• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPRESI ESTETIS SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU BINA AMAL KOTA SEMARANG : Kajian Unsur Visual dan Makna Simbolis Karya Seni Lukis dalam Konteks Pembelajaran.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EKSPRESI ESTETIS SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU BINA AMAL KOTA SEMARANG : Kajian Unsur Visual dan Makna Simbolis Karya Seni Lukis dalam Konteks Pembelajaran."

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU BINA AMAL KOTA

SEMARANG :

Kajian Unsur Visual dan Makna Simbolis Karya Seni Lukis

dalam Konteks Pembelajaran

SKRIPSI

Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1 Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Seni Rupa

Oleh :

Nama : Eko Poniman NIM : 2401404018

Program studi : Pendidikan Seni Rupa S 1 Jurusan : Seni Rupa

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang pada: Hari : Kamis

Tanggal : 22 Januari 2009

Panitia Ujian Skripsi

Ketua, Sekretaris,

Drs. Dewa Made Karthadinata, M.Pd. Sn. Drs. PC. S. Ismiyanto, M.Pd.

NIP 131404317 NIP 131568902

Penguji I

Drs. Syafi’i, M.Pd. NIP 131472572

Penguji II Penguji III

Drs. Syakir, M.Sn. Drs. Nur Rokhmat, M.Pd.

(3)

Makna Simbolis. Skripsi. Seni Rupa. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Drs. Nur Rokhmat, M.Pd, Pembimbing II Drs. Syakir Muharrar, M.Sn

Pendidikan seni rupa di sekolah merupakan bagian integral dari Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan, namun pada kenyatannya pendidikan seni rupa memiliki kendala yang dapat menghambat proses keberhasilannya. Kendala itu antara lain; waktu yang sangat sempit, sarana yang kurang memadai, dan sumber daya manusia. Berkarya Seni lukis merupakan salah satu aktivitas pembelajaran seni rupa yang dapat digunakan sebagai media pengembangan kreativitas dan potensi bagi siswa kelas V SDIT Bina Amal Kota Semarang. Melalui karya seni lukis dapat diketahui ekspresi estetis maupun maksud dari lukisan siswa. Masalah yang dikaji adalah; 1) Bagaimanakah ekspresi estetis siswa kelas V SDIT Bina Amal Kota Semarang dalam karya seni lukisnya ?. 2) Bagaimanakah unsur visual dan makna simbolis karya seni lukis siswa kelas V SDIT Bina Amal Kota Semarang?. 3) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi ekspresi estetis karya seni lukis siswa kelas V SDIT Bina Amal Kota Semarang?

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan latar penelitian SD Islam Terpadu Bina Amal Kota Semarang. Adapun sasaran penelitian adalah ekspresi estetis siswa kelas V Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Amal Kota Semarang, yang secara lebih khusus difokuskan pada aspek kajian unsur visual dan makna simbolisnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis yang dilakukan adalah analisis kualitatif melalui proses reduksi, klasifikasi data dan penarikan kesimpulan. Reduksi yang dilakukan terhadap karya seni lukis siswa kelas V menggunakan teknik Stratified Sample, yaitu mengelompokan karya berdasarkan tingkat nilai atau kategori sangat baik, baik dan cukup. Kemudian tiap tingkatan kategori diambil 2 karya dengan cara undian, sehingga dalam pembahasan ditampilkan 12 karya seni lukis yaitu 6 karya bertema pemandangan dan 6 karya bertema kaligrafi. Teknik mengambil 2 karya tersebut bertujuan sebagai pembanding pada tiap kategori.

(4)

Munculnya bentuk-bentuk stereotip atau unsur yang dilukiskan berulang-ulang. Sesuatu yang mereka lihat dan alami dan diimajinasikan, mereka ungkapkan dalam karya seni lukisnya. Siswa laki-laki biasanya lebih suka melukis benda atau figur bergerak. Siswa perempuan ketika melukis lebih suka pada benda-benda yang diam seperti rumah atau bunga dan lebih mengutamakan salah satu objek yang paling berkesan dalam pikirannya. Makna simbolis dalam lukisannya dapat dilihat dari bentuk garis dan ekspresi warnanya serta penjelasan siswa tentang maksud lukisannya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ekspresi estetis karya seni lukis siswa kelas V ditinjau dari kajian unsur visual dan makna simbolisnya. Faktor-faktor tersebut adalah : faktor internal. Siswa yang mempunyai kegemaran dengan sering melakukan kegiatan berkarya seni rupa maka, semakin banyak pengalaman yang diperoleh sehingga berpengaruh terhadap karya seni lukisnya. Faktor jenis kelamin juga berpengaruh terhadap hasil karya seni lukis siswa. Faktor eksternal, antara lain; 1) Latar belakang keluarga siswa berpengaruh terhadap perkembangan kreativitas dan motivasi anak, 2) lingkungan tempat tinggal siswa SDIT Bina Amal Semarang dilihat dari letak geografisnya terletak di pusat kota Semarang sehingga memudahkan siswa untuk dapat menjangkau kebutuhan khususnya untuk kegiatan seni rupa,dan 3) lingkungan sekolah memberikan kebebasan berinteraksi dan suasana di sekolah seperti di lingkungan keluarga. Kesempatan untuk aktif dalam berbagai hal, sehingga berpengaruh terhadap kondisi psikologis anak. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa ekspresi estetis karya seni lukis siswa Kelas V SDIT Bina Amal sudah baik.

Berdasarka hasil penelitian, penulis menyarankan kepada: 1) pihak sekolah perlu memfasilitasi kegiatan belajar seni rupa berupa studio khusus untuk berkarya seni rupa, 2) guru kelas atau guru seni rupa perlu memberikan kebebasan kepada siswa dalam pembelajaran untuk memunculkan kreativitas siswa, 3) mahasiswa jurusan seni rupa perlu mengetahui dan memhami ekspresi estetis karya seni lukis siswa sekolah dasar dan 4) bagi pembaca perlu memberikan sumbangan pemikiran dan terobosan baru terhadap pengembangan pendidikan seni rupa di sekolah.

(5)

“Siapa saja yang terhalang untuk bersikap lemah lembut, berarti ia terhalang untuk berbuat berbagai macam kebaikan.”

( Hadits riwayat Muslim)

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini kupersembahkan kepada: 1. Bapak dan Ibuku tersayang

2. Adik-adiku tercinta

3. Sahabat-sahabatku yang baik

4. Para pembaca yang budiman

(6)

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan rakhmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang bertema “Ekspresi Siswa Kelas V SD Islam Terpadu Bina Amal Kota Semarang: Kajian Unsur Visual dan Makna Simbolis Karya

Seni Lukis dalam Konteks Pembelajaran“ , ini merupakan salah satu persyaratan

untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari tanpa adanya bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan selesai dan tidak berarti apa-apa. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan fasilitas selama kuliah.

2. Bapak Prof. Dr. Rustono, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, yang telah membantu kelancaran administrasi.

3. Bapak Drs. Syafi’i, M.Pd., Ketua Jurusan Seni Rupa yang telah membantu kelancaran administrasi serta memberikan dorongan moral selama menempuh pendidikan di Jurusan Seni Rupa.

(7)

6. Bapak dan Ibu Dosen Seni Rupa yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan proyek studi ini. 7. Ayah, Ibu, dan adik-adikku, yang telah memberikan dukungan material

maupun spiritual dan memberikan semangat hidup.

8. Kelurga besar Bapak Nakhrawi, yang memberikan keteladan tentang hakikat kejujuran, ilmu dan perjuangan hidup.

9. Kelurga besar Bapak Taryoto atas dorongan dan bimbinganya untuk terus belajar mencari arti pentingnya ilmu.

10. Keluarga besar Kos Ibnu Mas’ud atas semua bantuan dan motivasinya. 11. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Tidak ada kata lain yang dapat penulis ucapkan selain ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga atas bantuan dan dukungan yang diberikan, Allah SWT memberikan rakhmat dan kasih sayangnya dan membalas dengan pahala yang berlipat ganda.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya dan kepada semua pihak pada umumnya.

Semarang, September 2008

(8)

HALAMAN JUDUL……..………...……...………...i

BAB I PENDAHULUAN……...……….………..………1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………...………...………….…..…………11

A. Seni Lukis sebagai Karya Seni Rupa ... 11

1. Unsur-unsur Seni Rupa ... 14

2. Komponen-komponen dalam Karya Seni Lukis ... 17

B. Ekspresi Seni ... 20

1. Pengertian Ekspresi ... 20

2. Masa Perkembangan Anak dan Ekspresi Estetinya ... 23

C. Nilai Estetis Dalam Karya Seni Lukis ... 39

D. Makna Simbolis Dalam Karya Seni Lukis ... 41

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi pendidikan anak ... 45

BAB III METODE PENELITIAN……….…...……50

A. Pendekatan Penelitian ... 50

B. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 51

(9)

D. Teknik Analisis Data ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….………...58

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 58

1. Letak dan Keadaan Umum Sekolah ... 58

2. Struktur dan Konsep Pengembangan Kurikulum ... 62

3. Aktivitas Siswa dan Guru ... 64

4. Pembelajaran Seni di Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Amal Kota Semarang ... 67

B. Ekspresi Siswa Kelas V dalam Berkarya Seni Lukis ... 68

1. Aktivitas Melukis Siswa Kelas V ... 68

2. Ekspresi Estetis dan Makna Simbolis Karya Seni Lukis Siswa Kelas V ... 72

a. Karya Seni Lukis Cat Air ... 79

b. Karya Seni Lukis Mix Media ... 100

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspresi Estetis Karya Seni Lukis Siswa Kelas V ... 119

a. Faktor Internal ... 120

b. Faktor Eksternal ... 121

BAB V PENUTUP ………...………..……….………...128

A. SIMPULAN ……….……….…………..128

B. SARAN ……….……….…….133

DAFTAR PUSTAKA………...……….……….………135

(10)

Gambar 1. Contoh Lukisan Anak Masa Coreng Moreng ………27

Gambar 2. Contoh Lukisan Anak Masa Pengenalan Bagan ……….28

Gambar 3.Contoh Lukisan Anak Masa Penemuan Bagan ………..………..30

Gambar 4.Contoh Lukisan Anak Masa Awal Realisme ……….………….31

Gambar 5. Contoh Lukisan Anak Masa Naturalisme Semu………..…32

Gambar 6. Contoh Lukisan Anak Tipe Visual………...………37

Gambar 7. Contoh Lukisan Anak Tipe Haptik ……….38

Gambar 8. Contoh Lukisan Tipe Campuran ……….38

Gambar 9. Pintu masuk SDIT Bina Amal Kota Semarang ……….….59

Gambar 10 . Salah satu sudut halaman sekolah yang asri ……….…60

Gambar 11. Kantor kepala sekolah ……….……….……61

Gambar 12. Para siswa asyik bermain pada jam istirahat ………...…..65

Gambar 13. Salah satu kegiatan siswa dan guru di aula ………...…67

Gambar 14. Siswa sangat antusias mengikuti pembelajaran seni rupa ………….70

Gambar 15. Bapak Supriyanto sedang memberi pengarahan pada siswa ……….71

Gambar 16. Lukisan cat air karya Galang ………79

Gambar 17.Lukisan cat air karya M. Zaki ………….………..….83

Gambar 18. Lukisan cat air karya Frinanda ………..…….………...…87

Gambar 19. Lukisan cat air karya Syarif .……….91

Gambar 20. Lukisan cat air karya Annisa ..………..95

Gambar 21. Lukisan cat air karya Mila Angga ………...98

Gambar 22. Lukisan mix media karya Husna ………101

Gambar 23. Lukisan mix media karya Alfisyar Isa ………...105

Gambar 24. Lukisan mix media karya Adit …… ……….…………..109

Gambar 25. Lukisan mix media karya Nadia Marsha………..…112

Gambar 26. Lukisan mix media karya Amanatul Mayya ………...115

(11)
(12)

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dari Dekan Fakultas Bahasa Seni. Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Semarang. Lampiran 4. Perangkat Instrumen Penelitian.

Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Bimbingan.

Lampiran 6. Surat Keterangan dari Kepala SDIT Bina Amal

Lampiran 7. Surat Keputusan Dekan FBS tentang Panitia Ujian Skripsi. Lampiran 8. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SDIT Bina Amal Kota Semarang

(13)

1 A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kemampuan daya, cipta, rasa dan karsa adalah suatu kesempurnaan yang diberikan Allah kepada mahluk-Nya yaitu manusia. Salah satu wujud dari kemampuan itu adalah manusia dapat melakukan kegiatan berkesenian. Usaha sadar manusia untuk memperoleh tingkat kedewasaan termasuk kedewasaan dalam aspek berkesenian tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan sejak dini. Pendididkan seni meliputi semua bentuk aktivitas fisik dan cita rasa keindahan yang tinggi terhadap karya seni. Aktivitas fisik dan cita rasa keindahan akan tertuang dalam kegiatan berekspresi, bereksplorasi, berkreasi serta berapresiasi.

Tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki beberapa hal, yang di antaranya untuk mencapai kecerdasan intlektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan estetika. Untuk memperoleh kecerdasan estetika maka secara langsung seseorang harus terlibat langsung dalam kegiatan berkesenian sehingga memperoleh pengalaman estetis. Dalam pendidikan seni rupa seorang siswa dididik dalam rangka untuk pengembangan sikap emosinal, walaupun terkadang pendidikan seni masih dipandang sebelah mata.

(14)

pendidikan yang menjadi tujuan pendidikan nasional. Yakni membentuk manusia dewasa seutuhnya. Oleh karena itulah dalam kurikulum pendidikan di sekolah dasar terdapat Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan.

Sebagai bagian dari pendidikan di sekolah, seni hadir untuk memenuhi kebutuhan manusia baik lahir maupun batin dan sebagai unsur budaya akan tetap terpelihara keberadaannya apabila unsur budaya tersebut masih berfungsi dalam kehidupan sosial (Rondhi, 2002:15). Unsur pendidikan seni di sekolah masih sangat dibutuhkan, terutama sebagai upaya pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan kebudayaan luhur yang dimliki oleh bangsa Indonesia.

Tujuan dari pendidikan seni itu sendiri sebenarnya tidak lain adalah mengembangkan sikap agar siswa dapat berkreasi dan peka dalam berkesenian. Dalam konteks ini, Ismiyanto (2006: 36) menjelaskan bahwa mata pelajaran pendidikan seni berfungsi mengembangkan kepekaan rasa, kreativitas dan cita rasa estetis siswa dalam berkesenian, mengembangkan etika dan kesadaran sosial serta kesadaran kultural dalam kehidupan bermasyarakat serta rasa cinta terhadap kebudayaan Indonesia. Pendidikan seni di sekolah juga berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan rasa yang berpengaruh terhadap kreativitas anak dan kemampuan untuk berpikir serta berbuat. Oleh karena itu, maka pelaksanaan pembelajaran pendidikan seni lebih terintegrasi dalam kegiatan apresiasi dan kreasi.

(15)

drama dan seni tari. Namun pada kenyataannya pendidikan seni rupa memiliki banyak kendala yang dapat menghambat perkembangannya. Kendala itu antara lain; waktu yang sangat sempit, kurangnya sumber dan alat pelajaran, dan sumber daya manusia yang kurang memadai.

Pendidikan seni rupa diperlukan sejak anak masuk sekolah dasar bahkan taman kanak-kanak (TK). Karena pada usia dini anak-anak akan membutuhkan sebuah pengembangan emosional, anak akan menemukan dunia yang baru yang bagi mereka adalah sesuatu yang asing. Di samping itu pendidikan seni rupa pada sekolah dasar merupakan kegitan pendidikan sekaligus hiburan yang mengarahkan anak pada kegiatan berekspresi diri dan berkreasi.

Pendidikan seni rupa mempunyai peran penting bagi pendidikan anak. Melalui seni rupa anak dapat mewujudkan kemampuan ekspresi, keterampilan, kreativitas dan kepekaan rasa estetisnya. Perkembangan fisik, mental dan intelektual yang didukung dengan berbagai kegiatan olah keterampilan akan memberikan kesempatan kepada anak untuk memperoleh berbagai macam pengalaman artistik dan ekspresi kreatif.

(16)

lukis bukan merupakan kebutuhan pokok manusia. Oleh karena itu, melakukan kegiatan seni lukis adalah salah satu hiburan spiritual karena dapat memberikan rasa senang, dan gembira dalam setiap nilai dan makna keindahan yang terkandung dalam karya seni lukis tersebut.

Kepopuleran seni lukis di kalangan masyarakat lebih khusus pada usia anak-anak menjadi pertimbangan peneliti untuk mengkaji lebih dalam mengenai kegiatan berekspresi siswa khususnya dalam berkarya seni lukis. Anak-anak pada usia sekolah dasar memiliki perasaan ingin tahu dan memiliki emosi yang labil serta tidak terkendali. Untuk mengungkapkan perasaan dan emosi tersebut, anak biasanya melakukan berbagai aktivitas, misalnya seorang anak yang sedang kesal ataupun marah, mungkin akan mencoret-coret dinding atau benda-benda lain di sekitarnya. Kejadian seperti itu merupakan suatu ekspresi seorang anak yang secara tidak sadar telah diungkapkan melalui seni meskipun kegitan mencoret-coret dinding atau yang lain merupakan hal yang negatif.

(17)

Ekspresi merupakan aspek yang sangat penting dalam kegiatan berkarya seni. Berkarya seni lukis juga berhubungan dengan aspek emosi atau perasaan yang terwujud dalam sebuah karya seni. Dengan kata lain seni merupakan pancaran emosi yang tampak sebagai keunikan dalam bentuk yang estetis. Seni lukis bagi siswa kelas V SD Islam Terpadu Bina Amal merupakan media untuk mengembangkan kreativitas dan potensi. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian terhadap karya seni lukis siswa kelas V Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Amal Kota Semarang dalam aspek kajian nilai estetis dan makna simbolisnya.

Orang tua maupun guru hendaknya memberikan media yang tepat untuk mengarahkan emosi anak, sehingga anak yang suka melukis bukan pada tempatnya dapat dialihkan pada kertas maupun kanvas. Bukan ketika marah saja ,anak biasanya mengungkapkan rasa senangnya melalui gambar atau lukisan, missal suasana libur di pantai bahkan suasana rumahnya sendiri. Karya yang dibuatnyapun tidak sesuai dengan kenyataan dan berdasarkan emosinya semata. Secara umum anak memiliki karakteristik yang dapat dilihat dari berbagai aspek yakni fisik, intelegensi, bakat, emosional dan sosial. Berbagai aspek tersebut akan saling terkait dengan aspek lainya, contohnya kemampuan melukis atau menggambar seorang anak akan dipengaruhi oleh kemampuan intelektual, bakat dan emosinya.

(18)

dan membentuk. Untuk mengungkapkan perasaan dan pengalaman melalui bahasa lisan ataupun tulisan, tentunya sebuah media yang sulit bagi anak untuk mengekspresikanya. Oleh karena itu, bagi siswa SDIT Bina Amal, melukis dijadikan sebagai media untuk berbicara tentang perasaan dan pengalamanya sesuai dengan ekspresi estetisnya.

Berekspresi melalui kegiatan seni rupa khususnya melukis merupakan bagian dari kehidupan anak khususnya di SDIT Bina Amal. Aktivitas tersebut juga bermanfaat untuk mengembangkan potensi jiwa dalam pengembangan jiwanya. Melalui pengalaman berseni rupa, anak mengenal olah pikir, dan olah rasa sebagai perluasan lahan bermain yang harmonis. Dalam perkembanganya anak mengalami suatu fase berfikir kritis dan menyadari eksistensi dirinya di tengah pergaulan. Fase ini terjadi pada usia 10-13 tahun yaitu ketika anak duduk di kelas V sekolah dasar. pada usia ini anak relatif mudah dididik daripada fase sebelumnya.

(19)

Alasan pemilihan lokasi penelitian di Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Amal Kota Semarang karena sekolah tersebut, dalam kegiatan pembelajaran seni khususnya seni rupa, menurut peneliti termasuk dalam kategori yang cukup bagus, hal ini bisa dilihat dari banyaknya karya seni lukis yang dihasilkan oleh para siswa. Apresiasi pihak sekolah terhadap seni rupa juga sangat antusias, ini terbukti dengan banyaknya karya seni lukis siswa yang dipajang di ruang-ruang kelas bahkan di luar ruangan. Kemudian peneliti juga menjumpai banyak karya seni lukis yang dikemas dengan rapi dan baik. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

B. PERMASALAHAN

Bertolak dari latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana ekspresi estetis karya seni lukis siswa kelas V Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Amal Kota Semarang ?

2. Bagaimana unsur visual dan makna simbolis karya seni lukis siswa kelas V Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Amal Kota Semarang ?

(20)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui ekspresi estetis karya seni lukis siswa kelas V Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Amal Kosta Semarang.

2. Untuk mengetahui unsur visual dan makana simbolis karya seni lukis siswa kelas V Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Amal Kota Semarang. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi ekspresi estetis

karya seni lukis siswa kelas V Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Amal Kota Semarang.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang dapat menunjang perkembangan dunia seni rupa khususnya pada ekspresi seni lukis. Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi guru kelas atau guru Seni Rupa, penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pembelajaran seni lukis pada sekolah dasar yang berhubungan dengan ekspresi seni.

2. Bagi pihak sekolah, penelitian ini sebagai masukan untuk memperhatikan sarana dalam aktivitas belajar mengajar seni rupa lebih khusus pada pembelajaran seni lukis.

(21)

pendidikan seni rupa di lapangan maupun dalam perencanaan pembelajaran.

4. Bagi mahasiswa khususnya Jurusan Seni Rupa, penelitian ini dapat dijadikan referensi atau bahan pertimbangan kajian ilmiah tentang ekspresi seni lukis dalam aspek kajian unsur visual dan makna simbolisnya.

5. Bagi para pembaca, khususnya di kalangan peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk memperkaya khasanah berfikir tentang ekspresi seni lukis dalam kajian unsur visual dan makna simbolisnya.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga bagian, antara lain: bagian pendahuluan, bagian inti, dan bagian akhir skripsi. Bagian demi bagian tersebut berisi:

1. Bagian Pendahualuan berisi : Judul Skripsi, Sari, Pengesahan, Motto, Persembahan, Prakata, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Lampiran.

2. Bagian isi skripsi berisi bab-bab sebagai berikut

Bab I berisi Pendahuluan, dalam pendahuluan ini terdapat latar belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan penelitian, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

(22)

Bab III adalah Metode Penelitian, berisi tentang metode penentuan objek dan teknik analisis data, yang secara rinci membahas pendekatan penelitian, sasaran penelitian, serta lokasi penelitian, sumber data, wujud data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan alasan pemilihan sasaran penelitian

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Berisi tentang semua hasil dari penelitian awal, proses, sampai akhir penelitian bahasan. Dari hasil penelitian dapat di kategorikan dalam subab gambaran umum lokasi penelitian, ekspresi siswa SDIT Bina Amal Kota Semarang dalam berkarya seni lukis, dan faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam berekspresi seni lukis khususnya pada aspek nilai estetis dan makna simbolisnya.

Bab V Penutup yaitu mengemukakan simpulan hasil penelitian, dan saran yang diberikan berdasarkan simpulan pada penelitian yang terjadi di lapangan.

(23)

11 

A. SENI LUKIS SEBAGAI KARYA SENI RUPA

Gollwitzer (1986:4) menjelaskan bahwa seni adalah kegiatan menggubah dan membentuk, bukan mengungkap perasan belaka. Setiap orang mamapu mengungkap hatinya dengan gerakan, tulisan, tangan, suara, dan sebagainya. Tetapi yang menjadi pusat perhatian saat ini adalah menggubah ungkapan tersebut ke dalam bentuk yang abadi yaitu karya seni. Sebuah lukisan pasti menampilkan kekayaan dan beragam warna, garis, bidang, raut, tekstur dan permainan gelap terang. Semua itu adalah simbol yang mempunyai makna yang tersembunyi. Melalui bahasa simbol itu, pesan atau makna dapat dimengerti oleh apresian dan dapat menimbulkan perasaan senang, karena disajikan dengan berpedoman pada prinsip seni dan memiliki nilai estetis.

(24)

Pada masa seni klasik, seni lukis merupakan tiruan alam, sehingga dengan pandangan itulah seniman berusaha meniru dan menterjemahkan alam ke dalam lukisan sesuai dengan kenyataan (Arifin, 1985 :3). Pandangan ini didasari oleh pendapat Aristoteles bahwa seni adalah imitasi. Alam dan segala isinya dipandang sebagai objek yang layak untuk dijadikan sebagai subjek dalam melukis.

Menurut Susanto (2006 :71) seni lukis adalah bahasa ungkapan dari pengalaman artistik maupun ideologis yang menggunakan warna dan garis untuk mengungkapkan perasaan, mengekspresikan emosi, gerak, ilusi maupun ilustrasi dari kondisi subjektif seseorang. Karya seni lukis dibuat dalam wujud bentuk dan warna yang penuh dengan kepekaan rasa dan sensasi. Oleh karena itu, sungguhpun dua orang pelukis melukis sebuah objek yang sama, mereka tidak akan menempuh cara dan tanggapan sama , mereka mempunyai gambaran masing-masing, sehingga hasil karya keduanya sama sekali akan berbeda. Salah satu hal yang menentukan bagi seorang seniman adalah kapan sebuah karya seni lukis akan selesai.

Sementara itu ada orang yang menganggap , bahwa keunggulan seni lukis terletak pada ketepatan bentuk dan rupa alam atau kenyataan, atau ketepatan perspektif, proporsi dan warna, (Bastomi, 1985: 40). Masih dalam bukunya, Bastomi juga menjelaskan, bahwa pada hakikatnya melukis adalah menyelediki nilai harafiah dari objeknya.

(25)

2001:62). Menurut Bangun (2000:44) proses penciptaan karya seni menemui banyak kesulitan, tetapi juga menghasilkan banyak kesenangan yang amat mengesankan. Akan tetapi, akan tiba saatnya seniman menghentikan keinginanya untuk menghiasi dan menyempurnakan karyanya yang telah selesai, karena tidak ada aturan yang menandai bahwa sebuah lukisan telah selesai dikerjakan. Tidak ada kebijakan yang dapat dipegang untuk menentukan kapan sebuah lukisan telah selesai. Penyelesaian sebuah lukisan tergantung pada kebijakan senimanya sendiri.

Menurut dimensinya, seni lukis adalah karya seni dua dimensi. Karya lukis merupakan karya seni rupa yang akrab sekali dengan permainan warna sebagai ilusi yang dapat memberikan kesan-kesan tertentu. Warna dapat memberikan gambaran suasana siang, malam, sedih, senang, semangat, dan sebagainya. Kesan yang timbul dari sebuah karya lukis adalah ilusi atau manipulasi optik semata yang diakibatkan oleh permainan warna, gelap terang, efek pencahayaan, garis, dan bentuk (Sunaryo, 2006:3). Terkadang mata tertipu oleh efek warna yang dibuat kesan jauh-dekat dengan terang-gelapnya warna, sehingga mengesankan benda tersebut seakan-akan berada dalam kenyataan.

(26)

lukis dilihat dari segi isi, berarti meninjau makna yang berada pada wujud visual seni lukis itu sendiri.

Seni lukis merupakan salah satu bentuk ungkapan pengalaman, khususnya pengalaman estetis. Seni lukis juga sering diartikan sebagai ungkapan perasaan dan pikiran pada suatu bidang datar melalui susunan garis, bidang atau raut, tekstur dan warna atas hasil pengamatan dan pengalaman estetis seseorang (Sunaryo, 2006: 3). Baik lukisan maupun gambar merupakan karya yang memiliki kemungkinan sama dalam mencapai nilai estetis. Jika lukisan memiliki nilai seni, demikian pula dengan gambar dan sebaliknya. Perbedaan antara keduanya sesungguhnya pada penekanan penggunaan unsur rupa yang berhubungan dengan media yang dipakai. Media yang digunakan dalam melukis adalah cat air, cat minyak dan cat akrilik bahkan dengan media campuran atau mix media. Sedangkan dalam menggambar media yang digunakan adalah pensil atau pena.

1. Unsur-Unsur Seni Rupa

Dalam karya seni, hal-hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah unsur -unsur rupa sehingga sebuah karya seni mempunyai nilai yang tinggi dan berkualitas. Menurut Wong dalam Sunaryo (2002 :6) unsur-unsur rupa terdiri dari : garis (line), raut (shape), warna (colour), gelap terang (light-dark), tekstur (texture) dan ruang (space).

a. Garis

(27)

suatu permukaan serta mempunyai arah. Menurut Dharsono (2007:70) garis adalah dua titik yang dihubungkan. Sedangkan menurut Susanto (2006:45) garis adalah perpaduan sejumlah titik-titik yang sejajar dan sama besar. Garis merupakan unsur paling penting dalam seni rupa yang berfungsi sebagai pembatas, memberi kesan dimensi, sebagai simbol emosi dan tekstur di atas permukaan bidang dua dimensi.

b. Raut

Raut merupakan perwujudan yang dikelilingi oleh kontur, baik untuk menyatakan sesuatu yang pipih dan datar, seperti pada bidang,maupun yang padat bervolume, tetapi raut juga dapat terbentuk dari sapuan-sapuan bidang warna. Kemudian Wong dalam Sunaryo (2002:10) mengelompokan raut menjadi empat yaitu raut geometris, raut organis , raut bersudut banyak dan raut tak beraturan. Sedangkan menurut Dharsono (2007:71) raut adalah bidang kecil yang terjadi karena karena dibatasi oleh garis atau warna berbeda atau gelap terang atau karena adanya tekstur.

c. Warna

(28)

yang diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan benda-benda yang dikenainya (Susanto,2006:113). Warna menjadi unsur yang sangat penting dalam ekspresi seni rupa karena berkaitan langsung dengan emosi. Warna merupakan alat untuk mewujudkan ide atau gagasan dari sang seniman. d. Gelap Terang

Gelap terang disebut juga sebagai nada juga unsur cahaya (2002:20). Setiap benda atau bentuk apapun dapat terlihat jika ada cahaya. Cahaya menghasilkan bayangan dengan keanekaragaman intensitasnya dan menerpa bagian tertentu pada sebuah benda sehingga tampak terang. Sebaliknya bagian yang tidak terkena cahaya akan gelap. Menurut Dharsono (2007:78) gelap terang merupakan tinkatan dari cerah mulai putih murni hingga hitam. Manfaat unsur gelap terang dalam seni rupa adalah untuk memberi kesan volume pada suatu bentuk, ilusi ruang dan menciptakan kontras atau suasana tertentu.

e. Tekstur

(29)

(2007:75) mengungkapkan bahwa pada prinsipnya permukaan wajah menjadi rasa tertentu secara perabaan atau secara visual.

f. Ruang

Ruang adalah rongga yang terbatas maupun yang tidak terbatas oleh bidang, (Susanto,2006:99). Ruang dalam karya seni rupa adalah daerah yang mengelilingi sosok bentuknya (Sunaryo,2002:21). Oleh sebab itu, sesungguhnya ruang adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat atau khayal. Ruang yang dapat dihayati dengan kehadiran sebuah benda atau bidang di atas kertas, sehingga dalam karya seni dua dimensi ruang, bersifat maya karena tidak dapat ditempati oleh benda apapun. Menurut Dharsono (2007:79) menjelaskan bahwa ruang merupakan wujud tiga matra yang mempunyai panjang, lebar dan tinggi. Ruang dalam karya seni dwi matra diciptakan melalui kesan kedalaman.

(30)

2. Komponen-Komponen dalam Karya Seni Lukis

Menurut Sunaryo (2006: 5) sebagai karya seni rupa, lukisan memilki komponen-komponen yang saling berkaitan. Komponen-komponen tersebut adalah (1) pokok lukisan (subject matter), (2) bentuk (form) dan (3) isi (content).

a. Pokok lukisan (Subject Matter)

Subject matter atau pokok lukisan merupakan suatu yang dipilih untuk dikerjakan pelukis, yang merefleksikan gagasan yang akan disampaikan lewat bentuk dan isi lukisan (Sunaryo,206:5). Pokok lukisan antara pelukis satu dengan pelukis lain bisa sama, tetapi nilai mereka bisa berbeda jika dilihat dari aspek bentuk dan isi. Pilihan pokok lukisan sangat dipengaruhi oleh minat pelukis dalam rangka mewujudkan gagasan dan pengalaman estetisnya. Tema lukisan berkaitan dengan perhatian pelukis akan hubungan dirinya dengan tuhan, hubungan terhadap alam lingkungan, teknologi, masyarakat sekitar atau berbicara tentang dirinya sendiri.

b. Bentuk (Form)

(31)

alam, tetapi juga dapat berupa sesuatu yang abstrak dan sesuatu yang menggambarkan imajinasi pelukisnya.

Menurut Susanto (2006:22) bentuk dalam karya seni rupa biasanya dikaitkan dengan matra yang ada, seperti dwi atau trimatra. Sebuah lukisan dapat menampilkan subjek, bentuk atau unsur-unsur rupa itu sendiri yang digambarkan oleh seorang pelukis. Lukisan pemandangan dapat berisi gambar pohon, gunung, awan, air terjun dan sebagainya. Sebuah lukisan abstrak dapat berisi gambar segitiga, segi empat dan lingkaran dengan berbagai macam warna. Hasil rekaman kehendak pelukis yang diwujudkan dalam bentuk lukisan akan menimbulkan pengertian tentang ekspresinya, sehingga karyanya menjadi jelas bagi pengamat.

c. Isi (Content)

Apa yang kita lihat dari sebuah lukisan tidak lain adalah aspek bentuknya sedangkan isinya hanya dapat dirasakan. Bentuk karya seni lukis merupakan wadah (container) sedangkan yang ada di dalamnya disebut isi (Content). Oleh karena itu, keduanya tidak dapat dipisahkan sebab bentuk

sebagai wadah pasti memiliki isi, demikian juga tidak ada isi yang tidak memiliki wadah, lihat Schapiro dalam Rondhi (2002: 27).

(32)

atau penontonya. Isi dalam pengertian ini sangat relatif tergantung pada persepsi pengamat.

Setiap bentuk karya seni memilki makna atau isi tak terkecuali seni lukis. Karya seni lukis abstrakpun mempunyai makna. Komponen isi dalam karya seni lukis dapat disebut sebagai suatu makna yang tedapat di balik bentuknya (Sunaryo, 2006: 6). Hubungan antara pokok lukisan, bentuk dan isi karya lukis merupakan satu kesatuan yang utuh dan sebagai refleksi pribadi pelukisnya. Karena itu salah satu karya seni lukis adalah ekspresif dan merupakan ungkapan yang bersifat pribadi.

B. EKSPRESI SENI 1. Pengertian Ekspresi

Ekspresi merupakan suatu kegiatan mengungkapkan perasaan dan pikiran sesuai keinginan. Setiap orang selalu ingin mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakanya kepada orang lain. Menurut Herbert Read dalam Bastomi (2003: 9) disebutkan bahwa seni adalah ekspresi. Seni tanpa ekspresi, jelas tidak ada artinya. Ketika seni modern muncul yaitu abad 19, maka seni khususnya seni lukis, dipandang sebagai ekspresi jiwa seniman.

(33)

penghubung komunikasi sekaligus fungsi yang akan menjembatani peran karya terhadap pengamat. Dengan demikian, maka seni berfungsi sebagai sarana berekspresi sekaligus sarana untuk berinteraksi dengan orang lain.

Herbert Read dalam Setjoatmodjo ( 1988 : 76 ) menjelaskan bahwa seni adalah aktivitas manusia dalam bentuk nyata bahwa seseorang dengan sadar mengungkapkan perasaan yang pernah dialaminya kepada orang lain dengan melakukan ekspresi melalui karya seni, orang lain akan terpengaruh perasaanya. Dunia seni mengenal sebutan artistik dan estetik. Kedua pengertian tersebut merupakan hasil dari suatu kegiatan berkesenian yang dapat menjadikannya sebagai pengalaman seni. Pengalaman artistik adalah pengalaman yang diperoleh melalui kegiatan berkarya seni. Sedangkan pengalaman estetik adalah pengalaman yang diperoleh melalui kegiatan mengamati karya seni.

Berekspresi merupakan kebutuhan dasar setiap orang dan seni merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan itu. Menurut Garha (1979:4) seni merupakan penjelmaan dari keinginan manusia untuk memberi bentuk pada ekspresi atau ungkapan perasaanya ke dalam bentuk artistik. Kebebasan berekspresi melalui seni sangat penting bagi perkembangan kepribadian seseorang. Salah satu manfaatnya adalah dapat memicu kreativitas seseorang. Daya cipta seseorang akan berkembang dengan baik jika mendapat kebebasan dalam berfikir dan bebas mengekspresikannya.

(34)

mempunyai ekspresi yang bersifat subjektif. Ekspresi tersebut tergantung pada persepsi bukan pada penglihatan mata. Persepsi masing-masing orang akan berbeda terhadap objek yang sama, karena persepsi berasal dari otak bukan dari mata meskipun pada awalnya melalui proses penginderaan. Oleh karena itu, pengalaman dan struktur kejiwaan seseorang menentukan corak ekspresinya (Rhondi, 2002: 16). Sebagai alat untuk mengekspresikan pengalaman pribadi, seni tidak hanya berisi perasaan yang berkaitan dengan kehidupan pribadi penciptanya, tetapi juga mengandung hal-hal yang berhubungan dengan perasaan orang banyak.

Ekspresi bisa terjadi secara spontan maupun terkendali. Gambar anak-anak bisa juga disebut sebagai ungkapan perasaan secara spontan. Menurut Lowenfeld dalam Rhondi (2002: 16) kebebasan berekspresi dapat membantu pertumbuhan mental anak sehingga pendidikan seni sangat penting bagi anak, karena masih dalam proses pertumbuhan. Tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara secara konsisten menekankan pentingnya olah rasa di samping olah pikir dan olah raga. Olah rasa menjadi sangat penting karena kepekaan rasa akan menjadikan manusia yang berpikir unggul dan berkarsa tangguh tidak semena-mena kepada pihak lain. Dengan olah rasa inilah akan terbentuk manusia-manusia yang berwatak.

(35)

ekspresi individu, seni lukis dapat dikatakan sebagai perwujudan kejiwaan seseorang yang berkaitan dengan perasaan sedih, gembira, marah, keinginan dan sebagainya yang diungkapkan dengan cita rasa estetis. Melukis tidak semata-mata mengungkap aspek yang bersifat kasat mata, melainkan dapat juga memvisualisasikan hal-hal abstrak yang menjadi bagian dari imajinasi pembuatnya. Dengan demikian lukisan merupakan ekspresi dari semua gagasan yang dimiliki seseorang.

Berdasarkan beberapa penjelasan tentang pengertian ekspresi khususnya ekspresi estetis, dapat memperkaya pengetahuan dalam seni rupa khususnya seni lukis. Adapun ekspresi estetis dalam karya seni lukis merupakan suatu perasaan, perhatian dan imajinasi tentang sesuatu yang diungkapkan melalui garis dan warna dengan media cat atau media campuran lain, sehingga dihasilkan karya yang memiliki nilai estetis.

2. Masa Perkembangan Anak dan Ekspresi Estetisnya

(36)

pendidikan estetis anak-anak mendapat kecerdasan yang luas dan sempurna dari jiiwa dan budinya hingga mendapat tingkatan yang luhur sebagai manusia. Seni rupa bagi anak merupakan media kegiatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Masa anak–anak merupakan masa subur dalam hal ekspresif, sensitif, dan kreatif dan ketiga aspek psikologis ini mutlak terdapat pada wilayah kejiwaan anak-anak. Seperti penjelasan sebelumnya, ekspresi merupakan ungkapan yang berkaitan dengan aspek kejiwaan. Jika diberi kesempatan untuk berekspresi melalui karya seni rupa, maka ia akan merasa gembira karena dapat melepaskan emosi yang ada di dalam jiwanya (Affandi,2004:1). Sensitif artinya peka atau cepat menerima rangsang (Syafi’i, 2006:10). Pendidikan seni di sekolah memungkinkan siswa peka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan estetika . Siswa akan memiliki respon dan kepekaan estetik terhadap fenomena yang ada di sekitarnya.

(37)

(keterampilan kreatif). Contoh dimensi kognisi dari kreativitas adalah berfikir divergen meliputi antara lain kelenturan, kelancaran dan orisinalitas dalam berfikir.

Melalui kegiatan seni di sekolah kreativitas anak atau siswa akan berkembang dengan efektif. Anak harus berkembang sebebas mungkin sesuai dengan minat dan pola alami perkembangannya (Hamalik, 2007: 110). Biarkan dia mengambil keputusan sendiri dan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Dengan demikian kemampuan yang masih terpendam dapat berkembang, menjadi aktif dan kreatif.

Ekspresi estetik atau artistik pada anak-anak hanya bisa dilakukan melalui aktivitas berkarya seni seni khususnya seni rupa baik melalui melukis atau menggambar, membentuk dan mewarnai (Affandi, 2004:6). Seorang anak selalu spontan dan bebas dalam berekspresi sampai merasakan suatu kepuasan dalam dirinya. Kemampuan mereka masih terbatas dalam menghasilkan goresan berupa garis yang tidak terarah. Selanjutnya mereka membuat bentuk-bentuk tertentu yang mempunyai arti.

(38)

setiap anak kadar potensinya berbeda dalam berkesenian khususnya seni lukis.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka diketahui bahwa sesungguhnya anak memiliki potensi akal pikiran, mampu berangan-angan, membayangkan sesuatu yang menjadi pusat perhatian dan keinginannya, sehingga apabila difasilitasi dengan akativitas bermanfaat seperti melukis, mereka akan mampu menyusun konsep-konsep dari apa yang menjadi keinginannya. Anak akan terpupuk kompetensi daya ciptanya. Ketertarikan mengamati dan menghayati lingkungan sekitar, mencermati benda dan lain sebagainya menjadikan anak memiliki pengalaman estetis . Selanjutnya mereka akan mampu membandingkan dan memilih aspek keindahan dan keunikannya, dengan kebiasaan ini mereka akan memiliki kepekaan perasaan.

(39)

a. Masa Corengan (usia balita: 2-4 tahun)

Gambar 1. Gambar anak Masa Corengan

Pada masa ini anak mulanya hanya menggunakan sembarang alat yang dapat digunakan untuk mencoreng. Dengan pengalaman ini ia dapat memahami bahwa alat tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan sesuatu kemudian menjadi daya tarik baginya. Semula perbuatan itu tidak disadari, maka hasil yang diperolehpun bukan menjadi tujuanya. Langkah berikutnya ia ingin mencoba, dari percobaan itu ia memperoleh sesuatu yang baru dan dapat memuaskan dirinya.

(40)

muncul dari hasil coretan macam-macam garis yang bersambungan tanpa terputus artinya terjadi dengan spontan.

Menempatkan gambar pada bidang gambar di bagian tengah atau pinggir menjadi cirri khas ungkapan gambar atau lukisan anak-anak pada masa coreng-moreng ini, sehingga masih banyak ruang kosong yang terdapat pada bidang gambar tersebut. Hal ini dilakukan karena anak-anak menganggap bahwa gambar yang dibuat sudah selesai, sehingga bidang gambar tidak perlu dipenuhi.

b. Masa Pengenalan Bagan (usia prasekolah: 4-7 tahun)

Gambar 2. Gambar anak Masa Pengenalan Bagan

(41)

mereka termasuk manusia dan hewan menyangkut bentuk, warna, jenis, bidang dan ukuranya.

Pada masa ini kemampuan anak-anak membuat simbol semakin jelas dan terarah, sehingga mudah dimengerti orang lain. Anak-anak mulai lancar membuat bentuk seperti persegi dan lingkaran. Mereka mulai tertarik pada alam dan benda di sekitarnya. Oleh karena itu objek yang digambar biasanya pemandangan alam, mobil dan orang yang sedang bekerja. Apabila menggambar gunung, maka gambarnya terdiri dari dua buah segitiga berjajar, antara dua segitiga itu diberi lingkaran sebagai simbol matahari.

(42)

c. Masa Penemuan Bagan (usia SD Awal: 7-9 tahun)

Gambar 3. Gambar anak Masa Penemuan Bagan

Pada usia ini anak masuk dalam usia belajar atau sekolah. Mereka sudah memiliki kemampuan berfikir dan kesadaran akan pilihan yang benar atau salah maupun yang bagus dan tidak bagus. Melalui pengalaman belajar dan latihan mereka dapat menyempurnakan pola-pola atau bentuk lukisan yang dibuatnya. Perwujudan lukisan anak masih menunjukan karakternya masing-masing.

Pada masa ini anak mulai mengadakan hubungan dengan orang lain dan mau menerima pendapat orang lain. Pengamatanya terhadap benda-benda sekitar sesuai dengan realitanya. Artinya tanggapan terhadap benda-benda sesuai dengan apa yang dilihat dan tidak berdasarkan persepsi mereka sendiri. Mereka sudah mampu melakukan analisa terhadap benda atau kejadian yang mereka lihat di lingkungan sekitarnya.

(43)

dan benda yang jauh. Persepsi terhadap letak suatu benda mulai jelas dan mengenal perspektif.

d. Masa Awal Realisme (usia SD Pertengahan: 9-11 tahun)

Gambar 4. Gambar Anak Masa Awal Realisme

(44)

e. Masa Naturalis Semu (usia SD akhir: 11-13 tahun)

Gambar 5. Gambar anak Masa Naturalis Semu

(45)

Lukisan yang dibuat anak-anak memiliki gaya tersendiri yang jelas berbeda dengan lukisan yang dibuat orang dewasa. Jika perbedaan gaya tersebut tidak kita pelajari mungkin kita akan menganggap bahwa perbedaan tersebut merupakan kekurangan bahkan kelemahan apabila dibandingkan dengan lukisan yang dibuat orang dewasa. Tidaklah demikian, yang jelas penciptaanya berangkat dari dunia mereka sendiri yaitu dunia anak-anak.

Berikut ini adalah macam-macam perbedaan yang terdapat pada lukisan anak-anak dan berbagai bentuk ungkapan mereka yang khas (Garha, 1980:103-111).

a. Dimensi

Lukisan yang dibuat memperlihatkan kesan ruang dengan cara memperkecil ukuran benda ataupun orang yang terletak lebih jauh dibandingkan dengan benda yang lebih dekat dengan mata. Anak bukan tidak menyadari perbedaan ukuran itu, melainkan dibuatnya dengan suatu maksud. Cara demikian juga dilakukan orang dewasa ketika melukis objek di sekitar mereka

b. Stereotip atau perulangan

Perulangan pada hasil karya anak muncul secara bertahap, yaitu perulangan total, perulangan objek dan perulangan unsur.

1. Perulangan total

(46)

yang telah berhasil dibuatnya sehingga akan dibuatnya berulang-ulang. Hal ini disebabkan karena anak belum mampu membuat bentuk lain kecuali yang sudah mereka hafal, misal gambar mobil atau pemandangan dengan dua gunung.

2. Perulangan objek

Bentuk perulangan ini akan muncul ketika anak harus melukis atau menggambarkan objek yang banyak pada sebuah gambar, misal sekumpulan orang, pohon-pohon, kendaraan, atau rumah. Bentuk yang digambar hampir sama baik bentuk maupun ukuranya. Kemampuan anak masih kurang ketika harus memberi variasi bentuk.

3. Perulangan unsur

Melalui bentuk perulangan unsur, anak cukup kreatif, hanya keberhasilanya dalam menemukan bentuk tertentu memaksanya mengulang bentuk itu dalam berbagai penggambaran yang dibuatnya. Anak-anak kadang menggambar matahari seperti wajah orang atau binatang berwajah seperti wajah orang.

c. Ideoplastis

(47)

d. Penumpukan

Penumpukan merupakan cara anak-anak memperoleh kesan ruang dalam lukisan yang dibuatnya. Objek-objek yang dilukis disusun dengan cara bertumpukan. Objek yang letaknya lebih dekat dengan pengamatan ditempatkan di bagian bawah bidang gambar dan semakin jauh letak objek maka ditempatkan semakin mendekati sisi atas bidang gambar.

e. Perebahan

Perebahan merupakan cara lain untuk memperoleh kesan ruang dalam menggambar atau melukis. Dalam cara ini pembuat gambar biasanya menempatkan diri di tengah-tengah alam yang digambarkanya. Hasil gambar hampir sama dengan penumpukan objek.

f. Tutup menutup

Cara ini juga ditempuh anak-anak dalam menggambar atau melukis untuk memperoleh kesan ruang dalam karya yang dibuatnya. Penciptaan karya lebih dipengaruhi oleh hasil pengamatan visualnya. Suatu benda yang letaknya lebih jauh pasti akan terhalang atau tertutup oleh benda yang letaknya lebih dekat. Oleh karena itu, penumpukan satu objek oleh objek lain akan menghadirkan kesan ruang dalam gambar atau lukisan.

g. Perspektif burung

(48)

h. Pengecilan

Objek yang ditampilkan dalam lukisan ukuranya tidak sama. Untuk menggambarkan benda yang letaknya jauh digambarkan dengan pengecilan objek sebagaimana objek yang tampak dalam pengamatanya. Cara ini juga lebih banyak dipengaruhi oleh pengamatan visualnya

Untuk mengenal dunia seni rupa anak, kita harus mengetahui beragam tipe gambar buatan anak-anak. Pengetahuan ini diperlukan agar kita tidak memilih dan memaksa anak untuk berkarya sesuai dengan keinginan kita sebagai orang yang sudah dewasa. Setiap anak memiliki gaya masing-masing untuk menyampaikan ungkapan perasanya melalui gambar atau lukisan yang dibuatnya. Warna yang digunakan ketika menggambar atau melukis juga tidak ada hubunganya dengan kenyataan, tetapi berdasrkan emosionalnya. Dalam mewarnai karya seni lukisnya tidak sama dengan objek aslinya, karena tergantung dari warna apa yang disukainya pada saat berekspresi dan bereksplorasi. Sebagai contoh misalnya menggambar rambut dengan warna hijau, wajah orang dengan warna merah dan sebagainya.

Menurut Garha (1980: 113) ada tiga tipe gambar yang dibuat anak-anak, yaitu tipe visual, tipe haptik dan tipe campuran.

a. Tipe Visual

(49)

Gambar 6. Gambar anak Tipe Visual

Gambar di atas merupakan salah satu contoh yang menunjukan bahwa yang menetukan bentuk gambar adalah pengalaman visualnya. Gambar dibuat dengan pengaturan perspektif dan bayangan.

b. Tipe Haptik

(50)

Gambar 7. Gambar anak Tipe Haptik

c. Tipe Campuran

Gambar 8. Gambar anak Tipe Campuran

(51)

C. NILAI ESTETIS DALAM KARYA SENI LUKIS

Kata estetis pertama kali dipakai oleh Baumgarten seorang filsuf Jerman, untuk menunjukan cabang filsafat yang berkaitan dengan seni dan keindahan. (Hartoko, 1984: 14). Sedangkan kata estetis berasal dari bahasa Yunani yaitu “aesthesis” yang artinya persepsi, pengalaman, perasaan dan pemandangan. Estetika merupakan pengetahuan, namun pengetahuan ini lain dari yang lain dan tidak dapat ditempatkan di bawah logika (Baumgarten dalam Hartoko, 1984:15).

(52)

warna merah diasosiasikan sebagai kemarahan dan keberanian. Sedangkan warna hijau digunakan untuk mengungkapkan kesegaran, pertumbuhan dan kesuburan (Sulasmi, 1989:58).

Ada dua teori tentang keindahan yaitu teori objektif dan teori subjektif (Dharsono, 2007:15). Menurut teori objektif keindahan itu terletak pada bendanya seperti yang disebutkan Aristoteles. Suatu benda dikatakan indah apabila benda tersebut memiliki bentuk yang indah. Artinya kapanpun dan dimanapun setiap orang mengatakan bahwa benda tersebut indah. Kualitas keindahan dihasilkan oleh perimbangan antara usur-unsur yang menyusun benda tersebut. Pengamatan seseorang hanya menemukan atau menyingkapkan sifat-sifat indah yang ada pada benda atau karya seni itu dan tidak bisa mengubahnya. Jadi keindahan itu bersifat universal dan memiliki ciri yang dapat dijelaskan secara rasional.

(53)

Menurut Gie dalam Rondhi (2002:12) menjelaskan bahwa sesungguhnya nilai estetis dalam karya seni merupakan satu kesatuan antara persepsi pengamat dengan karya seni itu sendiri artinya nilai estetis terletak pada subjek maupun objeknya. Pengamat akan memperoleh pengalaman estetis apabila berhadapan dengan objek yang indah. Keindahan lukisan dapat dilihat secara visual yang mengacu pada unsur-unsur visual dan prinsip-prinsip estetika. Namun bukan berarti setiap bentuk yang indah selalu membangkitkan pengalaman estetis. Tanpa kecerdasan emosi atau upaya menyerap keindahan pada suatu karya maka pengalaman estetis tersebut tidak akan diperoleh. Artinya sifat estetis suatu lukisan yang kita apresiasi lebih ditentukan oleh reaksi emosional dari kesadaran kita.

Menurut Gilson dalam Setjoatmodjo (1988: 103) menjelaskan bahwa lukisan memiliki eksistensi estetis karena lukisan itu dipandang oleh pengamat sebagai objek pengalaman estetis. Eksistensi itu akan berlangsung bersama-sama antara objek yang berupa karya seni dengan pengamat sebagai subjek.

D. MAKNA SIMBOLIS DALAM KARYA SENI LUKIS

(54)

material atau aspek fisik dari sebuah tanda sedangkan petanda adalah aspek makna dari sebuah tanda.

Pierce dalam Rondhi (2002:34) mengklasifikasikan tanda menjadi tiga jenis yaitu ikon, indeks dan simbol. Ikon adalah tanda yang terkait dengan objek karena keserupaanya. Indeks yakni tanda yang terkait dengan objek tertentu karena karena hubungan sebab akibat. Sedangkan simbol adalah tanda yang terkait dengan objek tertentu yang terjadi karena kesepakatan. Karya seni merupakan tanda yang terkadang memiliki tiga ciri tersebut. Jadi bentuk karya seni dapat berupa ikon, indeks dan simbol. Simbol dalam karya seni rupa berfungsi sebagai sarana untuk menyimpan dan mengungkapkan nilai-nilai atau makna. Simbol tersebut memiliki makna dengan segala interpretasinya serta menjadi media komunikasi.

Makna dalam sebuah karya seni bukan hanya denotatif tetapi juga konotatif (Rondhi, 2002: 36). Karya seni merupakan tanda yang memiliki banyak makna. Makna tersebut antara lain yakni makna konseptual yaitu makna yang kita kenal melalui belajar dan melalui proses sosialisasi dan makna artistik yaitu makna personal yang hanya disadari oleh masing-masing individu ketika mengamati atau berhadapan dengan suatu tanda. Makna artistik merupakan makna yang melekat pada bentuk. Sedangkan makna yang diperoleh dari proses sosialisasi dan pengaruh budaya disebut sebagai makna simbolis.

(55)

kebiasaan lukisan representasional lebih mudah dipahami. Bahasa visual yang repesentasional ini bisa disebut sebagai ikon karena mengutamakan kemiripan. Bahasa abstrak sejajar dengan indeks sebab diperlukan kemampuan mengabstraksi untuk mencari hubungan sebab akibat. Pada bahasa visual simbolik sangat identik dengan konsep yang mensyaratkan orang untuk mempelajari kesepakatan budaya agar bisa membaca dan memahaminya (Rohidi,2000:79). Ketiga tingkatan penghadiran informasi dalam karya seni ini sesungguhnya saling terkait dan tidak terpisah satu dengan lainya. Masing-masing bahasa visual memiliki karakteristik yang unik dan dapat didefinisikan. Ketiganya tidak bertentangan melainkan berinteraksi dan saling memperkaya kualitas karya seni.

Menurut Rohidi (2000: 80) seni adalah suatu simbol yang termasuk dalam perangkat simbol pengungkapan perasaan atau simbol ekspresif. Demikian pula dengan karya seni lukis yang merupakan bentuk ekspresi yang identik dengan simbol dan makna yang tersirat di dalamnya. Unsur visual merupakan simbol yang dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi sesuatu yang mampu menyampaikan maksud dan makna tertentu.

(56)

Lukisan bukan sekedar menjadi objek yang diperlakukan dan pelukis menjadi subjek, tetapi lukisan adalah refleksi dari subjek yang melakukan. Lukisan tidak berbicara tentang dirinya sendiri tetapi sesungguhnya yang berbicara adalah cerminan pelukisnya (Sunaryo, 2006:4). Sebuah lukisan disebut sebagai sebuah bahasa yang setiap unsurnya adalah tanda bahasa yang tetap, tetapi pembacaan terhadap lukisan itu bisa melahirkan penafsiran yang tidak tetap.

Lukisan dengan corak realistik mudah dibaca karena memiliki tanda bahasa yang tetap, tetapi dalam proses apresiasi lukisan tersebut dapat dimaknai (Rondhi, 2002:36). Lukisan tersebut menjadi bermakna karena dimaknai oleh pembuatnya maupun oleh pengamat. Sebaliknya jika lukisan menyodorkan bahasa yang sulit dicerna pengamat menyebutnya sebagai lukisan abstrak. Meskipun lukisan itu abstrak sebenarnya tetap bisa dimaknai karena lukisan tidak lepas dari simbol-simbol yang menyertainya.

(57)

Menurut Sulasmi (1989:58) warna mempunyai nilai perlambangan dan fungsi simbolik, yaitu :

1. Warna merah melambangkan sifat agresif. Warna ini sering diasosiasikan sebagai darah, kekuatan, keberanian, cinta dan kebahagiaan.

2. Warna ungu memiliki karakteristik khidmat dan mulia serta mengesankan. Warna ini melambangkan suci dan lambing agama.

3. Biru melambangkan kesucian harapan dan kedamaian.

4. Hijau mengungkapkan kepercayaan, keabadian, kesuburan dan pertumbuhan.

5. Kuning sering diartikan sebagai kesenangan dan kemuliaan cinta. Putih memiliki karakter cemerlang dan sederhana serta sering dilambangkan sebagai kesucian dan kejujuran.

6. Kelabu melambangkan hal-hal negatif sepereti keragu-raguan. 7. Hitam melambangkan kegelapan, ketegasan dan kokoh.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN ANAK Menurut Munib, (2004:42) faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan adalah faktor internal (peserta didik) dan faktor eksternal (pendidik dan lingkungan).

1. Faktor Internal

(58)

negatif. Emosi yang tidak stabil ditunjukan dengan adanya sifat marah, senang, sedih, takut dan rasa ingin tahu.

Menurut Affandi (2004: 39) pada usia 9-11 tahun anak mulai berpikir rasional. Mereka mulai kritis terhadap realitas yang dihadapi di lingkunganya. Kebiasaan yang sering dilakukan siswa adalah memberikan penilaian terhadap sesuatu dengan memberikan kekurangan dan kelebihan disertai dengan alasan yang jelas. Faktor jenis kelamin juga berpengaruh terhadap hasil pembelajaran siswa di sekolah. Anak laki-laki biasanya lebih suka bergerak dan beraktivitas dengan bebas. Sementara itu anak perempuan cenderung pendiam dan tidak suka beraktivitas yang berlebihan.

2. Faktor Eksternal

Setiap individu siswa mempunyai lingkungan yang berbeda-beda baik dalam keluarga maupun lingkungan masyarkatnya. Pengaruh dari luar pribadi siswa juga mempunyai andil terhadap hasil pendidikan yang diperoleh melalui pendidikan formal maupun nonformal. Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi siswa dalam pembelajaran antara lain:

a. Lingkungan Keluarga

(59)

Kebiasaan baik maupun kebiasaan yang buruk juga akan menbentuk kepribadian dan karakternya.

Orang tua siswa yang memiliki kemapanan status sosial dapat mendorong kegiatan anak secara materi. Kebutuhan yang diperlukan oleh anaknya selalu tercukupi misalnya dari kelengkapan alat yang digunakannya dalam belajar. Kurangnya kesadaran dan kondisi sosial ekonomi juga menyebabkan kurangnya motivasi yang diberikan orang tua kepada anak (Hamalik, 2007:23). Sesungguhnya di samping dukungan materil orang tua ataupun keluarga masih bisa memberikan motivasi moril kepada anak untuk berkreativitas sesuai dengan potensi yang dimiliki .

Motivasi moral atau materi yang diberikan keluarga kepada anak sangat besar pengaruhnya terhadap hasil pendidikan. Kemudahan anak untuk memperoleh pengalaman maupun pendidikan akan mendorong anak semangat dalam belajar. Siswa yang mendapat dukungan dari orang tuanya telihat pada ekspresinya yang berani dan tangkas dalam menjawab pertanyaan dengan mudah tanpa takut salah walaupun dengan jawaban yang terkadang kurang mengena tetapi yang lebih penting adalah proses anak tersebut dalam berinteraksi dengan lingkunganya (Hamalik,2007:23). Rasa rendah diri juga terlihat pada anak-anak yang agak tertutup.

b. Lingkungan Tempat Tinggal

(60)

perkembangan mental anak, baik yang berdampak pada perilaku positif maupun perilaku negatif.

Kegiatan lomba di bidang pendidikan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun organisasi masyarakat juga ikut mendukung kemampuan siswa dalam mengembangkan kreativitas dan menambah pengalamanya dalam belajar. Partisipasi siswa dalam perlombaan dapat menambah wawasan mereka tentang perkembangan ilmu pengetahuan. Motivasi untuk memenangkan perlombaan mempengaruhi intensitas siswa dalam mengasah kemampuan mereka yaitu dengan sering belajar dan berlatih. c. Lingkungan Sekolah

Salah satu faktor yang mendukung pembelajaran adalah ketersediaan sarana dan sumber daya manusia yang profesional sehingga dapat dipastikan pembelajaran diperhatikan dengan baik. Mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa contohnya seni rupa harus memberikan kebebasan untuk berekspresi sehingga diperoleh hasil yang original dan efisien.

(61)
(62)

50 A. PENDEKATAN PENELITIAN

Penelitian berasal dari bahasa Inggris research dan ada yang menterjemahkan sebagai riset. Research sendiri berasal dari kata re yang artinya” kembali” dan to search yang artinya” mencari”. Dengan demikian arti sebenarnya dari research atau riset adalah “mencari kembali”. Menurut Hillway dalam Nazir (1988: 13) penelitian adalah suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perillaku yang dapat diamati (Moleong, 2006: 4). Pendekatan ini dilakukan dengan cara melihat objek sebagai suatu sistem, dengan kata lain objek kajian dilihat sebagai sesuatu yang terdiri dari unsur yang saling terkait.

(63)

7). Penekanan pendekatan kualitatif yaitu pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif. Berdasarkan definisi ini diperoleh gambaran jelas bahwa penelitian kualitatif mengutamakan latar ilmiah, metode ilmiah dan dilakukan oleh orang yang berfikir ilmiah.

Penelitian kualitatif mengarah pada mutu kedalaman uraian pembahasan permasalahan yang dikaji, maka metode kualitatif memerlukan pengamatan, pemetaan dan penganalisisan masalah. Penelitian dilakukan terhadap sekelompok manusia, suatu objek, kondisi atau suatu sistem pemikiran ataupun peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari pendekatan adalah untuk membuat deskripsi, gambaran sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

B. SASARAN DAN LOKASI PENELITIAN

Sasaran pokok dari penelitian ini adalah ekspresi estetis siswa kelas V Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Amal Kota Semarang dalam karya seni lukisnya dengan fokus pada kajian unsur visual dan makna simbolis.

Lokasi penelitian di Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Amal Kota Semarang.

C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

(64)

sebagaimana adanya (Ibrahim, 2007: 97). Instrumen penelitian merupakan istilah yang lazim digunakan untuk menyebut alat pengumpul data penelitian, sehingga instrumen ini menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.

Wujud data merupakan sumber penelitian yakni subjek dari mana data diperoleh. Dalam penelitian ini data yang diambil di lapangan adalah dalam bentuk fakta-fakta melalui observasi langsung di lapangan, informasi dari siswa maupun guru dan juga menggunakan dokumentasi sebagai salah satu fakta di lapangan. Di samping menyusun instrumen pekerjaan yang jauh lebih penting dalam penelitian adalah mengumpulkan data. Untuk memperoleh data yang relevan, maka dalam penelitian ini teknik pengumpulan datanya dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan teknik dokumentasi.

1. Observasi

(65)

Observasi dalam penelitian ini dilakukan secara langsung, sehingga peneliti dapat melihat dengan dekat karya aslinya dan dapat mempermudah analisa dalam memperoleh data yang dibutuhkan. Penulis mencari data yang meliputi letak dan kondisi geografis. Observasi lain dilakukan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kondisi sekolah, aktivitas guru dan siswa dan kegiatan belajar khusunya di kelas V. Sementara untuk mengetahui ekspresi estetis, peneliti melakukan observasi terhadap hasil karya seni lukis siswa kelas V.

Observasi dilakukan terhadap hasil karya seni lukis 52 siswa kelas V. tema lukisan terdiri dari tema pemandangan dan kaligrafi. Kemudian peneliti hanya mengambil 6 karya dengan tema pemandangan dan 6 karya dengan tema kaligrafi secara acak atau undian untuk mewakili 52 karya dari masing-masing tema yang dibahas dalam analisis.

(66)

2. Wawancara

Dalam teknik wawancara, peneliti melakukan penelitian dengan cara meminta keterangan atau jawaban secara langsung kepada responden. Dalam penelitian kualitatif, wawancara merupakan teknik utama dalam pengumpulan data karena dengan wawancara akan diperoleh data, selain yang diketahui dan dialami subjek, juga data tersembunyi yang melatarbelakangi perilaku subjek.

Dalam bukunya Arikunto (2006: 227) menjelaskan bahwa secara garis besar pedoman wawancara dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil dari pedoman ini lebih banyak ditentukan oleh pewawancara.

b. Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci dan menyerupai check list. Pewawancara tinggal membubuhi tanda v (check) pada nomor yang sesuai.

(67)

dan data yang diperoleh akan lebih efektif, akan tetapi kurang bisa mendapatkan data secara lengkap dan mendalam.

Informasi yang digali melalui wawancara meliputi:

a. Wawancara terhadap siswa kelas V antara lain: M. Zaki, Galang, Frinanda, Syarif, Annisa, Mila, Husna, Alfisyar, Emir, Nadia, Chofifah, Amanatul, M. Naufal, Faris, Rahmadika, Qonita dan Fauzan. meliputi: tentang tema lukisan, media, proses pengerjaan dan tentang maksud lukisannya.

b. Wawancara terhadap Bapak Supriyanto ( Guru Seni Rupa) meliputi: strategi membelajarkan seni rupa, tentang tema-tema melukis yang disukai siswa, media pembelajaran dan kondisi pembelajaran seni rupa serta bagaimana sarana pendukung lainnya.

c. Wawancara kepada Ibu Zulaichah (Kepala Sekolah) meliputi: latar belakang berdirinya SDIT Bina Amal, bagaimana visi dan misi sekolah, perkembangan sekolah, dan bagaimana kompetensi siswa khususnya dalam bidang seni yang diharapkan oleh pihak sekolah.

3. Dokumentasi

(68)

merupakan data atau dokumen yang berasal dari intern sekolah seperti daftar nama siswa, daftar nama pegawai, tata tertib guru dan siswa, struktur kurikulum sekolah dan sebagainya. Kemudian dokumentasi yang lain adalah berupa foto lingkungan sekolah, aktivitas pembelajaran dan foto hasil karya siswa.

D. TEKNIK ANALISIS DATA

Menurut Bogdan dalam Moleong (2006: 248 ) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.

Teknik analisis data merupakan salah satu teknik yang digunakan peneliti untuk merangkum ataupun menata data yang telah diperoleh dari SDIT Bina Amal. Data yang ditata secara sistematis adalah data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai hasil dari penelitian yang telah dilakukan selama penelitian.

(69)

yang sangat baik, baik dan cukup. Kemudian karya dari masing-masing kategori diambil dengan cara acak atau undian.

Klasifikasi merupakan proses memilah-milah data dan memadukannya kembali, (Moleong,2006:290). Klasifikasi merupakan proses analisis untuk menyusun temuan-temuan data dalam bentuk paparan deskriptif dalam satuan bahasan kategori dari yang bersifat umum menuju yang khusus sesuai dengan permasalahan penelitian berikut dengan gambar secara visual sebagai pendukung penyajian tersebut. Oleh sebab itu, penyajian data digunakan untuk merinci kompleksitas kenyataan ke dalam bagian-bagian.

Verifikasi data adalah langkah dan kegiatan yang dilakukan peneliti yang berkaitan dengan jenis data yang diperlukan dengan tahap apakah data tersebut telah tersedia di lapangan, dari mana data dan informasi dapat diperoleh dan bagaimana cara memperolehnya , bagaimana data itu disusun dan ditafsirkan agar dapat menjawab pertanyaan penelitian atau menguji kebenaran hipotesis (Sudjana dan Kusuma 2002: 85).

(70)

58  BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Letak dan Keadaan Umum Sekolah

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Bina Amal Kota Semarang berada di Jalan Kyai Saleh Nomor 8 Kelurahan Mugassari Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang. Wilayah ini merupakan pusat kegiatan dan keramaian karena dekat dengan Simpang Lima. Di lingkungan ini banyak berdiri gedung-gedung megah seperti Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kantor Gubernur Jawa Tengah, Polda Jawa Tengah dan Kantor Perhutani. SDIT Bina Amal juga berdekatan dengan Sekolah Dasar Kristen Gergaji, Kantor DPD Partai Golkar, Rumah Sakit Karyadi dan Pemakaman Umum Borgota.

(71)

 

Gambar 9. Pintu masuk SDIT Bina Amal. (Dokumentasi penulis)

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Bina Amal Semarang, berdiri pada tanggal 27 Maret 2002. Didirikan oleh Yayasan Wakaf Bina Amal Semarang. Gedung sekolah dibangun di atas tanah seluas 3664 m2, luas bangunannya 865 m2. Tanah sekolah sepenuhnya milik negara, atas nama keluarga Bapak Kusumo Djoko Kuncoro, Phd. Jadi SDIT Bina Amal Semarang merupakan sekolah milik swasta yang dikelola oleh yayasan. Oleh karena itu, tentunya sekolah harus bertanggung jawab atas kebijakan dan kegiatan yang dikerjakan kepada pihak Yayasan Wakaf Bina Amal, sebab sekolah berada di bawah yayasan. Meskipun Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Amal Semarang adalah sekolah milik swasta, namun tetap berada di bawah pengawasan Dinas Pendidikan cabang Kecamatan Semarang Selatan.

(72)

 

sangatlah tinggi. Terkadang dalam penerimaan siswa baru, SDIT Bina Amal Kota Semarang terpaksa harus menolak calon siawa. Hal tersebut dikarenakan kapasitas kelasnya hanya bisa menampung antara 25 sampai 30 siswa tiap kelasnya.

Gambar 10. Salah satu sudut halaman sekolah yang asri. (Dokumentasi penulis)

(73)

 

Gambar 11. Kantor Kepala Sekolah. (Dokumentasi penulis)

Masyarakat di sekitar SDIT Bina Amal adalah masyarakat majemuk baik dari segi agama strata sosial maupun ekonomi. Adapun masyarakat yang menyekolahkan anaknya kebanyakan berasal dari luar kelurahan Mugassari.

Jumlah seluruh personil di SDIT Bina Amal sampai dengan November 2008 adalah 60 personil dengan perincian sebagai berikut: 1 orang kepala sekolah, 3 orang wakil kepala sekolah, 30 orang guru mata pelajaran, 15 wali kelas, 1 orang guru BK, 1 pegawai perpustakaan, 1 petugas UKS, 1 pegawai tata usaha, 2 orang pegawai koperasi, 3 orang petugas kebersihan, 1 orang petugas keamanan dan 1 penjaga sekolah.

(74)

 

Tabel 1. Jumlah peserta didik tahun 2008/2009 NO KELAS PARALEL

LAKI-LAKI

PEREMPUAN JUMLAH

1 I 3 52 45 97

2 II 3 43 55 98

3 III 3 49 43 92

4 IV 2 31 28 59

5 V 2 29 23 52

6 VI 2 20 15 35

JUMLAH 15 224 209 433

2. Struktur dan Konsep Pengembangan Kurikulum

Gambar

Tabel 1.  Jumlah peserta didik SDIT Bina Amal Kota Semarang Tahun Ajaran
gambar pohon, gunung, awan, air terjun dan sebagainya. Sebuah lukisan
gambar atau
Gambar 1. Gambar anak Masa Corengan
+7

Referensi

Dokumen terkait