i
Kitab Nûr al-Anwâr
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1)
Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh :
ZAENUDIN NURJAMAN NIM : 0 8 2 1 1 1 1 0 1
KONSENTRASI ILMU FALAK JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO S E M A R A N G
2012
ii
iii
iv
PENGESAHAN
Nama : Zaenudin Nurjaman
N I M : 082111101
Fakultas / Jurusan : Syari‟ah / Ahwal Al-Syakhsiyah / Konsentrasi Ilmu Falak
Judul : SISTEM HISAB GERHANA BULAN
Analisis Pendapat KH. Noor Ahmad SS dalam Kitab Nûr al-Anwâr
Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, pada tanggal :
25 Juni 2012
dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan studi Program Sarjana Strata 1 (S.1) tahun akademik 2011/2012 guna memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Syari‟ah.
Semarang, 25 Juni 2012
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Dr. H. Imam Yahya, M.Ag Prof. Dr. H. Muslich Shobir MA, NIP. 19700410 199503 1 001 NIP. 19560630 198103 1 003
Penguji I Penguji II
Dr. H. Mohammad Arja Imroni, M.Ag Drs. H. Slamet Hambali, MSI NIP. 19690709 199703 1 001 NIP. 19540805 198003 1 005
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. H. Muslich Shobir MA, Rupi‟i M.Ag
NIP. 19560630 198103 1 003 NIP. 19730702 199803 1 002
v
“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”.
(QS. Ar-Rahman:5)
1
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah bersujud kapada matahari dan jangan pula kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang
Menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kapada-Nya”.
(QS. Fushshilat: 37)
2
1 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung: Syaamil Cipta Media, 2005, hlm. 531.
2 Ibid, hlm. 480.
vi
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Bapak dan Ibu tercinta
(H. Agus Ikin Somantri dan Hj. Lina Marlina) Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan doanya
semoga q bisa menjadi anak yang soleh
Adik-adik q tersayang (Asep Abidin & Usep sarifudin), seluruh keluarga besarku dan untuk madelmoise kurcaciku tercinta (aini), dukungan serta doa
kalian, semoga Allah membalas kebaikan kalian semua.
vii
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 31 Mei 2012 Deklarator
Zaenudin Nurjaman NIM. 082111101
viii
zamannya. Karakternya yang beragam dan sentuhan kreatif dari para ulama bumi pertiwi dalam memformulasikan gaya perhitungan, menjadikan kitab-kitab falak bergenre ke-Indonesia-an tersebut menarik untuk dikaji dan diteliti.
Gerhana merupakan fenomena alam yang unik dan menarik. Terlebih, gerhana Bulan yang lebih sering bisa dilihat hampir dari 2/3 permukaan Bumi yang mengalami malam hari sehingga pelaksanaan salat gerhana Bulan-pun menjadi lebih sering dilakukan. Oleh karena itu, kajian terhadap sistem hisab gerhana bulan merupakan suatu kebutuhan tersendiri bagi umat muslim di berbagai daerah.
Diantara kitab-kitab klasik yang membahas sistem hisab gerhana Bulan adalah kitab Nûr al-Anwȃr. Kitab karya KH. Noor Ahmad SS yang menjadi salah satu bahan rujukan di Lajnah Falakiyah PBNU (Pengurus Besar Nahdatul Ulama) dan Musyawarah kerja Badan Hisab Rukyah Kementrian Agama RI. Penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji kitab ini karena sistem hisabnya dilengkapi dengan rumus-rumus trigonometry dan pola data tabel hitungnya yang konsisten.
Tentunya, kedua hal tersebut berpengaruh pada tingkat akurasinya. Oleh karena itu, penulis merumuskan fokus kajian dalam dua pokok permasalahan, pertama, bagaimana sistem hisab gerhana Bulan menurut KH. Noor Ahmad SS dalam Kitab Nûr al-Anwâr? kedua, Bagaimana akurasi sistem hisab gerhana Bulan menurut KH. Noor Ahmad SS dalam kitab Nûr al-Anwâr?
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan pendekatan kepustakaan (library research). Tentunya, sumber primer yang penulis gunakan adalah kitab Nûr al-Anwâr karya KH. Noor Ahmad SS. Sedangkan data sekundernya adalah seluruh dokumen berupa buku, tulisan, hasil wawancara, makalah-makalah yang berkaitan dengan obyek penelitian. Data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis) dengan pendekatan deskriptif komparatif.
Berdasarkan hasil penelitian penulis, Sistem hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr merupakan sistem hisab yang berpijak pada teori heliosentris dan termasuk dalam kategori hisab hakiki bi al-tahqiq. Data astronomisnya bersumber dari data al-Maṭla’ al-Sa’id dengan menggunakan epoch Jepara (1100 40„). Metode hisabnya menggunakan nilai batas ekliptis 120. Rumus-rumus trigonometry yang ada dalam kitab tersebut merupakan hasil modifikasi dan transfomasi bentuk rumus dari rumus-rumus logaritma yang ada dalam kitab al- Khulȃṣah al-Wafiyyah. Sedangkan keterbatasan data tahun hijriyah dalam kitab Nûr al-Anwâr dapat diselesaikan dengan pemanfaatan pola interval data yang ada dalam kitab tersebut. Tingkat akurasi hasil hisabnya untuk setiap fase gerhana memiliki nilai yang variatif. Nilai akurasinya berbanding lurus dengan tingkat kejelasan penampakkan Bulan pada saat berlangsungnya gerhana.
Kata kunci : Hisab, Gerhana Bulan, Kitab Nûr al-Anwâr
ix
Alhamdulillah, puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, hidayah serta „inayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Sistem Hisab Gerhana Bulan (Analisis Pendapat KH. Noor Ahmad SS dalam Kitab Nur al-Anwȃr)”.
Shalawat serta salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak semata-mata hasil dari usaha penulis secara pribadi. Tetapi tidak terlepas dari usaha, bantuan dan do‟a dari berbagai pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis sampaikan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang dan Pembantu- pembantu Dekan, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengkaji dan meneliti judul penelitian dalam skripsi ini.
2. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama menempuh pendidikan S1 di IAIN Walisongo Semarang.
3. Prof. Muslih Shobir selaku pembimbing I, atas bimbingan dan pengarahan bagi kesempunaan skripsi ini.
4. Rupi‟i, M. Ag selaku pembimbing II, atas bimbingann dan ilmunya mengenai kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah, serta motivasi dan nasehat yang tiada hentinya diberikan kepada penulis.
5. Dr. Arja Imroni M.Ag, selaku Kaprodi Konsentrasi Ilmu Falak, beserta segenap pengelola Prodi Konsentrasi Ilmu Falak, dosen-dosen dan karyawan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang, atas segala didikan, bantuan dan kerjasamanya.
6. KH. Noor Ahmad SS (Pengarang Kitab Nûr al-Anwȃr) atas kesediaannya utuk memberikan ilmu, nasehat dan informasi kepada penulis tentang
x
keluarga Besar Alm. H. Hamzah dan Alm. Bah Maman, atas segala do‟a, perhatian, pengorbanan, nasehat dan curahan kasih sayangnya yang tidak dapat penulis ungkapkan dalam untaian kata-kata.
8. Kyai Siradj Khudlari dan Dr. H. Ahmad Izzuddin M. Ag selaku Pengasuh Pondok Pesantren Daarun Najaah, atas do‟a, nasehat dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.
9. KH. Mamak Muhammad Zein, Drs. H. Iyet Mulyana, Ibu Ai Amalia, Ust.
Rofik, Drs. Edi Fakhruddin dan segenap guru-guru penulis di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut, atas motivasi, nasehat dan do‟a-do‟anya.
10. Ahmad Syifaul Anam, S.H.I., M.H dan Gus Sayful Mujab, S.H.I, M.S.I., atas segala bantuan dan pengarahannya.
11. Teman-teman CSS MoRA IAIN Walisongo Semarang khususnya teman- teman angkatan 2008, TOGETHER (Ashud, Tukin, Ade, Rifki, Purqon, Lukman, Adon, Mubit, Arbi, Alvian, Harier, Reza, Saddam, Ikhwan, Fajar, Amar, Dayat, Chusnul, Daus, Yadi, Ramdany, Purwanto, Silah, Hanif, Shofa, Ayn, Uul, Imut, masruroh, Hesti, olis, oink, Endang, Dyah, Cikmah, Latifah, Rubi, Yeyen, dan Nafis ).
12. Segenap santri Pondok Pesantren Daarun Najaah khususnya Kamar Jabal Tsur (Tamhid Amri, Umar, Asrof Fitri, Haidar, Rozi, Johan, Hanif, Aji, Solikhin, Nufus dan Mukhlasin).
13. Dulur-dulur HMJB (Himpunan Mahasiswa Jawa Barat) di IAIN Walisongo Semarang.
14. Dan untuk Aini Nafis yang selalu ada untuk memberikan bantuan, semangat dan motivasi bagi penulis agar bisa selalu mengukir karya yang terbaik.
xi
Semua itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Amin.
Semarang, 31 Mei 2012 Penulis,
Zaenudin Nurjaman NIM. 082111101
xii
RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
ا Alif - Tidak Dilambangkan
ب Ba B Be
ت Ta T Te
ث Sa ṡ Es (dengan titik di atas)
ج Jim J Je
ح Ha ḥ Ha (dengan titik Bawah)
خ Kha Kh Ka dan ha
د Dal D De
ذ Zal Ż Zet ( dengan titik di atas)
ر Ra R Er
ز Zai Z Zet
س Sin S Es
ش Syin Sy Es dan ye
ص Sad ṣ Es ( dengan titik di bawah)
ض Dad ḍ De ( dengan titik di bawah)
ط Ta ṭ Te (dengan titik di bawah)
ظ Za ẓ Zet ( dengan titik di bawah)
ع ‘ain „ Koma terbalik ( di atas)
غ Gain G Ge
ف Fa F Ef
ق Qaf Q Ki
ك Kaf K Ka
ل Lam L El
xiii
ه Ha H Ha
ء Hamzah ‟ Apostrof
ي Ya Y Ye
B. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap ( tasydid) ditulis rangkap Contoh :
ةه دقه : Muqaddimah
C. Vokal
1. Vokal Tunggal
/ Fathah/ ditulis “a” contoh : حتف = fataha / Kasrah/ ditulis “i” contoh : نلع = „alima /dammah/ ditulis “u” contoh : ةتك = kutub 2. Vokal Rangkap
Vokal rangkap / fathah dan ya/ ditulis “ai” contoh : ييا = aina Vokal rangkap / fathah dan waw/ ditulis “au” contoh : لوح = haula
D. Vokal Panjang
/ Fathah/ ditulis “a” contoh :عات =bȃ‟a / Kasrah/ ditulis “I” contoh :نيلع = „alîmun /dammah/ ditulis “u” contoh مولع = „ulûmun
E. Hamzah
Huruf hamzah (ء) di awal kata ditulis dengan vokal tanpa didahului oleh tanda apostrof (‟)
Contoh : ىاويا = îman
xiv Contoh : اللهدثع ditulis : Abdullah
G. Kata Sandang “al-“.
1. Kata sandang “al-“ tetap ditulis “al-“, baik pada kata yang dimulai dengan huruf qamariah maupun syamsiah.
2. Huruf “a” pada kata sandang “al-“ tetap ditulis dengan huruf kecil meskipun merupakan
3. Kata sandang “al-“ di awal kalimat dan pada kata “al-Qur‟an” ditulis dengan huruf kapital.
xv
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
HALAMAN DEKLARASI ... vii
HALAMAN ABSTRAK ... viii
HALAMAN KATA PENGANTAR ... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii
HALAMAN DAFTAR ISI ... xv
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xvii
HALAMAN DAFTAR GRAFIK DAN GAMBAR ... xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Pokok Permasalahan ... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
D. Kerangka Teoritik ... 11
E. Kajian Pustaka ... 12
F. Metode Penelitian ... 15
G. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II HISAB RUKYAH GERHANA BULAN A. Pengertian Gerhana Bulan ... 19
B. Tinjauan Syar‟i Terhadap Gerhana Bulan ... 21
C. Sejarah Gerhana Bulan ... 28
D. Objek Gerhana Bulan ... 34
E. Geometri Gerhana Bulan ... 43
F. Macam – Macam Gerhana Bulan ... 48
G. Klasifikasi Hisab Gerhana Bulan ... 52
xvi
B. Karya-karya KH. Noor Ahmad SS ... 61 C. Sistem Hisab Gerhana Bulan dalam Kitab Nûr
al-Anwâr ... 67
BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB GERHANA BULAN MENURUT KH. NOOR AHMAD SS DALAM KITAB NÛR AL-ANWÂR A. Analisis Sistem Hisab Gerhana Bulan Menurut
KH. Noor Ahmad SS Dalam Kitab Nûr al-Anwâr ... 78 1. Analisis Tabel Perhitungan ... 78 2. Analisis Kriteria Batas Nilai Ekliptis dalam
Rumus Penentuan Kemungkinan Gerhana Bulan
dalam kitab Nûr al-Anwâr ... 89 3. Analisis Alur Perhitungan dan Penta’dilan ... 91 4. Analisis Penelusuran Rumus-Rumus Trigonometry .... 96 B. Analisis Akurasi Sistem Hisab Gerhana Bulan
Menurut KH. Noor Ahmad SS dalam Kitab Nûr al-Anwâr ... 101
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 109 B. Saran-Saran ... 110 C. Penutup ... 111
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS
xvii
Tabel. 2 : Data gerhana Bulan yang terjadi pada zaman Rosulullah saw
berdasarkan data kitab Irsyȃd al-Murid... 32
Tabel. 3 : Data statistik Bulan... 35
Tabel. 4 : Nama-nama Matahari dalam berbagai kebudayaan... 41
Tabel. 5 : Data jumlah maksimum terjadinya gerhana dalam setahun... 45
Tabel. 6 : Five Millennium Catalog of Lunar Eclipses –1999 to +3000 (2000 BCE to 3000 CE)... 51
Tabel. 7 : Interval kemungkinan Gerhana... 68
Tabel. 8 : Alur tabel perhitungan al-Harakah al-Mathlûbah... 70
Tabel. 9 : Kaidah penentuan warna gerhana... 77
Tabel. 10 : Data perbandingan data tahun hijriyyah antara kitab Badî’ah Miṡȃl dengan Nûr al-Anwâr... 82
Tabel. 11 : Nilai interval data wasaṭ al-Syams dan Khȃṣṣatuha yang bersumber dari tahun hijriyyah dalam kitab Nûr al-Anwâr... 85
Tabel. 12 : Interval tahun hijriyyah berdasarkan pola tahun mabsuthah dan majmuah... 85
Tabel. 13 : Interval data Wasaṭ al-Syams, Khȃṣatuha, Wasaṭ al-Qamar, berdasarkan tahun majmuah yang bersumber dari data tahun hijriyyah dalam kitab Nûr Al-Anwâr... 86
Tabel. 14 : data A (Acuan) dan K (konstanta) merupakan data yang bersumber dari data tahun hijriyah dalam kitab Nûr Al-Anwâr... 88
Tabel. 15 : Data TS (Tahun Sisa) merupakan data penjumlahan interval data tahun satuan yang berdasarkan pada interval data tahun Hijriyyah dalam kitab Nûr Al-Anwâr... 89
Tabel. 16 : Data Nilai batas ekliptis antara sistem hisab gerhana dalam Kitab Nûr al-Anwâr dan al-Khulȃṣah al-Wafiyyah... 91
Tabel. 17 : Sifat-sifat Logaritma dan persamaan istilah rumus antara kitab Nûr al-Anwâr dan Al-Khulȃṣah al-Wafiyyah... 98
xviii
hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr... 104 Tabel. 20 : Data perbandingan awal waktu pertengahan gerhana antara data
NASA dengan data hasil hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr... 104 Tabel. 21 : Data perbandingan akhir waktu gelap (umbra) saat
berlangsungnya gerhana antara data NASA dengan data hasil hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr... 105 Tabel. 22 : Data perbandingan akhir waktu gerhana antara data NASA
dengan data hasil hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr 106 Tabel. 23 : Selisih rata-rata data waktu gerhana sistem hisab gerhan Bulan
dalam kitab Nûr al-Anwâr dengan data NASA... 107
xix
Nûr al-Anwâr... 92 Grafik. 2 : Nilai besar selisih antara data hasil hisab gerhana Bulan dalam
kitab Nûr al-Anwâr dengan data NASA... 107 Gambar. 1 : Geometri Gerhana Bulan... 43 Gambar. 2 : Perubahan fase-fase Bulan... 89 Gambar. 3 : Deskripsi website sumber pengambilan data hisab gerhana
Bulan... 102
1 A. Latar Belakang
Tata surya kita adalah suatu kelompok benda langit, mulai dari Matahari dan planet-planet yang mengitarinya yang terdiri dari Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus beserta 165 buah satelit planet yang sudah diketahui sampai sekarang, serta objek- objek tata surya yang lainnya seperti asteroid, planet katai, meteorid, planetoid, komet dan debu angkasa, yang bergerak mengikuti hukum dinamika Newton.1 Di antara semua anggota tata surya tersebut, planet Bumi, Bulan dan Matahari merupakan tiga benda langit yang banyak menarik perhatian para ahli falak karena menjadi penanda waktu dalam pelaksanaan beberapa ibadah seperti sholat fardhu, salat gerhana dan ibadah puasa.
Hal yang paling spektakuler dalam kaitan Bumi, Bulan dan Matahari adalah ketika terjadi fenomena gerhana, baik gerhana Bulan maupun gerhana Matahari. Gerhana adalah peristiwa alam yang terjadi beberapa kali setiap tahunnya. Dalam hadis-hadis Nabi saw peristiwa tersebut dinyatakan sebagai bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. Ada dua macam gerhana yang dapat disaksikan di Bumi, yaitu gerhana
1 Gunawan Admiranto, Menjelajah Tata Surya, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2009, hlm. 8.
Matahari dan gerhana Bulan.2 Muhammad Wardan3 mengatakan bahwa gerhana Bulan ialah peristiwa ketika Bulan bergerak mengelilingi Bumi, masuk ke dalam inti bayangan Bumi, sehingga pada waktu itu Bulan tidak menerima sinar Matahari. Oleh karena itu, gerhana Bulan terjadi ketika bulan berada pada saat istiqbal (oposisi).4 Sedangkan gerhana Matahari adalah fenomena yang terjadi di saat Bulan berada di antara Bumi dan Matahari, yaitu saat ijtima (konjungsi), dimana Bulan atau Matahari berada di salah satu titik simpul atau di dekatnya.5 Gerhana Matahari dapat terjadi 2 sampai 3 kali dalam setahun, tetapi hanya dapat disaksikan di wilayah-wilayah tertentu di permukaan Bumi. Sedangkan gerhana Bulan dapat terjadi 2 sampai 3 kali dalam setahun dan dapat disaksikan oleh seluruh penduduk Bumi yang menghadap ke Bulan.6 Fenomena gerhana ini sudah lama menjadi objek pengamatan manusia. Sejak zaman Babilonia, catatan observasi gerhana sudah rutin dilakukan.7
2 Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, Cet. II, 2009, hlm. 95.
3 Ahli falak, yang bernama Wardan Diponingrat K.R.T, sedangkan Muhammad Wardan adalah nama kecilnya. Ia dilahirkan pada 19 Mei 1911 M bertepatan dengan tanggal 20 Jumadil Awwal 1329 H di Kauman, Yogyakarta dan meninggal dunia pada 3 Februari 1991 M/ 19 Rajab 14 11 H. Ayahnya, yaitu Kyai Muhammad Sangidu seorang penghulu Kraton Yogyakarta dengan gelar Kanjeng Penghulu Kyai Muhammad Kamalunidiningrat sejak 1913 M/1332 H sampai 1940 M/1359 H. Sejak 1973 hingga wafatnya, Wardan dipercaya sebagai anggota Badan Hisab Rukyah Departemen Agama RI. Muhammad Wardan merupakan seorang tokoh penggagas teori Wujudul Hilal yang hingga kini masih digunakan oleh persyarikatan Muhammadiyah. Selengkapnya lihat Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. II, 2008, hlm. 235- 236.
4 Muhammad Wardan, Kitab Falak dan Hisab, Yogyakarta: Toko Pandu, Cet. I, 1957, hlm. 52-53.
5 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktik), Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet. I, 2004, hlm. 187.
6 Ibid hlm. 188.
7 Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2007 hlm. 43.
Gerhana merupakan salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah yang sering disalahartikan. Dulu pernah terjadi gerhana pada masa Nabi Muhammad saw. Fenomena itu bertepatan dengan kematian putra Nabi saw yang bernama Sayyid Ibrahim. Sebagian golongan mengatakan bahwa peristiwa gerhana terjadi disebabkan wafatnya Ibrahim. Mereka mengatakan demikian dengan maksud mengagungkan Nabi saw dan putranya.8
Ketika Nabi saw mendengar apa yang mereka katakan, beliau marah, lalu berkhotbah kepada mereka yang isinya menjelaskan bahwa Matahari dan Bulan merupakan dua pertanda di antara tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah swt dan tidak ada satu kekuasaan-pun bagi seseorang terhadap keduanya.9 Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yang berbunyi :
لاق دابع هب بايش انثذح :
لاق سيق هع ميعامسإ هع ذيمح هب ميىاربإ انثذح :
لٌقي دٌعسم ابأ تعمس :
مهسً ويهع الله َهص يبننا لاق :
لا رمقناً سمشنا نإ
ساننا هم ذحأ تٌمن نافسكني ,
الله تايا هم ناتيا امينكن ً ,
اٌمٌقف امىٌمتيأر ارإف
اٌهصف (
ٍراخبنا هاًر
10
)
Artinya: “Syihab bin „Ibad telah bercerita kepada kami, ia berkata: telah bercerita kepada kami Ibrahim bin Humaid dari Ismail dari Qais, ia berkata: aku mendengar Abu Mas‟ud berkata: Nabi saw bersabda: sesungguhnya Matahari dan Bulan tidak mengalami gerhana karena kematian seorang manusia, tapi keduanya merupakan tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Jika kalian melihat keduanya (gerhana), maka berdirilah lalu salatlah.”
8 „Alawi Abbas al-Maliki, Penjelasan Hukum-Hukum Syari’at Islam, diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar dari “Ibaanattul Ahkaam”, Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cet I, 1994, hlm.
802-803.
9 Ibid.
10Imam Abi „Abdillah Muhammad bin Ismail ibnu Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardazabah al-Bukhari al-Ja‟fii, Shahih al-Bukhari, Juz 1, Beirut, Libanon: Daar al-Fikr, 1981, hlm. 24.
Hadis di atas menjelaskan bahwa ketika terjadi gerhana dianjurkan melaksanakan salat sunat yang dinamakan dengan salat sunat gerhana. Para ulama sepakat bahwa salat sunat gerhana termasuk kategori sunat muakkad.11 Hukum sunatnya sama dengan hukum salat dua hari raya.
Pelaksanaannya dilaksanakan ketika peristiwa gerhana mulai terlihat oleh mata sampai prosesi gerhana berakhir.
Pada dasarnya, alam semesta mengikuti hukum-hukum yang bersifat kuantitatif.12 Sebagai bagian dari alam, fenomena gerhana-pun tidak terlepas dari hukum keteraturan yang bersifat matematis. Gerhana Matahari dan Bulan memiliki keteraturan setelah suatu periode waktu selama 223 lunasi (1 lunasi = rata-rata 1 Bulan sinodik = 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik) atau sekitar 6585 1/3 hari, yaitu 18 tahun, 10 atau 11 hari dan 8 jam. Periode ini dinamakan dengan periode saros.13
Peristiwa gerhana merupakan fenomena langit yang tidak dapat dipisahkan dari masalah penentuan bulan baru, karena masing-masing terjadi ketika Bulan berada pada kedudukan konjungsi dan oposisi dengan Matahari. Oleh karena itu, waktu terjadi gerhana dapat diprediksi melalui metode perhitungan/ metode hisab.14
11 Sa‟di Abu Habieb, Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam, diterjemahkan oleh KH.
M. Sahal Machfudz dan KH. A. Mustafa Bisri dari “Ensiklopedi Ijma”, Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 2006, cet IV, hlm. 709.
12 A. Gunawan Admiranto, op.cit hlm. 4.
13Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan Solusi Permasalahannya). Semarang: Komala Grafika, 2006, hlm. 85.
14 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Almanak Hisab Rukyah, Jakarta:
Mahkamah Agung RI, 2007, hlm. 169.
Hisab gerhana Matahari atau Bulan dilakukan untuk menentukan kapan terjadinya gerhana Matahari atau gerhana Bulan dengan maksud agar kaum muslimin dapat melaksanakan salat khusuf al-Qamar (salat gerhana Bulan) atau kusuf al-Syams (salat gerhana Matahari).15 Banyak karya ulama- ulama nusantara yang telah memperkaya khazanah keilmuan hisab gerhana, di antaranya kitab Fatḥu Rauf al-Mannan karya KH. Abdul Djalil Kudus16, kitab al-Sulam al-Naiyyirain karya Manshur al-Battawiy17, kitab al- Khulȃṣah al-Wafiyyah karya KH. Zubair Umar al-Jaelany18, kitab Nûr al- Anwâr dan Syams al-Hilȃl karya KH. Noor Ahmad SS serta kitab-kitab karya ulama yang lainnya.
Di antara ulama-ulama di atas, yang memiliki beberapa kitab yang di dalamnya terdapat pembahasan gerhana adalah KH. Noor Ahmad SS, ulama
15 Ibid, hlm. 179.
16 Ahli falak, nama lengkapnya adalah Abu Hamdan Abdul Jalil bin Abdul Hamid, lahir pada 12 Juli 1905 M/ 1323 H di Bulumanis Kidul Margoyoso Tayu Pati Semarang. Nama Orangtuanya adalah KH. Abdul Hamid dan Syamsiah. Pendidikan yang ditempuh adalah belajar di Pondok Pesantren Jamsaren Solo di bawah asuhan KH. Idris pada 1919-1920 M/ 1338-1339 H, Setelah itu melanjutkan ke pondok Termas Pacitan Jatim yang diasuh oleh KH. Dimyati.
kemudian pada 1921-1924 M/ 1340-1343 H, ia belajar di pondok Pesantren Kasingan Rembang diasuh oleh KH. Abdul Kholil. Pada 1924-1926 M/ 1343-1345 H ia belajar di Mekah Saudi Arabia. Sepulang dari Mekah ia belajar di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Jatim diasuh oleh KH. Hasyim Asy‟ari selama satu tahun, setelah itu kembali lagi ke Mekah sampai tahun 1930 M/
1349 H. Aktivitas KH. Abdul Jalil adalah pernah menjadi ketua Pengadilan Agama kabupaten Kudus, Pembantu khusus Perdana Menteri RI di Jakarta, anggota DPR/MPR Pusat Wakil Alim Ulama Fraksi NU, Ketua Lajnah Falakiyah PBNU merangkap anggota Badan Hisab Rukyah Departemen Agama RI, dan penyusun tetap penanggalan Almanak NU. Selengkapnya lihat Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet II, 2008, hlm. 2.
17 Salah seorang ahli falak, nama lengkapnya Haji Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri bin Muhammad Habib bin Abdul Muhit al-Batawi yang terkenal dengan sebutan Guru Manshur Jembatan Lima, dilahirkan di Jakarta pada 1878 M dan wafat pada hari Jum‟at, 2 Safar 1387 H bertepatan dengan tanggal 12 Mei 1967. Guru pertamanya dalam menuntut ilmu ialah bapaknya sendiri, KH. Abdul Hamid. Ia juga salah seorang murid Sayyid Ustman ulama falak di Betawi. Setelah dewasa ia pergi ke Mekah dan belajar ilmu falak kepada Abdurahman al-Misri, Ibid, hlm. 138.
18 Salah seorang ahli falak yang dilahirkan di Bojonegoro. Tak diketahui tahun kelahirannya meninggal pada hari Senin, 22 Jumadil Awwal 1411 H/ 10 Desember 1990 di Salatiga. Salah satu karya monumentalnya di bidang falak adalah al-Khulȃṣah al-Wafiyyah Fi Falak Bijadwal al–Lugharitmiyyah. Buku ini pertama kali dicetak oleh percetakan Melati Solo, kemudian dicetak ulang oleh percetakan Menara Kudus. Ibid, hlm. 247.
asli Jepara yang dilahirkan pada tanggal 14 Desember 1932 M/ 1351 H.
Ahli falak ini adalah murid dari KH. Turaichan Adjhuri19, KH. Abdul Jalil dan KH. Zubaer Umar al-Jaelani20. Ketiganya merupakan tiga tokoh falak ternama di Indonesia.
KH. Noor Ahmad SS merupakan tokoh modernis dalam bidang hisab. Pada mulanya pemikiran KH. Noor Ahmad SS masih menggunakan data ilmu hisab taqribi sebagaimana pemikiran kaum salafiyah. Melalui perjalanan yang panjang ia berupaya untuk menciptakan media baru dalam pembelajaran ilmu hisab dengan merubah pola kitab yang ada pada masa sebelumnya, bahkan hasil dari upaya itu menjadikannya sebagai anggota Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdatul Ulama sampai sekarang.21 Jadi, kemampuan falak KH. Noor Ahmad SS sudah tentu tidak perlu diragukan lagi.
KH. Noor Ahmad SS memiliki beberapa kitab yang di dalamnya terdapat pembahasan gerhana Bulan. Diantaranya ialah kitab Nûr al-Anwâr.
Kitab Nûr al-Anwâr merupakan salah satu kitab yang menjadi kajian di berbagai daerah dan menjadi bahan rujukan Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) maupun Musyawarah Kerja Badan Hisab Rukyah Kementrian Agama RI.22 Sampai sekarang kitab Nûr al-Anwâr
19 Sosok Ulama kharismatik yang ahli ilmu falak. Ia pernah nyantri di pesantren KH.
Abdul Djalil Hamid di Kudus. Ia dilahirkan di Kudus pada tanggal 15 Maret 1915 M/ 1334 H dan meninggal dunia pada hari Jum‟at, 20 Agustus 1999 M bertepatan dengan 8 Rabiul Akhir 1420 H.
Yi Tur demikian sapaan akrabnya, tercatat sebagai salah satu keturunan ke -16 Sunan Kudus, salah satu Walisongo, penyebar Islam di tanah Jawa. Ibid, hlm 202.
20 Jaenal Arifin, “Pemikiran Hisab Rukyah KH. Noor Ahmad SS di Indonesia” Tesis Magister Ilmu Agama Islam, Semarang: IAIN Walisongo, 2004, hlm. 62.
21 Ibid.
22 Ibid.
masih dipelajari dan menjadi kitab falak yang diajarkan di beberapa pesantren di Indonesia seperti pesantren TBS (Tasywiq al-Thullab al- Salafiyah) Kudus, Jawa Tengah.
KH. Noor Ahmad SS juga memiliki karya lain yang didalamnya terdapat pembahasan gerhana yaitu kitab Syams al-Hilȃl. Kitab ini termasuk dalam kitab yang diklasifikasikan dalam kategori hisab taqribi23 dan lahir lebih dulu dibandingkan dengan kitab Nûr al-Anwâr. Operasi perhitungan yang ada dalam kitab Syams al-Hilȃl lebih sederhana dibandingkan dengan kitab Nûr al-Anwâr. Kesederhanaan perhitungan Syams al-Hilȃl dan kerumitan perhitungan Nûr al-Anwâr menjadi keunikan dan masalah tersendiri. Masalah yang timbul adalah apakah keberadaan sistem hisab Nûr al-Anwâr khususnya hisab gerhana Bulan merupakan pengembangan dari sistem hisab Syams al-Hilȃl atau merupakan formulasi baru yang dibuat oleh KH. Noor Ahmad SS dalam rangka menjawab kebutuhan zaman.
Penelusuran mengenai hal ini perlu dilakukan untuk membaca sistem hisab yang ada dalam kitab Nûr al-Anwâr.
Sistem gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr juga tidak akan terlepas dari data tabel perhitungan kitab Nûr al-Anwâr. Data tahun yang ada dalam kitab tersebut hanya terbatas dari tahun -149 sampai 3000 H.
Metode yang digunakan untuk mendapatkan data tahun hijriyah yang belum diketahui adalah dengan metode penjumlahan tahun mabsûṭah dan majmûah. Metode ini memberikan kesulitan tersendiri dengan ketersediaan
23 Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah, op.cit, hlm. 28.
data yang terbatas. Data tahun majmûah yang ada dalam kitab hanya bermula dari tahun 1320 sampai 1710 H. Keterbatasan ini menjadi permasalahan tersendiri dalam perhitungan gerhana di atas tahun 3000 H.
Hisab gerhana yang bisa dilakukan hanya terbatas dalam tahun-tahun tertentu.
Permasalahan keakurasian penentuan interval waktu gerhana merupakan hal yang penting. Hasil hisabnya menjadi pedoman dalam pelaksanaan salat gerhana. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem hisab gerhana Nûr al-Anwâr-pun perlu ditelaah dan dikaji kembali secara kritis. Kerumitan operasi perhitungan Nûr al-Anwâr tentu berpengaruh terhadap tingkat akurasinya. Maka dari itu, perlu diadakan penelitian mengenai sejauh mana tingkat akurasi sistem hisab gerhana yang ada dalam kitab tersebut.
Berangkat dari latar belakang pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan studi analisis terhadap sistem hisab gerhana Bulan menurut KH. Noor Ahmad SS dalam kitab Nûr al-Anwâr. Penulis membatasi lingkup penelitian dengan hanya fokus pada hisab gerhana Bulan karena sepanjang lima milenium, dari tahun -1999 sampai tahun 3000 ke depan, Bumi akan mengalami 12.064 gerhana Bulan. Hal ini didasarkan pada data NASA (National Aeronautics and Space Administration) yang secara rinci tertera pada tabel berikut ini.
Lunar Eclipse ; -1999 to +3000
Eclipse Type Symbol Number Percent All Eclipses - 12064 100%
Penumbral N 4378 36,30%
Partial P 4207 34,90%
Total T 3479 28,80%
Tabel. 1: Data Gerhana Bulan. 24
Gerhana Bulan juga termasuk fenomena yang lebih sering bisa dilihat hampir dari 2/3 permukaan Bumi yang mengalami malam hari dibandingkan dengan gerhana Matahari yang hanya bisa dilihat dari daerah tertentu di permukaan Bumi yang mengalami siang hari.
B. Pokok Permasalahan
Bertolak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat dikemukakan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu :
1. Bagaimana sistem hisab gerhana Bulan menurut KH. Noor Ahmad SS dalam Kitab Nûr al-Anwâr?
2. Bagaimana akurasi sistem hisab gerhana Bulan menurut KH. Noor Ahmad SS dalam kitab Nûr al-Anwâr?
24 http://eclipse.gsfc.nasa.gov/LEcat5/LEcatalog.html, diakses pada tanggal 2 Februari 2012 pukul 02: 37 WIB.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui sistem hisab gerhana Bulan menurut KH. Noor Ahmad SS yang ada dalam Kitab Nûr al-Anwâr.
b. Untuk mengetahui tingkat akurasi dari metode hisab gerhana Bulan yang ada dalam kitab Nûr al-Anwâr.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini secara teoritis diharapkan bisa menambah khazanah keilmuan mengenai hisab gerhana Bulan menurut KH. Noor Ahmad SS yang ada dalam kitab Nûr al-Anwâr. Penelitian ini juga diharapkan bisa mengungkap berbagai hal yang masih misteri serta tingkat akurasi metode hisab gerhana Bulan yang ada dalam kitab Nûr al-Anwâr.
Selain itu, dari segi praktis penelitian ini diharapkan bisa membantu memberikan pemahaman penggunaan metode hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr. Isi kitab tersebut tidak mendeskripsikan metodenya secara detail. Penggambaran metodenya hanya dijelaskan dalam bentuk contoh perhitungan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan bisa membawa sedikit titik terang akan penggunaan metode hisab gerhana tersebut.
D. Kerangka Teoritik
Gerhana adalah peristiwa yang terjadi akibat terhalangnya cahaya dari sebuah sumber oleh benda lain.25 Ada dua macam gerhana yang dapat disaksikan dari permukaan Bumi, yaitu gerhana Matahari dan gerhana Bulan. Gerhana Matahari terjadi ketika Matahari, Bulan dan Bumi berada dalam satu garis lurus yaitu saat Bulan berkonjungsi. Sedangkan Gerhana Bulan terjadi ketika Matahari, Bumi dan Bulan berada dalam satu garis yaitu saat Bulan beroposisi atau saat Bulan purnama, sehingga pada saat tersebut Bulan akan melewati bayangan Bumi. Tidak setiap fase konjungsi terjadi gerhana Matahari, dan tidak setiap fase Bulan purnama terjadi gerhana Bulan. Hal ini disebabkan kemiringan bidang rotasi Bulan mengitari Bumi sebesar 5 08 '43'' terhadap bidang ekliptika.26
Berdasarkan penampakannya saat puncak gerhana, gerhana Matahari dapat dibedakan menjadi:
1. Gerhana Matahari total 2. Gerhana Matahari cincin
3. Gerhana Matahari cincin-total (gerhana Matahari hibrid) 4. Gerhana Matahari sebagian
Sedangkan Gerhana Bulan dapat dibedakan menjadi:
1. Gerhana Bulan total 2. Gerhana Bulan sebagian
25 Iratius Radiman, dkk, Ensiklopedi–Singkat Astronomi dan Ilmu Yang Bertautan, Bandung: ITB, 1980, hlm. 35.
26 Muhyidin Khazin, Ilmu Falak (dalam Teori dan Praktek), Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet. I, 2004, hlm. 188.
3. Gerhana Bulan penumbra
Gerhana Matahari dan Bulan memiliki keteraturan setelah satu periode waktu yang dinamakan dengan periode Saros. Lama tahun Saros ini kurang lebih 18 Tahun 11 hari 8 jam.27
E. Kajian Pustaka
Sejauh penelusuran penulis, belum ditemukan tulisan secara khusus dan mendetail yang membahas mengenai sistem hisab gerhana Bulan menurut KH. Noor Ahmad SS dalam kitab Nûr al-Anwâr. Penelitian- penelitian sebelumnya yang terkait dengan kitab-kitab karya KH. Noor Ahmad SS lebih ditekankan pada permasalahan penentuan awal bulan, arah kiblat dan waktu salat.
Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan sistem hisab gerhana Bulan antara lain skripsi Wahyu Fitria yang berjudul “Studi Analisis Hisab Gerhana Bulan Dalam Kitab al-Khulȃṣah al-Wafiyyah”28. Wahyu Fitria mengungkapkan bahwa kitab al-Khulȃṣah al-Wafiyah secara teoritik berpangkal pada teori Heliosentris. Hasil penelitiannya berupa
uraian faktor-faktor penyebab perbedaan tingkat akurasi antara al-Khulȃṣah al-Wafiyah dengan sistem hisab Ephimeris yang dipakai oleh
Kementerian Agama. Faktor-faktor tersebut ialah pertama, perbedaan sumber data yang diambil dan kedua, proses pembulatan angka.
27 Susiknan Azhari, op.cit, hlm. 190.
28 Wahyu Fitriana, ”Studi Analisis Hisab Gerhana Bulan Dalam Kitab al-Khulȃṣah al- Wafiyyah”, Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah, Semarang:IAIN Walisongo, 2011, td.
Adapun penelitian-penelitian yang terkait dengan kitab Nûr al- Anwâr sendiri adalah Tesis Jaenal Arifin ”Pemikiran Hisab Rukyah KH.
Noor Ahmad SS di Indonesia”.29 Jaenal mengungkapkan bahwa corak pemikiran hisab KH. Noor Ahmad SS merupakan sintesa kreatif antara pemikiran hisab dan ahli hisab sebelumnya seperti KH. Turaichan Adjuri.
Ahli hisab lain yang ikut mewarnai adalah KH. Zubaer Umar Al-Jaelani lewat karyanya al-Khulȃṣah al-Wafiyyah, KH. Muhammad Ma‟sum Al- Maskumambangi lewat karyanya Badî’ah al-Miṡȃl dan Syekh Zaed Nafi‟
lewat karyanya Mathla’ al-Said Fi Khisabah al-kawakib al-Roshdi al- Jadid. Kitab-kitab yang lainnya diposisikan sebagai literatur komparasi.
Corak pemikirannya mewarnai corak pemikiran hisab rukyah salafiyyah di Indonesia. Kemunculan Nûr al-Anwâr membuka pemikiran plural bagi kaum salafiyah.
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai kitab-kitab karya KH. Noor Ahmad SS yang lainnya adalah skripsi Sri Hidayati yang berjudul “Studi Analisis Hisab Arah Kiblat dalam Kitab Syawȃriq al-Anwȃr”.30 Sri Hidayati mengungkapkan bahwa metode penentuan arah kiblat dalam kitab tersebut masih bisa dijadikan sebagai rujukan karena hasilnya tidak jauh berbeda dengan hasil dari metode Spherical Trigonometry. Perbedaannya hanya terpaut dalam satuan menit saja. Sri Hidayati juga menyimpulkan bahwa data- data yang ada dalam kitab tersebut berasal dari Almanak Nautika tahun 1982
29 Jaenal Arifin, “Pemikiran Hisab Rukyah KH. Noor Ahmad SS di Indonesia” Tesis Magister Ilmu Agama Islam, Semarang: IAIN Walisongo, 2004, td.
30 Sri Hidayati, “Studi Analisis Hisab Arah Kiblat dalam Kitab Syawȃriq al-Anwȃr”, Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah, Semarang: IAIN Walisongo, 2011, td.
M. Jika dibandingkan dengan data-data kontemporer saat ini, data tersebut dinilai kurang akurat karena data yang disediakan ketelitiannya hanya sampai pada satuan menit. Sedangkan data-data kontemporer sekarang sudah sampai pada satuan detik.
Penelitian yang lainnya seperti skripsi Musyaiyadah yang berjudul
“Studi Analisis Metode Penentuan Awal Waktu Salat dengan Jam Istiwa’
dalam Kitab Syawȃriq Al-Anwȃr”.31 Musyaiyadah mengungkapkan bahwa metode penentuan awal waktu salat dengan jam istiwa’ dalam kitab Syawȃriq al-Anwȃr menggunakan rumus ikhtilaf/ittifaq dengan menggunakan prinsip logaritma. Dasar hukum yang dipakai dalam kitab tersebut adalah Al-Qur‟an, hadis Nabi saw dan penerapan lingkaran bola bumi yang dibagi menjadi empat quadrant atau rubu’.
Berbagai penelitian di atas menunjukkan bahwa belum ada penelitian secara spesifik yang membahas pemikiran KH. Noor Ahmad SS mengenai hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr. Problematika di dalamnya masih banyak yang belum terungkap, termasuk tingkat akurasinya. Oleh karena itu, penulis dalam skripsi ini berusaha untuk mengkaji hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr secara lebih mendalam.
31 Musyaiyadah, “Studi Analisis Metode Penentuan Awal Waktu Salat dengan Jam Istiwa‟ dalam Kitab Syawȃriq al-Anwȃr” Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah, Semarang: IAIN Walisongo, 2011 td.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research)32, karena fokus penelitiannya adalah teks yaitu dengan mengkaji kitab Nûr al-Anwâr yang memuat pemikiran KH. Noor Ahmad SS tentang gerhana Bulan. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif, yang dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) dengan objek yang alamiah, tidak dimanipulasi oleh peneliti.33
2. Sumber Data Penelitian
Sumber-sumber data yang dipakai dalam penelitian ini meliputi sumber primer (primary source) dan sumber sekunder (secondary source).34 Sumber data primer yang penulis gunakan adalah kitab Nûr al- Anwâr karya KH. Noor Ahmad SS. Sedangkan sumber data sekunder yang digunakan adalah hasil wawancara, buku-buku, artikel, dan dokumen- dokumen yang membahas hisab gerhana Bulan secara umum, termasuk buku-buku falak, astronomi dan ensiklopedia-ensiklopedia yang menjelaskan berbagai istilah-istilah yang digunakan dalam hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr.
32 Penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur, baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu. Lihat M. Iqbal Hasan, Pokok – Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Bogor : Ghalia Indonesia, 2002, hlm. 11.
33Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2010, hlm. 224-225.
34 Menurut sumbernya data penelitian dibedakan menjadi data primer dan data sekunder, Lihat M. Iqbal Hasan, op.cit, hlm. 82.
3. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode-metode pengumpulan data yang akan penulis gunakan dalam penelitian, yaitu:
a. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi penulis gunakan untuk mencari data-data yang dibutuhkan terkait dengan metode hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr. Pencarian datanya digali dari berbagai buku, kitab, manuskrip sejarah, artikel, ensiklopedia dan jurnal-jurnal yang terkait dengan perhitungan gerhana.
b. Metode Wawancara
Metode wawancara penulis gunakan untuk mencari informasi tambahan dari pengarang kitab Nûr al-Anwâr sendiri yaitu KH. Noor Ahmad SS. Wawancara yang dilakukan menggunakan teknik wawancara non struktural.
Metode ini juga digunakan untuk mencari informasi tambahan lain dari para ahli hisab dan pihak-pihak yang terkait dengan hal-hal yang diperlukan dalam proses penelitian.
c. Analisis Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah tahapan analisis. Dalam tahapan ini penulis akan menganalisis data dengan menggunakan metode content analysis atau yang dikenal dengan
”analisis isi” yaitu sebuah metodologi yang memanfaatkan prosedur
untuk menarik kesimpulan dari sebuah buku atau dokumen.35 Hal ini dilakukan guna mendeskripsikan dan mengkaji metode hisab gerhana Bulan yang ada dalam kitab Nûr al-Anwâr.
Selain itu juga penulis menggunakan metode analisis komparatif dengan menggunakan pendekatan matematis. Inti dari penelitian ini tidak hanya sekedar mendeskripsikan pemikiran hisab gerhananya saja, tapi juga menganalisis sejauh mana tingkat akurasi hasil hisabnya jika dibandingkan dengan teori-teori hisab gerhana yang lain yang sudah mengunakan data-data kontemporer.
Pendekatan matematis digunakan karena sifat dari metode hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr memiliki karakter matematis.
Metodenya menggunakan istilah-istilah trigonometry seperti sin dan cos. Begitu pula dengan pembandingnya yang menggunakan rumus- rumus perhitungan yang tidak terlepas dari istilah-istilah tersebut.
Metode analisis ini dilakukan guna mengetahui tingkat akurasi metode hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr.
G. Sistematika Penulisan
Secara garis besar, penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab, dan didalam setiap babnya terdapat sub-sub pembahasan.
35 Djam‟an Satori, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2009, hlm. 157.
Bab pertama meliputi latar belakang, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoritik, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua meliputi pengertian gerhana Bulan, tinjauan syar‟i terhadap gerhana Bulan, sejarah gerhana Bulan, objek pembahasan gerhana Bulan, geometri gerhana Bulan, macam-macam gerhana Bulan dan klasifikasi hisab gerhana Bulan.
Bab ketiga meliputi biografi intelektual KH. Noor Ahmad SS, Karya-karyanya dan sistem hisab gerhana Bulan menurut KH. Noor Ahmad SS dalam kitab Nûr al-Anwâr.
Bab keempat meliputi analisis terhadap sistem hisab gerhana Bulan dalam kitab Nûr al-Anwâr dan analisis terhadap tingkat keakurasian sistem hisab gerhana Bulan yang digunakan KH. Noor Ahmad dalam kitab Nûr al-Anwâr.
Bab kelima meliputi kesimpulan, saran-saran dan penutup
19 BAB II
HISAB RUKYAH GERHANA BULAN
A. Pengertian Gerhana Bulan
Secara etimologi gerhana Bulan terdiri dari dua kata yaitu gerhana dan Bulan. Gerhana merupakan padanan kata dari kata eclipse (Bahasa Inggris), ekleipsis (Bahasa Yunani) dan eklipsis (Bahasa Latin).1 Dalam Bahasa Arab, gerhana dikenal dengan istilah kusuf atau khusuf. Istilah kusuf dan khusuf dapat digunakan untuk menyebut gerhana Matahari atau gerhana Bulan. Hanya saja, kata kusuf lebih dikenal untuk menyebut gerhana Matahari, sedangkan kata khusuf lebih dikenal untuk menyebut gerhana Bulan.2 Pemaknaan ini sesuai dengan pemaknaan yang ada dalam kamus al-Bisri. Dalam kamus tersebut, gerhana Bulan diistilahkan dengan khusuf al-Qamar, sedangkan gerhana Matahari diistilahkan dengan kusuf al-Syams.3
Jika dilacak dari akar katanya, khusuf berasal dari kata khasafa sedangkan kusuf berasal dari kata kasafa. Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor mengartikan khasafa dengan ”menenggelamkan segala isinya”,4 sedangkan kata Kasafa dengan ”menutupi/menghalangi”.5
1 Moedji Raharto,“Gerhana: Kumpulan Tulisan Moedji Raharto”, disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Hisab Rukyah Negara-Negara Mabims 2000, Observatorium Bosscha ITB- Departemen Agama RI, Lembang 10 Juli 2000 -7 Agustus 2000, hlm. 1.
2 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet 3, 2008, hlm. 187.
3 Abis Bisri, dkk, Kamus al-Bisri, Surabaya: Pustaka Progresif, Cet. I,1999, hlm. 84.
4 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab - Indonesia,Yogyakarta:
Multi Karya Grafika, 2005, hlm. 835.
5 Ibid, hlm. 1507.
Berbeda dengan Ali Mutohar yang berpendapat bahwa khasafa bermakna ”menjatuhkan/menurunkan”, sedangkan kasafa bermakna
”menutup”.6 Pemaknaan kasafa dalam beberapa kamus termasuk kamus Munjid menunjukkan makna yang sama, yakni muradif dengan kata hajaba yang berarti ”menutup”.7 Pemaknaan tersebut menggambarkan bahwa ada kondisi tertutupnya suatu objek oleh objek lain, dalam hal ini Bulan menutupi Matahari baik sebagian maupun keseluruhan.8
Sebagian ulama, di antaranya al-Laits bin Sa‟ad mengungkapkan bahwa kata khusuf digunakan untuk arti hilangnya seluruh sinar, sedangkan kata kusuf dipakai untuk makna hilangnya sebagian sinar.
Dikatakan pula kata khusuf artinya hilangnya warna keduanya, sedangkan kata kusuf artinya perubahan warna.9
Dalam bahasa sehari-hari kata gerhana dipergunakan untuk mendeskripsikan keadaan yang bertautan dengan kemerosotan atau kehilangan (secara total atau sebagian) kepopuleran, kekuasaan atau kesuksesan seseorang, kelompok atau negara. Gerhana juga dapat berkonotasi sebagai kesuraman sesaat (terprediksi, berulang atau tidak) dan masih diharapkan bisa berakhir.10
6 Ali Mutohar, Kamus Muṭȃhar (Arab-Indonesia), Bandung: Mizan, 2005, Cet. 1, hlm.
487.
7 اَٖثجح: رَقىاٗ صَشىا الله فطم: فطم lihat Louis Ma‟ruf, al-Munjid, Cet. 25, Beirut: Dar al- Masyriq, 1975, hlm. 785.
8 Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007, hlm. 42.
9 Imam Abi Husain Muslim bin al-Hujjaaj al-Qusyairi An-Nasaburi, Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, Juz 5, Beirut: Daar al-Kitab al-„alamiyyah, tt. hlm .176.
10 Moedji Raharto, loc.cit.
Gerhana merupakan fenomena astronomi yang selalu menarik perhatian manusia dengan berbagai interpretasinya. Ada sebagian golongan yang meyakini bahwa gerhana terjadi karena adanya sesosok raksasa besar (Bhatarakala) yang sedang berupaya menelan Bulan. Ada juga golongan yang meyakini bahwa ketika terjadi gerhana khusus bagi wanita hamil diharuskan bersembunyi di bawah tempat tidur agar bayi yang dilahirkan tidak cacat.11
Dari definisi-definisi di atas, penulis mendefiniskan bahwa gerhana Bulan adalah peristiwa terhalangnya cahaya Matahari menuju Bulan oleh Bumi karena ada dalam satu lintasan garis lurus. Fenomena tersebut dalam Bahasa Arab diistilahkan dengan kata khusuf karena pada saat peristiwa gerhana Bulan, Bulan tidak bisa memantulkan cahaya Matahari karena terhalang oleh Bumi. Bulan bukan sumber cahaya layaknya Matahari. Namun, pengamat dari Bumi melihat Bulan seakan- akan kehilangan cahayanya. Hal ini sesuai dengan pendapat al-Laits bin Sa‟ad yang memaknai istilah khusuf dengan hilangnya seluruh sinar.
B. Tinjauan Syar’i Terhadap Gerhana Bulan
Hisab gerhana Bulan dan Matahari dilakukan untuk menentukan kapan terjadinya gerhana Matahari atau gerhana Bulan, dengan maksud
11 M. Agus Yusrun Nafi‟, “Membaca Makna Gerhana Bulan”, dalam majalah Zenith ed. VII (Desember 2011), hlm. 29.
agar kaum muslimin dapat melaksanakan salat gerhana Bulan (Khusuf al- Qamar) atau salat gerhana Matahari (Kusuf al-Syams).12
Berikut adalah beberapa nash Al-Qur‟an dan hadis yang terkait dengan proses terjadinya gerhana dan aktifitas ibadah yang dilakukan ketika berlangsungnya gerhana.
1. Dalil Al-Qur‟an.
a. QS. Yasin: 38-40
﴿ ٌِِٞيَعْىا ِسِٝسَعْىا ُرِٝذْقَذ َلِىَر اََٖى ٍّرَقَرْطَُِى ِٛرْجَذ ُصََّْشىاَٗ
َهِزاٍََْ ُٓاَّْرَّذَق َرَََقْىاَٗ ﴾ 38
﴿ ٌِِٝذَقْىا ُُِ٘جْرُعْىاَم َداَع َّٚرَح َلَ ﴾ 39
ُصََّْشىا ُوَّْٞيىا َلََٗ َرَََقْىا َكِرْذُذ َُْأ اََٖى ِٜغَثَْْٝ
َُُ٘ َثْطَٝ كٍلَيَ ِٜ لٌّوُمَٗ ِراََّْٖىا ُ ِتاَض
﴿
﴾40
Artinya:”Dan Matahari berjalan di tempat peredarannya.
Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui dan telah Kami tetapkan bagi Bulan manzilah- manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah ia sebagai tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi Matahari mendapatkan Bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Yasin: 38-40)13
Ayat-ayat di atas menginformasikan bahwa Matahari tidak bersifat statis, tapi bergerak pada garis edarnya. Kata
( رٝذقذ )
taqdîrpada ayat 38 digunakan dalam arti menjadikan sesuatu memiliki kadar serta sistem tertentu dan teliti. Ia juga menetapan kadar sesuatu, baik yang berkaitan dengan materi, maupun waktu. Kata
12 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Almanak Hisab Rukyah, Jakarta:
Mahkamah Agung RI, 2007, hlm. 179.
13 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV.
Al-Waah, 1993, hlm. 708.
yang digunakan dalam ayat 38 tersebut, mencakup kedua makna itu.
Allah menetapkan bagi matahari kadar sistem peredarannya yang teliti dan dalam saat yang sama Allah mengatur pula kadar waktu bagi peredarannya.14 Disamping Matahari, QS. Yasin ayat 40 juga menegaskan bahwa Bulan-pun bergerak pada garis edar tertentu.
Konsistensi pergerakan Matahari dan Bulan pada garis edarnya masing-masing memungkinkan pada waktu tertentu berada pada lintasan yang lurus. Lama waktu posisi matahari dan bulan berada pada lintasan yang lurus itulah dinamakan dengan peristiwa gerhana.
Jadi, penjelasan keteraturan pergerakan Matahari dan Bulan pada garis edarnya sebagaimana dijelaskan pada ayat-ayat diatas terkait pula dengan peristiwa gerhana yang merupakan akibat dari konsistensi pergerakan Matahari dan Bulan.
b. QS. al-An‟am: 96
ٌِِٞيَعْىا ِسِٝسَعْىا ُرِٝذْقَذ َلِىَر انًّاَثْطُح َرَََقْىاَٗ َصََّْشىاَٗ انًَْنَض َوَّْٞيىا َوَعَجَٗ ِااَثْ ِ ْاا ُ ِىاَ
Artinya:”Dia menyisingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) Matahari dan Bulan untuk perhitungan. Itulah takdir (ketentuan )Allah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Mengetahui.”(al-An‟am 96) 15
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt menjadikan Matahari dan Bulan beredar berdasarkan perhitungan yang teliti.
Kata (اّاثطح) husbȃnȃn yang ada dalam ayat diatas berasal dari kata (باطح) hisȃb. Penambahan huruf alif dan nûn, memberi arti
14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), Vol.
11, Jakarta: Lentera Hati, 2004, Cet. II, hlm. 540.
15 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op.cit, hlm. 203.
kesempurnaan sehingga kata tersebut diartikan perhitungan yang sempurna dan teliti. Penggalan ayat ini dipahami oleh sebagian ulama dalam arti peredaran Matahari dan Bumi terlaksana dalam perhitungan yang teliti. Peredaran benda-benda langit sedemikian konsisten, teliti, pasti, sehingga tidak terjadi tabrakan antar planet, dan dapat diukur sehingga diketahui – misalnya kapan terjadinya gerhana- jauh sebelum terjadinya. 16 Perhitungan terkait dengan peristiwa gerhana sebagai akibat konsistensi pergerakan Matahari dan Bulan ini sudah ditemukan oleh orang Babilonia kira-kira sejak 721 M yang dikenal dengan tahun Saros.17
QS. Al-Qiyamah: 8
﴿ ُرَََقْىا َفَطَخَٗ
﴾ 8
Artinya: ”Dan apabila Bulan telah hilang cahayanya. (al- Qiyamah:8)18
Khasafa berarti hilang, lenyap dan tenggelam. Ayat ini merupakan rentetan dari ayat ayat sebelumnya yang mendeskripsikan suasana kiamat. Oleh karena itu, kata khasafa dapat saja bermakna lenyap cahaya Bulan atau Bulan sendiri yang lenyap karena kiamat. 19 Pemaknaan khasafa dengan lenyapnya cahaya bulan tentunya tidak
16 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), Vol. 4, Jakarta: Lentera Hati, 2005, Cet. III, hlm. 210.
17 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 43.
18 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op.cit, hlm. 998.
19 Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta : Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan, Bandung : Penerbit Mizan, 2008, hlm. 257.
terlepas dari hukum kausalitas. Peristiwa lenyapnya cahaya Bulan jika dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa alamiah yang terjadi pada masa sekarang terkait erat dengan peristiwa gerhana Bulan. Bahkan, dalam Ensiklopedi Shalat dijelaskan bahwa salah satu hikmah dan faedah peristiwa gerhana adalah agar umat manusia bisa melihat salah satu contoh peristiwa yang akan terjadi pada hari kiamat.20
2.
Hadis Rasulullahٌِِضاَقْىا ِِْت ََِِْحَّرىا ِذْثَع َِْع ٌٗرََْع َِّٚرَث ْخَأ َهاَق كٍةَْٕٗ ُِْتا َِّٚرَث ْخَأ َهاَق ُغَث ْ َأ اََْثَّذَح َرََُع ِِْتا َِِع ِِٔٞتَأ َِْع َُٔثَّذَح -
اَْٖع الله ٚضر ِِّٚثَّْىا َِِع ُرِث ْخُٝ َُاَم ََُّّٔأ -
- ٚي
ٌيضٗ ٔٞيع الله . -
اَََُِّْٖنَىَٗ ، ِِٔذاََٞ ِى َلََٗ كٍذَحَأ ِخََِْ٘ى ُِاَفِطْخَٝ َلَ َرَََقْىاَٗ َصََّْشىا َُِّإ «
اُّ٘يَصَ إََُُ٘رَْٝأَر اَرِإَ ، ِ َّالله ِخاَٝآ ٍِِْ ُِاَرَٝآ
» (
ٙراخثىا ٓاٗر )
21
Artinya:”Asbagh telah bercerita kepada kami bahwasanya ia berkata:
Ibnu Wahab telah bercerita kepada-ku, ia berkata: telah bercerita kepada-ku Umar dari Abdurrahman bin Qasim bahwa ia telah bercerita kepada-nya dari ayah-nya. Dari Ibnu Umar r.a, bahwasanya Umar mendapat berita dari Nabi SAW: sesungguhnya Matahari dan Bulan tidak mengalami gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang, tapi keduanya merupakan tanda diantara tanda- tanda kebesaran Allah. Jika kalian melihat keduanya (gerhana), maka salatlah.” (HR. Bukhari)
Hadis di atas menjelaskan bahwa peristiwa gerhana tidak ada kaitannya dengan hidup dan matinya seseorang. Peristiwa gerhana merupakan salah satu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah swt. Pada zaman dulu, orang-orang jahiliyah meyakini bahwa
20 Sa‟id bin „Ali bin Wahf al-Qahthani, Shalatul Mu’min,diterjemahkan oleh Ahmad Yunus dan Fatkhurahman dari “Ensiklopedi Shalat Menurut al-Qur‟an dan as-Sunnah,” Jilid III, Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi‟I, Cet ke 1, 2007, hlm. 14.
21Imam Abi „Abdillah Muhammad bin Ismail ibnu Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardazabah al Bukhari al Ja‟fii, Shahih al-Bukhari, Juz 1, Beirut, Libanon: Daar al-Kitab al- Alamiyyah, 1981, hlm. 24.
gerhana terjadi ketika adanya kelahiran dan kematian orang-orang besar, lalu Rasulullah membatalkan keyakinan ini dan menjelaskan hikmah Allah di balik fenomena gerhana.22
ََُّّٔأ كٍرََِّ ُِْت ََِِْحَّرىا ُذْثَع اََّرَث ْخَأ كٌٍِيْطٍُ ُِْت ُذِٞىَْ٘ىا اََْثَّذَح َُاَرٍِْٖ ُِْت ُذَََّ ٍُ اََْثَّذَحَٗ
َِّٚثَّْىا ََُّأ َحَشِئاَع َِْع َجَٗ ْرُع َِْع ُرِث ْخُٝ كٍباَِٖش َِْتا َعََِض -
ٌيضٗ ٔٞيع الله ٚي -
َعَت ْرَأَٗ َِِْٞرَعْمَر ِٚ كٍخاَعَمَر َعَت ْرَأ َّٚيَصَ ِِٔذَءاَرِقِت ِفُ٘طُخْىا ِجَلاَ ِٚ َرََٖج خاَذَجَض (
ٌيطٍ ٓاٗر )
23
Artinya :”Muhammad bin Mihron telah bercerita kepada kami bahwasannya Walid bin Muslim telah bercerita kepada kami bahwasannya Abdurahman bin Namir mengabarkan kepada kami bahwa ia mendengar Ibnu Sihab dari Urwah bahwa Aisyah mengabarkan sesungguhnya Nabi Muhammad SAW mengeraskan bacaannya pada waktu Salat gerhana Bulan, dan salat 4 kali ruku‟ dan 4 kali sujud dalam 2 rakaat.” (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan mengenai tata cara pelaksanaan shalat gerhana. Sholat gerhana dilaksanakan 2 rakaat dengan 4 kali ruku‟ dan 4 kali sujud. Hal ini sesuai juga dengan pendapat Imam Malik, Syafi‟i, Ahmad dan mayoritas ulama Hizaj24. Begitu juga dengan pendapat jumhur ulama Syafi‟iyyah yang mengungkapkan bahwa riwayat dua rukuk lebih masyhur dan lebih shahih.25 Ibnu Qudamah Rahimahullah mengungkapkan bahwa sholat gerhana disyariatkan dalam keadaan mukin maupun ketika dalam perjalanan,
22 Saleh bin Fauzan, Fiqh Sehari-hari,diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani dkk dari “Al-Mulakhkhasul Fiqhi “, Jakarta: Gema Insani, 2005, hlm. 212.
23 Muslim ibn Hajjaj An-Naisabury, Shahîh Muslim, Juz I, Beirut: Dâr al-Fikr, 1512/1992, hlm. 620.
24 Al-Faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqh Para Mujtahid, diterjemahkan oleh Imam Ghozali Said dan Achmad Zaidun dari “ Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid”, Jakarta: Pustaka Amani, Cet.III, 2007, hlm. 467.
25 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 5, Semarang:
Pustaka Rizki Putra, Cet.3, 2001, hlm. 320.