• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakateristik Fisika-Kimia Perairan Pantai Dumai Pada Musim Peralihan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakateristik Fisika-Kimia Perairan Pantai Dumai Pada Musim Peralihan."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

69 KARAKATERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN PANTAI DUMAI

PADA MUSIM PERALIHAN

Oleh :

Noir P. Purba dan Alexander M.A. Khan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Kampus Jatinangor, UBR 40600

Email : noaa.phd@unpad.ac.id

ABSTRACT

This research was conducted at coastal of Dumai on August 2004. The measurement of physics-chemist of water (temperature, dissolved oxygen and carbondioxide, salinity and pH) was carried out at 6 stations for 9 sampling. The aim of this research is to analyze the characteristic of Rupat strait while the result can give description the coastal of Dumai in oder to find a comprehensive method on managing water territory.

The result of this research finds that the temperature is varied between 250

C-320 C, dissolved oxygen is between 3,20 ppm up to 6,50 ppm, carbondioxide is from

6,20 ppm up to 13,20 ppm, while pH of the water is between 8,0-8,5. The salinity of Dumai strait is varied from 28-32 permil. The graphic portrays the correlation between temperature and dissolved oxygen is not equal to linear. In the morning the formula is Y = 10,02 – 0,15 X, in the middle day is Y = -16,47 – 0,72 X, afternoon is Y = 17,04 – 0.42 X, and in the night is Y = 34,74 – 1,09 X. Koefisien value of correlation shows that is no stronger correlation between temperature and dissolved oxygen. Henry law coud not be applied to the strait because the value is not same with the real measured in the field. The result shows unlinear absorbtion of dissolved gasses especially in Patra Dock and Port where have been contaminated considering to standart regulation stated by KLH.

Keyword : physics and chemist parametrics, Henry law, and coastal of Dumai.

ABSTRAK

(2)

70 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suhu berkisar antara 250 C hingga 320 C,

sedangkan nilai kandungan oksigen terlarutnya berkisar antara 3,20 ppm hingga 6,50 ppm, karbondioksida bebas berkisar antara 6,20 ppm - 13,20 ppm, sedangkan pH perairan berada pada kisaran nilai 8,0-8,5. Salinitas di perairan Dumai berkisar antara 28-32 permil. Grafik yang ditunjukkan bukanlah grafik linear dimana ketika suhu naik, kandungan oksigen terlarut tidak selamanya naik. Pada pagi hari, persamaan matematisnya adalah Y = 10,02 – 0,15 X, siang hari Y = -16,47 – 0,72 X, sore hari adalah Y = 17,04 – 0.42 X, dan malam hari Y = 34,74 – 1,09 X. Nilai koefisien korelasi (r) menunjukkan hubungan yang kurang kuat antara suhu dengan kandungan oksigen terlarut. Demikian juga dengan penggunaan hukum Henry yang tidak dapat diaplikasikan untuk perairan Dumai, dimana nilai yang ditunjukkan oleh hukum Henry tidak sama dengan perhitungan di lapangan. Hal ini juga menunjukkan tidak adanya kesetimbangan absorbsi gas-gas terlarut terutama kandungan oksigen terlarut untuk Stasiun Patra Dock (stasiun 5) dan Pelabuhan Dumai (stasiun 6) yang sudah tercemar sesuai dengan ketentuan baku mutu yang ditetapkan KLH.

Kata kunci : parameter fisika-kimia, hukum Henry, dan perairan pantai Dumai.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perairan Selat Rupat merupakan pemisah antara Pulau Sumatera dengan Pulau Rupat yang ada di utara. Perairan ini padat pelayaran baik nelayan maupun kapal-kapal yang berniaga. Perairan pantai Dumai ditumbuhi oleh hutan bakau dengan jenis yang mendominasi adalah Avicennia sp dan Sonneratia sp, sedangkan pada wilayah lain sudah dibangun berbagai industri dan pelabuhan. Pelabuhan dalam tahap pembangunan pada saat penelitian ini dilakukan adalah pelabuhan Semen Padang dan pangkalan Angkatan Laut. Sebelumnya sudah ada pelabuhan kapal, tempat perbaikan kapal, dan Pertamina. Dengan kondisi dinamis pelayaran dan aktivitas manusia di wilayah perairan ini, dimungkinkan untuk mengkaji kondisi oseanografi untuk mendukung kesinambungan eksosistem.

Karakteristik perairan baik dari segi fisik maupun kimia dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal dari eksternal maupun yang berasal dari internal. Pengaruh eksternal berasal dari laut lepas yang mengelilinginya antara lain arus, pasang surut, gelombang, suhu, dan salinitas. Di wilayah selat Rupat, dinamika yang berlangsung di perairan ini sangat cepat dikarenakan oleh faktor seperti pasang-surut, pergerakan massa air baik dari daratan maupun dari wilayah lain, dan absorbsi dari atmosfer.

(3)

71 26-270 C sebagai akibat masuknya air dingin dari daerah lintang yang lebih tinggi,

sedangkan pada musim timur terjadi hal sebaliknya. Pemanasan matahari mengakibatkan peningkatan suhu di Laut Cina Selatan dan juga Samudra Pasifik, yakni berkisar antara 29-300 C (Soegiarto, 1975).

Suhu permukaan laut terbuka berkisar antara –2º C sampai dengan 29º C. Variasi

suhu harian (diurnal variation) di laut terbuka (open ocean) adalah kecil (jarang yang melebihi 0,3º C). Variasi tahunan di permukaan naik dari 2º C di daerah ekuator ke 8º C

di lintang 40º dan berkurang ke arah kutub (karena panas diperlukan dalam proses

pencarian atau pembekuan dimana es laut (sea-ice) terjadi. Variasi tahunan yang besar (10 – 15o C) dapat terjadi di perairan-perairan yang terlindung. Perubahan harian dari

suhu cukup besar sampai ke kedalaman beberapa meter. Perubahan musiman cukup besar sampai ke kedalaman 100 – 300 m (Hadi, 2007).

Karakteristik kimiawi, oksigen terlarut memegang peranan sangat penting dalam perairan dalam fungsinya sebagai salah satu yang dibutuhkan oleh organisme perairan. Salah satu yang memengaruhi kadar oksigen terlarut di perairan adalah suhu. Oksigen terlarut juga menentukan kuantitas organisme suatu perairan. Selain itu oksigen terlarut juga dipengaruhi faktor lain seperti tekanan uap air dan salinitas. Oksigen larut di kolom air dengan berbagai reaksi dan proses-proses kimia yang berlangsung di perairan, namun fluktuasi suhu akan menimbulkan perubahan konsentrasi oksigen terlarut di perairan. Selanjutnya, Nybakken (1998), menyatakan bahwa sistem karbondioksida (asam karbonat), ion bikarbonat merupakan suatu sistem kimia yang kompleks yang cenderung berada dalam keseimbangan. Oleh karena itu, jika gas CO2

dikeluarkan dari air laut, keseimbangan akan terganggu, sampai lebih banyak lagi CO2

dihasilkan dan terbentuk keseimbangan baru.

Kandungan karbondioksida di atmosfer sangat kecil yakni 0,03 %, sedangkan di perairan adalah 15 % dari semua gas-gas yang terlarut. Karbondioksida terabsorbsi dengan cepat dari udara ke perairan tetapi sangat lambat dari perairan ke atmosfer. Hal ini disebabkan di perairan karbondioksida membentuk ikatan karbonat (CaCO3) yang

digunakan oleh organisme akuatik untuk membentuk skeleton. Selanjutnya, kadar oksigen terlarut berkisar 36 % dari gas-gas yang terlarut di perairan. Oksigen ini digunakan oleh organisme ataupun tumbuhan laut untuk melakukan aktivitas metabolismenya (Garrison, 2002). Perhitungan karbondioksida dapat dihitung dengan menggunakan winkler titration, dimana titrasi ini adalah metode tidak langsung dengan serangkaian reaksi redoks (Kegley, 1998).

(4)

72 II. METODOLOGI

2. 1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2004 di perairan pantai Dumai, Propinsi Riau. Analisis sampel air dilakukan di Laboratorium Kimia Laut, Marine Station, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau (UR).

2.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1, sedangkan untuk bahannya adalah Botol CO2, ice box, pipet tetes, buret dan botol film, aquades,

larutan indikator fenolftalein, dan larutan Na2CO3 untuk pengujian kadar

karbondioksida, sedangkan kedalaman pengambilan sampel adalah 0 - 3 m.

Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan No. Parameter Satuan Metode Alat

1. Suhu 0 C Insitu Termometer

2. Salinitas 0/00 Insitu Refraktometer

3. pH Unit Insitu pH test kit

4. Oksigen Terlarut ppm Insitu DO Meter 5. Karbondioksida ppm Titrasi Tetrimetrik

Pada Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa pengukuran yang dilakukan tepat pada saat dilakukan survey lapangan (ril), namun untuk pengukuran karbondioksida selain dilakukan di lapangan juga dilakukan di laboratorium. Pengukuran parameter lainnya langsung dilakukan di stasiun masing-masing. Untuk membantu pengambilan data lapangan, pengukuran dilakukan diatas kapal. Dalam penelitian ini, perbandingan dilakukan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya di lokasi yang sama dan pustaka juga diperlukan untuk memperkuat pembahasan dan analisis data.

2.3. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dimana perairan Dumai dijadikan sebagai lokasi penelitian. Data yang dikumpulkan di lapangan merupakan data primer yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

2.4. Lokasi Sampling

(5)

73 Gambar 1. Lokasi penelitian beserta stasiun

2.5. Pengambilan dan Penanganan Sampel

Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan water sampler untuk pengukuran kadar karbondioksida bebas diambil pada permukaan perairan (0-10 m). Pengambilan dilakukan pada pagi, siang, sore, dan malam hari. Penentuan waktu ini dilakukan karena pada skala lokal dan dalam waktu yang relatif singkat, perbedaan nilai parameter yang diambil sangat berbeda akibat pergerakan massa air pasang dan surut yang melewati selat ini dalam dalam rentang waktu 6 jam untuk sekali pasang. Pada pagi hari pengambilan sampel dilakukan pada pukul 06.00-09.00 WIB, siang hari pada 11.00-14.00 WIB, sore pada 16.00-19.00 WIB, dan pada malam hari pada pukul 23.00-02.00 WIB. Tiap-tiap waktu yang telah ditentukan, dilakukan pengambilan dan pengukuran sampel pada tiap stasiun.

2.6. Analisa Data

Data pengamatan suhu dan oksigen terlarut serta parameter pendukung lainnya disajikan dalam bentuk tabel selanjutnya dianalisis dengan metode regresi dan dikonversikan ke dalam bentuk grafik. Penentuan gas terlarut secara teoritis dihitung dengan menggunakan hukum Henry untuk membuktikan data yang telah diambil di lapangan.

[g] = k.P.O2

Dimana, g = Konsentrasi gas,

K = Tetapan 1,28 mol-1/L.atm, dan

P = Tekanan gas (atm).

Pengukuran dengan menggunakan hukum Henry ini bertujuan untuk mengetahui apakah perhitungan dengan hukum ini pada kondisi ideal (25 0C) dapat

digunakan untuk perairan kajian yakni perairan pantai Dumai yang relatif dinamis yakni massa air yang selalu bergerak, masuknya air tawar ke laut, limbah industri, dan pelayaran. Selain itu, untuk membuktikan apakah perairan ini dapat dianggap tercemar atau tidak dengan menghitung kandungan oksigen terlarut dan karbondioksida bebas. Pengukuran kandungan oksigen terlarut dimaksudkan karena O2 merupakan salah satu

komponen utama bagi metabolisme organisme perairan. Keperluan organisme terhadap oksigen terlarut tergantung kepada jenis, studi, dan aktivitasnya (Odum dalam Yuanita, 1992).

(6)

74 III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kondisi Umum

Secara geografis kota Dumai berada pada 1010 ’ , ”-1010 ’ , ” LU dan

10 ’ ”-10 ’ ” BT. Daerah ini merupakan daerah pesisir timur dari Pulau Sumatera

yang berhadapan langsung dengan Pulau Rupat. Perairan Dumai merupakan selat yang berada di antara Pulau Rupat dan Pulau Sumatera. Perairan ini merupakan selat yang sempit dan ramai akan pelayaran terutama nelayan yang hidup di pesisir Dumai. Secara umum topografi wilayah Dumai dan sekitarnya mempunyai elevasi yang datar dengan kemiringan 30 dan keadaan pantai sekitar muara sungai landai. Musim yang ada di

wilayah ini sama dengan wilayah lain di Indonesia pada umumnya yakni musim kemarau dan musim hujan, sedangkan curah hujan berkisar antara 200-300 mm dengan hari hujan 10-15 hari (Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL, 1986).

Di perairan di sekitar Selat Rupat terdapat palung-palung yang relatif terjal. Perairan di sebelah barat, yaitu yang mengarah ke Selat Malaka memiliki dataran bawah lautnya relatif datar. Kedalaman perairan sebelah timur, selatan dan utara Pulau Rupat berkisar antara 10 sampai 30 m, sedangkan kedalaman perairan di sebelah timur laut dan timur berkisar antara 30 sampai >50 m. Kedalaman perairan tertinggi adalah 27 m terletak di Selat Rupat (PEMKAB Bengkalis, 2008). Selat Rupat memiliki luas 420 km2

dan dimanfaatkan sebagai daerah pelabuhan, jalur pelayaran, daerah penangkapan ikan oleh penduduk yang tinggal di tepi pantai. Beberapa perusahaan seperti Semen Padang, Chevron, Pertamina, Patra Dock, dan Angkatan Laut (LANAL) juga memanfaatkan perairan ini untuk bongkar muat dan pelayaran baik lokal maupun internasional. Kondisi ini menjadikan perairan ini sebagai jalur pelayaran yang padat.

3.2. Suhu Muka Laut

Suhu Muka Laut (SML) merupakan gambaran adanya pertukaran panas dari atmosfer ke perairan dan demikian juga sebaliknya. SML juga menggambarkan apakah perairan masih dapat dihuni oleh organisme akuatik dimana sebagian besar organisme perairan permukaan dapat hidup pada kisaran 220 C- 290 C. Pengukuran terhadap suhu

di perairan Dumai yang telah dilakukan, disajikan pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Suhu Muka Laut

No. Stasiun Waktu (WIB) Suhu (

0 C)

Rata-rata Minimum Maksimum

1. Stasiun 1

Pagi 27,0 28,0 27,6

Siang 29,5 31,0 30,3

Sore 28,0 29,5 29,2

Malam 26,0 27,5 27,1

2. Stasiun 2

Pagi 27,0 30,0 28,0

Siang 30,0 31,0 30,3

Sore 28,0 30,0 28,9

Malam 25,0 27,5 26,7

3. Stasiun 3

Pagi 27,0 30,0 27,9

Siang 30,0 32,0 30,6

Sore 28,0 29,0 28,3

Malam 27,0 28,0 27,3

(7)

75 No. Stasiun Waktu (WIB) Suhu (0 C) Rata-rata

Minimum Maksimum

Siang 30,5 31,0 30,8

Sore 28,0 29,0 28,5

Malam 26,5 28,0 27,4

5. Stasiun 5

Pagi 27,0 29,0 27,9

Siang 29,5 31,0 30,7

Sore 28,0 30,0 29,2

Malam 26,5 27,0 27,1

6. Stasiun 6

Pagi 27,0 30,0 28,1

Siang 29,0 31,5 30,2

Sore 28,5 29,5 28,9

Malam 27,0 28,0 27,3

Pada Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa pengukuran yang dilakukan secara harian menghasilkan nilai yang yang tidak sama. Hal ini disebabkan akibat perairan ini sangat sempit (selat) sehingga penjalaran massa air sangat cepat yang berasal dari perairan Malaka. Dalam skala global perubahan suhu harian tidak akan diperhitungkan secara lebih mendalam, tetapi dalam dalam skala regional dalam ruang yang lebih sempit, hal ini menjadi sangat berarti. Kondisi suhu ini juga dapat diartikan sebagai rata-rata suhu pada musim peralihan. BMG, 2004 menyatakan bahwa secara umum suhu muka laut di seluruh Indonesia sampai pada awal Agustus 2004 berada pada kondisi normal dengan kisaran antara 260 C -290 C, dimana wilayah perairan Indonesia

sebelah selatan menunjukkan kondisi yang lebih dingin dibandingkan dengan yang berada di sebelah utara ekuator bumi.

Agar lebih jelas, pada Gambar 2, digambarkan secara grafik visualisasi dari Tabel diatas. Grafik ini menunjukkan kondisi suhu di tiap stasiun pengamatan pada waktu pagi, siang, sore, dan malam hari.

(8)

76 Dari Gambar 2 diatas dapat diketahui bahwa suhu mulai dari pagi hari hingga malam hari mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuatif). Suhu maksimum terdapat pada siang hari dan mancapai minimum pada malam hari. Selain itu, kondisi perairan ini juga merupakan kondisi suhu yang hampir sama dengan perairan lainnya yakni berkisar antara 280 C hingga 310 C dan rata-ratanya adalah 300 C. Penelitian yang

dilakukan oleh LIPI di perairan Selat Malaka juga menunjukkan suhu yang hampir sama yakni 29-310 C. Masrikat (2003), menyatakan kisaran suhu perairan hampir sama

ditemukan pada lapisan homogen yaitu sebesar 290 C dijumpai selama munson barat

daya dan menurun hingga 240 C di bulan Juli-Agustus pada waktu terjadinya upwelling

yang besar. Sedangkan salinitas tahunan dapat terjadi dengan nilai maksimum, sementara nilai minimum terbatas musimtertentu. Salinitas dibawah ‰ tidak terlihat dari bulan April hingga September, tetapi salinitas di atas ‰ mungkin terjadi selama setahun. Hal ini menandakan bahwa suhu di perairan Dumai pada musim peralihan sangat tinggi. Hal ini selain disebabkan oleh musim, juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti pengamatan yang telah dilakukan, bahwa kekeruhan di perairan ini sangat tinggi akibat dasarnya yang sebagian besar terdiri dari lumpur sehingga panasnya terserap dan sulit untuk dilepaskan. Kemudian suhu dari daratan juga mempengaruhi suhu perairan mengingat pengukuran dilakukan tidak jauh dari pesisir pantai (100 m).

3. 3. Oksigen Terlarut

Pengukuran terhadap oksigen terlarut yang telah dilakukan, mendapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Oksigen Terlarut

No. Stasiun Waktu (WIB) Oksigen terlarut (ppm) Rata-rata Minimum Maksimum

1. Stasiun 1

Pagi 5,50 6,50 6,13

Siang 5,30 6,00 5,54

Sore 4,90 6,20 5,59

Malam 5,00 5,90 5,41

2. Stasiun 2

Pagi 5,80 6,30 6,01

Siang 5,40 6,30 5,73

Sore 4,90 6,20 5,13

Malam 4,70 5,70 5,93

3. Stasiun 3

Pagi 5,80 6,30 6,03

Siang 5,40 6,00 5,78

Sore 5,00 6,00 5,25

Malam 4,90 5,90 5,36

4. Stasiun 4

Pagi 5,80 6,20 5,91

Siang 5,20 5,90 5,65

Sore 4,40 5,60 5,21

Malam 4,90 5,70 5,24

5. Stasiun 5 Pagi 4,70 5,30 5,16

(9)

77 No. Stasiun Waktu (WIB) Oksigen terlarut (ppm) Rata-rata

Minimum Maksimum

Sore 3,80 5,30 4,23

Malam 3,60 5,00 4,60

6. Stasiun 6

Pagi 4,80 5,50 5,14

Siang 3,20 5,00 4,59

Sore 4,20 5,40 4,70

Malam 4,00 5,50 4,75

Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa fluktuasi juga terjadi untuk kandungan oksigen terlarut. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat bahwa kadar kandungan oksigen terlarut di tiap stasiun berbeda sesuai dengan karakteristik perairannya, dimana semakin kearah pelabuhan (stasiun 6), kadar kandungan oksigen terlarut semakin rendah (pagi hari). Korelasinya adalah pembuangan limbah baik oleh kapal maupun pabrik akan mempercepat habisnya oksigen terlarut yang digunakan oleh bakteri untuk menguraikannya. Selain itu di stasiun lain, fluktuasi kadar kandungan oksigen terlarut juga dipengaruhi oleh pemasukan massa air dari daratan seperti yang terjadi di stasiun 2 dimana di wilayah ini mengalir Sungai Mesjid (air tawar). Dari pengukuran yang telah dilakukan, didapat bahwa kandungan oksigen terendah didapat pada malam hari yang berada di stasiun 6. Hal ini disebabkan akibat sebagian industri membuang limbahnya ke laut pada malam hari dan juga tidak terjadi photosintetis oleh tumbuhan laut. KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah lebih besar dari 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KLH) No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut), sehingga apabila dilihat pada Tabel 3, di stasiun 6 (rerata) pada waktu siang hingga malam terdapat nilai oksigen terlarut yang lebih kecil dari baku mutu yang ditetapkan KLH. Stasiun 1 hingga 4, termasuk dalam pencemaran dengan tingkat rendah, sedangkan untuk stasiun 5 dan 6 termasuk dalam pencemaran dengan tingkat sedang. Berdasarkan kandungan oksigen terlarut, pencemaran dengan tingkat tinggi apabila nilai kandungan oksigen terlarutnya adalah 0 (nol).

3.4. Karbondioksida bebas

Karbondioksida yang terdapat di perairan merupakan proses difusi CO2 dari

udara dan hasil respirasi organisme akuatik. Selain itu, didasar perairan CO2 juga

dihasilkan dari proses dekomposisi bahan-bahan organik. Karbondioksida bebas yang dianalisis adalah karbondioksida yang berada dalam bentuk gas yang terkandung dalam air sedangkan kandungan CO2 bebas di udara adalah sebesar 0,03 %. Hasil pengukuran

(10)

78 Tabel 4.Hasil pengukuran rata-rata karbondioksida bebas.

No. Stasiun Waktu (WIB) Karbondioksida Bebas (ppm)

1. Stasiun 1

Pagi 6,30

Siang 8,80

Sore 7,80

Malam 10,20

Rerata 8,28

2. Stasiun 2

Pagi 7,20

Siang 12,00

Sore 10,20

Malam 7,50

Rerata 9,23

3. Stasiun 3

Pagi 7,60

Siang 7,60

Sore 8,80

Malam 7,60

Rerata 7,90

4. Stasiun 4

Pagi 7,60

Siang 7,00

Sore 7,80

Malam 9,00

Rerata 7,85

5. Stasiun 5

Pagi 12,00

Siang 12,10

Sore 10,20

Malam 7,20

Rerata 10,38

6. Stasiun 6

Pagi 13,20

Siang 13,20

Sore 10,40

Malam 10,80

Rerata 11,90

Dari Tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa kandungan karbondioksida bebas yang tertinggi adalah sebesar 13,20 ppm (stasiun 6). Nilai kandungan karbondioksida yang diukur pada suhu 250 C adalah sebesar 7,50 ppm. Pengukuran karbondioksida pada

(11)

79 3.5. Salinitas dan pH Perairan

Salinitas dan keasam-basaan perairan sangat penting untuk mengetahui karakteristik dari suatu perairan tersebut. Untuk kedua parameter ini, hasil pengukuran disajikan dalam bentuk tabel seperti yang terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pengukuran Salinitas dan pH Perairan

No. Stasiun Parameter Waktu Keterangan

Pagi Siang Sore Malam

1. Stasiun 1 Salinitas 29 32 30 28 Permil

pH 8,0 8,0 8,5 8,5

2. Stasiun 2 Salinitas 29 31 28 29 Permil

pH 8,5 8,5 8,0 8,0

3. Stasiun 3 Salinitas 30 30 31 30 Permil

pH 8,5 8,5 8,0 8,5

4. Stasiun 4 Salinitas 29 29 30 29 Permil

pH 8,0 8,0 8,0 8,5

5. Stasiun 5 Salinitas 30 30 31 30 Permil

pH 8,5 8,0 8,0 8,0

6. Stasiun 6 Salinitas 31 31 29 30 Permil

pH 8,0 8,5 8,0 8,5

Dari Tabel 5 diatas, dapat dilihat bahwa tidak terjadi nilai salinitas yang berbeda pada tiap stasiun, demikian juga dengan perbedaan waktu. Terdapatnya salinitas yang relatif rendah (28-31 permil), hal ini diakibatkan oleh masuknya air tawar yang berasal dari Sungai Mesjid (Stasiun 2) yang mempunyai salinitas rendah yang mempengaruhi kondisi perairan. Adriman (1995), menyatakan bahwa salinitas realtif rendah terdapat pada stasiun yang berdekatan dengan sungai atau muara sungai dan salinitas akan relatif meningkat dengan bertambah jauhnya dari muara sungai.

Dari hasil pengukuran, didapat bahwa salinitas tertinggi pada Stasiun 1 yakni 32 permil (siang hari), sedangkan yang terendah adalah 28 permil dijumpai pada Stasiun 1 dan 2 pada malam dan siang hari. Masrikat (2003), menyatakan bahwa, suhu perairan di Selat Malaka ditemukan tertinggi pada permukaan perairan di stasiun 2 sebesar , °C dengan salinitas , ‰, sedangkan suhu terendah sebesar 28,95 °C dengan salinitas , ‰. Pengukuran salinitas ini hampir sama dengan pengukuran yang dilakukan oleh Siagian (2006), yang menyatakan bahwa salinitas di perairan Dumai mempunyai kisaran yakni 22,1 – 31,3 permil.

(12)

80 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut menyatakan bahwa pH untuk kehidupan biota laut adalah 6,5-8,5.

III.6. Korelasi

III.6.1. Korelasi kandungan oksigen terlarut dengan karbondioksida berdasarkan Hukum Henry (Henry Law).

Pada kondisi ideal, pada suhu 25 0C, hukum Henry menjelaskan bahwa konstanta

oksigen terlarut di perairan adalah 1,28 x 10 -3 mol/L atm, sedangkan tekanan uap air

tersebut adalah 0,0313 atm. Jadi tekanan parsialnya adalah : (1,0-0,0313) x 0,2095 = 0,2029 atm

Maka kemolaran kandungan oksigen terlarut di perairan tersebut berdasarkan hukum Henry

1,28 x 10 -3 x 0,2029 = 2,60 x 10-4 mol/liter

Menurut Henry, konsentrasi molar oksigen di perairan adalah gr/BM. Karena BM O2 =

32 gr/mol, maka :

[O2(aq)] = 2,60 x 10-4 x 32 gr/mol,

= 83,20 x 10-4 gr/l,

= 8,32 mg/l.

Dari hasil perhitungan hukum Henry diatas dibandingkan dengan pengukuran yang telah dilakukan pada suhu yang sama yakni 250 C didapat hasil 5,70 ppm (Tabel 3;

stasiun 2 dan 4 pada malam hari) dan terdapat perbedaan yang cukup besar yakni 2,62 ppm. Hal ini dikarenakan oleh hukum Henry bahwa nilai tersebut terjadi pada kondisi ideal, sedangkan untuk perairan dengan karakteristik perairan Dumai, hukum ini tidak bisa diterapkan, namun nilai ini dapat digunakan seberapa besar perairan ini dipengaruhi oleh faktor lain seperti zat pencemar.

Selanjutnya, untuk karbondioksida juga terjadi hal yang demikian dimana dari hasil perhitungan dengan menggunakan hukum Henry yakni nilai karbondioksida adalah 5,042 mg/L, sedangkan pada pengukuran perairan adalah 7,50 ppm (Stasiun 2, malam hari). Hal ini juga disebabkan oleh perbedaan aplikasi antara hukum Henry dengan kondisi di lapangan dimana hukum Henry digunakan untuk kondisi ideal sedangkan di perairan Selat Rupat terdapat variabel lain seperti kekeruhan, massa air, dan pencemaran. Menurut Siagian (2006) bahwa perairan Selat Rupat sudah mengalami pencemaran akibat logam berat. Hal ini dibuktikan dengan kandungan logam Pb, Cd, Cu, Ni, dan Zn yang telah melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh KLH (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KLH) No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut). Untuk Pb, nilai mutu yang ditetapkan adalah lebih kecil dari 0,0075 ppm, sedangkan di perairan Dumai mencapai 1, 59 ppm.

III.6.2. Korelasi Suhu dengan oksigen terlarut

(13)

81 hubungan linier peubah X dan Y Nilai r berkisar antara (+1) sampai (-1) dimana nilai r yang (+) ditandai oleh nilai b yang (+) dan nilai r yang (-) ditandai oleh nilai b yang (-). Jika nilai koefisien korelasi (r) mendekati +1 atau r mendekati -1 maka X dan Y memiliki korelasi linier yang tinggi. Jika nilai r = +1 atau r = -1 maka X dan Y memiliki korelasi linier sempurna.

Gambar 3. Grafik regresi linear untuk ke-4 waktu (1: pagi, 2: siang, 3: sore, dan 4: malam).

Pada Gambar 3 diatas dapat dilihat bahwa baik pada pagi, siang, sore, dan malam hari nilai (r) yang hampir sama (0,01-0,32), menandakan hubungan antara kandungan oksigen terlarut dan suhu adalah kurang kuat dan kecil. Hal ini dikarenakan banyaknya variabel penentu nilai kedua parameter ini seperti tingkat pencemaran, aliran massa air laut, hingga kecerahan dan kekeruhan perairan. Pada pagi hari (Gambar 3.1.), menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dan kandungan oksigen terlarut kurang kuat, yang berarti bahwa pada saat ini, suhu tidak menyebabkan penambahan atau pengurangan kadar okisigen terlarut di perairan Dumai. Nilai (r) yang merupakan koefisien korelasi adalah 0,112, yang menyatakan hubungan yang kurang kuat dan kecil.

(14)

82 IV.KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan antara lain : 1. Berdasarkan nilai kandungan oksigen terlarut, perairan Selat Rupat termasuk

dalam pencemaran tingkat rendah (stasiun 1 hingga 4) yakni berkisar 5,13-6,13 ppm, sedangkan pencemaran tingkat sedang untuk stasiun 5 dan 6 berkisar pada 4,70 ppm,

2. Nilai pH untuk perairan Dumai adalah berkisar 8,0-8,5 dan salinitasnya berkisar antara 28-31 permil. Kedua parameter ini masih mendukung untuk kehidupan biota laut yang ditentukan KLH melalui Keputusan Mentri Lingkungan Hidup (KLH) No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut menyatakan bahwa pH untuk kehidupan biota laut adalah 6,5-8,5,

3. Kandungan oksigen terlarut masih mendukung untuk kehidupan organisme akuatik yakni lebih besar 5 ppm sesuai dengan ketentuan KLH, tetapi untuk stasiun 5 dan 6 digolongkan dalam tingkat pencemaran sedang,

4. Hukum Henry dapat digunakan pada kondisi ideal yakni perairan tidak tercemar, sedangkan untuk perairan Dumai tidak dapat diaplikasikan. Hal ini terbukti dari besarnya perbedaan perhitungan yakni 2,62 ppm dimana dengan menggunakan hukum Henry perhitungannya adalah 8,32 ppm sedangkan pada perhitungan yang dilakukan di lapangan adalah 5, 70 ppm,

5. Terdapat hubungan yang kurang kuat antara suhu dan kandungan oksigen terlarut yang dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi (r) yang tidak mendekati nilai 1 (lebih kecil dari 0,6).

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Musrifin Ghalib, M.Sc sebagai Staff Pengajar Ilmu Kelautan dalam bidang fisika laut, UR, yang telah membantu dalam pengerjaan penelitian ini, demikian juga dengan Bapak Syahril Nedi, M.Si, Staff Pengajar Ilmu Kelautan dalam bidang kimia laut, UR, yang telah memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang ditemukan Penulis selama berlangsungnya penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Yayat Dhahiyat yang telah membantu dalam penyempurnaan tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adriman, 1995. Kualitas Perairan Pesisir Dumai ditinjau dari Karakteristik Fisika Kimia dan Struktur Komunitas Hewan Benthos Makro. Thesis-Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 78 Halaman.

Amrizal, 1991. Analisa Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn, dan Oil Content di sekitar pembuangan Limbah Industri Kilang Minyak Sei-Pakning, Kabupaten Bengkalis. Skripsi Sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-Universitas Riau (UR). Pekanbaru. 29 Halaman (tidak diterbitkan).

(15)

83 Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL, 1986. Kepanduan Bahari Indonesia. Jilid I, Edisi ke-2.

Jakarta.

Garrison, T. 2002. Oceanography-An Invititation to Marine Science. Media edition. Orange Coast College.

Hadi, S. 2007. Pengantar Oseanografi. Bahan Ajar. ITB

Kegley, 1998. The Chemistry of Water. University Science Books Sausalito. California.

KLH, 2004. Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, tentang Baku Mutu Air Laut. Mentri Negara Lingkungan Hidup.

Manahan, S. 1991. Environmental Chemistry. Fourth Edition. University of Missouri, California.

Masrikat, J. A. N. 2003. Distribusi, Densitas ikan dan Kondisi Fisik Oseanografi di Selat Malaka.

Nedi, S. 2004. Buku Penuntun Praktikum Oseanografi Kimia. FPIK UR.

Nybakken, 1998. Biologi Laut suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Jakarta.

PEMKAB Bengkalis. 2008. Gambaran Umum Kabupaten Bengkalis. Kabupaten Bengkalis.

Salmin, 2005. Oksigen terlarut dan kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai salah satu Indikator Kualitas Perairan Pesisir. Jurnal Oseana. LIPI. Jakarta.

Siagian, S. 2006. Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, Cu, Ni, dan Zn) dalam Air Laut dan Sedimen di Perairan Dumai, Provinsi Riau. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

Soegiarto, 1975. Karakteristik Hidrografi Teluk Jakarta. Oseanologi LIPI.

Ubbe, U., 1992. Analisis Limbah Logam Berat yang terdistribusi di Muara Sungai Tallo-Ujung Pandang. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Tallo-Ujung Pandang (UNHAS). 45 Hal (tidak dipublikasikan).

Gambar

Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan
Gambar 1. Lokasi penelitian beserta stasiun
Tabel 2. Suhu Muka Laut
Gambar 2. Grafik suhu harian pada tiap stasiun pengamatan.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut SSRD adalah surat yang oleh wajib retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi

Pelakasanaan Kerja Praktek telah penulis jalani selama kurang lebih 30 hari, dan selama melaksanakan Kerja Praktek di Badan Pusat Statistik Kab.Klaten, penulis telah

Sekolah dapat (1) membeli buku-buku yang sesuai dengan minat, usia, dan jenjang kemampuan membaca siswa untuk memperkaya koleksi perpustakaan sekolah dan pojok baca kelas;

Dalam kenyataannya, koperasi masih menghadapi berbagai hambatan struktural dan sistem untuk dapat berfungsi dan berperan sebagaimana yang diharapkan,

Sistem tata air suplesi air sungai dengan pompa terdapat di daerah rawa lebak dengan kondisi di dekat rawa terdapat sungai dan ketinggian lahan lebih tinggi dari muka air

Basis perhitungan pada perancangan ini adalah laju alir air pendingin 431 liter/jam dengan suhu air pedingin keluar 42 OC dan suhu air masuk 40 OC Tangki simulasi teras reaktor

per meter panjang kapal per 1/4 etmal Rp. Jasa Tambat dan Labuh b Untuk Kapal Perikanan Berukuran sampai dengan 30 GT.. JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF

Hasil pengembangan media pembelajaran autoplay pada mata pelajaran Al-Quran Hadis materi Hukum Bacaan Idgham dan Iqlab adalah untuk memenuhi tersedianya media pembelajaran yang