• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

DRAFT LAPORAN AKHIR

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TENTANG

PENYELENGGARAAN JALAN

Disusun oleh:

Tim Pendamping DPRD Kabupaten Boyolali

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

2019

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Penyusunan Naskah Akademik (NA) Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Jalan.

Jalan mempunyai peranan yang sangat penting di dalam mendukung kegiatan ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta pertahanan dan keamanan. Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan katalisator dalam proses produksi, pasar, dan konsumen. Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Dari aspek lingkungan, keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Sehingga dengan adanya jalan kabupaten tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mencapai hal itu, maka diperlukan adanya Peraturan Daerah yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam menjalankan kewenangannya di bidang penyelenggaraan jalan, yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan terhadap jalan daerah.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jalan di Daerah. Untuk mewujudkan sebuah Peraturan Daerah dimaksud, maka perlu dilakukan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Jalan.

Atas selesainya naskah akademik ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyiapan sampai selesainya laporan pelaksanaan kegiatan penelitian ini.

(3)

iii

Laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami akan menerima dengan tangan terbuka kritik dan saran guna perbaikannya.

Akhirnya kami berharap semoga hasil kajian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Boyolali, Mei 2019 Tim Penyusun

(4)

iv

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul ...………...………... i Kata Pengantar ... ii Daftar Isi ………….. ... iii BAB I : PENDAHULUAN ... I-1 A. Latar Belakang ... I-1

B. Identifikasi Masalah ... I-10 C. Maksud, Tujuan dan Target Penelitian ... I-14 D. Kegunaan ... I-15 E. Metode Penelitian ... I-15

BAB II : KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIS EMPIRIS ... II-1 A. Kajian Teoretis ... II-1 1. Tinjauan tentang Pemerintahan Daerah ... II-1

2. Pengertian Jalan ... II-3 3. Pengelompokan Jalan ... II-4 4. Bagian-Bagian Jalan ... II-8 5. Pemanfaatan Bagian-Bagian Jalan ... II-12 6. Izin, Rekomendasi, dan Dispensasi

Pemanfaatan Bagian-Bagian Jalan ... II-14 7. Pembagian Kewenangan Penyelenggaraan

Jalan ... II-16 8. Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Bidang

Jalan ... II-18 9. Kegiatan Penanganan Jalan ... II-19 10. Kemantapan Jalan ... II-26 11. Izin Menggunakan Jalan Selain Untuk

Kepentingan Selain Lalu Lintas ... II-27 12. Alih Status Jalan ... II-28

(5)

v

13. Urusan Pemerintahan bidang Pekerjaan Umum Yang Menjadi Kewenangan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota ... II-33 B. Kajian Terhadap Asas Terkait Dengan Penyusunan Perda ... II-37

C. Kajian Terhadap Gambaran Umum Penyelenggaraan Jalan Daerah dan

Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat di

Kabupaten Boyolali ... II-44 D. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem

Baru terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya Terhadap Aspek Beban

Keuangan ... II-64 BAB III : EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN TERKAIT ... III-1

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 ... III-1 2. UU No 38 Tahun 2004 tentang Jalan ... III-2 3. UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan ... III-8 4. UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan ... III-14 5. UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah ... III-18 6. PP No 34 Tahun 2006 tentang Jalan ... III-20 7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

20/PRT/M/ 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan

dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan ... III-25 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

3/PRT/M/ 2012 tentang Pedoman Penetapan

Fungsi Jalan dan Status Jalan ... III-42 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

4/PRT/M/ 2012 tentang Tata Cara Pengawasan

Jalan ... III-47 BAB IV : LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS . IV-1

A. Landasan Filosofis ... IV-1

(6)

vi

B. Landasan Sosiologis ... IV-5 C. Landasan Yuridis ... IV-8 BAB V : JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH .. V-1 A. Jangkauan dan Arah Pengaturan ... V-1 B. Ketentuan Umum ... V-2 C. Materi Muatan Yang Akan Diatur ... V-5 D. Ketentuan Sanksi ... V-9 E. Ketentuan Peralihan ... V-9 F. Ketentuan Penutup ... V-9 BAB IV : PENUTUP ... VI-1

A. Kesimpulan ... VI-1 B. Saran ... VI-2 LAMPIRAN:

A. Daftar Kepustakaan dan Daftar Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan.

B. Draft Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Jalan.

(7)

I-1 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia sebagaimana diidealkan dan dicita- citakan oleh the founding fathers adalah sebagai Negara Kesejahteraan (Welfare State). Negara kesejahteraan adalah suatu negara yang memiliki tujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan dengan apa yang tercantum dalam Alinea ke 4 (empat) Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang berbunyi sebagai berikut:

“...untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebagsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUD 1945 yang selengkapnya berbunyi:

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah- daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas

(8)

I-2 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

(2) Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas- luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang- undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah.

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

Saat ini undang-undang sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (7) UUD 1945 tersebut adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015. Penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan

(9)

I-3 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Guna efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antar-daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2, disebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. Terdapat 3 (tiga) jenis urusan pemerintahan yaitu: urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan

(10)

I-4 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Sedangkan urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.

Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Selanjutnya urusan Pemerintahan Wajib ini terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.

Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar.

Sedangkan Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah

Berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, salah satu urusan pemerintahan konkuren yang bersifat wajib dan berkaitan dengan pelayanan dasar adalah pekerjaan umum dan penataan ruang. Urusan pekerjaan umum dan penataan ruang tersebut meliputi beberapa sub urusan yaitu:

1. Sumber Daya Air (SDA);

2. Air Minum;

3. Persampahan;

4. Air Limbah;

(11)

I-5 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

5. Drainase;

6. Permukiman;

7. Bangunan Gedung;

8. Penataan Bangunan dan Lingkungannya;

9. Jalan;

10. Jasa Konstruksi; dan 11. Penataan Ruang.

Terkait dengan sub urusan jalan, kewenangan Pemerintahan Kabupaten adalah penyelenggaraan jalan kabupaten. Dalam rangka penyelenggaraan kewenangan daerah khususnya menyangkut penyelenggaraan jalan kabupaten tersebut didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional.

Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, daerah berhak menetapkan kebijakan daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dalam menetapkan kebijakan daerah sebagaimana dimaksud, daerah wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Penyelenggara pemerintahan daerah memprioritaskan pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Pelaksanaan Pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yg diperuntukkan bagi lalu lintas, yang

(12)

I-6 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Terkait dengan jalan saat ini terdapat dasar pengaturan teknis sektoralnya seperti: Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.

Penyelenggaraan jalan secara umum yang meliputi:

pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan secara makro sesuai dengan kebijakan nasional terhadap Jalan Daerah. Kewenangan ini dilaksanakan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk. Selanjutnya yang dimaksud dengan

“pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan secara makro” meliputi kebijakan jaringan jalan, pembentukan peraturan perundang-undangan, standar pelayanan, sistem pemrograman, sistem penganggaran, standar konstruksi, manajemen pemeliharaan, dan pengoperasian jalan.

Selama ini kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten terkait dengan jalan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tersebut kewenangan Pemerintah Kabupaten meliputi:

1. Pengaturan jalan kabupaten dan desa.

a. Perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kabupaten dan desa berdasarkan kebijakan nasional di bidang

(13)

I-7 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

jalan dengan memperhatikan keserasian antar daerah dan antar kawasan.

b. Penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kabupaten dan desa.

c. penetapan status jalan kabupaten dan desa.

d. penyusunan perencanaan umum dan pembiayaan jaringan jalan kabupaten dan desa.

2. Pembinaan jalan kabupaten dan desa.

a. Pemberian bimbingan penyuluhan serta pendidikan dan pelatihan para aparatur penyelenggara jalan kabupaten dan desa.

b. Pemberian izin, rekomendasi, dispensasi dan pertimbangan pemanfaatan ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan.

3. Pengembangan teknologi terapan di bidang jalan untuk jalan kabupaten dan desa.

Sebagaimana diketahui bahwa jalan merupakan salah satu prasarana perhubungan darat atau lalu lintas merupakan unsur penting dalam pengembangan perekonomian serta kegiatan pelayanan masyarakat lainnya harus diatur agar keberadaannya mampu mewujudkan peri kehidupan rakyat yang serasi dengan tingkat kemajuan yang sama, merata, dan seimbang. Tahun 2017 tercatat panjang jalan yang dikelola oleh pemerintah di Kabupaten Boyolali adalah 759,584 kilometer baik yang dikelola oleh Negara, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah maupun Pemerintah Kabupaten serta Desa.

Untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana mestinya, pemerintah mempunyai hak dan kewajiban menyelenggarakan jalan. Agar penyelenggaraan jalan dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna,

(14)

I-8 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

diperlukan keterlibatan masyarakat.

Untuk mencapai hal itu, maka diperlukan adanya Peraturan Daerah yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam menjalankan kewenangannya di bidang penyelenggaraan jalan, yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan terhadap jalan daerah.

Peraturan Daerah hakekatnya adalah kebijakan publik untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan. Peraturan Daerah dibentuk selaras atau dalam kerangka mewujudkan tujuan otonomi daerah. Selanjutnya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 236 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018, disebutkan bahwa Peraturan Daerah memuat materi muatan:

a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan

b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi.

Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Peraturan Daerah dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terkait dengan keberadaan Jalan yang berstatus Jalan Kabupaten Boyolali telah ditetapkan Keputusan Bupati Boyolali Nomor 900/0245 Tahun 2016 tentang Penetapan Status Ruas Jalan Sebagai Jalan Kabupaten di

(15)

I-9 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

Wilayah Kabupaten Boyolali. Dalam Keputusan Bupati Boyolali tersebut ditetapkan Jalan Umum di Kabupaten Boyolali yang berstatus Jalan Milik Kabupaten Boyolali.

Dalam rangka mengoptimalkan fungsi dan peranan jalan sesuai dengan karakter wilayah Kabupaten Boyolali diperlukan kebijakan penyelenggaraan jalan secara umum yang meliputi: pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan secara makro sesuai dengan kebijakan nasional terhadap Jalan Daerah sehingga mampu mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Selanjutnya dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah di bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang khususnya sub urusan jalan berdasarkan ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan sebagai penjabaran lebih lanjut ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan serta Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dipandang perlu adanya Peraturan Daerah yang mengatur mengenai penyelenggaraan jalan.

Selanjutnya dalam rangka penyelenggaraan kewenangan daerah di bidang penyelenggaraan Jalan Daerah serta sebagai penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi khususnya Pasal 16, dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan serta Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan dan sekaligus menjadi jawaban atas permasalahan di daerah (local problem solving) terkait dengan penyelenggaraan jalan daerah, dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jalan.

Selanjutnya untuk mewujudkan sebuah Peraturan Daerah

(16)

I-10 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

yang ideal perlu dilakukanlah kegiatan Penyusunan Naskah Akademik.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Boyolali melalui Komisi III menggunakan haknya menginisiasi adanya Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jalan. Untuk itulah kegiatan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Jalan ini dilakukan.

B. Identifikasi Masalah

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah negara, dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Jalan mempunyai peranan yang sangat penting di dalam mendukung kegiatan ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta pertahanan dan keamanan. Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan katalisator dalam proses produksi, pasar, dan konsumen akhir. Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Dari aspek lingkungan, keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan

(17)

I-11 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah negara, dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di samping itu jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dandikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.

Di Kabupaten Boyolali, memiliki wilayah yang cukup luas. Terdapat satu wilayah kecamatan yang memiliki jarak yang relatif jauh dengan ibukota Kabupaten yaitu Kecamatan Juwangi. Jarak antara pusat Pemerintahan Kabupaten Boyolali dengan ibukota Kecamatan Juwangi adalah 70 kilometer.

Berdasarkan Keputusan Bupati Boyolali No 900/0245 Tahun 2016 tentang Penetapan Status Ruas Jalan Sebagai Jalan Kabupaten di Wilayah Kabupaten Boyolali, terdapat 203 ruas jalan yang penyelenggaraannya menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Boyolali.

Berdasarkan data dalam Kabupaten Boyolali Tahun 2018, pada tahun 2017 tercatat panjang jalan yang dikelola oleh pemerintah di Kabupaten Boyolali adalah 759,584 kilometer. Dari ruas panjang jalan tersebut dilihat dari status berdasarkan kewenangan penyelenggaraannya meliputi:

(18)

I-12 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

a. sepanjang 35,46 kilometer dikelola oleh Negara;

b. sepanjang 46,124 kilometer oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah; dan

c. sepanjang 678 kilometer dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali.

Selanjutnya dilihat dari kondisi jalan di Kabupaten Boyolali dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. sepanjang 433,518 kilometer dalam kondisi baik;

b. sepanjang 101,900 kilometer kondisi sedang;

c. sepanjang 72,282 kilometer kondisi rusak; dan d. sepanjang 70,300 kilometer rusak berat.

Kondisi jalan rusak berat paling banyak ada di Kecamatan Musuk, yaitu sepanjang 9,5 kilometer.

Dari aspek politik, keberadaan jalan menghubungkan dan mengikat antar-daerah, sedangkan dari aspek pertahanan dan keamanan, keberadaan jalan memberikan akses dan mobilitas dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan. Wewenang penyelenggaraan jalan harus dilaksanakan dengan mengutamakan sebesar-besarnya kepentingan umum.

Untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana mestinya, pemerintah mempunyai hak dan kewajiban menyelenggarakan jalan. Agar penyelenggaraan jalan dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna, diperlukan keterlibatan masyarakat.

Untuk mencapai hal itu, maka diperlukan adanya Peraturan Daerah yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam menjalankan kewenangannya di bidang penyelenggaraan jalan, yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan terhadap jalan daerah.

(19)

I-13 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

Peraturan Daerah hakekatnya adalah kebijakan publik untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan. Peraturan daerah dibentuk selaras atau dalam kerangka mewujudkan tujuan otonomi daerah. Selanjutnya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Pasal 236 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri No 80 Tahun 2015, disebutkan bahwa Peraturan Daerah memuat materi muatan:

a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan;

dan

b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi.

Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Peraturan Daerah dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya dalam rangka penyelenggaraan kewenangan daerah di bidang penyelenggaraan Jalan Daerah serta sebagai penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi khususnya Pasal 16, dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan serta Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan dan sekaligus menjadi atas permasalahan di daerah (local problem solving) terkait dengan penyelenggaraan jalan daerah, dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jalan Daerah.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka perumusan masalah dalam penyusunan naskah akademik ini adalah:

(20)

I-14 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

1. Apakah pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Jalan memiliki landasan akademik sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah?

2. Bagaimana pokok-pokok pengaturan yang perlu dirumuskan dalam draft Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Jalan?

C. Maksud, Tujuan dan Target

1. Maksud Kegiatan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyiapkan Naskah Akademik untuk memberikan arah, tinjauan akademis dan kerangka normatif sebagai bahan untuk penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jalan.

2. Tujuan Kegiatan

Tujuan yang diharapkan dari kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jalan adalah sebagai berikut:

a. untuk mengetahui kelayakan secara akademik atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jalan;

b. untuk mengetahui pokok-pokok pengaturan yang perlu dirumuskan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jalan yang dapat diterima masyarakat serta dapat diberlakukan secara efektif dan efisien.

(21)

I-15 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

3. Target Kegiatan

Target dari kegiatan ini adalah tersusunnya Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jalan.

D. Kegunaan

Kegunaan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Jalan sebagai dokumen resmi yang menyatu dengan konsep Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Jalan yang akan dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Boyolali berdasarkan prioritas Program Pembentukan Peraturan Daerah yang telah ditetapkan.

E. Metodologi Penelitian

Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan penelitian, sehingga kegiatan penelitian dimaksud dilakukan dengan menggunakan metode penelitian tertentu yang berbasis pada metode penelitian hukum.

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik ini adalah Metode pendekatan yuridis normatif. Metode pendekatan yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah data sekunder yang berupa Peraturan Perundang- undangan, dokumen hukum lainnya, hasil penelitian, hasil pengkajian, atau referensi lainnya. Metode yuridis normatif ini juga dilengkapi dengan wawancara, diskusi

(22)

I-16 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

(focus group discussion), dan rapat dengar pendapat dengan langkah-langkah strategis yang dilakukan meliputi:

a. Menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan (tinjauan legislasi) yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Jalan.

b. Melakukan tinjauan akademis melalui diskusi dan melaksanakan pertemuan-pertemuan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat dan pejabat terkait.

c. Merumuskan dan mengkaji persoalan krusial dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah sehingga memperoleh kesepahaman diantara stakeholder yang kepentingannya terkait dengan substansi pengaturan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Jalan.

d. Melakukan Diskusi Kelompok Terbatas (Focus Group Disscussion) dengan pihak-pihak terkait dan konsultasi publik (public hearing), dalam rangka untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pengaturan mengenai Penyelenggaraan Jalan.

e. Menganalisa informasi dan aspirasi yang berkembang dari berbagai instansi/ lembaga terkait dan tokoh- tokoh masyarakat (tinjauan teknis), dan seluruh pihak yang berkepentingan dengan Penyelenggaraan Jalan.

f. Merumuskan dan menyusun dalam bentuk deskriptif analisis serta menuangkannya dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Jalan.

(23)

I-17 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

2. Jenis dan Sumber Data

Sebagaimana dikemukakan bahwa pendekatan penelitian ini adalah yuridis normatif maka data utama yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data digunakan untuk mendukung dan melengkapi data primer yang berhubungan dengan masalah penelitian. Menurut Soerjono Soekanto (1986) data sekunder digunakan dalam penelitian meliputi tiga bahan hukum yaitu :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer ialah bahan hukum yang menjadi dasar pedoman penelitian. Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;

3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan;

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan;

(24)

I-18 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan;

10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 11/PRT/M/2010 tentang Tata Cara dan Persyaratan Laik Fungsi Jalan;

11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/ 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan;

12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3/PRT/M/ 2012 tentang Pedoman Penetapan Fungsi Jalan dan Status Jalan;

13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 4/PRT/M/ 2012 tentang Tata Cara Pengawasan Jalan.

14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah; dan

16. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 10 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(25)

I-19 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah jurnal, literatur, buku, internet, laporan penelitian dan sebagainya berkaitan Penyelenggaraan Jalan.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder (Soerjono Soekanto,1986:52). Bahan hukum tersier seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, dan Ensiklopedi.

Di samping itu guna melengkapi informasi dan memperkuat kesimpulan dalam kajian ini digunakan pula data primer. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari Pejabat yang terkait dengan Penyelenggaraan Jalan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam Penelitian ini digunakan 2 jenis data yaitu:

Data Primer dan Data Sekunder. Untuk data primer pengumpulan data dilakukan dengan metode Focus Group Discussion (FGD) dan konsultasi public (Public Hearing).

FGD dilakukan dengan pakar dan pejabat dari berbagai Perangkat Daerah terkait dengan penyelenggaraan Jalan. FGD juga diselenggarakan untuk merumuskan dan menyelesaikan persoalan-persoalan krusial dalam penyusunan peraturan perundang-undangan sehingga

(26)

I-20 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

memperoleh kesepahaman diantara stakeholder yang ada.

Konsultasi publik dilakukan dengan mengadakan pertemuan dengan berbagai tokoh dan elemen masyarakat di Kabupaten Boyolali yang memiliki kepedulian dan keterkaitan dengan penyelenggaraan jalan daerah. Dengan konsultasi publik ini akan terserap banyak masukan dan pendapat dari masyarakat.

Sedangkan untuk memperoleh data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi dokumen atau bahan pustaka, baik dari media cetak maupun elektronik (internet) bahan hukum yang dikumpulkan berkaitan erat dengan masalah. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengunjungi, membaca, mengkaji dan mempelajari bahan hukum dan pustaka yang mempunyai kaitan erat dengan pokok permasalahan.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengumpulkan dan mengolah data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dengan analisis data akan menguraikan dan memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan data yang diperoleh. Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis kualitatif.

Model analisis kualitatif digunakan model analisis interaktif, yaitu model analisis yang memerlukan tiga komponen berupa reduksi data, sajian data, serta penarikan kesimpulan/verifikasi dengan menggunakan proses siklus (H.B. Sutopo, 1998:48). Dalam menggunakan analisis kualitatif, maka interpretasi terhadap apa yang ditentukan dan merumuskan

(27)

I-21 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_ Kab Byl_2019.

kesimpulan akhir digunakan logika atau penalaran sistematik. Ada 3 (tiga) komponen pokok dalam tahapan analisa data, yaitu:

a. Data Reduction merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang ada dalam field note. Reduksi data dilakukan selama penelitian berlangsung, hasilnya data dapat disederhanakan dan ditransformasikan melalui seleksi, ringkasan serta penggolongan dalam suatu pola.

b. Data Display adalah paduan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset yang dilakukan, sehingga peneliti akan mudah memahami apa yang terjadi dan harus dilakukan.

c. Conclution Drawing adalah berawal dari pengumpulan data peneliti harus mengerti apa arti dari hal-hal yang ditelitinya, dengan cara pencatatan peraturan, pola- pola, pernyataan konfigurasi yang mapan dan arahan sebab akibat, sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan.

Tiga komponen analisis data di atas membentuk interaksi dengan proses pengumpulan yang berbentuk siklus (diagram flow) (HB Sutopo, 1998:37).

(28)

II-1 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIS EMPIRIS

A. Kajian Teoretis

1. Tinjauan Tentang Pemerintahan Daerah.

Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang terbagi dalam bagian-bagian pemerintahan daerah, baik provinsi, kabupaten maupun kota. Pemerintahan daerah ini mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 18, 18A dan 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penyelengaaraan pemerintahan daerah dilaksanakan berdasarkan asas otonomi. Asas otonomi dipakai sebagai pedoman dalam pembentukan dan penyelenggaraan daerah otonom yaitu:

a. Penyelenggaraan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah;

b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab;

c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedangkan Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas;

d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah;

e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom.

(29)

II-2 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

Secara umum penyelenggaraan pemerintahan daerah dikenal 3 (tiga) asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan. Asas-asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah, sedangkan asas Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa, dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai dengan pembiayaan, saran dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung-jawabkannya kepada yang menugaskan.

Terdapat beberapa prinsip pemberian otonomi daerah yang dipakai sebagai pedoman dalam pembentukan dan penyelenggaraan daerah otonom yaitu:

a. Penyelenggaraan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman Daerah;

b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab;

c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedangkan Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas;

d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah;

e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom.

(30)

II-3 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

2. Pengertian Jalan

Secara umum jalan diartikan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan maupun Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan disebutkan bahwa: Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan bahwa jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.

3. Pengelompokan Jalan

Sesuai peruntukannya, jalan dibagi menjadi dua, yaitu jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, pengelompokan jalan umum menurut statusnya adalah:

(31)

II-4 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

a. Jalan Nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

b. Jalan Provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

c. Jalan Kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

d. Jalan Kota, merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.

e. Jalan Desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/ atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

Sedangkan jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi badan usaha, perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.

Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pengelompokkan jalan sesuai kelasnya adalah:

(32)

II-5 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton.

b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.

c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (Sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.

d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.

Wignall dkk (1999) mengatakan salah satu bagian dari sistem transportasi yang merupakan prasarana umum/infrastruktur adalah jalan, dan secara sederhana jalan didefinisikan sebagai jalur dimana masyarakat mempunyai hak untuk melewatinya tanpa diperlukannya izin khusus untuk itu.

Menurut Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004, definisi jalan

(33)

II-6 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

Pada dasarnya pengelompokan jalan berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari:

1) Sistem jaringan jalan primer (antar kota); dan 2) Sistem jaringan jalan sekunder (dalam kota)

b. Berdasarkan fungsi jalan, dimana dalam setiap sistem jaringan tersebut peran jalan dipisahkan menjadi:

1) Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

2) Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3) Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

4) Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah.

c. Berdasarkan status jalan dan wewenang pengelolaan jalan tersebut akan dipisahkan statusnya menjadi:

(34)

II-7 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

1) Jalan nasional, yaitu jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, jalan strategis serta jalan tol.

2) Jalan provinsi, yaitu jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota atau antar ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.

3) Jalan kabupaten, yaitu jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan kota, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten dan jalan strategis kabupaten.

4) Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada dalam kota.

5) Jalan desa, yaitu jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar permukiman di dalam desa serta jalan lingkungan.

Berdasarkan status jalan, menurut wewenang pengelolaan jalan tersebut akan dipisahkan statusnya, dapat digambarkan sebagai berikut:

(35)

II-8 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

Gambar 2.1 Pembagian Status Pada Jaringan Jalan Primer (Sumber: Tanan, 2005)

4. Bagian-Bagian Jalan

Bagian-bagian jalan meliputi Ruang Manfaat Jalan (Rumaja), Ruang Milik Jalan (Rumija) dan Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja).

a. Rumaja

Rumaja meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Rumaja merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

Rumaja hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan

(36)

II-9 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya.

Trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.

Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta pengamanan konstruksi jalan, badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas. Ruang bebas dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu. Lebar ruang bebas sesuai dengan lebar badan jalan. Tinggi dan kedalaman ruang bebas ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri. Tinggi ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 5 (lima) meter. Kedalaman ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 1,5 (satu koma lima) meter dari permukaan jalan.

Saluran tepi jalan hanya diperuntukkan bagi penampungan dan penyaluran air agar badan jalan bebas dari pengaruh air. Ukuran saluran tepi jalan ditetapkan sesuai dengan lebar permukaan jalan dan keadaan lingkungan. Saluran tepi jalan dibangun dengan konstruksi yang mudah dipelihara secara rutin. Dalam hal tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan, saluran tepi jalan dapat diperuntukkan sebagai saluran lingkungan. Dimensi dan ketentuan teknis saluran tepi jalan ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.

Ambang pengaman jalan berupa bidang tanah dan/atau konstruksi bangunan pengaman yang berada

(37)

II-10 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

di antara tepi badan jalan dan batas Rumaja yang hanya diperuntukkan bagi pengamanan konstruksi jalan.

b. Rumija

Rumija terdiri dari Rumaja dan sejalur tanah tertentu di luar Rumaja. Rumija merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman, dan tinggi tertentu.

Rumija diperuntukkan bagi Rumaja, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.

Sejalur tanah tertentu tersebut dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai lansekap jalan. Rumija paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut:

1) jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter;

2) jalan raya 25 (dua puluh lima) meter;

3) jalan sedang 15 (lima belas) meter; dan 4) jalan kecil 11 (sebelas) meter.

Rumija diberi tanda batas Rumija yang ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan.

c. Ruwasja

Ruwasja merupakan ruang tertentu di luar Rumija yang penggunaannya ada di bawah pengawasan Penyelenggara Jalan. Ruwasja diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan. Ruwasja merupakan ruang sepanjang jalan di luar Rumija yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu.

(38)

II-11 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

Dalam hal Rumija tidak cukup luas, lebar Ruwasja ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut:

1) jalan arteri primer 15 (lima belas) meter;

2) jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter;

3) jalan lokal primer 7 (tujuh) meter;

4) jalan lingkungan primer 5 (lima) meter;

5) jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter;

6) jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter;

7) jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter;

8) jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter; dan

9) jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu.

Untuk mendapatkan gambaran mengenai bagian-bagian jalan dimaksud berikut disajikan gambar bagian-bagian jalan berdasarkan Penjelasan Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.

Gambar: Penampang Bagian-Bagian Jalan

(39)

II-12 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

5. Pemanfaatan Bagian-Bagian Jalan

Selain untuk peruntukan lalu lintas dan angkutan jalan, bagian-bagian jalan dapat dimanfaatkan bagi bangunan utilitas, penanaman pohon, dan prasarana transportasi lain.

a. Bangunan Utilitas

Pada tempat tertentu di Rumaja dan Rumija dapat dimanfaatkan untuk penempatan bangunan utilitas.

Bangunan utilitas pada jaringan jalan di dalam kota dapat ditempatkan di dalam Rumaja dengan ketentuan:

1) Yang berada di atas tanah ditempatkan di luar jarak tertentu dari tepi paling luar bahu jalan atau trotoar sehingga tidak menimbulkan hambatan samping bagi pemakai jalan; atau

2) Yang berada di bawah tanah ditempatkan di luar jarak tertentu dari tepi paling luar bahu jalan atau trotoar sehingga tidak mengganggu keamanan konstruksi jalan.

3) Bangunan utilitas pada jaringan jalan di luar kota, dapat ditempatkan di dalam Rumija pada sisi terluar.

4) Jarak tertentu ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.

5) Penempatan, pembuatan, dan pemasangan bangunan utilitas harus direncanakan dan dikerjakan sesuai dengan persyaratan teknis jalan yang ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.

6) Rencana kerja, jadwal kerja, dan cara-cara pengerjaan bangunan utilitas harus disetujui oleh Penyelenggara Jalan.

7) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pemasangan, pembangunan, perbaikan, penggantian

(40)

II-13 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

baru, pemindahan, dan relokasi bangunan utilitas yang terletak di dalam, pada, sepanjang, melintas, serta di bawah Rumaja dan Rumija akan diatur dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.

8) Dalam hal Rumaja dan/atau Rumija bersilangan, berpotongan, berhimpit, melintas, atau di bawah bangunan utilitas maka persyaratan teknis dan pengaturan pelaksanaannya, ditetapkan bersama oleh Penyelenggara Jalan dan pemilik bangunan utilitas yang bersangkutan, dengan mengutamakan kepentingan umum.

b. Penanaman Pohon

Pohon pada sistem jaringan jalan di luar kota harus ditanam di luar Rumaja. Pohon pada sistem jaringan jalan di dalam kota dapat ditanam di batas Rumaja, median, atau di jalur pemisah. Ketentuan lebih lanjut mengenai penanaman diatur dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.

c. Prasarana Moda Transportasi Lain

Dalam hal Rumija digunakan untuk prasarana moda transportasi lain, maka persyaratan teknis dan pengaturan pelaksanaannya ditetapkan bersama oleh Penyelenggara Jalan dan instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang prasarana moda transportasi yang bersangkutan dengan mengutamakan kepentingan umum.

(41)

II-14 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

6. Izin, Rekomendasi, dan Dispensasi Pemanfaatan Bagian-Bagian Jalan

Selain untuk peruntukan lalu lintas dan angkutan jalan, bagian-bagian jalan dapat dimanfaatkan bagi bangunan utilitas, penanaman pohon, dan prasarana transportasi lain. Pemanfaatan tersebut didasarkan pada izin, rekomendasi atau dispensasi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang.

a. Izin

Izin pemanfaatan Rumaja dan Rumija meliputi:

1) izin pemasangan tiang pancang;

2) izin galian; dan 3) izin jalan masuk.

Izin pemanfaatan Rumaja dan Rumija dikeluarkan dengan syarat:

1) tidak mengganggu kelancaran dan keselamatan pengguna jalan serta tidak membahayakan konstruksi jalan;

2) sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

3) sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri dan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

Izin pemanfaatan Rumaja dan Rumija paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut:

1) gambar teknis, jenis, dan dimensi bangunan;

2) jangka waktu;

3) kewajiban memelihara dan menjaga bangunan untuk keselamatan umum dan menanggung risiko yang terjadi akibat pemasangan bangunan;

(42)

II-15 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

4) penunjukan lokasi dan persyaratan teknis pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri;

5) apabila ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan diperlukan untuk penyelenggaraan jalan, pemegang izin yang bersangkutan wajib mengembalikan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan seperti keadaan semula, atas beban biaya pemegang izin yang bersangkutan; dan 6) apabila pemegang izin tidak mengembalikan keadaan

ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan, penyelenggara jalan dapat mengembalikan keadaan seperti semula atas biaya pemegang izin.

Izin pemanfaatan Rumaja dan Rumija ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan. Ketentuan mengenai tata cara pemberian izin pemanfaatan Rumaja dan Rumija diatur dengan Peraturan Bupati.

b. Rekomendasi

Izin pemanfaatan Ruwasja dikeluarkan oleh instansi Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya masing- masing setelah mendapat rekomendasi dari Penyelenggara Jalan sesuai kewenangannya.

Rekomendasi penyelenggara jalan kepada instansi Pemerintah Daerah dapat memuat larangan terhadap kegiatan tertentu yang dapat mengganggu pandangan bebas pengemudi dan konstruksi jalan atau perintah melakukan perbuatan tertentu guna menjamin peruntukan Ruwasja.

(43)

II-16 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

c. Dispensasi

Penggunaan Rumaja dan Rumija yang memerlukan perlakuan khusus terhadap konstruksi jalan dan jembatan harus mendapat dispensasi dari Penyelenggara Jalan.

Semua akibat yang ditimbulkan dalam rangka perlakuan khusus terhadap konstruksi jalan dan jembatan sebagaimana akan menjadi tanggung jawab pemohon dispensasi. Perbaikan terhadap kerusakan jalan dan jembatan sebagai akibat penggunaan Rumaja dan Rumija menjadi tanggung jawab pemohon dispensasi.

7. Pembagian Kewenangan Penyelenggaraan Jalan

Dalam mekanisme penyelenggaraan jalan, adanya perubahan-perubahan pada era otonomi daerah juga turut mempengaruhi segala kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan jalan. Dalam penyelenggaraan jalan terdapat 3 (tiga) tugas yang diemban oleh pemerintah untuk melayani kebutuhan perjalanan di wilayahnya, yakni pembinaan, pembangunan, dan pengawasan. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 menyatakan tugas-tugas tersebut dibagi secara struktur sesuai tugas pokok dan fungsi jaringan jalannya.

Secara umum penyelenggaraan jalan tidak dapat dipisahkan dari sejumlah kebijakan yang melatarbelakangi konsep penyelenggaraannya. Menurut Sinaga (2006), alur pelaksanaan penyelenggaraan jalan dimulai dari ditetapkannya sejumlah undang-undang dan peraturan pemerintah tingkat pusat maupun daerah yang menjadi dasar kebijakan umum dan kebijakan teknis bagi penyelenggaraan jalan di Indonesia yang merupakan penentu bagi proses perencanaan baik jaringan maupun teknis, studi kelayakan, program dan anggaran, proses

(44)

II-17 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

konstruksi, operasi dan pemeliharaan yang semuanya sangat berkaitan dengan hasil output, outcome serta dampak dari penyelenggaraan jalan tersebut.

Gambar 2.2 Bagan Alir Penyelenggaraan jalan (Sinaga, 2006) Dari tujuan penyelenggaraan jalan tersebut setidaknya terdapat beberapa kata kunci yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan jalan di Indonesia, yakni aspek yang berkaitan dengan pemerataan aksesibilitas ke seluruh wilayah, keselamatan dan pengoperasian jalan, efisiensi operasi, yang dalam hal ini cepat dan lancar, efektivitas jaringan jalan sebagai penunjang pembangunan, biaya yang seekonomis mungkin dan terjangkau serta keterpaduan antar moda (Tanan: 2005).

Wewenang penyelenggaraan jalan meliputi kegiatan- kegiatan yang mencakup siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang terdiri dari pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum, dan penyusunan peraturan perundangan jalan. Khususnya untuk penyusunan peraturan perundang-undangan jalan hanya dilakukan oleh Menteri Pekerjaan Umum.

(45)

II-18 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

b. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan jalan.

c. Pembangunan jalan adalah kegiatan pemograman, penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

d. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan dan pembangunan jalan. Pengawasan yang dilakukan tersebut meliputi kegiatan evaluasi, pengkajian dan pengendalian.

Sedangkan yang termasuk dalam kegiatan pengendalian adalah kegiatan pengamatan dan tindakan turun tangan.

8. Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Bidang Jalan.

Untuk menjamin tersedianya pelayanan publik bagi masyarakat, maka berdasar Pasal 3 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 bahwa daerah wajib melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dalam hal ini standar pelayanan minimal merupakan kewenangan dari Pemerintah Pusat (pasal 2 ayat (4) butir b). Dengan kata lain bahwa untuk setiap bidang pelayanan harus ditetapkan suatu standar oleh Departemen Teknis terkait yang wajib dilaksanakan oleh daerah.

SPM ini dikembangkan dalam sudut pandang publik sebagai pengguna jalan, dimana ukurannya merupakan common indicator yang diinginkan oleh pengguna. Ada 3 (tiga) keinginan dasar para pengguna jalan, yang kemudian dikembangkan menjadi dasar penentuan SPM yakni:

a. Kondisi jalan yang baik (tidak ada lubang).

b. Tidak macet (lancar setiap waktu).

(46)

II-19 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

c. Dapat digunakan sepanjang tahun (tidak banjir waktu musim hujan).

9. Kegiatan Penanganan Jalan.

Tujuan penanganan jalan adalah untuk menjaga jalan agar fungsinya dalam sistem infrastruktur jalan (atau lebih dikenal sebagai jaringan jalan) dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai tujuan penyelenggaraan jalan itu sendiri. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa tujuan penanganan jalan adalah untuk menjaga kondisi fisik dan operasional dari jaringan jalan agar tetap dalam kondisi baik sehingga dapat dioperasikan atau memberikan pelayanan sebagaimana mestinya.

Dalam kondisi penyediaan dana yang terbatas (constrained budget available) ini maka prioritas untuk kegiatan penanganan jalan yang sifatnya untuk mempertahankan aset yang ada (assets preservation) merupakan suatu langkah yang wajar untuk dilakukan, dan jika kondisi keuangan memungkinkan maka dapat dilakukan penyempurnaan terhadap kondisi yang ada (assets enchancement) dan jika benar-benar dana yang tersedia sangat besar maka perlu adanya penambahan aset baru (assets expansion).

Penanganan infrastruktur jaringan jalan nasional berdasarkan konsep wilayah kerja diusulkan dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu preservasi dan pembangunan. Penanganan preservasi bersifat menjamin jaringan jalan tetap dalam kondisi optimal. Jenis pekerjaannya dibagi dalam 2 jenis pekerjaan, yaitu pekerjaan pemeliharaan dan pekerjaan rehabilitasi jalan.

Sedangkan penanganan pembangunan bersifat menambah kuantitas sistem jaringan jalan baik dalam arah memanjang maupun dalam arah transversal.

(47)

II-20 NA Raperda ttg Penyelenggaraan Jalan_Kab Byl_2019.

Departemen Kimpraswil memiliki definisi mengenai tujuan penanganan jalan yakni 100% jalan mantap. Tingkat kemantapan jalan ditentukan oleh dua kriteria yakni mantap secara konstruksi dan mantap dalam pelayanan lalu lintas.

Banyaknya permasalahan yang harus ditangani dalam penanganan jalan, namun secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pemeliharaan kerusakan jalan yang diakibatkan oleh pengaruh cuaca, waktu dan kelelahan akibat beban lalu lintas.

b. Penyesuaian lebar jalan untuk memenuhi peningkatan volume lalu lintas.

c. Penyesuaian kekuatan struktur jalan untuk memenuhi tuntutan perkembangan beban lalu lintas dan teknologi kendaraan angkutan barang.

d. Pembuatan jalan baru untuk meningkatkan aksesibilitas untuk wilayah yang berkembang cepat maupun untuk daerah yang masih terisolir.

Penanganan jalan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan adalah kegiatan yang merupakan bagian dari penyelenggaraan pembangunan jalan yang mencakup penetapan rencana tingkat kinerja yang akan dicapai serta perkiraan biaya yang diperlukan. Program penanganan jaringan jalan disusun oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan dengan mengacu pada rencana jangka menengah jaringan jalan dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penanganan jalan bertujuan untuk menjaga prasarana jalan sehingga fungsinya dalam sistem infrastruktur jalan dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai tujuan penyelenggaraan prasarana

Gambar

Gambar 2.1 Pembagian Status Pada Jaringan Jalan Primer  (Sumber: Tanan, 2005)
Gambar 2.2 Bagan Alir Penyelenggaraan jalan (Sinaga, 2006)  Dari  tujuan  penyelenggaraan  jalan  tersebut  setidaknya  terdapat  beberapa  kata  kunci  yang  perlu  diperhatikan  dalam  penyelenggaraan  jalan  di  Indonesia,  yakni  aspek  yang  berkaitan
Gambar 2.4 Siklus Pemeliharaan Jalan (Mahmud dkk, 2002)  Perencanaan  umum  yaitu  menyangkut  analisis  jaringan  jalan  secara  keseluruhan  yang  ditujukan  untuk  memperkirakan  kebutuhan  biaya  jangka  menengah  sampai  jangka  panjang,  sesuai  deng

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum disebutkan bahwa peran pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah dalam memberi bantuan hukum

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Berkaitan dengan hal di atas maka untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan yaitu, urusan pemerintahan yang diprioritaskan oleh pemerintahan daerah

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah oleh Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Halmahera Selatan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO TENTANG PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN DINAS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN SITUBONDO 2017 KATA PENGANTAR Puji syukur

Oleh karenanya dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi otonomi daerah Pemerintah Kota Surabaya perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Pembentukan dan

Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah,kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah membuatPerda sebagai dasar hukum

Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bupati Kabupaten Sigi Nomor 10 Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Sigi