1 BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Hukum waris menurut KUHPerdata
Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli waris.1 Selanjutnya hukum waris adalah kumpulan peraturan, yang mengatur hukum mengenai harta kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris kepada ahli warisnya, bagian yang diterima serta hubungan antara ahli waris dan pihak ketiga, Bahwa hukum kewarisan adalah hukum-hukum atau aturan-aturan yang mengatur tentang apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seserang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
Sedangkan KUHPerdata sendiri tidak ada pasal tertentu yang memberikan pengertian tentang hukum kewarisan, hanya pada Pasal 830 menyatakan bahwa “perwarisan hanya berlangsung karena kematian”.2Jadi harta peninggalan baru terbuka untuk dapat diwarisi
1Effendi Purangin, Hukum Waris, Raja Grafindo Persada, 1997, Jakarta, hlm. 3.
2Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , Wipress, 2007, Jakarta, hlm. 194.
2
kalau pewaris sudah meninggal dunia (Pasal 830 KUHPerdata) dan si ahli waris harus masih hidup saat harta warisan tersebut terbuka untuk diwarisi (Pasal 836 KUHPerdata).3
Unsur-unsur hukum kewarisan KUHPerdata : a. Pewaris (efflater)
Apabila merujuk pada (Pasal 830 KUHPerdata) banyak kalangan menyebutkan bahwa pewaris yaitu setiap orang yang sudah meninggal dunia. Karena hukum waris tidak akan dipersoalkan kalau orang yang telah meninggal dunia tidak meninggalkan harta abenda maka unsur-unsur yang mutlak harus dipenuhi untuk layak disebut pewaris adalah orang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan.4Adapun Syarat-syaratTerjadinya Pewarisan dalam KUHPerdata untuk memperoleh warisan yaitu :
Yang pertama, Syarat yang berhubungan dengan pewaris Untuk terjadinya pewarisan maka si pewaris harus sudah meninggal dunia/mati,sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 830 KUH Perdata. Matinya pewaris dalam hal ini dapat dibedakan menjadi :Matinya pewaris diketahui secara sungguh-sungguh (mati hakiki), yaitu dapat dibuktikan dengan panca indra bahwa ia benar-benar
3Ibid., hlm. 195
4 Anasitus Amanat, Membagi warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 6.
3
telah mati dan Mati demi hukum, dinyatakan oleh Pengadilan, yaitu: tidak diketahui secara sungguh-sungguh menurut kenyataan yang dapat dibuktikan bahwa ia sudah mati.
Yang kedua, Syarat yang berhubungan dengan ahli waris orang-orang yang berhak atas harta peninggalan harus sudah ada atau masih hidup saat kematian si pewaris. Hidupnya ahli waris dimungkinkan dengan hidup secara nyata, yaitu dia menurut kenyataan memang benar-benar masih hidup, dapat dibuktikan dengan panca indra danhidup secara hukum, yaitu dia tidak diketahui secara kenyataan masih hidup. Dalam hal ini termasuk juga bayi dalam kandungan ibunya (Pasal 1 ayat 2 KUH Perdata).
a. Prinsip pewarisan menurut KUHPerdata adalah:
1) Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian (Pasal 830 KUHPerdata).5
2) Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris (Pasal 832 KUHPerdata). dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. Artinya, kalau mereka sudah bercerai pada saat
5Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Wipress, Jakarta, 2007, hlm. 194.
4
pewaris meninggal dunia, maka suami/isteri tersebut bukan merupakan ahli waris dari pewaris.
b. Ahli Waris (erfgenaam)
Ahli waris (erfgenaam) adalah semua orang yang berhak menerima warisan.Dalam KUHPerdata yang dimaksud dengan ahli waris adalah para anggota keluarga sedarah yang sah maupun diluar perkawinan serta suami dan istri yang hidup diluar perkawinan serta suami dan istri yang hidup terlama (Pasal 832 KUHPerdata).6 Selanjutnya pada (Pasal 833 KUHPerdata) disebutkan bahwa sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang yang meninggal dunia.
Syarat untuk menjadi ahli waris yaitu:
a. Pewarisan Menurut Undang-Undang (ab intestato) dalam Pasal 832 KUHPerdata “Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sahmenurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidupterlama, menurut peraturan- peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah dan suami atau
6Ibid., hlm.19
5
isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang- utang orang yang meninggal.” Ahli waris menurut Undang- Undang (ab intestato) adalah ahli waris karena kedudukannya sendiri (uit eigenhoofde) demi hukum berhak mewarisi harta peninggalan pewaris, menurut KUHPerdata, bahwa ahli waris menurut Undang-Undang harus memiliki hubungan darah dengan pewaris.7
Penggolongan ahli waris menurut hukum waris KUHPerdata yaitu:
1) Golongan pertama, yaitu terdiri dari suami/isteri, dan anak-anak pewaris beserta keturunannya dari anak-anak. Pasal yang mengatur golongan pertama ini adalah Pasal 852, 852a ayat 1, dan 852a ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 852, bagian anak adalah sama besar walaupun anak- anak tersebut berasal dari perkawinan yang berbeda. Maksud dari Pasal 852 ini adalah hak mewaris dari anak-anak pewaris adalah sama, artinya mereka mendapatkan bagian yang sama besar walaupun mereka dilahirkan dari perkawinan yang berbeda. Pasal 852a ayat 1,
7Effendi Perangin, Hukum Waris, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 4.
6
bagian suami/isteri yang hidup terlama sama bagiannya dengan anak-anak. Maksud dari Pasal 852 ayat 1 adalah hak mewaris suami/isteri yang hidup terlama dalam perkawinan dimana terdapat anak-anak, bagiannya adalah sama dengan anak- anak sah dari pewaris. Pasal 852a ayat 2, bagian isteri/suami perkawinan kedua, tidak boleh melebihi bagian anak-anak dari perkawinan pertama, maksimal 1/4. Maksud dari Pasal 852a ayat 2 ini adalah jika terjadi perkawinan kedua dan pewaris meninggalkan anak dan atau keturunannya dari perkawinan pertama, maka bagian suami/isteri perkawinan kedua tidak boleh melebihi bagian anak dari perkawian pertama.8 2) Golongan Kedua, yaitu terdiri bapak dan ibu, atau
salah satu dari bapak/ibu, beserta saudara dan keturunannya. Pasal yang mengatur golongan kedua ini adalah Pasal 854, 855, 856, 857, KUHPerdata. Pasal 854 KUHPerdata tentang bagian warisan jika masih ada bapak dan ibu dan saudara. Bagian bapak dan ibu masing-masing 1/3
8 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm 214.
7
jika ada satu saudara, dan masing-masing ¼ jika ada dua saudara atau lebih. Pasal 855 KUHPerdata tentang bagian warisan jika hanya terdapat bapak/ibu, maka bagian bapak/ibu yang hidup terlama adalah ½ jika mewaris bersama satu orang saudara, 1/3 jika mewaris bersama-sama dua orang saudara, ¼ jika mewaris bersama 3 orang saudara atau lebih. Pasal 856 KUHPerdata, tentang tidak ada bapak/ibu, maka saudara berhak mewarisi seluruh harta warisan. Pasal 857 KUHPerdata adalah mengenai pembagian saudara, adapun pembagian saudara terbagi dalam tiga macam saudara, yaitu saudara kandung, saudara sebapak, dan saudara seibu. Bagian saudara dari perkawinan yang sama maka bagiannya sama besar, sedangkan jika saudara-saudara berasal dari perkawinan yang berbeda, maka bagiannya harus dibagi dua (kloving) yaitu ½ bagian untuk saudara dalam garis sebapak, dan ½ untuk saudara garis seibu, saudara kansung memperoleh dua bagian, yaitu bagian dari garis sebapak dan bagian dari garis seibu.9
9Ibid, hlm 215.
8
3) Golongan ketiga, yang terdiri dari kakek, nenek dan seterusnya, beserta keluarga dalam garis lurus keatas, baik dalam garis sebapak maupun dalam garis seibu. Pasal-pasal yang mengatur golongan ketiga ini adalah Pasal 85,853,858 KUHPerdata.
Seperti halnya pembagian saudara dalam Pasal 857 KUHPerdata, pembagian dalam ahli waris golongan ketiga juga harus dilakukan kloving terlebih dahulu, yaitu ½ bagian untuk ahli waris dalam garis sebapak, dan ½ bagian untuk ahli waris garis seibu.10
4) Golongan keempat, yang terdiri saudara dari kedua orang tua serta sekalian keturunan mereka sampai derajat keenam. Ahli waris golongan keempat ini termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dalam garis menyimpang yang lebih jauh.
Pasal-pasal yang mengatur golongan keempat ini adalah Pasal 850, 858, 861, KUHPerdata.
Pembagian ahliwaris golongan keempat ini intinya sama dengan pembagian golongan ketiga, bahwa dalam pembagian warisan harus dikloving terbelih dahulu, yaitu 1/2 bagian untuk ahli waris dalam
10Ibid, hlm 216.
9
garis sebapak, dan ½ bagian untuk ahli waris dalam garis seibu. Hal penting yang patut diketahui bahwa yang berhak mewaris hanyalah sampai derajat keenam, setelah derajat keenam tidak akan tampil sebagai ahli waris. Sebagaimana terdapat pengaturan didalam Pasal 861 KUHPerdata : “Keluarga sedarah, yang dengan si meninggal bertalian keluarga dalam garis menyimpang lebih dari derajat keenam, tak mewaris”.11
Golongan I sampai golongan IV tidak ada maka harta dapat dituntut oleh anak luar kawin diakui (Pasal 873 KUHPerdata) Apabila anak luar kawin ini juga tidak ada maka warisan jatuh atau dikuasai oleh Negara.
c. Legitime Portie
Legitime portie adalah bagian mutlak para ahli waris yang sama sekali tidak dapat dilanggar dengan suatu penetapan yang dimuat dalam wasiat (testament).12 Peraturan mengenai Legitime Portie tersebut oleh Undang-undang dipandang sebagai suatu
11Ibid, hlm. 217.
12Afandi Ali, Hukum Waris, Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada, Yogyakarta,1963, hlm 39.
10
pembatasan kemerdekaan seseorang untuk membuat wasiat (testament) menurut kehendak hatinya sendiri. Hal atas Legitime portie ini baru timbul bila seseorang sungguh-sungguh tampil kemuka sebagai ahli waris menurut Undang-undang. Seorang yang berhak atas bagian mutlak (legitime portie) disebut legitimaris.Legitimaris dapat meminta pembatalan setiap wasiat (testament) yang melanggar haknya tersebut dan ia dapat pula untuk menuntut supaya diadakan pengurangan (inkorting) terhadap segala macam pemberian warisan,baik yang berupa erfstelling maupun berupa legaat,atau segala pemberian yang bersifat hibah (schenking) yang mengurangi haknya.Bagian mutlak (legitime portie) ini diberikan kepada waris dalam garis lurus keatas dan kebawah, dengan demikian istri (suami),saudara,paman,bibi tidak berhak atas bagian mutlak (legitime portie), sehingga mereka dapat dihapuskan haknya sama sekali untuk menerima warisan.Besarnya bagian mutlak (legitime portie) bagi anak-anak sah yaitu :
a) Kalau hanya seorang anak sah saja, besarnya 1/2 dari bagian jika ia mewaris tanpa wasiat.
b) Kalau hanya 2 orang anak sah saja,besarnya 2/3 dari bagian jika ia mewaris tanpa wasiat.
11
c) Kalau 3 orang atau lebih anak sah ,besarnya 3/4 dari bagian jika ia mewaris tanpa wasiat (Pasal 914 KUH Perdata).
Jika ada anak yang meninggal dunia terlebih dahulu,maka haknya atas bagian mutlak (legitime portie) beralih kepada anak atau cucu dengan plaatsverfulling.
Bagian mutlak (legitime portie) para ahli waris dalam garis lurus keatas adalah 1/2 dari bagiannya apabila mewaris tanpa wasiat (Pasal 915 KUH Perdata).jika tidak ada waris yang berhak atas legitime portie, maka pewaris dapat memberikan seluruh harta peninggalannya kepada orang lain dengan hibah semasa hidup atau dengan wasiat (Pasal 917 KUH Perdata).
Pengertian tentang Legitime Portie ini dapat ditemukan dalam Pasal 913 KUHPerdata. : “Bagian Mutlak atau legitime Portie, adalah sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada waris, dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat”.13
13Effendi Perangin, Hukum Waris, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm 78.
12
2. Pewarisan Berdasarkan Wasiat(testamentair erfrecht)
Menurut Pasal 874 harta Peninggalan seorang yang meninggal adalah kepunyaan ahli waris menurut undang-undang, sepanjang si pewaris tidak menetapkan sebagai lain dengan surat wasiat. Ada kemungkinan bahwa suatu harta peninggalan (warisan) diwaris berdasar wasiat dan berdasar undang-undang. Dengan surat wasiat, si pewaris dapat mengangkat seseorang atau beberapa orang ahli waris dan pewaris dapat memberikan sesuatu kepada seseorang atau beberapa orang ahli waris tersebut.14 Pada Pasal 875 KUHPerdata Surat Wasiat testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.15
Ketetapan surat wasiat dalam Pasal 876 terdiri dari 2 cara, yaitu:
1) Dengan alas hak umum: Erfstelling, yaitu memberikan wasiat dengan tidak ditentukan bendanya secara tertentu. Pasal 954 KUHPerdata menentukan bahwa, wasiat pengangkatan waris adalah suatu wasiat dimana si yang mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan harta
14Ibid, hlm. 77.
15Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
13
kekayaan yang akan ditinggalkannya apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya maupun sebagian seperti setengahnya, sepertiga. Jika dihubungkan dengan Pasal 876 KUHPerdata, erfstelling tidak perlu meliputi seluruh harta warisan, dengan ketentuan sebanding dengan harta warisan,dan berkedudukan sebagai ahli waris.
2) Dengan alas hak khusus: Legaat, yaitu memberikan wasiat yang bendanya dapat ditentukan. Di dalam Pasal 957 KUHPerdata, menetukan bahwa hibah wasiat adalah penetapan wasiat yang khusus dimana yang mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan beberapa dari barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, misalnya barang-barang Legitime portie (Bagian Mutlak) dan Testament (wasiat)
a. Syarat-syarat Wasiat:
1) Syarat Pewasiat, Dalam Pasal 895 KUHPerdata:
Pembuat testament harus mempunyai budi - akalnya, artinyatidak boleh membuat testament ialah orang sakit ingatan dan orang yang sakitnya begitu berat, sehingga ia tidak dapat berpikir secara teratur dan Pasal 897 KUHPerdata: Orang yang belum dewasa dan yang
14
belum berusia 18 tahun tidak dapat membuat testament.
2) Syarat Isi Wasiat, Yang pertama dalam Pasal 888 KUHPerdata: Jika testament memuat syarat - syarat yang tidak dapat dimengerti atau tak mungkin dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan kesusilaan, maka hal yang demikian itu harus dianggap tak tertulis, yang kedua dalam Pasal 890 KUHPerdata: Jika di dalam testament disebut sebab yang palsu, dan isi dari testament itu menunjukkan bahwa pewaris tidak akan membuat ketentuan itu jika ia tahu akan kepalsuannya maka testament tidaklah syah dan yang ketiga dalam Pasal 893: Suatu testament adalah batal, jika dibuat karena paksa, tipu atau muslihat. Selain larangan - larangan tersebut di atas yang bersifat umum di dalam hukum waris terdapat banyak sekali larangan – larangan yang tidak boleh dimuat dalam testament. Di antara larangan itu, yang paling penting ialah larangan membuat suatu ketentuan sehingga legitieme portie ( bagian mutlak para ahli waris ) menjadi kurang dari semestinya.
b. Jenis-jenis Wasiat:
15
1) Wasiat yang berisi ”erfstelling ” atau wasiat pengangkatan waris. Seperti disebut dalam pasal 954 wasiat pengangkatan waris, adalah wasiat dengan mana orang yang mewasiatkan, memberikan kepada seorang atau lebih dari seorang, seluruh atau sebagian (setengah, sepertiga) dari harta kekayaannya, kalau ia meninggal dunia. Orang – orang yang mendapat harta kekayaan menurut pasal itu adalah waris di bawah titel umum.
2) Wasiat yang berisi hibah (hibah wasiat) atau “legaat”.
Pasal 957 memberi keterangan seperti berikut : ” Hibah wasiat adalah suatu penetapan yang khusus di dalam suatu testament, dengan mana yang mewasiatkan memberikan kepada seorang atau beberapa orang;
beberapa barang tertentu, barang – barang dari satu jenis tertentu, hak pakai hasil dari seluruh atau sebagian dari harta peninggalannya. Orang – orang yang mendapat harta kekayaan menurut pasal ini disebut waris di bawah titel khusus.
c. Jenis wasiat menurut bentuknya
Selain pembagian menurut isi, masih ada lagi beberapa jenis wasiat dibagi menurut bentuknya. Menurut Pasal 931 ada
16
3 rupa wasiat menurut bentuknya, yang pertama Wasiat ologafis, atau wasiat yang ditulis sendiri, Wasiat ini harus ditulis dengan tangan orang yang akan meninggalkan warisan itu sendiri, harus diserahkan sendiri kepada seorang notaris untuk disimpan, penyerahan harus dihadiri oleh dua orang saksi. Yang kedua Wasiat umum ( openbaar testament ) dibuat oleh seorang notaris, orang yang akan meninggalkan warisan menghadap para notaris dan menyatakan kehendaknya. Notaris ini membuat suatu akta dengan dihadiri oleh 2 orang saksi. Dan yang ketiga Wasiat rahasia atau wasiat tertutup dibuat sendiri oleh orang yang akan meninggalkan warisan, tetapi tidak diharuskan menuliskan dengan tangannya sendiri, testament ini harus selalu tertutup dan disegel. Penyerahannya kepada notaris harus disaksikan 4 orang saksi.
Wasiat yang dibuat di luar negeri, jika orang berada diluar negeri, maka bagaimana caranya membuat testamen, ditentukan dalam Pasal 945 : Testamen harus dibuat dengan akta otentik, dengan mengindahkan cara yang berlaku di Negara di mana testamen itu dibuat dan Wasiat di dalam keadaan luar biasa, keadaan yang luar biasa dapat timbul apabila dihadapi keadaan perang, apabila sedang berlayar di lautan, apabila berada di
17
tempat terpencil karena penyakit berjangkit atau menular dan lain - lain.16
d. Pencabutan dan Wasiat
Di antara pencabutan dan gugurnya wasiat ada perbedaan;
pencabutan ialah di dalam hal ini ada suatu tindakan dari pewaris yang meniadakan suatu testament, sedangkan, gugur ialah tidak ada tindakan dari pewaris tapi wasiat tidak dapat dilaksanakan, karena ada hal - hal di luar kemauan pewaris.Tentang Pencabutan Suatu Wasiat secara tegas ada ketentuan sepertiPasal 992 KUHPerdata: Suatu surat wasiat dapat dicabut dengan ; surat wasiat baru dan akta notaris khusus.
Arti kata ” khusus ” di dalam hal ini ialah bahwa isi dari akta itu harus hanya penarikan kembali itu saja dan Tentang Gugurnya Suatu Wasiat terdapat dalam Pasal 997 KUHPerdata: Jika suatu wasiat memuat suatu ketetapan yang bergantung kepada suatu peristiwa yang tak tentu : maka jika si waris atau legataris meninggal dunia, sebelum peristiwa itu terjadi, wasiat itu gugur dan Pada Pasal 998 KUHPerdata Jika yang ditangguhkan itu hanya pelaksanaannya saja, maka wasiat itu tetap berlaku, kecuali ahli waris yang menerima keuntungan dari wasiat itu.
Legitime portie (Bagian Mutlak) dan Testament (wasiat).
16 Afandi Ali, Hukum Waris, Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada, Yogyakarta,1963, hlm 19.
18 3. Teori Putusan Hakim
a. Pengertian Putusan Hakim
Eksistensi putusan hakim atau lazim disebut dengan terminologi
“putusan pengadilan” sangat diperlukan untk menyelesaikan perkara perdata. Oleh karena demikian diharapkan para pihak, baik penggugat (eiser/plaintiff) maupun tergugat (gedaagde/dependant) dapat menerima putusan sehingga orang yang “merasa” dan “dirasa” haknya telah dilanggaroleh orang lain mendapatkan haknya kembali dan orang yang “merasa” dan “dirasa” telah melanggar hak orang lain harus mengembalikan hak tersebut. Apabila ditinjau dari visi hakim yang memutus perkara, putusan hakim merupakan “mahkota” sekaligus
“puncak” dan “akta penutup” pencerminan nila-nilai keadilan, kebenaran, penguasaan hukum dan fakta, etika, serta moral dari hakim bersangkutan. Kalau kita bertitik tolak pada ketentuan-ketentuan Pasal 184 HIR, Pasal 195 RBg., Pasal 30 RO, Pasal 25 ayat (1)17Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tidak ditemukan mengenai pengertian/batasan terhadap “putusan hakim”. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas pada asasnya hanya menentukan hal-hal yang harus ada dan dimuat oleh “putusan hakim”.
17Lilik Mulyadi, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm. 147.
19
Bab I Pasal I angka 5 Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata Tahun 2007 menyebutkan bahwa “putusan pengadilan”
adalah:18
“Putusan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan di persidangan yang terbuka untuk umum serta bertujuan untuk menyelesaikan dan/atau mengakhiri gugatan.”19
Menurut Lilik Mulyadi dengan melalui visi praktik dan teoretis menyebutkan bahwa “putusan hakim” itu adalah:
“Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara perdata pada umumnya dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan atau mengakhiri suatuperkara.”20
Dari batasan sebagaimana penulis formulasikan di atas maka dapatlah lebih detail disebutkan pada hakikatnya “putusan hakim” merupakan:
Putusan yang diucapkan dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk umum, dalam konteks ini putusan diucapkan oleh hakim karena adanya kewenangan dari peraturan perundang-undangan untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara. Atau secara eksplisit merupakan tugas mengadili (rechtsprekende functie) perkara. Putusan hakim itu lebih lanjut haruslah diucapkan dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk umum sehingga sah dan mempunyai
18Lilik Mulyadi, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm. 148.
19Ibid., hlm. 149.
20Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata ..., op. Cit.
20
kekuatan hukum (Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004). Kemudian Putusan dijatuhkan setelah melalui proses dan prosedural hukum acara perdata pada umumnya, dalam konteks ini hanya putusan hakim yang melalui proses dan prosedural hukum acara perdata pada umumnya mempunyai kekuatan mengikat dan sah.
Pengertian “proses” di sini tendensi pada cara prosessuil hakim menangani perkara perdata itu mulai tahap perdamaian, pembacaan surat gugatan, jawaban gugatan, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan, musyawarah hakim, dan putusan. Sedangkan21 aspek
“prosedural” tendensi pada anasir administratif berperkara, yakni mulai tahap memasukkan surat gugatan, membayar panjar/verschoot perkara (SKUM), pendaftaran surat gugatan, pendaftaran surat kuasa khusus agar sah apabila perkaradikuasakan, dan sampai enetapan majelis hakim/hakim tunggal.
Dalam praktik putusan hakim haruslah dibuat dalam bentuk tertulis. Persyaratan bentuk tertulis ini dimaksudkan agar putusan hakim tersebut dapat diserahkan kepada para pihak berperkara, dikirim kepada pengadilan tinggi/Mahkamah agung Republik Indonesia apabila yang bersangkutan melakukan upaya hukum banding atau kasasi, bahan publikasi dan sebagai arsip yang dilampirkan dalam berkas perkara.
Menurut Mahkamah Agung Republik Indonesia,22 ditegaskan bahwa
21Ibid., hlm.149.
22Mahkamah Agung Republik Indonesia, Teknis Peradilan Perkara Perdata, Penerbit
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jakarta, 1994, h. 6 dan vide juga; Surat Edaran Mahkamah
21
pada waktu keputusan diucapkan, konsep putusan yang lengkap harus sudah siap, yang segera setelah keputusan diucapkan akan diserahkan kepada panitera pengganti untuk diselesaikan lebih lanjut. Putusan hakim tersebut bertujuan menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara, pada hakikatnya seorang yang “merasa” dan “dirasa” bahwa haknya telah dilanggar orang lain dan kemudian mengajukan gugatan adalah bertujuan agar perkara tersebut oleh hakim diselesaikan atau diakhiri.
Alat atau sarana penyelesaian perkara adalah melalui “putusan hakim”.
Dengan demikian, dapat ditarik suatu konklusi dasar bahwa putusan hakim merupakan sebuah “mahkota”, “puncak”, dan “akta penutup”
dari proses perkara perdata. Hingga untuk itu diharapkan putusan hakim yang dijatuhkan hendaknya mencerminkan nilai keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum sehingga dapat diterima khususnya oleh kedua belah pihak berperkara dan sejauh mungkin dihindarkan timbulnya perkara baru dikemudian hari dan dapat dipertanggungjawabkan kepada para pencari keadilan (yusticiabelen), ilmu hukum itu sendiri, hati nurani hakim dan masyarakat pada umumnya, serta demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.23
Agung Republik Indonesia Nomor Tahun 1959 tanggal 20 April 1959 dan Nomor 1 Tahun 1962 tanggal 7 Maret 1962.
23Lilik Mulyadi, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm. 151.
22 b. Sifat Putusan Hakim
Sebagaimana telah penulis jelaskan pada konteks di atas bahwasannya putusan hakim merupakan:
“Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara perdata pada umumnya dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan atau mengakhiri suatuperkara.”
Konklusi dasar definisi tersebut berdimensi bahwa putusan hakim merupakan sebuah “mahkota”, “puncak”, dan “akta penutup” dari proses perkara perdata. Hingga untuk itu diharapkan putusan hakim yang dijatuhkan hendaknya mencerminkan nilai keadilan dan kebenaran berdasarkan hkum sehingga dapat diterima khususnya oleh kedua belah pihak berperkara dan sejauh mungkin dihindarkan timbulnya perkara baru dikemudian hari dan dapat dipertanggungjawabkan kepada para pencari keadilan (yusticiabelen), ilmu hukum itu sendiri, hati nurani hakim dan masyarakat pada umumnya, serta demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dikaji dari perspektif teoritis, normatif, dan praktik peradilan maka sifat putusan hakim mempunyai dimensi mengakhiri suatu perkara dan dapat juga untuk memperlancar dan melakukan suatu tindakan hukum terhadap suatu perkara. Sifat putusan hakim dalam hal mengakhiri suatu perkara maka aspek ini merupakan sifat putusan hakim dalam perkaraperdata yang merupakan ptusan akhir (eind
23
vonnis) atau “final judgement” dan yang bersifat untuk memperlancar dan melakukan suatu tindakan hkum terhadap suatu perkara merupakan sifat putusan sela (tussen vonnis).
Sifat putusanhakim dalam putusan akhir (eind vonnis) atau “final judgement” adalah mengakhiri dan menyelesaikan perkara perdata pada tahap peradilan tertentu (pengadilan negeri/tinggi/Mahkamah Agung). Pada putusan hakim yang bersifat condemnatoir maka sifatnya berisi penghukuman salah satu pihak ntuk memenuhi prestasi.
Kemudian, putusan hakim bersifat constitutief di mana keadaan hukum dihapuskan dan ditetapkan sesuatu keadaan hukum baru. Akhirnya, putusan hakim bersifat declaratoirputusan yang dijatuhkan oleh hakim bersifat menerangkan hal mana ditetapkan suatu keadaan hukum atau menentukan benar adanya situasi hukum yang dinyatakan oleh penggugat/pemohon.Sifat putusan hakim dalam putusan sela (tussen vonnis) ialah untuk memperlancar dan melakukan suatu tindakan hukum terhadap suatu perkara perdata. Dari apa yang telah diuraikan tampak bahwa sifat putusan hakim, baik terhadap putusan akhir (eind vonnis) atau “final judgement” maupun putusan sela (tussen vonnis) merupakan tindakan hakim yang dilandasi oleh undang-undang untuk memperlancar dan melakkan suatu tindakanhukum terhadap suatu perkara sehingga dapat diakhiri, diselesaikan, dan diputus hakim.
c. Jenis Putusan Hakim
24
Berdasarkan ketentuan Pasal 185 ayat (1) HIR, Pasal 196 ayat (1) RBg. Maka dapatlah disebutkan jenis-jenis putusan hakim, yaitu:
a. Putusan yang bukan putusan akhir atau lazim disebut dengan istilah “putusan sela”, “putusan antara”,
“tussen vonnis”, “putusan sementara”, atau
“interlocutoir vonnis”, yaitu ptusan yang dijatuhkan ole hakim sebelum memutus pokok perkaranya dimaksudkan agar mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Dalam konteks ini hakim tidaklah terikat pada “putusan sela” ang telah dijatuhkan oleh karena pemeriksaan perkara perdata harus dianggap merupa24kan satu kesatuan sehingga putusan sela hanya bersifat putusan sementara dan bukan putusan tetap serta perkara belum selesai.
Pada pokoknya “putusan sela” tersebut dapat berupa:
Yang pertama, Putusan Preparator (preparatoir vonnis) yaitu putusan yang dijatuhkan oleh hakim guna memeprsiapkan dan mengatur pemeriksaan perkara.
Yang kedua, Putusan interlokutor (interlocutoir vonnis) adalah putusan sela yang dijatuhkan hakim dengan amar berisikan perintah pembuktian dan dapat
24Ibid., hlm.156.
25
memengarui pokok perkara. Yang ketiga, Putusan Provisionil (putusan takdim/provisionil vonnis) yaitu putusan (karena adanya ubungan dengan pokok perkara) menetapkan suatu tindakan sementara bagi kepentingan salah satu pihak berperkara. Dan yang terakhir Putusan in)identil (incidentele vonnis) yaitu menjatuhkan putusan hakim berhubung adanya
“insiden”, yaitu menurut sistem Rv. Diartikan sebagai timbulnya kejadian yang menunda jalannya perkara.
b. Putusan akhir
Putusan akhir atau lazim disebut dengan istilah “eind vonnis” atau “final judgement”, yaitu putusan dijathkan oleh hakim sehubungan dengan pokok perkara dan mengakhiri perkara pada tingkat peradilan tertentu.
Pada pokoknya “putusan akhir” dapat dibagi berupa:
Yang pertama Putusan Deklarator, ialah putusan yang dijatuhkan oleh hakim dengan sifat menerangkan, di mana ditetapkan suatu keadaan hukum atau menentukan benar adanya situasi hukum yang dinyatakan oleh penggugat/pemohon. Yang kedua Putusan Konstitutif atau lazim disebut juga dnegan istilah “constitutief vonnis”atau “constitutive
26
judgement” adalah putusan hakim dimana keadaan hukum dihapuskan atau ditetapkan sesuatu keadaan hukum baru. Yang ketiga Putusan kondemnator (condemnatoir vonnis/condemnatory jdgement) adalah putusan hakim dengan sifat berisi penghukuman salah satu pihak untuk memenuhi prestasi. Yang keempat Putusan Kontradiktor (contradictoir vonnis) adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim dalam hal tergugat pernah datang menghadap dipersidangan walau sekalipun ia tidak memberi perlawanan/pengakuan.25 Dan yang terakhir Putusan Verstek (verstek vonnis) yang adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim dalam hal tergugat/semua tergugat tidak pernah hadir di persidangan meskipun telah dipanggil dengan sepatutnya untuk datang menghadap.26
B. Hasil Penelitian 1. Kasus Posisi a. Para Pihak
25Ibid., hlm. 159.
26Ibid., hlm. 160.
27
Penggugat Youla F.F.N. Rarung, perempuan, anak sulung atau kandung dari pewaris, Alm. Freddy A. Rarung. bertempat tinggal di Jalan Gading III Nomor 6 RT 003/005, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Lawan Tergugat Linda Mariana Pakpahan, perempuan, Linda adalah isteri pada pernikahan kedua dari Alm. Freddy A. Rarung, bertempat tinggal di Komplek TNI A.L . Jalan Gading III/6 RT 003.05, Kelurahan Kelapa Gading, Jakarta Utara;
dan Ezra Elia Rarung, perempuan, Ezra adalah anak kandung dari Alm. Freddy A.
Rarung dan/atau adik dari Penggugat yaitu Youla F.F.N. Rarung, bertempat tinggal di Jalan Gading III, Nomor 6, RT 003/005, Kelurahan Kelapa Gading, Kecamatan Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara.
b. Kronologi Kasus
Pada tanggal 28 Oktober 1971 di Desa Rumoong Bawah, Amurang - Manado, Sulawesi Utara bahwa, Freddy Adolf Rarung dan Sintje Carolina Tamburian telah melangsungkan perkawinan dan telah dikaruniai 2 orang anak perempuan dan penggugat adalah salah satunya (anak yang paling sulung) sesuai Akta Kelahiran Nomor 7/JP/1975, tanggal 10 Januari 1975, yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan sipil Warganegara Indonesia Jakarta; Anak kedua ialah Ezra Elia Rarung sebagai Tergugat II.Bahwa, pada tanggal 10 November 1997 perkawinan Freddy A. Rarung dengan Sintje Carolina Tamburian tersebut berakhir dengan perceraian sesuai Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 194/Pdt/1997/PN.Jkt.Ut jo. Kutipan Akta Perceraian Nomor 13/JU/1997 tanggal 16
28
Desember 1997 yang dikeluarkan oleh Satuan Pelaksana Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Utara; setelah perceraian antara Freddy A. Rarung dengan Sintje Carolina Tamburian sebagaimana disebutkan di atas, selanjutnya pada tanggal 8 Oktober 1998 Freddy A. Rarung melangsungkan perkawinan lagi dengan Linda Mariana Pakpahan (Tergugat) sesuai kutipan Akta Perkawinan Nomor 321/JU/1998 yang dikeluarkan oleh Kantor Satuan Pelaksana Catatan Sipil Jakarta Utara; kemudian pada tanggal 3 Januari 2013 Freddy A. Rarung meninggal dunia sesuai Kutipan Akta Kematian Nomor AM 784.0005228 yang dikeluarkan oleh Kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Minahasa Selatan dan hingga saat meninggal perkawinan tersebut belum dikaruniai anak.
Penggugat dan Tergugat di atas adalah Para Ahli Waris baik secara AB Intestato menurut UU dan Testamenteir menurut surat wasiat. Setelah pewaris meninggal dunia Youla sebagai anak kandung (penggugat) sangat merasa dirugikan karena ketika dalam pembagian warisan penggugat merasatidak menerima sesuai dengan apa yang seharusnya penggugat dapat baik secara Pembagian Warisan secara hukum dan pembagian warisan secara wasiat melainkan yang mendapat lebih adalah adik kandungnya dan isteri kedua dari pewaris (tergugat). Penggugat sebagai anak kandung dapat menerima lebih dari melalui bukti yang diberikan oleh Penggugat sebagai alasanPenggugat membuat gugatan agar hakim lebih mempertimbangkan lagi dalam memutuskan suatu perkara karena dalam pembagian harta warisan berdasarkan Undang-Undang (ab intestato) yang berhak menerima bagian warisan adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun diluar kawin dan suami atau istri yang hidup terlama sesuai Pasal 852, 852a, 852b maka
29
Youla harusnya mendapatkan warisan sebagaimana mestinya karena Youla adalah anak kandung atau sedarah dengan Alm.Freddy A. Rarung.
Legitime Portienya yaitu :
Youla sebagai Penggugat/Pembanding/Pemohon Kasasi menerima sesuai hukum yang berlaku sebagai anak kandung yang sah menurut hukum bahkan menerima lebih dari Ibu Tirinya atau Tergugat I yaitu Linda Maria Pakpahan karena Youla selain menerima sesuai LP Youla juga harusnya mendapat harta bersama dari Ibu kandungnya yaitu Sintje Carolin Tamburian dengan Alm.Freddy A. Rarung karena harta tersebut belum dibagi.
Youla dalam pembagian harta warisan di Perkawinan kedua seharusnya mendapatkan 1/2 dari keseluruhan harta warisan karen tergugat II adalah Ezra Rarung sebagai anak kandung juga dari Alm. Freddy Rarung dengan menerima 1/2 bagian masing-masing karena ahli waris dari Alm. Freddy A. Rarung yaitu 2 orang karena pada Pasal 902 KUHPerdata, suami atau isteri kedua atau selanjutnya, tidak boleh dengan surat wasiat diberi hibah hak milik atau sejumlah barang yang lebih besar dari bagian terkecil anak sah dari perkawinan pertama dan maksimum ¼ dari harta peninggalan seluruhnya; seorang istri bukanlah legitimaris, untuk itu legitime portie dari anak kandung harus dilindungi.
Namun, pada Legitime Portie atau Bagian Mutlak pada perkawinan kedua masuk dalam golongan pertama yaitu dimana Youla yang adalah Penggugat/Pembanding/Pemohon Kasasi dan anak kandung yang sah menurut hukum juga Tergugat I sebagai Isteri kedua yang sah menurut hukum dan Tergugat
30
II sebagai anak kandung dari alm.Freddy A. Rarung, masing-masing mendapatkan 1 : 3 = 1/3 bagian namun isteri dalam wasiat mendapatkan warisan dan mendapatkan lebih dari anak kandung yang sah menurut hukum.
2. Pertimbangan Hakim
a. Di Pengadilan Negeri Jakarta Utara
Putusan Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Putusan Nomor 176/Pdt.G/2013/PN Jkt Ut., tanggal 22 Juli 2014.
Dalam Eksepsi : Menolak eksepsi Para Tergugat;
Dalam pokok perkara :
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian;
2.Menyatakan penggugat adalah ahli waris yang sah menurut hukum dari almarhum Freddy Adolf Rarung;
3. Menghukum tergugat I dan tergugat II untuk membagi harta peninggalan almarhum Fredy Adolf Rarung yang disebutkan di dalam Akta Wasiat Nomor 2 tanggal 3 Juli 2006, sebatas pada legitime portie(bagian mutlak) yangmenjadi hak Penggugat dan menyerahkan kepada Penggugat;
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untukmembayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)kepada Penggugat setiap kali Tergugat I dan Tergugat II lalai menjalankan isi putusan;
31
5. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp1.036.000,00 (satu juta tiga puluh enam ribu rupiah);
6. Menolak gugatan selain dan selebihnya;
b. Di Pengadilan Tinggi Jakarta
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan Putusan Nomor 168/Pdt/2015/PT DKI., tanggal 22 ApriI 2015;
Putusan Tingkat Banding yang diberikan juga sama yaitu, Mengadili :
1. Menerima permohonan banding pembanding semula penggugat; (Youla).
2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 176/Pdt.G/2013/PN.JKT.UT. tanggal 22 Juli 2014 yang dimohonkanbanding tersebut;
3. Menghukum pembanding semula penggugat, membayar biaya perkara untuk dua tingkat pengadilan, yang dalamtingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah )
Pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta:
32
Menimbang, bahwa oleh putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 176/Pdt.G/2013/PN.JKT.SEL.
tanggal 22 Juli 2014 sudah benar maka dikuatkan, maka Pembanding semula Penggugat berada dipihak yang kalah, harus dihukum membayar biaya perkara dalam dua tingkat pengadilan.
c. Di Makamah Agung Republik Indonesia
Putusan Tingkat Kasasidari hakim Mahkamah Agung memutuskan bahwa, mengadili :
1. Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi:
Youla F.F.N Rarung tersebut;
2. Menghukum pemohon kasasi/penggugat/pembanding untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
Diputuskan dalam rapat pemusyawaratan Majelis Hakim Agung pada hari Rabu, tanggal 10 Agustus 2016.
Pertimbangan Tingkat Kasasi yaitu:
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata Putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi
33
Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonankasasi yang diajukan olehPemohon KasasiYOULA F.F.N. RARUNG tersebut harus ditolak;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penggugat/Pembanding ditolak dan Pemohon Kasasi/Penggugat/Pembanding ada di
pihak yang kalah, makaPemohon
Kasasi/Penggugat/Pembanding dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;
Memperhatikan Pasal-Pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dan ditambahdengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
34
3. Tabel Pertimbangan Hakim Tingkat Pertama Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Tingkat Banding Pengadilan Tinggi Jakarta, dan Tingkat Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Putusan Nomor 3109K/PDT/2015.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara Pengadilan Tinggi Jakarta Mahkamah Agung
1. Penggugat/Pembanding /Pemohon Kasasi
Youla F.F.N. Rarung
1. Linda Mariana Pakpahan 2. Ezra Elia Rarung
Youla F.F.N. Rarung
1. Linda Mariana Pakpahan 2. Ezra Elia Rarung
Youla F.F.N. Rarung
1. Linda Mariana Pakpahan 2. Ezra Elia Rarung
1. Dalil Penggugat 1. Penggugat bertempat tinggal Jalan Gading II Nomor 6, RT/RW 003/005, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara;
2. Fakta hukum, alamat tempat tinggal yang dinyatakan oleh Penggugat adalah tempat tinggal Tergugat I dan Tergugat II dan diaku sendiri oleh Penggugat sebagaimana ternyata dalam Identitas Komparisi gugatannya
1. Freddy Adolf Rarung dengan Sintje Carolina Tamburian telah
melangsungkan perkawinan pada tanggal 28 Oktober 1971 di Desa Rumoong Bawah, Amurang- Manado, Sulawesi Utara, dari hasil perkawinan tersebut telah dikaruniai 2 orang anak perempuan dan Penggugat adalah salah satunya (anak yang paling
.1. Freddy Adolf Rarung dengan Sintje Carolina Tamburian telah melangsungkan perkawinan pada tanggal 28 Oktober 1971 di Desa Rumoong Bawah, Amurang- Manado, Sulawesi Utara, dari hasil perkawinan tersebut telah dikaruniai 2 orang anak perempuan dan Penggugat adalah salah satunya (anak yang paling sulung) sesuai AktaKelahiran Nomor
35 bahkan sampai saat ini tidak ada seseorang yang bernama Youla F.F.N. Rarung selaku Anak Pertama (Anak Sulung) dari Freddy Adolf Rarung dengan Istri Pertamanya Sintje Carolina Tamburian, yang tinggal di alamat/rumah tersebut;
3. Untuk itu Tergugat I dan Tergugat II - Mohon Akta - atau bukti bahwa Penggugat, Youla F.F.N. Rarung selaku Anak Pertama (Anak Sulung) dari Freddy Adolf Rarung dengan Istri Pertamanya Sintje Carolina Tamburian, bertempat tinggal di Jalan Gading III Nomor 6 RT/RW 003/005, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara;
4. Jika Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa Penggugat bertempat tinggal di Jalan Gading III Nomor 6, RT/RW 003/005 Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara, maka secara yuridis formal, Penggugat
sulung) sesuai Akta Kelahiran Nomor 7/JP/1975, tanggal 10 Januari 1975, yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Warganegara Indonesia Jakarta ;
2. Pada tanggal 10 November 1997 perkawinan Freddy A.
Rarung dengan Sintje Carolina Tamburian tersebut berakhir dengan perceraian sesuai Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No 194/Pdt/G/1997/PN.Jkt.Ut jo.
Kutipan Akta Perceraian Nomor 13/JU/1997 tanggal 16 Desember 1997 yang dikeluarkan oleh Satuan Pelaksana Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Utara (Bukti P-2);
3.Sejak terjadinya perceraian antara Almarhum Freddy Adolf Rarung dan Sintje Carolina Tamburian pada tanggal 10 November 1997 sesuai Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor
7/JP/1975, tanggal 10 Januari 1975, yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Warganegara Indonesia Jakarta (Bukti P-1);
2. Pada tanggal 10 November 1997 perkawinan Freddy A. Rarung dengan Sintje Carolina Tamburian tersebut berakhir dengan perceraian
sesuai Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Utara
Nomor194/Pdt/G/1997/PN.Jkt.Ut jo. Kutipan Akta Perceraian Nomor 13/JU/1997 tanggal 16 Desember 1997 yang dikeluarkan oleh Satuan Pelaksana Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Utara (Bukti P- 2);
3. Sejak terjadinya perceraian antara Almarhum Freddy Adolf Rarung dan Sintje Carolina Tamburian pada tanggal 10 November 1997 sesuai Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Utara Nomor
194/Pdt/G/1997/PN.Jkt.Ut Jo
36 bukanlah ahli waris dari Freddy Adolf Rarung dengan Istri Pertamanya Sintje Carolina Tamburian dan karenanya tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan gugatan daiam perkara a quo serta gugatan yang diajukan Penggugat diajukan atas dasar iktikad tidak baik;
5. Bahwa dalam hal Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa Penggugat bertempat tinggal di Jalan Gading III Nomor 6, RT/RW 003/005, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara, maka sudah selayaknya gugatan Penggugat ditolak untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard);
194/Pdt/G/1997/PN.Jkt.Ut Jo Kutipan Akta Perceraian Nomor 13/m/1997 tanggal 16 Desember 1997 yang dikeluarkan oleh Satuan Pelaksana Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Utara tersebut hingga saat ini belum ada pembagian harta gono- gini;
4. Setelah perceraian antara Freddy A. Rarung dengan Sintje Carolina Tamburian sebagaimana disebutkan di atas, selanjutnya pada tang Oktober 1998 Freddy A.
Rarung melangsungkan perkawinan lagi dengan Linda Mariana Pakpahan (Tergugat) sesuai Kutipan Akta
Perkawinan Nomor
321/JU/1998 yang dikeluarkan oleh Kantor Satuan Pelaksana Catatan Sipil Jakarta Utara (Bukti P-3);
5.Kemudian pada tanggal 3 Januari 2013 Freddy A.
Rarung meninggal dunia
Kutipan Akta Perceraian Nomor 13/m/1997 tanggal 16 Desember 1997 yang dikeluarkan oleh Satuan Pelaksana Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Utara tersebut hingga saat ini belum ada pembagian harta gono-gini;
4. Bahwa, setelah perceraian antara Freddy A. Rarung dengan Sintje Carolina Tamburian sebagaimana disebutkan di atas, selanjutnya pada tanggal 8 Oktober 1998 Freddy A. Rarung melangsungkan perkawinan lagi dengan Linda Mariana Pakpahan (Tergugat) sesuai Kutipan Akta Perkawinan
Nomor 321/JU/1998 yang
dikeluarkan oleh Kantor Satuan Pelaksana Catatan Sipil Jakarta Utara (Bukti P-3);
5. Kemudian pada tanggal 3 Januari 2013 Freddy A. Rarung meninggal dunia sesuai Kutipan Akta Kematian Nomor AM 784.0005228 yang dikeluarkan
37
sesuai Kutipan Akta Kematian Nomor AM 784.0005228 yang dikeluarkan oleh Kantor Dinas
Kependudukan Dan
Pencatatan Kabupaten Minahasa Selatan dan hingga saat meninggal perkawinan tersebut belum dikaruniai anak (Bukti P-4);
6. Semasa hidup Freddy A.
Rarung memiliki beberapa harta baik semasa pernikahan dengan Sintje Carolina Tamburian maupun semasa pernikahan dengan Linda Mariana Pakpahan (Tergugat) yang belum dibagi menurut hukum termasuk kepada Penggugat sendiri yang data- data sebagai berikut :
7.Harta peninggalan yang dimiliki/dan diperoleh semasa perkawinan dengan Sintje Carolina Tamburian kurang lebihnya ada delapan belas tanah.
8. Khusus harta peninggalan pada point 6 Nomor Urut B.I
oleh Kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Minahasa Selatan dan hingga saat meninggal perkawinan tersebut belum dikaruniai anak (Bukti P- 4);
6. Semasa hidup Freddy A. Rarung memiliki beberapa harta baik semasa pernikahan dengan Sintje Carolina Tamburian maupun semasa pernikahan dengan Linda Mariana Pakpahan (Tergugat) yang belum dibagi
38
s.d B.10 telah dibuatkan Akta Wasiat Nomor 2 tanggal 03 Juli 2006 oleh Freddy Adolf Rarung, dihadapan Turut Tergugat sangat merugikan Penggugat sebagai ahli waris yang sah menurut hukum, karena dalam akta wasiat tersebut hanya Tergugat I dan Tergugat II sajalah yang mendapatkan bagian atas harta-harta tersebut, sedangkan Penggugat sama sekali tidak mendapatkan bagian sama sekali, oleh karenanya akta wasiat yang dibuat dihadapan Turut Tergugat tersebut adalah batal demi hukum karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 913
KUHPerdata yang
menyebutkan: "Bagian mutlak atau legitime portie, adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang hams diberikan kepada para waris dalam garis lurus menurut
39
undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang msih hidup, maupun selaku wasiat" (Bukti P-5);
9. Menurut hukum dalam seluruh harta peninggalan Alm. Freddy A. Rarung sebagaimana disebutkan di atas melekat hak/bagian mutlak (legitime portie) Penggugat sebagai anak sah menurut hukum;
10. Sejak pemakaman Alm.
Freddy A. Rarung pada tanggal 7 Januari 2013, Penggugat sebagai anak yang sah telah berusaha sekuat tenaga menghubungi Tergugat I dan Tergugat II untuk membicarakan secara kekeluargaan perihal pembagian menurut hukum harta peninggalan Alm.
Freddy A. Rarung
sebagaimana disebutkan di
40
atas, namun Tergugat I dan Tergugat II selalu menghindar dan tidak menyambut baik keinginan Penggugat, hingga diajukanlah gugatan ini melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara;
11. Atas tindakan dan sikap Tergugat I dan Tegugat Il tersebut, Penggugat timbul rasa curiga dan kekhawatiran akan keutuhan harta peninggalan dimaksud berikut manfaat-manfaatnya,
mengingat semua surat-surat harta tersebut dikuasai oleh Tergugat I dan Tergugat II;
11. Bahwa, menurut hukum dalam harta peninggalan Alm.Freddy A. Rarung pada point 6.A.1 s.d 4, dan 6.B.1.
s.d 18, sebagaimana disebutkan di atas melekat hak/bagian mutlak (legitime portie) Penggugat sebagai anak sah dari Alm. Freddy A.
Rarung, oleh karenanya hams dibagi secara adil menurut
41
hukum dan diberikan kepada Penggugat;
12. Untuk menghindarkan gugatan dalam perkara a quo menjadi sia-sia (illusoir) karena iktikad tidak baik Tergugat I dan Tergugat II berupa mengalihkan, memindahtangankanlmenjual harta peninggalan AIm.
Freddy A. Rarung
sebagaimana diuraikan di atas kepada pihak ketiga yang mengakibatkan keutuhan seluruh harta peninggalan dimaksud berikut hasil hasil dan manfaat-manfaat yang seharusnya diperoleh menjadi tidak sempurna/utuh yang merugikan hak/bagian mutlak (legitime portie) Penggugat, maka Penggugat mohon kepada Ketua Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memberikan putusan dalam provisi yaitu meletakan sita jaminan (conservatoir beslag)
42
terhadap seluruh harta peninggalan AIm. Freddy A.
Rarung sebagaimanadiuraikan pada point 6.A.1 s.d 4, dan 6.B.1. s.d 18 di atas berikut nomor rekening bank milik Tergugat I dan Tergugat II maupun nomor rekening AIm.
Freddy A. Rarung yang diduga saat ini masih dalam penguasaan Tergugat I pada bank pemerintah maupun swasta yang diduga digunakan untuk menampung hasil-hasil dan manfaat-manfaat harta peninggalan Alm Freddy A.
Rarung tersebut, yang daftamya akan Penggugat susulkan kemudian melalui surat pennohonan peletakan sita dan jaminan (conservatoir beslag) secara tersendiri;
13. Untuk memberikan jaminan gugatan Penggugat menjadi tidak sia-sia (illusoir) di kemudian hari, yaitu Tergugat I dan Tergugat II lalai menjalankan putusan,
43
maka Penggugat mohon kepada Ketua MajeIis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap hari keterlambatannya
menjalankan isi putusan perkara a quo;
1. Dalam surat jawaban atas gugatan a quo, sub-bagian jawaban atas “pokok perkara”halaman 14 butir ke- mengakui sebagai berikut:
“Bahwa benar apa yang dikemukakan oleh pengguga pada angka (1), (2), (3), (4), (5), dan (6) bagian posit gugatannya.”
Sementara isi angka (6) posita gugatan ialah: “bahwa, semasa
44
hidup Freddy A. Rarung memiliki beberapa harta baik semasa pernikahan dengan Sintje Carolina Tamburian maupun semasa pernikahan dengan Linda Mariana Pakpahan (Tergugat) yang belum dibagi menurut hukum termasuk kepada Penggugat sendiri yang data- datanya sebagai berikut: A.1- B.18...
2. Para Termohon Kasasi mengajukan Bukti T-15:
Addendum PerjanjianKredit Modal Kerja Nomor JCCO.III/257/PK.KMK/200 Bank Mandiri atas nama PT Lokey Mandiri, sehingga tidaklah dapat Judex Facti memungkiri bahwa terdapat aset peninggalan Alm.
Pewaris di luar Akta Wasiat.
45
46
47
48
49 2. Dalil Tergugat
1. Pada bagianidentitas/Komparisi gugatannya, Pengguga menyatakan bahwa Penggugat bertempat tanggal Jalan Gading II Nomor 6, RT/RW 003/005, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara;
2. Fakta hukum, alamat tempat tinggal yang dinyatakan oleh Penggugat adalah tempat tinggal Tergugat I dan Tergugat II dan diaku sendiri oleh Penggugat sebagaimana ternyata dalam Identitas Komparisi gugatannya bahkan sampai saat ini tidak ada seseorang yang bernama Youla F.F.N. Rarung selaku Anak Pertama (Anak Sulung) dari
1. Mengenai Penggugat tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan gugatan: Bahwa identitas tempat tinggal yang
50 Freddy Adolf Rarung dengan Istri Pertamanya Sintje Carolina Tamburian, yang tinggal di alamat/rumah tersebut;
3. Untuk itu Tergugat I dan Tergugat II - Mohon Akta - atau bukt bahwa Penggugat, Youla F.F.N. Rarung selaku Anak Pertama (Anak Sulung) dari Freddy Adolf Rarung dengan Istri Pertamanya Sintje Carolina Tamburian, bertempat tinggal di Jalan Gading III Nomor 6 RT/RW 003/005, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara;
4. Jika Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa Penggugat bertempat tinggal di Jalan Gading III Nomor 6, RT/RW 003/005 Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara, maka secara yuridis formal, Penggugat bukanlah ahli waris dari Freddy Adolf Rarung dengan Istri Pertamanya Sintje Carolina Tamburian dan karenanya tidak
dinyatakan oleh Penggugat adalah tempat tinggal Tergugat I dan Tergugat II untuk itu Tergugat I dan Tergugat II meminta bukti bahwa penggugat bertempat tinggal di alamat yang sudah diberikan dalam gugatan
2. Mengenai gugatan Penggugat tidak jelas dan kabur (obscuur Libel), karena tidak menguraikan secara jelas dan tegas siapa nama anak kedua selaku ahli waris testamenter dan bukan ahli waris AB Intestato
51 mempunyai kapasitas untuk mengajukan gugatan daiam perkara a quo serta gugatan yang diajukan Penggugat diajukan atas dasar iktikad tidak baik;
5. Bahwa dalam hal Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa Penggugat bertempat tinggal di Jalan Gading III Nomor 6, RT/RW 003/005, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara, maka sudah selayaknya gugatan Penggugat ditolak untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard);
Putusan Hakim Putusan Hakim bahwa
terhadapgugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah mengambil putusan, yaitu Putusan Nomor 176/Pdt.G/2013/PN Jkt Ut., tanggal 22 Juli 2014.
Dalam Eksepsi : Menolak eksepsi Para Tergugat;Dalam pokok perkara :
Penggugat melakukan banding ke Pengadilan Tinggi namun dengan putusan yang diberikan juga sama yaitu, Mengadili : 1. Menerima permohonan
banding pembanding semula penggugat;
Pembanding mengajukan kasasi di Mahkamah agung dengan itu pemohon kasasi menerima putusan dari hakim Mahkamah Agung yaitu:
memutuskan bahwa, mengadili : 1. Menolak permohonan kasasi
dari pemohon kasasi: Youla
52 1.Mengabulkan gugatan penggugat
untuksebagian;
2.Menyatakan penggugatadalah ahli waris yang sah menurut hukum dari almarhum Freddy Adolf Rarung;
3.Menghukum tergugat I dan tergugat II untukmembagi hartapeninggalan almarhum Fredy Adolf Rarung yang disebutkan di dalam Akta Wasiat Nomor 2 tanggal 3 Juli 2006, sebatas pada legitime portie(bagian mutlak) yang menjadi hak Penggugat dan menyerahkan kepada Penggugat;
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) kepada Penggugat setiap kali Tergugat I dan Tergugat II lalai menjalankan isi putusan;
5. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya perkara ini sebesar
2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Utara Nomor
176/Pdt.G/2013/PN.JKT.
UT. tanggal 22 Juli 2014 yang dimohonkanbanding tersebut;
3. Menghukum
pembandingsemula penggugat,membayar biaya perkara untuk dua tingkat pengadilan, yang dalamtingkat banding ditetapkansebesar Rp.
150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah ).
F.F.N Rarung
tersebut;
2. Menghukum pemohon kasasi/penggugat/pembandi ng untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
Diputuskan dalam rapat pemusyawaratan Majelis Hakim Agung pada hari Rabu, tanggal 10 Agustus 2016.
53 Rp1.036.000,00 (satu juta tiga puluh enam ribu rupiah);
6. Menolak gugatan selain dan selebihnya;
Pertimbangan Dalam tingkat banding atas
permohonan Penggugat putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan Putusan Nomor 168/Pdt/2015/PT DKI., tanggal 22 ApriI 2015;
Oleh karena putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor:
176/Pdt.G/2013/PN.JKT.SEL.
tanggal 22 Juli 2014 dikuatkan, maka Pembanding semula Penggugat berada dipihak yang kalah, harus diukum membayar biaya perkara dalam dua tingkat pengadilan.
Putusan Judex Facti/Pengadilan TinggiJakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonankasasi yang diajukan olehPemohon KasasiYOULA F.F.N. RARUNG tersebut harus ditolak;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penggugat/Pembanding ditolak dan Pemohon Kasasi/Peng gugat/Pembanding ada di pihak yang kalah, makaPemohon Kasasi/Penggugat/Pembanding
54
dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;
Memperhatikan Pasal-Pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua denganUndang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undanganlain yang bersangkutan;
1 C. Analisis
1. Terhadap pertimbangan hakim
a. Diperoleh fakta hukum bahwa ahli waris Almarhum Freddy Adolf Rarung ada 3 (tiga) orang, yaitu:
1. Linda Mariana Pakpahan; (in casu Termohon Kasasi I);
2. Youla FFN Rarung; (in casu Pemohon Kasasi);
3. Ezra Elia Rarung; (in casu Termohon Kasasi II);
Termohon Kasasi I selaku istri kedua mendapat separuh harta gono- gini vide Pasal 181 KUHPerdata, yakni sebesar maksimum ¼; Berarti harta peninggalan yang terdiri dari “harta bawaan” dan “harta bersama”
itu masuk sebagai boedel warisan adalah sebesar 4/4–1/4 = 3/4, menjadi hak segenap para ahli waris; Bila mengikuti pertimbangan hukum judex facti, maka Pemohon Kasasi, Termohon Kasasi I, maupun Termohon Kasasi II, masing masing akan mendapatkan 3/4 : 3 = ¼; Sementara Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi II yang merupakan ahli waris yang sah dan sepenuhnya berhak atas harta bawaan almarhum, menjadi berkurang haknya oleh sebab secara kumulatif Termohon Kasasi I selaku istri kedua mendapat total bagian 1/4 +1/4 = 2/4;
2
Sehingga pemohon Kasasi maupun Termohon Kasasi II yang merupakan anak sah dari Alm. Pewaris, berhak atas ¾ dari boedel warisan, dimana masing-masing mendapat bagian sebesar: ¾ : 2 = 3/8.
Pemohon Kasasi anak sah dari perkawinan pertama minimum mendapat 3/8 begitu juga dengan termohon Kasasi II mendapat 3/8 bagian dan termohon Kasasi I istri dari perkawinan kedua maksimum mendapat 2/8 bagian dari harta bersama/peninggalan Alm.Freddy Adolf Rarung.
d. Oleh karena putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor:
176/Pdt.G/2013/PN.JKT.SEL. tanggal 22 Juli 2014 dikuatkan, maka Pembanding semula Penggugat berada di pihak yang kalah, harus diukum membayar biaya perkara dalam dua tingkat pengadilan.
e. Putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi YOULA F.F.N. RARUNG tersebut harus ditolak;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penggugat/Pembanding ditolak dan Pemohon Kasasi/Penggugat/Pembanding ada di pihak yang kalah, makaPemohon Kasasi/Penggugat/Pembanding dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;
3
Memperhatikan Pasal-Pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dan ditambahdengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
Secara logika hukum, terhadap dasar pertimbangan hakim di atas hakim merupakan pejabat Peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili perkara yang ditangani dalam persidangan namun dalam pertimbangan di atas ketika hakim memberikan pertimbangan pada perkara putusan Nomor 3109K/PDT/2015 mulai dari Putusan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Pengadilan Tinggi Jakarta sampai pada Mahkamah Agung itu tidaklah sesuai dengan apa yang diharapkan penggugat/pembanding/pemohon kasasi sebagai anak kandung dari Alm. Freddy A. Rarung untuk mendapatkan bagian yang seharusnya Youla terima sesuai hukum yang berlaku terdapat dalam KUHPerdata.
Pertimbangan yang seharusnya diberikan oleh hakim bagi Penggugat/Pembanding/Pemohon Kasasi yaitu lebih mendasari pada KUHPerdata dan menimbang dengan sebenar-benarnya agar Penggugat/Pembanding/Pemohon Kasasi sebagai anak kandung dapat merasa puas dengan putusan yang diberikan ketika adanya pertimbangan hakim yang sudag sesuai dengan apa yang seharunya anak kandung atau pewaris yang sah menurut hakim yang memiliki ikatan darah dengan yang mewarisi warisan tersebut apalagi yang merasa dirugikan adalah anak