersepsikan atau menginterpretasikan artefak seperti bangunan, gedung (skala lingkngan luar), lingkungan dalam (interior) dan objek-objek seperti karya seni dan desain.

Persepsi seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi malui proses dan faktor yang mempengaruhinya. Hal inilah yang menyebabkan setiap orang memiliki interpretasi yang berbeda, walaupun yang dilihanya sama. Menurut Stephen P. Robin terdapat 3 hal yang menpengaruhi persepsi seseorang, yaitu; 1. Individu yang bersangkutan; 2. Sasaran dari persepsi. Sasaran dari persepsi dapat berupa orang, benda ataupun peristiwa; 3. Situasi.

Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti situasi dimana persepsi tersebut timbul, harus mendapat perhatian. Sarwono sebagaimana yag dijelaskan oleh Alizamar menjelaskan bahwa individu dapat mempunyai persepsi sosial yang sama dan juga kemungkinan mempunyai persepsi sosial yang berbeda tentang stimulus yang ada di lingkungannya. Hak ini disebabkan antara lain oleh pengaruh social budaya dari lingkungan individu, objek yang dipersepsi, motivasi dan kepribadian individu.

7

Faktor yang mempengaruhi persepsi adalah penglihatan dan sasaran yang diterima dan dimana situasi persepsi terjadi penglihatan.

Tanggapan yang timbul atas rangsangan akan dipengaruhi sifat-sifat individu yang meihatnya, sifat yang mempengaru persepsi adalah: sikap, motivasi, minat, pengalaman masa lalu, harapan, sasaran dan situasi.

8

Perilaku konsumen adalah tindakan yang terlibat dalam mendapatkam mengkonsumbi dan menghabiskan produk atau jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dam menyusul tindakan. Petter J. Paul dan Olson mendifinisikan prilaku konsumen dengan interaksi dinamis antara pengaruh kognitif, prilaku dan kejadian sekitar, di mana manusia

4

https://www.simplidots.com/10-trik-ampuh-pemasaran-produk-makanan

5

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2018), h. 63

6

Alimazar , Psikologi Pesepsi & Desain Informasi, (Yogyakarta: Media Akademi, 2016), h. 15

7

Alizamar, Op.cit., h. 93

8

Nugroho J Setiadi, Perilaku Konsumen, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 45

(4)

4 melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Sedangkan menurut Bilson Simamora prilaku konsumen adalah proses pengambilan keputuasan yang mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau mengatur barang dan jasa.

9

Perilaku konsumen merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi proses keputusan konsumen untuk membeli atau mengkonsumsi produk. Faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah foktor lingkungn konsumen dan perbedaan perilaku individu konsumen. Proses keputusan konsumen meliputi pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan prilaku pasca pembelian. Pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen memberikan pengetahuan kepada pemasar tentang bagaimana menyusun strategi dan komunikasi pemasar yang baik.

Etika Bisnis dalam Islam

Etika bisnis Islam merupakan akhlak dalam menjalankan bisnis sesuai dengan nilai- nilai Islam, sehingga dalam melaksanakan bisnisnya tidak ada perlu kekhawatira, sebab sudah diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar. Nilai etik, moral, susila dan akhlak adalah nilai-nilai yang mendorong manusia menjadi pribadi yang utuh. Etika bisnis juga merupakan aplikasi pemahaman tentang apa yang baik dan benar untuk institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang disebut bisnis. Bisnis dalam Islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakekatnya merupakan usaha manusis untuk mencari keridhaan Allah.

Hal yang senada juga dijelaskan dalam Surah an-Nisa’ ayat 10 berikut ini:

















































Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalann yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Konsekwensi yang muncul kedua prinsip dasar yang dikemukan di atas akan melahirkan prinsip pokok dalam diri manusis sebagai makhluk Allah yang melaksanakan praktek pemasaran. Prinsip yang dimaksud adalah:

1) Prinsip Ketauhidan, yang melahirkan ketakinan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan bermuara kepada Allah, karena sesungguhnya semua yang ada di bumi hanyalah milik Allah. Prinsip ketauhidan melahirkan keyakinan bahwa manusia diberi amanah oleh Allah untuk membawa kemaslahatan untuk makhkuk-Nya.

2) Prinsip keseimbangan (keadilan.) Prinsip ini mengantarkan pemikiran pada pelaku pemasaran untuk menghindari segala bentuk eksploitasi terhadap sesama. Al-Qur’an sudah menjelaskan secara rinci dan jelas mengharamkan riba. Al-Qur’an juga melarang praktek penipuan, kecurangan, pemborosan, dan eksploitasi yang melampau batas.

3) Prinsip keyakinan akan kesatuan dunia dan akhirat. Prinsip ini mengantarkan sesorang untuk berpikir jauh ke depan untuk memiliki visi dan tidak hanya mengejar keuangan yang bersifat dunia semata. Namun juga berpandangan untuk meraik kesuksesan di akhirat kelak.

4) Prinsip Pertanggungjawaban

Segala kebebasan dalam melakukan segala aktivitas bisnis oleh manusia, mereka tidak lepas dari pertanggungjawabannya yang harus diberikan manusia atas aktifitas yang dilakukan.

9

Ibid., h. 106

(5)

5 Menurut Riva’i, prinsip perdagangan (bisnis) yang diajarkan al-Qur’an antara lain;

1. Setiap perdagangan harus didasarkan pada prinsip saling rela, tidak saling menzalimi’; 2.

Menegakkan prinsip keadilan dalam takaran, timbangan, ukuran mata uang (kurs) dan pembagian keuntungan; 3. Prinsip melarang riba; 4. Memiliki jiwa kasih saying, tolong menolong dan persaudaraan; 5. Tidak melalukan investasi pada bisnis yang diharamkan agama, usaha yang merusak mental dan masyarakat; 7. Komoditas yang diperdagangkan memenuhi kaidah halal dan thayyib (barang/jasa yang berkualitas, suci dan memiliki dimensi keindahan); 8. Terhindar dari praktik spekulasi, gharar, tadlis dan maysir; 9. Perdagangan tidak boleh menjadikan manusia lali dalam beribadah, termasuk zakat; 10. Dalam perdagangan baik secara kredit maupun cash hendaknya selalu dicatat.

10

Sedangkan menurut Husnaini bahwa prinsip etos kerja yang diajarkan oleh Rasulullah SAW., yang dikuti dari riwayat al-Baihaqi d terdiri dari empat (4) prinsip, yaitu: 1. Bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan). Halal dari segi substansi jenis pekerjaan sekaligus cara menjalankannya. dan haram lidzatihi (segala sesuatu yang diharamkan karena memang asalnya haram); 2. Bekerja demi menjaga diri, agar tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah). Orang yang beriman dilarang menjadi benalu bagi orang lain; 3.

Bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Mencukupi kebutuhan keluarga hukumya fardhu ain. Tidak dapat diwakilkan, dan menunaikannya termasuk kategori jihad; 4. Bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’athufan ala jarihi).

Islam mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang bersikap egois. Oleh karena itu, konsep yang ditekankan pada pemasaran Islami adalah proses rangkaian pemasaran dalam menyediakan, mendistribusikan, menciptakan nilai guna memenuhi kebutuhan, keinginan dan permintaan pelanggan yang bermuara pada kepuasan dan loyalitas dengan sifat Rasulullah SAW., yaitu sifat shidiq, amanah, tabligh dan fathanah.

11

Fungsi etika bisnis Islam adalah: 1) Etika bisnis Islam berupaya mencari cara untuk menyelaraskan dan menyerasikan berbagai kepentingan dalam dunia bisnis; 2) Etika bisnis Islam mempunyai peran untuk senantiasa malakukan perubahan kesadaran bagi masyarakat tentang bisnis, terutama bisnis islami. Caranya dengan memberikan suatu pemahaman serta cara pandang baru tentang bisnis dengan menggunakan landasan nilai-nilai moralitsa dan spritual yang kemudian terangkum dalam suatu bentuk bernama etika bisnis; 3) Etika bisnis islami juga berperan memberikan suatu solusi terhadap berbagai persoalan bisnis yang beretika harus benar-benar merujuk pada sumber utamanya yaitu al-Qur’an dan Sunnah.

Menurut Ismanto, prinsip-prinsip bisnis dalam Islam meliputi prinsip kesatuan (tauhid); prinsip kebolehan (ibahah); prinsip keadilan (al-‘adil);nprinsip kehendak bebas (al- huriyah); prinsip pertanggungjawaban; prinsip kebenaran, kebajikan dan kejujuran; prinsip kerelaan (ar-rdha); prinsip kemanfaatan; dan prinsip riba.

12

Sedangkan menurut M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa prinsip dasar yang dianut oleh ajaran Islam khususnya dalam melandasi praktik bisnis atau pemasaran, berpijak pada dua (2) area. Pertama, prinsip dasar yang ditetapkan oleh al-Qur’an dan Sunnah yang bersifat langgeng dan tidak akan mengalami perobahan. Kedua, dinamisasi masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi membuka kesempatan yang luas untuk melakukan perbaikan hasil budi daya, pemikiran dan kemampuan manusia yang sifatnya sementara, karena jika terus melakukan inovasi dan

10

Veithzal Rivai, Islamic Marketing: Membangun & Mengembangkan Bisnis dengan Praktik Marketing Rasulullah SAW. , (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012, h.36

11

Ibid., h. 122

12

Kuat Ismanto, Manajemen Syari’ah (Implementasi TQM dalam Lembaga Keuangan Syari’ah):

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011). h. 26

(6)

6 menemukan inovasi dan hal-hal baru maka sesuatu telah ditemukan akan digantikan oleh temuan yang lebih baru.

13

Islam telah memberikan panduan dan tata cara secara jelas terkait dengan etika dalam bermuamalah sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadis. Petunjuk dan tatacara yang diajarkan Islam tentang etika yang berhubungan dengan perilaku dan aktivitas sehari- hari dan berlaku juga untuk pelaksanaan bisnis. Tuntunan yang harus dilakukan bagi pelaku bisnis yang memiliki etika dalam Islam adalah sebagai berikut: 1. Berkata Jujur; 2. Bersikap Jujur; 3. Mencintai Allah melebihi kegiatan bisnis; 4. Menjaga perkataan; 5. Bersabar; 6.

Bersikap adil dan jujur; 7. Rendah hati; 8. Berpuas diri; 9. Dermawan; 10. Bermartabat; 11.

Amanah; 12. Ramah; 13. Adil; 14. Tidak Curang; 15. Tidak Menyuap (Riswah)

14

Etika dalam pemasaran islami mengacu pada tiga (3) karakteristik utama. Pertama, etika dalam Islam didasarkan pada al-Qur’an, dengan demikian para eksekutif pemasaran diberikan keleluasaan untuk menafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman, karena prinsip-prinsip yang terkandung dalam al-Qur’an itu masih bersifat global dan perlu penafsiran sesuai dengan konteknya. Kedua, transcendental yang dimiliki oleh Islam sebagai aspek pembeda sehingga bersifat mutlak (kebenaran Illahiiyah) dan juga bersifat fkelsibel (menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan peradaban manusia). Ketiga, pendekatan dalam Islam adalah meaksimalkan kemanfaatan dan kemaslahatan umat dari pada maksimalisasi keuntungan. Ketiga karakteristik tersebut menjadikan etika dalam bisnis Islam memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menembus hati nurani manusia dan mampu mempengaruhi perilaku para eksekutif pemasaran.

Salah satu keistimewaan dari pemasaran Islam yang tidak dimiliki oleh pemasaran konvensional adalah sangat mengedepankan masalah moral atau akhlak. Moral memegang peranan penting dalam pembentukan jiwa dan perilaku manusia, karena Allah mengutus Nabi Muhammad SAW., adalah untuk menyempurnakan akhlak. Praktik pemasaran Islam tidak lepas dari Nabi Muhammad SAW., sebagai figure sentral yang mengaplikasikan pemasaran Islam dengansyarat nilai-nilai moral yang baik. Etika bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu, etika sudah saatnya menjadi panduan badi marketer dalam setiap perkataan, perilaku dan keputusannya.

Faktor Penyebab Pemilik Kafe dan Kuliner Sumatera Barat Memilih Penamaan yang Tidak Lazim

Ditemukan sebanyak 77 kafe dan kuliner yang menggunakan nama yang tidak lazim di seluruh kota dan kabupaten di Sumatera Barat, kecuali di kabupaten mentawai tidak ditemukan kafe dan kuliner yang namanya tidak lazim. Jumlah yang paling banyak dan paling ekstrim adalah di Kota Padang, yaitu sebanyak 20 buah. Sementara kota lainnya hanya ditemukan 2-6 buah nama yang berbeda, namun ada nama kafe dan kulinernya ada yang sama. Jika namanya sama, maka tim peneliti menghitungnya 1 saja. Ternyata 75 buah diantaranya menonjolkan rasa pedasnya, dan hanya 2 buah yang tidak menampilkan rasa pedas karena makanan tersebut adalah roti (roti selingkuh), dan goreng pisang (goreng pisang crispy badai). Hal ini mengindikasikan bahwa makanan pedas dari waktu ke waktu tidak pernah kehilangan peminatnya. Apalagi sekarang banyak kafe dengan menu baru yang tingkat kepedasannya bahkan sering kali tidak masuk akal karena pedasnya.Meskipun begitu makanan pedas tetap diburu masyarakat, entah karena memang benar-benar suka pedasnya atau karena rasa penasaran ingin mencicipi tingkat kepedasannya.

13

M. Quraish Shihab, Berbisnis dengan Allah, (Tangerang: Lentera Hati), h. 11

14

Nur Asnawi dan M. Asnan Fanani, op.cit., h.245-254

(7)

7 Beranjak dari uraian di atas terkait dengan strategi pemasaran, di bawah ini akan diuraikan penyebab pemilik kafe dan kuliner memberi nama yang tidak lazim dalam rangka memasarkan produknya:

1) Menampilkan ciri khas produk

Berdasarkan temuan di lapangan bahwa 77 pemilik kafe dan kuliner memberi nama tidak lazim tersebut adalah untuk menampilkan ciri khas produk. Ciri khas produk dalam hal ini adalah cita rasa pedas. Rasa pedas dalam makana harus ada dan menjadi hal yang wajib untuk orang Sumatera Barat dengan khas sambal mereka masing-masing. Bukan hanya sambal, namun makanan pedaspun menjadi kegemaran sebagian orang. Melihat hal tersebut, banyak bermunculan jenis-jenis makanan cita rasa pedas, yang tingkat kepedasan itu berbeda- beda. Kebiasaan orang Sumatera Barat tidak bisa hidup tanpa cabe ini, kemudian menjadi peluang tersendiri untuk bisnis makanan pedas. Banyak orang beramai-ramai menciptakan produk makanan pedas dari makanan ringan sampai makanan berat, semuanya bercita rasa pedas. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ad pemilik kafe Mie Power Narako:

“Penamaan kafe ini sebenarnya menampilkan cita rasa pedas yang luar biasa. Tingkatan pedasnya juga ada tergantung pada menu yang ditawarkan. Saya memberi nama kafe dengan nama unik dan berbeda dengan nama kafe lainnya. Ketika orang menyebutnya saja, orang akan kepo, penasaran dan mungkin ini bisa dijadikan daya tarik agar oang menjadi konsumen kafe saya ini. Walaupun saya yakin bahwa penamaan kafe seperti ini tidak akan bertahan lama, namun saya nanti harus berkreasi lagi, agar usaha ini tetap jalan.”

15

Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh AT, pemilik Kafe Mie Sadis berikut ini:

“Penamaan Kafe ini dengan Mie sadis adalah untuk memperlihatkan bahwa menu yang ditawarkan di kafe ini mempunyai rasa pedas semuanya. Ketika pelanggan menyatapnya terlihat mereka kepedasan, dan dibikin sadis oleh rasa pedas tersebut. Ekspresi yang ditampilkan oleh pelanggan itu yang menginspirasi saya untuk memberi nama kafe ini dengan Mie sadis.”

16

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim oleh pemilik kafe dan kuliner adalah untuk menampilkan cita rasa pedas.

Rasa pedas yang ditawarkan berbagai level mulai dari yang terendah sampai level tertinggi.

Ketika ditanya kepada pemilik kafe, ternyata rasa pedas berasal dari jenis cabe rawit yang mereka sebut dengan cabe rawit setan. Rasa pedas dari cabe rawit jenis ini lebih pedas dari cabe rawit jenis lainnya.

2) Ketatnya persaingan bisnis

Ketatnya persaingan dalam pemasaran suatu produk membuat pemilik kafe dan kuliner putar otak. Salah satu strategi yang mereka gunakan adalah memberi nama produk, kafe dan kuliner dengan nama-nama yang unik, ekstrim, nyeleneh, bahkan dengan nama yang tidak lazim. Hal ini menyebabkan orang-orang yang melihat, mendengar nama kuliner dan kafe tersebut menjadi penasaran, dan ikut membeli produk tersebut. Berikut hasil wawancara dari pemilik kafe dan kuliner Mie Narako dengan W:

“Kafe ini sudah beroperasi selama 2 tahun, dengan omset lumayan besar. Penamaan kafe ini dengan nama yang unik, Mie Narako karena persaingan semakin ketat, pesaing semakin banyak, mencari uang semakin susah. Pada akhirnya ditemukan ide membuat nama kafe yang ekstrim ini. Hal ini bertujuan agar konsumen menjadi penasaran dan tertarik untuk membelinya. Di samping itu, kami sebagai pemilik kafe juga menyediakan tempat yang nyaman, sehingga konsumen betah.”

17

Hal yang senada juga disampaikan oleh J:

15

Ad (Pemilik Kafe), wawancara tanggal 16 Oktober 2021 di Padang

16

AT (Pemilim Kafe). Wawancara tanggal 3 Oktober 2021 di Kinali Pasaman Barat

17

W (Pemilik kafe MC), Wawancara tanggal 20 Juli 2021 di Padang

(8)

8

“Mencari uang sekarang ini sangat sulit, apalagi dalam persoalan bisnis ditambah lagi dengan kondisi covid-19. Persaingan banyak, untuk itu saya termotivasi dengan banyaknya nama kafe dan makanan yang terkadang unik menurut saya, pengunjungnya juga ramai, yang dijualpun tidak sulit untuk mendapatkan bahan bakunya. Lalu saya coba pula dan saya beri nama kafenya dengan nama Mie Sakau. Ternyata dengan nama yang menantang itu kafe pemesanan, baik secara online maupun ofline”.

18

Beranjak dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim karena ketatnya persaingan bisnis. Oleh karena itu pebisnis harus kreatif untuk mencari ide terutama dalam penaman kafe dan kuliner yang akan ditawarkan. Ide dan gagasan yang mereka gunakan adalah dengan memberi nama dan kafe mereka dengan nama yang tidak lazim, kalau bisa nama itu belum pernah digunakan orang, unik, bahkan terkesan nyeleneh.

3) Nama yang unik dan tak lazim pada kafe dan kuliner membuat konsumen penasaran Salah satu strategi dalam pemasaran adalah membuat kemasan yang menarik konsumen. Namun lain halnya dengan penamaan kafe dan kuliner di Sumatera Barat, justru dengan memberi nama yang tidak lazim itu justru menarik bagi konsumen. Konsumen tertarik dan penasaran cita rasa yang ditawarkan, terutama peminat cita rasa pedas. Hal yang ini sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh N, pemilik kafe Mie Cariuk berikut kutipan wawancaranya:

“Ide untuk penamaan kafe dan makanan di sini terinspirasi dari tempat saya bekerja dulu.

Saya dulu bekerja di kafe Mie Caruik, di Kota Padang. Orang banyak yang penasarannya, kemudian membelinya. Lalu ketika pandemi covid-19 ini, saya pulang kampung, dan saya buat pula kafe dengan nama, dan menu yang sama. Ternyata 4 bulan dibuka, pengunjungnya tetap ramai.”

19

Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh AR berikut ini:

“Kafe ini namanya Mie Baro, baro itu panas. Penamaan dengan menggunkan istilah baro itu akan membuat konsumen penasaran dan termotivasi untuk mencobanya.

Sebenarnya penamaan dengan menggunakan istilah baro itu hanya untuk menampilkan rasa pedas, pedas itu akan membuat orang panas, dan menu yang ditawarkan adalah mie ada yang direbus, mie goring dengan berbagai level pedas. Jadi itulah arti dari nama kafe Mie Baro.”

20

Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat dipahami bahwa penamaan kafe dan kuliler dengan menggunakan nama yang tidak lazim, dan bahkan menurut mereka unik, itu merupakan strategi bagi mereka untuk mendapatkan pengunjung yang banyak. Ternyata hal ini berhasil, terbukti dengan banyaknya konsumen yang datang disebabkan penasaran dengan produk yang ditawarkan.

Persepsi Konsumen dan Masyarakat Sumatera Barat Terhadap Penamaan Kafe dan Kuliner yang Tidak Lazim

Nama kafe dan kuliner yag tidak lazim seperti Mie Narako, Mie Padeh Jahanam, Mie Judes Narako, Mie Caruik, Mie Marabo, Ayam Tapakiek, Mie Padeh Maut dan sejenisnya itu merupakan nama produk yang tidak pernah digunakan sebelumnya. Oleh karena istilah itu baru, membuat konsumen penasaran dan muncul keinginan untuk mencicipinya, apalagi pagi pecinta rasa pedas. Rasa penasaran yang tinggi dari konsumen, ternyata menjadikan

18

J (pemilik Kafe Mie Sakau), Wawancara pada tanggal 20 Juli 2021 di Padang

19

D (pemilik Kafe Mie Caruik), wawancara pada tanggal 11 Agustus 2021 di Kapupaten Lima Puluh Kota

20

AR (Pemilik Mie Baro), Wawancara tanggal 9 Oktober di Kabupaten Lima Puluh Kota

(9)

9 strategi bagi pebisnis untuk melancarkan pemasarn mereka, bahkan konsumen mau antrian panjang.

Muncul berbagai macam persepsi konsumen terkait dengan penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim tersebut. Menurut A (konsumen) penamaan kafe dan kuliner dengan menggunakan kata narako (neraka), iblis, setan, dan sebagainya itu tidak masalah, karena pada dasarnya zat yang dimakan itu adalah halal, bahan utamanya mie. Berikut kutipan wawancaranya:

“Menurut saya nama kedai, kafe atau makanan dengan menggunakan nama yang ekstrem seperti Mie Narako, Mie Padeh Gilo, Mie Sakau dan sebagainya, tidak menjadi masalah, yang penting bahannya apa. Pada dasarnya nama-nama ekstrim itu menunjukkan tingkat kepedasan makan yang dijual oleh pemiliknya. Perlu diperhatikan adalah bahannya makanan itu halal zatnya.”

21

Hal yang senada juga diberikan oleh R:

“Nama kafe, makanan yang unik dan ekstrim bagi saya itu biasa, dan saya nyaman saja makan di sana. Makanan yang yang dijual halal, bahannya dari mie, cabe, atau ayam, dan semua itu termasuk makanan yang halal. Lainnya kalau yang dijual itu adalah makan yang memang jelas-jelas diharamkan oleh agama Islam. Penamaan makan atau kafe seperti Mie Narako, Mie Judes Narako, Mie caruik, bagi saya unik dan justru itu yang membuat saya untuk membelinya. Apalagi saya penikmat makanan pedas.”

22

Kutipan wawancara di atas menjelaskan bahwa R menganggpa nama-nama yang tidak lazim untuk kafe dan makanan merupakan hal yang biasa, dan tidak masalah, yang penting makanan yang dijual di sana adalah halal. Bagi R justru nama yang tidak lazim tersebutlah yang memotivasinya untuk membelinya. Lainnya dengan B, penamaan yang tidak lazim pada kafe dan kuliner membuatnya tidak nyaman, namun karena penasaran dengan nama itu, muncul keinginan untuk mencicipinya. Berikut kutipan wawancaranya:

“Nama makanan dan kafe yang tidak lazim, seperti Mie Caruik, Mie Judes Narako, Mie Rudal dan sejenisnya pada dasarnya saya tidak nyaman, karena saya tahu arti istilah itu.

Misalnya Mie Caruik, caruik itu artinya kotor dan bahkan lebih dari itu, narako itu api neraka, yang panasnya luar biasa. Tapi karena istilah itu, saya jadi penasaran, lalu saya coba, ternyata hanya rasa pedas yang berlebihan.”

23

Pernyataan yang sama juga diberikan oleh ZI berikut ini:

“Penamaan kuliner yang tidak lazim seperti menggunakan istilah neraka, gilo, sakau, mancapak, marabo dan sebagainya bagi saya tidak pantas istilah tersebut dicantolkan ke nama kafe dan kuliner. Kalau istilah neraka dijadikan menu santapan, dikhawatirkan orang tidak takut lagi dengan ancaman Allah bagi orang yang melanggar syari’atnya.

Mau jadi apa generasi muda ini. Sebaiknya nama-nama kafe seperti itu ditukar dengan nama yang lebih layak.”

24

Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat dipahami bahwa B dan I kurang setuju dengan penamaan yang tidak lazim pada kafe dan kuliner. Kedua responden ini ternyata tidak menyatakan tidak setuju, tapi kurang setuju. Namun walaupun begitu mereka juga termotivasi untuk menikmatinya disebabkan nama yang tidak lazim tersebut.

Berbeda dengan H dan S yang menyatakan secara tegas tidak setuju, tidak nyaman dengan penamaan yang menggunakan istilah narako, setan, iblis, dajjal, caruik, patuih, baro dan sejenisnya. Menurut mereka berdua bahwa penamaan dengan menggunaan istilah itu jelas-jelas bertentangan dengan Islam dan filosofi adat Minangkabau, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Berikut kutipan wawancaranya:

21

A (Konsumen), Wawancara tanggal 10 Agustus 2021 di Kota Padang

22

R (Konsumen ), Wawancara tanggal 2 Oktober 2021 di Pasaman Barat

23

B (Konsumen), Wawancara tanggal 11 Agustus 2021 di Payakumbuh

24

ZI (Masyarakat non konsumen), wawancara di payakumbuh tanggal 9 Oktober 2021

(10)

10

“Saya pernah dengar, pernah lihat dan pernah mencobanya. Menurut saya penamaan kedai, makanan menggunakan istilah narako, setan, iblis, dajjal, caruik dan sejenisnya sangat bertentangan dengan Islam dan Falsafah Adat Minangkabau Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Namun karena yang bermasalah adalah namanya, bukan menunya atau bahan bakunya, maka saya ikut menikmatinya.”

25

Pernyataan yang hampir sama juga disampaikan oleh Ni yang menyatakan bahwa penaman dengan makanan dengan istilah narako, setan, iblis, sakau, caruik dan sejenisnya tidak sesuai dengan ketentuan Islam dan melanggar etika atau akhlak. Kalau namanya saja sudah tidak baik, maka jangan dimakan. Oleh karena itu Ni melarang keluarga besarnya untuk membeli makanan yang namanya menggunakan istilah di atas, namun masih ada dari keluarganya yang penasaran dan ikut memakanya. Di samping itu penamaan yang tidak lazim itu tidak sesuai dengan adat dan budaya Minangkabau.

26

Pandangan konsumen penamaan kafe dan kuliner tidak lazim di berbagai kota dan kabupaten di Sumatera Barat dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 1

Persepsi Konsumen Terhadap Penamaan Makanan Tidak Lazim di Sumbar No Penamaan Kafe & Kuliner Tidak Lazim Jumlah Persentase

1 Setuju 41 10,38

2 Kurang Setuju 145 36,80

3 Tidak Setuju 209 52,82

Total 395 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa konsumen yang setuju dengan penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim, seperti mie narako, mie padeh gilo, mie padeh maut, ayam tapakiek dan sejenisnya itu adalah 10,38 % (41 orang); Kurang setuju sebanyak 36,80 (145 orang); tidak setuju sebanyak 52,82 (209 orang) dari 395 orang konsumen, atau lebih dari separuh konsumen tidak setuju dengan penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim itu.

Walaupun nama kafe dan kuliner tidak lazim dan bahkan seram, namun tempat-tempat tersebut ramai pengunjung, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:

1) Penasaran dengan rasa

Penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim bahkan cenderung seram, membuat konsumen semakin penasaran dengan rasanya. Semakin tinggi tingkat keseramannya, justru semakin tinggi pula tingkat kepedasannya. Bagi konsumen pecinta rasa pedas justru semakin seram namanya, semakin penasaran dengan rasanya. Konsumen yang penasaran dengan rasa kuliner atau makanan yang ditawarkan sebanyak 68,60% atau 271 orang 2) Rasa Enak

Penyebab konsumen membeli makanan yang namanya tidak lazim, di antaranya karena rasanya enak. Rasak enak inilah pulalah yang menyebabkan konsumen dating berulang kali untuk membelinya. Konsumen yang membeli di kafe dan kuliner yang tidak lazim ini sebanyak 22.02% atau 87 orang.

3) Harga Murah

Ketatnya persaingan bisnis terutama kuliner, menyebabkan pebisnis makanan putar otak untuk mencari strategi agar konsumennya ramai. Salah satu diantaranya dengan harga yang lebih murah. Makanan yang tidak lazim, berupa Mie Narako, Mie Iblis, Mie Setan, Dajjal, Mie Sakau harga perporsi berkisar antara Rp.8.000,- sampai Rp.10.000,-. Harga ini terbilang murah dibanding makanan lainnya seperti Nasi Goreng, Sate, Soto, Mie Goreng dan sejenisnya yang harga berkisar antara Rp.15.000,- sampai Rp. 20.000,- /porsi.

25

H dan S (Konsumen), Wawancara Tanggal 10 Agustus 2021 di Kota Padang

26

Ni (Tokoh Adat), wawancara tanggal 11 Agustus di Kapupaten Lima Puluh Kota

(11)

11 Konsumen yang memilih makanan dengan nama tak lazim karena murah sebanyak 5,83%

atau 23 orang 4) Faktor lainnya

Faktor lain yang dimaksud di antaranya tempat atau kafenya nyaman, tempatnya luas, disedikan wifi dan bisa nongkrong lama-lama dengan teman. Konsumen yang memilih karena faktor lainnya sebanyak 3,55% atau sebanyak 14 orang.

Jika keempat faktor di atas lengkap ada pada satu kafe atau tempat, maka tempat itu menjadi lebih sempurna dan menjadi pilihan bagi konsumen. Rasa pedas pada kuliner atau makanan yang namanya tidak lazim tersebut ada yang berdampak kepada konsumen seperti sakit perut atau perut tidak nyaman, ada yang biasanya tidak ada pengaruh pada dirinya dan bahkan ada yang ketagihan dan ingin menikmatinya kembali. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2

Dampak dari Memakan Makanan yang Namanya Tidak Lazim

No Dampak Jumlah Pesentase

1 Sakit Perut 82 20,76

2 Biasa saja 255 64,56

3 ketagihan 58 14,68

Total Jumlah 395 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa yang sakit perut setelah memakan makanan yang namanya tidak lazim itu yang sakit perut sebanyak 20,76%, biasa saja atau tidak ada pengaruh apa-apa setelah memakannya sebanyak 64,56% dan ketagihan sebanyak 14,68%.

Terkait dengan anjuran penukaran nama kuliner dan kafe tidak lazim tersebut sebanyak 89,37% (353 orang) menyatakan setuju untuk ditukar dan 10,63% (42 orang) menyatakan tidak perlu ditukar. Saran penukaran nama kafe dan kuliner tidak lazim dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 5

Saran Penukaran Nama Kafe dan Kuliner

No Saran nama Kafe & Kuliner Jumlah Persentase

1 Nama Daerah 49 12,50

2 Nama Orang 27 6,83

3 Nama Islami 207 52,40

4 Nama Lainnya 112 28,37

Total 395 100

Berdasarkan dapat di atas dapat dipahami bahwa 12,50% (49 orang) konsumen menyaran nama kafe dan kuliner yang tidak lazim itu ditukar dengan nama daerah, nama orang sebanyak 6,83 (27 orang), nama Islami sebanyak 52,40% (207 orang) dan nama lainnya sebanyak 28,37 (112 orang).

Saran penukaran nama kafe dan kuliner tidak semua pemilik yang setuju, di antaranya pemilik Mie Padeh Narako, (W) menjelaskan bahwa ia tidak setuju, apalagi diminta untuk mengganti nama yang telah dirintis sejak tiga tahun yang lalu itu. Berikut kutipan wawancaranya:

"Kalau untuk mengganti nama saya tidak setuju, karena pelanggan saya sudah tahu

dengan nama ini, arti nama Judes Narako yang dipakainya adalah kepedasan yang luar

biasa. Kalau menurut saya nama ini tidak ada masalah, justru saya khawatirkan, jika

nanti nama warungnya ganti maka pelanggan akan menghilang. Pelanggan tidak tahu

lagi dengan produk yang saya sediakan. Kalau misalnya masyarakat tidak suka, pasti

jualan saya tidak akan laku. Kenyataannya ini masyarakat masih banyak kok yang

(12)

12 membeli. Saya berharap Pemko Padang kembali memikirkan tentang hal tersebut karena akan berpengaruh terhadap perekonomian pedagang.”

27

Terkait dengan himbauan untuk menukar nama kafe dan kuliner yang tidak lazim dengan istilah yang baik khusus untuk Kota Padang, tidak semua pemilik kafe dan kuliner yang menyambut baik. Akan tetapi ada juga yang menolak, seperti kutipan wawancara di atas. Hal ini disebabkan karena dengan mempertahankan nama kafe dan kuliner tesebut mereka beranggapan bahwa itu akan terus bisa mengais keuntungan tanpa memperhatikan etika bisnis Islam.

Penamaan kafe dan kuliner tidak lazim ini perspektif tokoh adat dan tokoh agama secara substansi sama hanya disampaikan dengan redaksi yang berbeda. Berikut kutipan wawancara dengan Y Dt Rajo Ameh berikut Ini:

Ambo prihatin dengan penamaan kadai jo makanan nan manggunokan istilah narako, setan, iblis, sakau, gilo, dan sejenisnyo, bantuak ndak ada sajo istilah lain nan digunokan. Awak bulieah ba kreasi, tapi jan lah sampai manggunokan istilah itu. Awak urang Islam, tau jo halal, haram, apo lai filosofi adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Alah namo narako, sudah tu narako tu bamakan pulo, kalau kondisi iko bia an tantu anak kamanakan indak takuiknyo jo ancaman Allah, ka jadi a nyo bisuak.

Ambo baharap ado tindakan pemerintah sacapeknyo untuak manyalamaik an warganyo.

28

(Saya prihatin dengan penamaan kafe dan makanan yang menggunkan istilah narako, setan, iblis, sakau, gilo dan sejenisnya, seperti tidak ada nama lain saja. Boleh berkreasi, tapi jangan menggunakan istilah tersebut. Sebagai orang Islam, harus tau dengan yang halal dan haram, apalagi dengan falsafah adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Jika kondisi ini dibiarkan, tentu anak dan kemenakan tidak takut dengan ancaman Allah dan mau jadi apa mereka nanti. Saya berharap ada tindakan secepatnya dari pemerintah untuk menyelamatkan warganya.

Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat dipahami bahwa Y. dt. Rajo Ameh sebagai tokoh adat sangat prihatin dengan istilah yang digunakan pemilik kafe dan kuliner di daerahnya yang menggunakan istilah yang tidak lazim. Ada kekhawatiran beliau jika hal itu biarkan akan menyebabkan anak dan kemenakannya tidak takut lagi dengan ancama Allah dan Rasulnya.

Hal yang senada juga disampaikan oleh I Dt. Sati mejelaskan:

Memang ado beberapo buah kadai jo namo makanan nan manggunokan istilah narako, dajjal, ayam tatungging, sagalo macamlah. Istilah nan mereka gunokan jaleh-jaleh ndak layak untuk namo kadai dan makanan. Iko sangaik bertentangan dengan syari’at Islam, dan budaya kito. Apo lai di Minangkabau ko adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Apo nan berkembang dalam masyarakat ko, lah kami sampaikan tokoh adat nagari lain, tokoh agamo, dan lah di sampaikan ka pemerintah kabupaten dan lah ado himbaun ka pemilik kadai tu untuk manuka namo nan tak lazim. Kalai nyo ndak amuah, kadainyo tapaso ditutuik.

29

(Memang ada beberapa kafe dan makanan yang menggunkan istilah narako, dajal, ayam tatungging dan sejenisnya. Istilah tersebut jelas bertentangan dengan syari’at Islam dan budaya Minangkabau. Apalagi di Minangkabau ini adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Permasalahan yang berkembang di masyarakat daerah ini sudah disampaikan ke tokoh adat lainnya, tokoh agama dan pemerintah kabupaten, dan sudah ada himbauan untuk menukar nama kafe dan makanan tersebut, dan apabila pemilik kafe dan makanan tidak mau menukar, maka kafenya harus ditutup)

27

W (Pemilik Kafe), Wawancara tanggal 10 Agustus 2021 di Kota Padang

28

Y Dt. Rajo Ameh, Wawancara tanggal 29 September 2021 di Bukittinggi

29

I Dt. Sati, Wawancara tanggal tanggal 22 Agustus 2021 di Pasaman Barat

(13)

13 Kutipan wawancara di atas menjelaskan bahwa merespon munculnya kafe dan kuliner yang menggunakan nama yang tidak lazim tokoh adat, tokoh agama beserta pemerintah Kabupaten Pasaman Barat sudah melakukan himbauan kepada pemilik kafe dan kuliner untuk menukar namanya menjadi nama yang lebih baik. Jika pemilik kafe tidak mau menukar maka kafenya harus tutup. Hal ini dibenarkan oleh pemilik kafe Mie Rawit, yang dahulunya menggunakan istilah Mie Narako, berikut kutipan wawancaranya;

“Awal berdirinya kafe ini, saya beri nama Mie Neraka. Produk yang ditawarkan adalah mie dengan berbagai level atau tingkat kepedasannya. Untuk tingkat kepedasannya itu juga menggunkan nama-nama neraka, agar konsumen kami penasaran, dan ikut membeli. Tenyata usaha saya berhasil. Namun kemudian di tahun 2020, ada himbaun dari pemeritah kabnupaten, untuk menukarnya, jika tidak mau menukar, akan ditutup paksa. Lalu kafe ini saya tukar namanya dengan Mie Rawit, kata rawit masih menggambarkan cita rasa makanan pedas.”

30

Kutipan wawancara di atas menjelaskan bahwa penamaan kafe dan kuliner yang ada pada daerah ini seperti Mie Pedas Maut dan Mie Caruik adalah istilah yang melanggar syari’at dan norma adat. Jika istilah itu dibiarkan dapat merusak generasi muda, karena mereka tidak takut lagi dengan maut dan kata-kata kotor dianggap perkataan yang baik.

Respon tokoh agama, Muchlis Bahar berikut ini:

Istilah yang digunakan untuk nama kafe dan kuliner seperti mie neraka, mei pedas gila, mie petir, dan istilah sejenisnya sebenarnya berasal dari Jawa. Lalu istilah itupun kemudian dipakai oleh orang Padang, dengan mengkreasikan istilah tersebut dengan Bahasa Padang misalnya Mie Narako, Mie Padeh Narako, Mie Patuih, Mie Marabo dan sebagainya. Terkait dengan penggunaan istilah Neraka, Setan, Iblis itu sudah melanggar syari’at Islam dan bisa merusak akidah. Harusnya dengan menyebut neraka orang akan takut, bahkan menangis, tapi tidak dengan hal ini. Neraka dijadikan bahan candaan, neraka dimakan, sehingga kalau ini dibiarkan maka orang tidak akan takut dengan ancaman Allah dan Rasulnya. Begitunya dengan penggunaan istilah caruik, selingkuh, marabo dan sejenisnya itu melanggar etika atau akhlak terutama dalam pemasaran produk.

31

Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat dipahami bahwa penggunaan istilah neraka, setan, iblis, dajal dan sejenisnya melanggar syari’at Islam dan merusak akidah.

Neraka yang seharusnya ditakuti, malah dijadikan candaan, olok-olokan. Orang tidak takut lagi dengan neraka, karena neraka bagi mereka candaan dan malahan dimakan, dan ternyata enak, tentu ini akan dilakukan berulang kali serta akan menjadi pilihannya. Inilah yang akan merusak akidah tersebut. Begitu juga dengan penggunaan istilah caruik, marabo, selingkuh, Sakau merupakan istilah yang melanggar etika atau akhla dalam pemasaran. Istilah Caruik misalnya, caruik berarti perkataan kotor atau hal yang kotor, ketika istilah ini dijadikan nama kafe dan kuliner berarti istilah dianggap baik. Hal yang kotor atau jelek justru dianggap baik, inilah yang merusak etika atau akhlak.

Salah seorang tokoh adat dari kota Padang S Malin Batuah, menjelaskan:

Di padang ini sangat banyak kedai dan makanan yang menggunakan istilah narako, setan, iblis, talak, sakau dan lain-lain. Katanya mereka berkreasi, berkreasi itu boleh, tapi ada aturannya, ada batasannya. Tapi anehnya konsumennya malah tertarik dengan nama makanan seperti itu. Neraka dijadikan makanan, sudah di luar batas. Istilah-istilah seperti bertentangan dengan syari’at Islam dan norma serta budaya Minangkabau.

Penamaan kafe dan makanan ini sudah ada dari pemerintah kota Padang tahun 2019.

Namun sepertinya ada yang menukar dengan nama yang lebih layak, ada yang tidak

30

P (Pemilik Kafe), Wawancara tanggal 22 Agustus 2021 di Pasaman Barat

31

Muchlis Bahar (Tokoh Agama), Wawancara tanggal 9 September 2021 di Padang

(14)

14 dan malah saya lihat ada pula yang baru muncul dengan nama yang ektrem, misalnya Mie Sakau, Mie Dajal. Sepertinya anak muda sekarang terlalu kreatif tanpa batas.

32

Menyikapi munculnya penamaan kafe dan kuline yang tidak lazim di Sumatera Barat dan pengaduan masyarakat, Majlis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat melakukan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) yang dihadiri oleh MUI Kabupaten/Kota pada 20 Juli 2019, di Bukittinggi. Keputusan dari Rakorda MUI ini dijelaskan oleh Zainal Azwar, ketika itu selaku Sekretaris Komisi Fatwa. Berikut kutipan wawancaranya:

“MUI Sumbar melalui Rakorda di Bulan Juni 2019 di Bukittinggi untuk merespon maraknya penamaan kafe dan makanan yang menggunakan istilah mie neraka, narako, iblis, setan, mie caruik, ayam dada montok dan sebagainya itu, lalu Rakorda tersebut memutuskan bahwa pertama, nama-nama itu tak sesuai dengan prinsip Islam, yaitu terkait dengan soal akidah seperti kata neraka, setan, iblis maka hukumnya haram.

Kedua, penamaan produk yang menggunakan nama terkait etika, misalnya ayam dada montok atau mie caruik. MUI Sumbar mengatakan, penamaan itu hukumnya makruh.”

33

Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat dipahami bahwa Rakorda MUI tanggal 20 Juli 2019 menghasilkan dua (2) keputusan yaitu: 1) nama-nama yang tidak sesuai dengan prinsip Islam. Kalau menyangkut hal-hal yang prinsip di dalam Islam terkait soal akidah seperti kata neraka, setan, iblis maka hukumnya haram. Penamaan yang dilarang menggunakan nama neraka, iblis, hingga setan antara lain untuk produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, dan pakaian. Kedua, penamaan produk yang menggunakan nama terkait pelanggaran etika, misalnya ayam dada montok atau mie caruik. MUI Sumbar mengatakan, penamaan itu hukumnya makruh.

Hal yang senada juga diperkuat oleh Zulfan ketika itu dan sampai saat ini sebagai Sekretaris MUI Sumbar, beliau menjelaskan bahwa memang ada Rakorda MUI tahun 2019 yang memutuskan haram dan makruhnya penamaan makanan atau produk yang tidak sesuai dengan syari’at atau melanggar etika atau akhlak. Hasil kesepakatan itu belum bisa dikatan fatwa, tetapi baru keputuasan Rakorda MUI Sumbar.

34

MUI mengimbau semua lapisan masyarakat agar tidak mengkonsumsi produk yang menggunakan nama-nama yang dilarang dalam fatwa ini.LPPOM MUI juga diminta untuk tidak menerbitkan sertifikat halal terhadap produk yang menggunakan nama-nama yang tidak sesuai dengan syariat.

Salah satunya dari Pemkot Padang. Terkait dengan hal ini Pemerintah Kota Padang meminta pengelola rumah makan dengan nama yang ekstrem mengganti dengan nama lain yang lebih pantas dan sesuai dengan norma dan adat istiadat. Kepala Dinas Pangan Kota Padang Syahrial di Padang, Ia menyampaikan hal itu pada Rapat Koordinasi (Rakor) Dewan Ketahanan Pangan Kota Padang dihadiri Sekda Kota Padang Amasrul dan seluruh pemangku kepentingan terkait.

35

Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa untuk Kota Padang yang paling banyak muncul nama kafe dan kuliner yang tidak lazim, sudah melakukan upaya untuk mengatasi penaman tersebut. Upaya yang dilakukan adalah pertama, dengan mengeluarkan No.526/281/DP-Padang/2019 tentang penamaan rumah makan. Kedua, melakukan razia kerjasama Dinas Perdagangan Kota Padang dengan Satol PP untuk menjalankan surat himbauan di atas. Kenyataan di lapangan tidak semua pemilik kafe dan kuliner yang mau untuk menukarnya, di antara yang mau menukarnya adalah Mie Narako yang ada di Andalas Padang berobah nama menjadi Minarko, sedangkan menunya masih berupa nama-nama

32

S Malin Batuah, wawancara tanggal 28 Agustus 2021 di Padang

33

Zainal Azwar,Wawancara tanggal 8 September 2021 di Padang

34

Zulfan, Wawancara tanggal 8 September 2021

35

news.klikpositif.com

(15)

15 neraka, seperti neraka wel, ½ wel, neraka jahana, ½ jahanam dan sebagainya. Kemudian Mie Caruik, yang berlokasi di depan simpang kampus UIN berubah nama menjadi Mie Dahsyat.

Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Penamaan Kafe dan Kuliner yang Memilih Nama yang Tidak Lazim

Islam memiliki landasan utama dalam menjalankan praktik pemasaran, yaitu al-Qur’an.

Sosok manusia yang dijadikan referensi baik perkataan, maupun perbuatannya adalah Rasulullah yang disebut dengan Sunnah. Rasulullah sebagai utusan Allah merupakan sosok inspiratif yang menjadi rujukan dalam praktek pamasaran, termasuk empat sifat yang melekat pada beliau pada hakikatnya sebagai sifat secara mutlak juga harus melekat pada marketer zaman sekarang. Oleh karena itu, konsep yang ditekankan pada pemasaran Islami adalah proses rangkaian pemasaran dalam menyediakan, mendistribusikan, menciptakan nilai guna memenuhi kebutuhan, keinginan dan permintaan pelanggan yang bermuara pada kepuasan dan loyalitas dengan sifat Rasulullah SAW., yaitu sifat shidiq, amanah, tabligh dan fathanah.

Terkait dengan penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim, nyeleneh, ekstrim dan cenderung seram di Sumatera Barat dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu:

1) Istilah yang digunakan jelas bertentangan dengan syari’at yaitu neraka, setan, iblis, dajal seperti Mie Narako, Mie Judes Narako, Ayam Neraka, Mie Setan, Ayam Gemprek Neraka, Mie Padeh Narako, Mie Kiamat, Ayam Geprek Naraka, Mie Iblis, Mie Power Neraka dan Mie Setan.

2) Penamaan kafe dan kuliner yang menggunakan nama terkait dengan pelanggaran etika seperti: Mie Padeh Maut, Mie Baro, Mie Caruik, Bakso Pentol Maut, Mie Pedas Maut, Pedas Sopan’Stek, Mie Padeh Gilo, Mie Pelakor, Mie Padeh Gilo, Mie Judes, Mie Petir, Mie Tapakiek, Mie Mercon, Mie Sawan Pedas Gila, Mie Judes, Mie Petir, Mie Tapakiek, Mie Mercon, Mie Sawan Pedas Gila, Nasi Gilo, Mie Padeh Narako, Mie Sentrum, Ayam Ramuak, Ayam Jingkrak, Mie Cadas Sentrum, Mie Pedas Gila, Ayam Tapakiak, Mie Sakau, Mie Granat, dan Mie Patuih.

Terkait dengan penamaan kafe dan kuliner yang menggunakan istilah neraka, narako, kiamat, setan, dan iblis bertentangan dengan syari’at. Neraka atau narako merupakan tempat yang menjadi ganjaran bagi mereka yang berbuat kesalahan dimana dosa dan kesalahan lebih berat dari pada amal kebaikan. Begitu juga dengan kiamat yaitu hari dimana berakhirnya semua kehidupan, yang diikuti oleh kebangkitan dan penghakiman Allah swt., Sementara setan adalah sifat untuk menyebut setiap makhluk yang jahat, membangkang, tidak taat, suka membelot, suka maksiat, suka melawan aturan atau semacamnya. Sedangkan iblis adalah julukan nenek moyang bangsa jin, yang merupakan makhluk pertama yang membangkang perintah Allah untuk bersujud di depan Nabi Adam. Jika istilah neraka, kiamat, iblis dan setan dijadikan untuk nama kafe dan kuline tidaklah cocok dan sama saja dengan menjadikan istilah tersebut sebagai cangaan, gurauan. Ketika orang yang berbuat salah diancam dengan neraka, justru ia tidak takut, karena neraka itu sudah biasa mereka makan. Jika ini dibiarkan, maka bisa merusak aqidah kaum muslimin pada umumnya dan konsumen kafe dan kuliner.

Hal ini sejalan dengan Surah at-Taubah ayat 65-66 berikut ini:































































Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah

mereka akan manjawab, "Sesungguhnya Kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main

saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu

berolok-olok?". Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. jika Kami

(16)

16 memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.

Ayat ini menjelaskan hukum memperolok-olok Allah, Rasul-Nya, ayat-ayat-Nya, agama-Nya dan syiar-syiar agama, yaitu hukumnya kafir. Barangsiapa memperolok-olok Rasul-Nya, berarti ia telah memperolok-olok Allah. Barangsiapa memperolok-olok ayat-ayat- Nya, berarti ia telah memperolok-olok Rasul-Nya. Barangsiapa memperolok-olok salah satu daripadanya, berarti ia memperolok-olok seluruhnya. Perbuatan yang dilakukan oleh kaum munafikin itu adalah memperolok-olok Rasul dan sahabat Beliau, lalu turunlah ayat ini sebagai jawabannya.

Begitu juga dengan istilah Mie Padeh Maut, Mie Baro, Mie Caruik, Bakso Pentol Maut, Mie Pedas Maut, Pedas Sopan’Stek, Mie Padeh Gilo, Mie Pelakor, Mie Padeh Gilo,dan sejenisnya termasuk penamaan yang melanggar etika dan akhlak. Etika dalam pemasaran islami mengacu pada tiga (3) karakteristik utama. Pertama, etika dalam Islam didasarkan pada al-Qur’an, dengan demikian para eksekutif pemasaran diberikan keleluasaan untuk menafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman, karena prinsip-prinsip yang terkandung dalam al-Qur’an itu masih bersifat global dan perlu penafsiran sesuai dengan konteknya.

Kedua, transcendental yang dimiliki oleh Islam sebagai aspek pembeda sehingga bersifat mutlak (kebenaran Illahiiyah) dan juga bersifat fkelsibel (menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan peradaban manusia). Ketiga, pendekatan dalam Islam adalah meaksimalkan kemanfaatan dan kemaslahatan umat dari pada maksimalisasi keuntungan.

Ketiga karakteristik tersebut menjadikan etika dalam bisnis Islam memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menembus hati nurani manusia dan mampu mempengaruhi perilaku para eksekutif pemasaran. Kedua kelompok istilah yang digunakan untuk penamaan kuliner yang tidak lazim bertentangan dengan prinsip tauhid. Konsekwensi dari pentingnya kedalaman konsep ketauhidan pada pelaku pemasaran akan menciptakan keseimbangan hubungan, hubungan antara pelaku pemasaran dengan Allah SWT., hubungan antar pelaku pemasaran dengan lingkungan serta sumber daya potensial yang ada. Konsep tauhid inilah yang menjadikan pelaku pemasaran lebih memperhitungkan segala ucapan dan tindakan yang dilakukan oleh setiap perbuatan yang dilakukannya.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

1) Faktor penyebab pemilik kafe dan kuliner Sumatera Barat memilih penamaan yang tidak lazim adalah: 1. Menampilkan ciri khas produk, cita rasa pedas ditampilkan dengan nama yang seram dan tidak lazim; 2. Ketatnya persaingan bisnis memicu pemilik kuliner untuk berkreasi dengan memberi nama unik dan tidak lazim; 3. Nama yang unik dan tak lazim pada kafe dan kuliner membuat konsumen penasaran, kemudian mengunjungi dan membeli produknya.

2)Persepsi konsumen dan masyarakat Sumatera Barat terhadap penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim dapat dibagi 3. Pertama, setuju dengan penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim tersebut yang penting bahan bakunya halal, mereka nyaman dengan nama itu karena unik bagi mereka dan penamaannya kafe dan kuliner tidak perlu dirubah. Kedua, kurang setuju, kurang nyaman dengan penemaan kafe dan kuliner yang tidak lazim dan sebaiknya namanya dirumah, karena masih banyak nama lain yang lebih layak. Ketiga, tidak setuju dan tidak nyaman dengan penamaan kafe dan kuliner yang tidak lazim tersebut, dan nama itu harus ditukar dengan nama lain yang lebih layak, karena nama- nama tersebut sudah jelas bertentangan dengan syariat Islam dan etika bisnis Islam.

3) Tinjauan etika bisnis Islam terhadap penamaan kafe dan kuliner yang memilih nama yang

tidak lazim di Sumatera Barat dapat dibagi menjadi 2 kelompok: pertama, istilah yang

digunakan jelas bertentangan dengan syari’at yaitu neraka, setan, iblis, dajal seperti Mie

(17)

17 Narako, Mie Judes Narako, Ayam Neraka, Mie Setan, Ayam Gemprek Neraka, Mie Padeh Narako, Mie Kiamat, Ayam Geprek Naraka, Mie Iblis, Mie Power Neraka dan Mie Setan. Kedua, penamaan kafe dan kuliner yang menggunakan nama terkait dengan pelanggaran etika seperti: Mie Padeh Maut, Mie Baro, Mie Caruik, Bakso Pentol Maut, Mie Pedas Maut, Pedas Sopan’Stek, Mie Padeh Gilo, Mie Pelakor, Mie Padeh Gilo, Mie Judes, Mie Petir, Mie Tapakiek, Mie Mercon, Mie Sawan Pedas Gila, Mie Judes, Mie Petir, Mie Mercon, Mie Sawan Pedas Gila, Nasi Gilo, Mie Padeh Narako, Mie Sentrum, Ayam Ramuak, Ayam Jingkrak, Mia Cadas Sentrum, Mie Pedas Gila, Ayam Tapakiak, Mie Sakau, Mie Granat, dan Mie Patuih. Etika bisnis islami yang dilanggar adalah prinsip ketauhidan, keadilan, keseimbangan dunia dan akhirat serta prinsip pertanggungjawaban.

Kepustakaan

Abbas, Anwar. Bung Hatta dan Ekonomi Islam. Jakarta: Multi Pressindo. 2008.

Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2009 Ahmad, Mustaq. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.2001

Alimazar . Psikologi Pesepsi & Desain Informasi. Yogyakarta: Media Akademi, 2016

Asnawi, Nur dan M. Asnan Fanani, Pemasaran Syari’ah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2017

Amang Sangadji, Etta dan Sopiah. Perilaku Konsumen:Pendekatan Praktis. Yogyakarta:

Andi Offset, 2013

Amalia, Euis. Keadilan Distributif dalam Sitem Ekonomi Islam (Penguatan Peran LKJM dan UKM di Indonesia). Jakarta: PT. Rja Grafindo Persada. 2010.

Anogara, Pandji. Manajemen Bisnis. Jakarta: Rinek Cipta, 1997

Asnawi, Nur dan M. Asnan Fananai, Pemasaran Syari’ah: Teori, Filosofi dan Isu-isu Kontemporer). Depok: PT. Raja Grafindo Persada: 2017

Assauri, Sofjan . Manajemen Pemasaran, Jakarta: PT. Rajawali Pers. 1992

Budiarti, Samsul. Strategi Pemasaran dengan Menggunkanan Pendekatan Mark Plus & Co di Kandatel Jakarta. Jurnal INSEP. Vol. 3 No. 1 tahun 2011

Bungin, Burhan, 2008, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial LainnyaI, Kencana, Jakarta

Chamid, Nur. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.

Chapra, M. Umer. Islam dan Tantangan Ekonomi. (penerjemah Ikhwan Abidin Basri).

Jakarta: Gema Insani Press. 2000.

_______________. Masa Depan Ilmu Ekonomi Sebuah Tinjauan Islam. Jakarta: Gema Insani Press. 2001

Damsar. Sosiologi Ekonomi. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada 1997.

Djakfar, Muhammad. Etika Bisnis Islami. Malang: UIN Malang Press, 2008.

Djiptono, Fandy. Strategi Pemasaran. Jakarta: Andi, 2008 _____________. Pemasaran Jasa. Malang: Bayu Media, 2006

Al-Fajri, Muhammad Syauqi. Al-Mazhab al-Iqtishadiy fi al-Islami. Riyad: Dar al-Faun lil Thaba’ah wa al-Nasyr. 1981.

Fadhilah (Dosen Fisip Unan Padang), Apakah Kebudayaan Minang masuk ke dalam (Mie) Narako Jahanam, Padang Ekspres, 6 Juli 2019

Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syari’ah XIV, Kumpulan hasil Riset Terbaik: Padang, OJK, 2016

Handika Wibowo dkk. Analisis Strategi Pemasaran untuk Meningkatkan Daya Saing UMKM (Studi pada Batik Diajeng Solo). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 29 No. 1.

Desember 2015

Referensi

Dokumen terkait

Bila anda masih ingin memeriksa hasil pencarian Google yang dimuat pada halaman yang lain, klik link nomor halaman atau kata next yang terdapat pada bagian bawah halaman

Nomor 53 Tahun 2008 tanggal 7 Oktober 2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimum bagi Perguruan Tinggi Negeri yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

2000) dapat ditarik kesimpulan dari hasil simulasi sebagai berikut: (1) hasil simulasi yang dilakukan pada pembangkit termal sistem area IV Jawa-Bali dengan menggunakan GPSO

44 Kurva pushover dan titik kinerja pembebanan arah-X dengan metode spektrum kapasitas ATC-40 dengan menggunakan spektrum respon SNI 1726-2012 .... 45 Kurva pushover dan

Dari respon peserta yang hadir menunjukkan bahwa pelatihan penulisan proposal penelitian tindakan kelas memberikan tambahan pengetahuan bagi guru untuk meningkatkan hasil

Pelanggan yang memilih untuk keuntungan awal atau keuntungan bulanan digalakkan untuk mempunyai sama ada Akaun Semasa atau Akaun Simpanan Islamik (CASA-i) dengan

Pengaruh jenis bahan organik tidak tampak terhadap efikasi Trichoderma dalam mengendalikan penyakit BPBL pada peubah daun, batang, maupun

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) terhadap Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet Klon