2. LANDASAN TEORI
2.1. Umum
Bab ini membahas beberapa teori yang mendasari penelitian ini, antara lain :
Konsep Pseudo elastis
Sejarah Faktor Pengali
Performance-Based Design
Analisis Time History Nonlinear
2.2. Konsep Pseudo elastis
Saat ini desain terhadap gempa di Indonesia masih mengacu pada side sway mechanism menurut SNI 03-1726-2002. Perilaku struktur tersebut hanya memperbolehkan terjadinya sendi plastis pada kedua ujung balok dan ujung bawah kolom terbawah. Gambar 2.1 memperlihatkan perilaku struktur pada tiap portal dengan lebih jelas.
Gambar 2.1. Side sway mechanism
Paulay (1995) mengusulkan alternatif pola keruntuhan selain side sway mechanism yaitu partial side sway mechanism. Pola keruntuhan ini membedakan perilaku kolom elastis dan plastisnya. Kolom plastis diperbolehkan mengalami sendi plastis di ujung-ujung kolomnya. Kolom elastis saja yang didesain untuk
boleh terjadi sendi plastis pada ujung bawah kolom terbawah. Pola keruntuhan ini digunakan dalam desain Pseudo elastis yang memungkinkan desainer mendesain kolom tanpa harus menunggu selesainya desain balok.
Pada desain Pseudo elastis, diharapkan saat gempa terjadi maka gaya geser diterima oleh seluruh kolom secara elastis hingga terjadinya sendi plastis pada kolom plastis. Oleh karena kolom plastis sudah tidak mampu menerima gaya geser lagi, gaya tersebut dialihkan pada kolom elastis. Dalam konsep ini tergambar jelas bahwa kolom elastis harus memiliki kapasitas yang lebih besar daripada kolom plastis. Oleh karena itu, kolom elastis diberi Faktor Pengali (FP) supaya pola keruntuhan partial side sway mechanism dapat tercapai.
Pada umumnya kolom yang didesain elastis adalah kolom eksterior, sedangkan kolom interior dibiarkan mengalami sendi plastis seperti pada Gambar 2.2 dan 2.3 di bawah ini. Chandra dan Dhannyanto (2003) juga mengusulkan skenario tersebut. Hal tersebut didasari atas kebutuhan arsitek yang pada umumnya menuntut dimensi kolom interior lebih ramping daripada kolom eksterior.
Gambar 2.2. Portal eksterior gambar 2.3. Portal interior
2.3. Sejarah Faktor Pengali (FP)
Rumusan FP merupakan hal yang sangat penting dalam desain Pseudo elastis. Melalui rumusan FP yang baik, dapat diperoleh pola keruntuhan partial side sway mechanism. Dalam perkembangannya rumusan FP telah berulang kali berubah seiring dengan penelitian-penelitian yang dilakukan. Pada mulanya
rumusan FP diujikan pada bangunan beraturan. Tindrawati dan Juliana (1997) meneliti pada portal 2 dimensi, kemudian dilanjutkan oleh Chandra dan Dhannyanto (2003) berdasarkan peninjauan secara 3 dimensi. Pada penelitian ini didapatkan rumusan FP melalui perbandingan gaya geser akibat gempa rencana terhadap gaya geser akibat gempa nominal. Rumusan FP dari penelitian Chandra dan Dhannyanto (2003) dapat dilihat pada Persamaan (2.1) dan (2.2) di bawah ini.
neks int Rd nint R
Rt
(2.1)
Reks
FP R t (2.2)
Keterangan :
Rt = gaya geser dasar pada kolom elastis akibat gempa yang menjadi acuan perencanaan
Rd = gaya geser dasar akibat gempa yang menjadi acuan perencanaan Reks = gaya geser dasar pada kolom eksterior akibat gempa nominal Rint = gaya geser dasar pada kolom interior akibat gempa nominal neks = jumlah kolom eksterior
nint = jumlah kolom interior
FP = Faktor Pengali untuk perencanaan Pseudo elastis
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada balok interior telah terjadi sendi plastis untuk semua periode ulang gempa yang digunakan dalam penelitian. Penelitian Chandra dan Dhannyanto (2003) tersebut dilanjutkan Harryanto dan Tangguh (2004) dengan mengikuti usulan dari penelitian sebelumnya. Harryanto dan Tangguh (2004) menambahkan faktor daktilitas pada rumusan FP. Akan tetapi hasilnya masih kurang memuaskan yaitu pada bangunan dengan faktor daktilitas 2 masih terjadi sendi plastis pada ujung atas lantai satu dan ujung bawah lantai dua.
Sutedjo dan Tingkir (2005) melanjutkan penelitian mengenai rumusan FP. Hasil penelitian tersebut menambahkan overstrength factor sehingga rumusan FP dimodifikasi menjadi Persamaan (2.3).
) R (n
) R (n μ 1.6
PGA PGA FP
eks eks
int 500th int
T
(2.3)
Keterangan :
FP = Faktor Pengali untuk perencanaan Pseudo elastis PGAT = Peak Ground Acceleration pada gempa target
PGA500th = Peak Ground Acceleration pada gempa 500 tahun
µ = nilai faktor daktilitas struktur gedung nint = jumlah kolom interior
neks = jumlah kolom eksterior
Rint = nilai rata-rata rasio gaya geser dasar pada kolom interior akibat gempa nominal
Reks = nilai rata-rata rasio gaya geser dasar pada kolom eksterior akibat gempa nominal
Rumusan FP dari Sutedjo dan Tingkir (2005) terbukti masih overdesign, sehingga Muljati et al. (2006) memodifikasi rumusan FP dengan mengganti
500th T
PGA
PGA menjadi 500th
T
C
C . Penelitian Muljati et al. (2006) telah memperhitungkan
respons plastis bangunan setelah terkena gempa. Efek plastifikasi tersebut diwakili oleh koefisien gempa target (CT). Koefisien ini didapatkan dari respons spektrum elastis SNI 03-1726-2002 berdasarkan periode plastis bangunan seperti terlihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Proses mendapatkan CT dan C500th
Penggunaan respons spektrum elastis dalam menentukan besarnya CT disebabkan grafik respons spektrum nonlinear tidak dapat ditentukan dengan mudah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode plastis dugaan awal masih terpaut jauh dengan periode plastis sebenarnya. Meskipun demikian, pola keruntuhan partial side sway mechanism telah terpenuhi. Hasil penelitian Muljati et al. (2006) menghasilkan modifikasi rumusan FP seperti pada Persamaan (2.4).
FP = (n R )
) R (n μ 1.6
C C
eks eks
int 500th int
T
(2.4)
Keterangan :
FP = Faktor Pengali untuk perencanaan Pseudo elastis CT = koefisien gempa target
C500th = koefisien gempa 500 tahun
µ = nilai faktor daktilitas struktur gedung nint = jumlah kolom interior
neks = jumlah kolom eksterior
Rint = nilai rata-rata rasio gaya geser dasar pada kolom interior akibat gempa nominal
Reks = nilai rata-rata rasio gaya geser dasar pada kolom eksterior akibat gempa nominal
Muljati dan Lumantarna (2008) melakukan penelitian yang mengacu pada kinerja bangunan di wilayah 6 peta gempa Indonesia. Pada dasarnya rumusan FP pada penelitian ini menggunakan rumusan dari penelitian Muljati et al (2006). Sementara itu periode plastisnya didapatkan dari regresi hubungan antara periode elastis dan plastis bangunan yang diteliti oleh Muljati et al (2006).
Hubungan empiris tersebut dinyatakan sebagai berikut :
Tplastis = 2.969 Telastis + 0.313 (2.5)
Keterangan :
Tplastis = periode bangunan setelah mengalami plastifikasi Telastis = periode bangunan saat masih elastis
Berdasarkan Persamaan (2.5), prediksi terhadap periode plastis (Tplastis) dapat dilakukan dengan baik. Walaupun demikian, kinerja bangunan yang didesain secara Pseudo elastis pada wilayah 6 peta gempa Indonesia masih menunjukkan hasil tidak memuaskan. Oleh karena itu disimpulkan bahwa rumusan FP masih kurang memadai untuk mewujudkan partial side sway mechanism.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Buntoro dan Weliyanto (2009) serta Atmadja dan Wijoyo (2009). Tujuan penelitian tersebut adalah melakukan uji validitas terhadap rumusan FP serta memperoleh rumusan Tplastis. Kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa rumusan FP dan Tplastis dari penelitian Muljati dan Lumantarna (2008) telah baik adanya untuk bangunan beraturan. Kesimpulan ini diambil setelah tercapainya pola keruntuhan partial side sway mechanism pada penelitian tersebut. Rumusan FP dan Tplastis terakhir dapat dilihat pada Persamaan (2.6) dan (2.7).
eks eks
int int 500th 1
T
R n
R n μ f
C C
FP
(2.6)
Tplastis = 2.967 Telastis + 0.313 (2.7)
Keterangan :
FP = Faktor Pengali untuk perencanaan Pseudo elastis CT = koefisien gempa target
C500th = koefisien gempa 500 tahun
µ = nilai faktor daktilitas struktur gedung
f1 = overstrength factor (f1) sebesar 1.6 (berasal dari perkalian faktor kuat bahan sebesar 1.28 dan faktor lebih bahan sebesar 1.25 sesuai SNI 03- 1726-2002)
nint = jumlah kolom interior neks = jumlah kolom eksterior
Rint = nilai rata-rata rasio gaya geser dasar pada kolom interior akibat gempa nominal
Reks = nilai rata-rata rasio gaya geser dasar pada kolom eksterior akibat gempa nominal
Tplastis = periode bangunan setelah mengalami plastifikasi Telastis = periode bangunan saat masih elastis
Penelitian ini sendiri memakai rumusan FP dan Tplastis sesuai persamaan (2.6) dan (2.7).
2.4. Performance-Based Design
Suatu bangunan yang telah didesain strukturnya memerlukan verifikasi berupa kinerja bangunan bila terkena suatu gempa nominal tertentu. Performance- based design merupakan salah satu tolok ukur untuk menilai kinerja suatu desain struktur bangunan. Dalam penilaian kinerja bangunan tersebut, perlu diberi suatu batasan-batasan terhadap perilaku bangunan. Batasan-batasan ini diambil dari Asian Concrete Model Code (ICMCC, 2001).
Penelitian ini menggunakan ICMCC 2001 untuk dijadikan pedoman kinerja bangunan. Pedoman yang dimaksud berupa berbagai tingkat kinerja (multiple performance objective levels). Tingkatan-tingkatan kinerja tersebut diharapkan akan terjadi bila bangunan dikenakan gempa dengan tingkat intensitas tertentu. Perencana struktur maupun peneliti dapat memberikan batasan pada tiap- tiap tingkatan tersebut secara fleksibel. Batasan ini juga harus ditetapkan pada tahapan awal desain.
ICMCC (2001) memberikan tiga tingkat intensitas gempa dengan masing-masing periode ulang gempa yang berbeda. Ketiga tingkatan ini dapat disesuaikan oleh perencana struktur berdasarkan fungsi dan umur efektif bangunan. Berikut ini merupakan ketiga tingkatan tersebut yaitu :
a. Gempa kecil (minor) yaitu gempa yang mungkin terjadi beberapa kali selama umur efektif bangunan.
b. Gempa sedang (moderate) yaitu gempa yang mungkin terjadi sekali selama umur efektif bangunan.
c. Gempa kuat (severe) yaitu gempa terkuat yang mungkin terjadi pada sekitar lokasi bangunan rencana atau pada suatu kawasan rawan gempa yang lebih luas.
Dalam performance-based design, diperlukan penggambaran dan deskripsi yang jelas mengenai keseluruhan kriteria penilaian. Biasanya penggambaran dilakukan berdasarkan kerusakan yang terjadi pada suatu tingkat kerusakan (damage index). Pedoman lain yang dapat dijadikan gambaran adalah simpangan antartingkat (drift) tertentu yang dialami bangunan. ICMCC (2001) memberikan tiga kondisi batas yang bisa digunakan para perencana struktur sebagai dasar untuk mengevaluasi dan menilai kinerja seismik struktur bangunan yang telah didesain. Masing-masing kondisi tersebut memiliki batas yang kuantitatif berdasarkan tingkat kerusakan maupun simpangan antar tingkat. Ketiga kondisi oleh ICMCC tersebut adalah :
a. Serviceability Limit State
Pada kondisi ini, fungsi bangunan masih dapat berjalan dengan pengertian bahwa operasional bangunan masih dapat dilakukan sebagaimana mestinya.
Kerusakan yang terjadi hanya pada elemen-elemen non-struktural saja. Dalam
kondisi ini, nyaris tidak ada sendi plastis pada elemen struktur meskipun elemen-elemen tersebut pada awalnya direncanakan memang mengalami sendi plastis. Walaupun demikian elemen yang tidak mengalami sendi plastis bisa saja mengalami keretakan.
b. Damage Control Limit State
Pada kondisi ini, sendi plastis boleh terjadi pada elemen-elemen struktur yang memang direncanakan akan mengalami sendi plastis. Walaupun demikian kerusakan pada elemen yang mengalami sendi plastis masih dapat diperbaiki.
Daerah-daerah yang berada di luar daerah yang direncanakan mengalami sendi plastis tidak boleh mengalami kelelehan. Selain itu seluruh elemen-elemen struktur tidak boleh mengalami kegagalan geser.
c. Safety Limit State
Pada kondisi ini, sendi-sendi plastis yang berada di daerah perencanaan untuk mengalami sendi plastis telah mengalami kerusakan parah sehingga tidak dapat diperbaiki lagi. Walaupun demikian, secara keseluruhan struktur masih cukup efektif untuk mempertahankan kekakuan serta memiliki kekakuan yang cukup.
Oleh karena itu struktur masih dapat berdiri dalam kondisi di ambang keruntuhan. Apabila struktur telah dalam kondisi ini, maka struktur tidak dapat digunakan lagi.
Berdasarkan ICMCC (2001), pada kondisi batas serviceability digunakan kriteria tingkat kerusakan sebesar 0.1-0.25 dan simpangan antartingkat maksimum sebesar 0.5%. Pada kondisi batas damage control, digunakan kriteria tingkat kerusakan sebesar 0.25-0.40 dan simpangan antartingkat maksimum sebesar 1%.
Sedangkan pada kondisi batas safety, digunakan kriteria tingkat kerusakan sebesar 0.4-1.0 dan simpangan antartingkat maksimum sebesar 2%. Secara singkat, matriks kinerja struktur berdasarkan ICMCC (2001) dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini.
Earthquake Performance Level
Serviceability Limit State
Damage Control Limit State
Safety Limit State
Severe (475 years)
Moderate (72 years) Minor (43 years)
Earthquake Design Level
DI 0.1 - 0.25 Drift 0.5%
DI 0.25 - 0.4 Drift 1%
DI 0.4 - 1 Drift 2%
Basic Obje
ctive Essent
ial / Haza
rdou s Ob
jective Safe
ty C ritical O
bjecti ve
Keterangan
= Unacceptable
Gambar 2.5. Matriks kinerja bangunan untuk berbagai tingkat intensitas gempa berdasarkan ICMCC (2001)
2.5. Analisis Dinamis Time History Nonlinear
Analisis dinamis Time History Nonlinear adalah suatu cara untuk menentukan respons dinamis struktur yang paling tepat. Analisis ini dapat memperhitungkan perilaku struktur dalam kondisi elastis penuh (linear) maupun elasto-plastis (nonlinear). Melalui analisis dinamis Time History Nonlinear tersebut, dapat diketahui displacement maksimum yang akan terjadi pada suatu bangunan. Dengan demikian dapat diketahui kebutuhan desain struktur untuk gempa tersebut.
Persamaan kesetimbangan dinamis adalah:
[M] {ű(t)} + [C] {ú(t)} + [K] {u(t)} = {F(t)} (2.8)
Keterangan :
[M] = matriks massa [C] = matriks damping [K] = matriks kekakuan {ű(t)} = matriks percepatan {ú(t)} = matriks kecepatan {u(t)} = matriks perpindahan
{F(t)} = gaya dinamis yang diberikan pada massa struktur
Persamaan (2.8) dapat diselesaikan dengan metode analisis dinamis Time History nonlinear direct integration. Terdapat berbagai macam metode untuk integrasi langsung antara lain metode Newmark, Wilson, Collocation, Hilber- Hughes-Taylor, Chung, and Albert. Saat ini perhitungan analisis Time History nonlinear dapat dilakukan dengan bantuan software komputer. Beberapa software komputer yang dapat digunakan adalah RUAUMOKO 3D, SeismoStruct v5.2.2, dan SAP2000 v11. Penelitian ini sendiri menggunakan program SAP2000 v11 yang mengacu pada metode Hilber-Hughes-Taylor.