BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Defenisi Pengetahuan
Teori Bloom dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan penginderaan seseorang terhadap objek tertentu dan dari hasil penginderaan tersebut maka orang menjadi
tahu . Manusia menjadi tahu melalui indra penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa, dan raba. pengetahuan manusia sebagian besar
diperoleh melalui mata dan telinga.
Bloom mengatakan pengetahuan adalah cognitive domine yaitu proses tahu terdiri dari enam tingkatan penerimaan terhadap suatu informasi, yaitu :
1. Tahu (know)
Tahu yaitu mengingat kembali (recall) suatu hal atau apapun yang pernah dipelajari atau dialami sebelumnya secara spesifik. Tahu merupakan pengetahuan yang tingkatannya paling rendah. 2. Memahami (comprehension)
3. Aplikasi (application)
Aplikasi adalah kesanggupan seseorang untuk menggunakan materi yang sudah dipelajari pada kondisi dan situasi yang real (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan dalam penggunaan hukum-hukum, prinsip, rumus, metode, dan dalam konteks atau situasi lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kesanggupan seseorang untuk menjabarkan materi dalam komponen-komponen, yang masih dalam satu struktur organisasi, dan ada kaitan satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dalam penggunaan kata kerja, seperti membedakan, menggambarkan (membuat bagan), mengelompokkan dan memisahkan.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan menghubungkan atau meletakkan bagian-bagian dalam bentuk yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan menyusun formulasi yang baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi
kriteria yang sudah ditentukan sendiri, atau bisa juga menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
2.2 Perilaku
2.2.1 Definisi Perilaku
Perilaku manusia adalah aktivitas maupun tindakan manusia yang mempunyai bentangan luas yang dapat diamati secara langsung, maupun tidak dapat diamati. Jika dilihat dari segi biologis, perilaku adalah kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup yang bersangkutan), dari segi kepentingan kerangka analisis, perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh manusia yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo 2007).
2.2.2 Jenis Perilaku Manusia
Perilaku adalah tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu. Bentuk perilaku ada dua macam menurut (Notoatmodjo,2003) yaitu :
1. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka adalah respon individu terhadap rangsangan dalam bentuk tindakan nyata sehingga dapat diamati orang lain. 2. Perilaku tertutup (convert behavior)
belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain. Respon stimulus ini terbatas pada perhatian, pengetahuan, dan sikap.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Green (dalam Notoatmodjo, 2003), perilaku di pengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu :
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Faktor predisposisi mencakup pada pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan.
2. Faktor Pendukung (Enabling Factors)
Faktor pendukung mencakup pada ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.
3. Faktor Pendorong (Renforcing Factor)
Faktor pendorong merupakan sikap dan perilaku petugas kesehatan (petugas lain) yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
2.2.4 Proses Pembentukan Perilaku
Penelitian Rogers (1974) yang dikutip oleh Wawan dan Dewi (2010) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang itu akan terjadi proses yang berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran), yaitu sesorang menyadari dan
b. Interest (ketertarikan), yaitu seseorang mulai tertarik kepada stimulus atau objek tersebut.
c. Evaluation (evaluasi), berpikir secara rasional baik atau tidak stimulus bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial (mencoba), seseorang mulai mencoba melakukan tindakan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adoption (menerima), seseorang berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila seseorang menerima perilaku baru dengan proses seperti ini, maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting), (Notoatmodjo, 2003).
2.2.5 Pengukuran Perilaku
2.2.6 Perubahan Perilaku
Perilaku seseorang dapat berubah sesuai dengan hal-hal yang memungkinkan sehingga terjadinya perubahan. Dalam perkembangannya dalam kehidupan, perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku manusia :
a. Faktor Internal
Beragam tingkah laku manusia dan tingkah laku dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam diri seseorang. Faktor-faktor intern yang dimaksud adalah jenis ras/keturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan intelegensia. Berikut pembahasan mengenai faktor-faktor tersebut :
1) Jenis Ras/ Keturunan
2) Jenis Kelamin
Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin yaitu cara berpakaian, melakukan pekerjaan, dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan mungkin terjadi karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Wanita sering berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan laki-laki cenderung berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional.
3) Sifat Fisik
Kretschmer Sheldon membuat tipologi perilaku berdasarkan tipe fisiknya. Misalnya, orang yang pendek, bulat, gendut, wajah berlemak adalah tipe fisik. Orang dengan ciri demikian dikatakan senang bergaul, humoris, ramah dan banyak teman.
4) Kepribadian
Kepribadian adalah kebiasaan manusia yang berada dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, sehingga kebiasaan merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk manusia. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, kepribadian seseorang sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-harinya.
5) Intelegensia
oleh intelegensia. Tingkah laku dipengaruhi oleh intelegensia adalah tingkah laku intelegen yang mana seseorang bertindak secara cepat, tepat, dan mudah terutama dalam mengambil keputusan.
6) Bakat
Bakat adalah suatu kondisi yang mana seseorang dapat melakukan dan memungkinkannya karena sudah melakukan latihan dan mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus.
b. Faktor Eksternal
1) Pendidikan
Kegiatan pendidikan berlangsung agar ada proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang yang berpendidikan rendah.
2) Agama
Agama akan menjadikan individu bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai yang diajarkan oleh agama yang diyakininya.
Kebudayaan merupakan suatu kesenian, adat istiadat atau peradaban manusia. Tingkah laku seseorang dalam kebudayaan tertentu akan berbeda dengan orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda, misalnya tingkah laku orang Jawa dengan tingkah laku orang Papua.
4) Lingkungan
Lingkungan adalah segala hal yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh mengubah sifat dan perilaku individu karena lingkungan merupakan lawan atau tantangan bagi individu untuk mengatasinya.
5) Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan atau keperluan tertentu, sehingga status sosial ekonomi dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Santrock (2003), menyatakan faktor penyebab penyalahgunaan alkohol oleh remaja adalah keturunan, pengaruh keluarga, hubungan dengan teman sebaya, etnis, dan karakteristik kepribadian, faktor genetik maupun lingkungan sama-sama berperan.
informasi sebelumnya yang dia dapatkan. Proses yang didasari oleh pengetahuan dan sikap positif, maka perilaku akan bersifat sejalan dengan pengetahuan, Sebaliknya apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan sikap yang baik maka semuanya tidak akan berjalan searah (Notoatmodjo,2003)
2.3 Remaja
2.3.1 Defenisi Remaja
Masa remaja sering disebut juga masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Pubertas (puberty) adalah terjadinya perubahan secara cepat pada kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal, terutama terjadi selama remaja awal. (Santrock, Adolescene, 2003).
Batasan usia remaja menurut WHO adalah remaja yang berusia 12 sampai dengan 24 tahun. Menurut Depkes RI remaja yang berusia antara 10 sampai 19 tahun dan statusnya belum kawin. Menurut BKKBN adalah remaja yang berumur 10 sampai 19 tahun. (Widyastuti dkk, 2009)
penampilan fisik dan fungsi fisiologis terutama yang terkait dengan kelenjar seksual dan Secara psikologis, remaja merupakan masa dimana individu mengalami perubahan dalam aspek emosi, kognitif, sosial, dan moral.
2.3.2 Tahap Perkembangan Remaja
Petro Blos (dalam Sarwono, 2011) membagi tahap-tahap perkembangan remaja ke dalam 3 tahap yaitu :
a. Remaja Awal (Early Adolensence)
Pada tahap ini remaja akan merasa heran dengan perubahan yang terjadi pada tubuhnya dan timbulnya dorongan-dorongan yang disertai perubahan-perubahan. remaja mengembangkan pikran-pikran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.
b. Remaja Madya (Middle Adolescence)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman dan remaja akan merasa senang karena mempunyai banyak teman yang menyukainya. Remaja cenderung “narsistic”, yaitu mencintai diri
c. Remaja akhir (Late Adolescence)
d. Tahap ini adalah masa konsolidasi yang mana remaja memperteguh atau memperkuat pertemanan untuk menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu :
1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. 2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.
3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. 4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private
self) dan masyarakat umum (the public)
2.3.3 Karakteristik Umum Remaja
Menurut Erikson (dalam Ali dan Asrori, 2005) masa remaja dikenal dengan masa mencari jati diri atau yang disebut dengan identitas ego. Semua ini terjadi kerena masa remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Oleh karena itu ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja, yaitu sebagai berikut :
Pada masa remaja adanya dorongan dari dalam diri untuk mendapat pengalaman sebanyak-banyaknya, tujuannya untuk menambah pengetahuan. Tetapi dilain sisi remaja merasa belum mampu melakukan berbagai hal dengan baik sehingga remaja tidak berani mengambil tindakan dengan cara mencari pengalaman secara langsung. Tarik-menarik antara angan-angan yang tinggi dengan kemampuan yang belum memadai sehingga remaja diliputi perasaan gelisah.
b. Pertentangan
Remaja berada pada situasi psikologis antara keinginan untuk melepaskan diri dari orang tua serta perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Pada umumnya remaja mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan antara mereka dengan orang tua. Pertentangan yang sering terjadi menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua namun ditentang oleh diri sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman.
c. Mengkhayal
sesuatu yang bersifat konstruktif (membangun), sehingga timbul ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan.
d. Aktivitas Kelompok
Seringkali keinginan remaja tidak dapat terpenuhi karena berbagai kendala. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi setelah berkumpul dengan teman sebaya untuk melakukan kegiatan bersama.
e. Keinginan Mencoba Sesuatu
Remaja cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiousity). Rasa ingin tahu yang tinggi terjadi karena dorongan
dari dalam diri remaja untuk mengetahui segala sesuatu yang ada di sekitar. Remaja cenderung ingin berpetualang dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya.
Debesse (dalam Monks dkk, 2002) berpendapat bahwa remaja menonjolkan sesuatu yang membedakan dirinya dengan orang dewasa, yaitu orisinalitas bukan identitas. Ciri-ciri yang menonjol pada usia remaja terutama terlihat yaitu perilaku sosialnya. Pengaruh teman-teman sebaya terhadap sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan tingkah laku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Hal ini disebabkan karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok.
Menurut Sigelman dan Shaffer (dalam Yusuf, 2002) terdapat dua aspek kepribadian remaja yang berkembang secara menonjol saat bergaul dengan teman sebaya. Pertama social cognition yang mana berpengaruh kuat terhadap minat untuk bergaul atau membentuk persahabatan. Kedua conformity yaitu keinginan untuk menjadi sama, sesuai, seragam dengan nilai nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau budaya teman sebayanya.
2.3.4 Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan remaja lebih fokus untuk upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan untuk bersikap dan berperilaku secara dewasa, (Hurlock dalam Ali & Asrori, 2006). Tugas-tugas perkembangan masa remaja adalah :
2. Menerima dan memahami peran seks usia dewasa
3. Membina hubungan yang baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis
4. Mencapai kemandirian emosional 5. Mencapai kemandirian ekonomi
6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat
7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa
9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
10. Mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
2.3.5 Perkembangan Psikis Remaja
Perkembangan Psikis Masa Remaja (Widyastuti dkk 2009) menjelaskan perubahan kejiwaan pada masa remaja. Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja adalah: a. Perubahan emosi. Perubahan tersebut berupa kondisi:
2. Mudah bereaksi dan agresif dengan gangguan atau rangsangan luar yang mempengaruhi atau mengganggunya, Sehingga mudah terjadi perkelahian. Remaja lebih sering mencari perhatian dan bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu. 3. Ada kecenderungan remaja tidak patuh pada orang tua, dan lebih senang pergi dan menghabiskan waktu bersama dengan teman daripada tinggal di rumah.
b. Perkembangan intelegensia. Pada perkembangan ini menyebabkan remaja:
1. Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak dan suka memberikan kritik.
2. Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba. Tetapi dari semua itu, proses perubahan kejiwaan tersebut berlangsung lebih lambat dibandingkan perubahan fisiknya.
2.3.6 Perilaku menyimpang pada remaja
jiwa. Masalah tersebut dapat berasal dari diri remaja sendiri, hubungan remaja dengan orang tua atau akibat interaksi sosial di luar lingkungan keluarga, sehingga terjadi masalah kesehatan jiwa dengan manifestasi yang bermacam-macam, seperti kesulitan belajar, bingung, kenakalan remaja dan perilaku seksual yang menyimpang (Sumiati dkk, 2009).
Salah satu kasus perilaku menyimpang adalah penyalahgunaan narkoba dan minuman beralkohol. Pada hakikatnya, faktor kepribadian yang menyebabkan seseorang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan minuman beralkohol tidak terpisah, melainkan mempunyai hubungan dari beberapa faktor kepribadian. Menurut para ahli sifat-sifat lain yang merupakan indikasi kemungkinan terlibat penyalahgunaan obat atau alkohol adalah sifat mudah kecewa, sifat tidak dapat menunggu dan tidak sabar, sifat memberontak, sifat mengambil risiko berlebihan, dan sifat mudah bosan dan jenuh, (Utari Hilman dalam Sarwono,2011).
2.4 Sopi
2.4.1 Defenisi Sopi
Sopi (moke atau tua menu) adalah sekian dari nama lokal untuk
dari proses pengolahan bahan yang berasal dari pohon kelapa, enau atau racikan lainnya seperti sopi, bobo, balo, tuak, saguer atau dengan nama lain. Minuman tersebut merupakan hasil fermentasi secara tradisional terhadap nira atau hasil sadapan perbungaan gewang (Corypha utan Lamk) dan lontar (Borassus flabellifer L) (Nailola, 2008).
Penelitia Meiritzya Latul pada tahun 2006 mengenai kadar alkohol yang terkandung dalam sopi dengan menggunakan metode deskritif, teknik analisa kuantitatif dan sampel nira aren (Sopi) sebanyak 20 sampelserta menggunakan teknik sampling secara
random atau acak. Hasil penelitian yang didapat yaitu kadar alkohol terendah adalah 20,13% dan kadar tertinggi adalah 71,53% dengan nilai rata-rata dari ke 20 sampel nira aren (Sopi) adalah 37,41%.
Sopi berasal dari bahasa Belanda, Zoopje, yang artinya alkohol cair (Latief, 2011). Sopi mempunyai kadar alkahol lebih dari 50%. Kadar alkohol 50% dalam sopi dapat menyebabkan efek langsung bagi tubuh. Menurut Sarwono (2011), alkohol dapat membuat ketergantungan (kecanduan). Makin sering mengkonsumsi minuman beralkohol, makin besar ketergantungannya sehingga pada suatu
saat tidak bisa melepaskan diri lagi. Pernyataan tersebut didukung oleh Widodo (2004) yang mengungkapkan bahwa alkohol adalah
kesadaran seseorang yang apabila digunakan dapat menimbulkan kecanduan atau ketergantungan. Alkohol digolongkan dalam zat adiksi atau adiktif karena dapat membuat kecanduan atau ketergantungan.
Gambar 1 Pohon Mayang untuk Produksi Sopi
Sumber : Kebun Bpk. A P
2.4.2 Proses Pembuatan Sopi
Sopi Terbuat dari buah pohon kelapa atau dari pohon mayang (Enau). Di daerah Ema sopi yang dihasilkan kebanyakan yaitu sopi mayang karena sudah merupakan mata pencaharian dan kebiasaan yang ada sejak dahulu dan dipertahankan sampai sekarang.
selama 3 hingga 5 jam dan terjadi penguapan sehingga terbentuklah proses penyulingan dari hasil air mayang yang telah menguap. Dari hasil penyulingan air mayang tersebut maka akan menghasilkan sopi.
2.4.3 Dampak Sopi Bagi Kesehatan
[image:21.516.84.446.171.527.2]Menurut Wiguna (2008), minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung Etanol. Etanol sangat mudah diserap dalam saluran pencernaan yang dimulai dari mulut, esofagus, lambung, sampai usus halus. Daerah yang paling banyak menyerap alkohol adalah bagian proksimal usus halus karena yang diserap adalah
Gambar 3 : Proses Masak Air Mayang
Gambar 4 : Bambu yang dipakai untuk proses
penguapan
Gambar 5 : Bambu yang dipakai untuk proses
penyulingan
vitamin B yang larut dalam air, kemudian dengan cepat beredar ke dalam darah. Anggur, bir, wiski, vodka adalah jenis-jenis minuman dengan kandungan alkohol sekitar 3% sampai 20%. Minum minuman alkohol berarti mengkonsumsi antara 10-12 gram etanol.
Alkohol merupakan zat adiktif, artinya menimbulkan adiksi (addiction) yaitu ketagihan dan dependensi (ketergantungan). Penyalahgunaan/ketergantungan minuman beralkohol dapat menimbulkan gangguan mental organik yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, berperasaan, dan berperilaku. Gangguan mental organik ini disebabkan reaksi langsung alkohol pada beuro-transmitter sel-sel saraf pusat (otak). Karena sifat adiktif tersebut, maka orang yang meminumnya lama kelamaan tanpa disadari akan menambah takaran/dosis sampai dosis keracunan (intoksidasi) atau mabuk (Hawari,2006).
Bahaya konsumsi minuman keras antara lain, dapat terjadi gangguan tidur, cepat tertidur tetapi tidak nyenyak, terjadi gangguan neuropati perifer karena penurunan fungsi saraf pusat di lengan dan kaki, dan keadaan ini diperberat dengan kekurangan vitamin B1 dengan gejala kesemutan. Terjadi degenerasi serebelum yaitu otak kecil mengalami degenerasi sehingga menimbulkan gangguan gaya berjalan dan gangguan keseimbangan (Soetjiningsih,2010)
kehilangan ingatan, depresi akut atau kronis, tingkat bunuh diri yang tinggi, fluktuasi emosi, dan kehilangan kesadaran selama mabuk. Alkoholisme kronis dapat mengakibatkan infeksi pankreas dengan kegagalan sistem endokrin pankreas (kadang-kadang diabetes) dan kelenjar eksokin (kurang gizi). Hal ini menimbulkan kekurangan protein yang dapat menyebabkan pengurangan produksi hormon testosterone, yang dapat membuat impotensi pada laki-laki (Hasan, 2008). Konsumsi alkohol kronis sebagai faktor risiko penting untuk perkembangan (patogenesis) dari berbagai jenis kanker, termasuk kanker pada organ dan jaringan pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan bagian atas (saluran aerodigestive atas), hati, usus besar atau rektum (colorectum), dan payudara (Helmut K. Seitz et all,2007).
Hawari (2006) menyatakan bahwa bagi mereka yang sudah ketagihan atau ketergantungan minuman beralkohol, bila pemakaiannya dihentikan akan menimbulkan sindrom putus alkohol, yaitu ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Gemetaran (tremor), kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata.
tekanan darah. 4) Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah karena posisi tubuh: berbaring, duduk, dan berdiri).
c. Tampak gejala psikologik sebagai berikut : 1) Kecemasan dan ketakutan. 2) Perubahan alam perasaan (afektif/ mood), menjadi pemurung dan mudah tersinggung. Banyak diantara peminum berat jatuh dalam keadaan depresi berat, timbul pikiran ingin bunuh diri dan melakukan tindakan bunuh diri. 3) Mengalami halusinasi dan delusi.
2.5 Kerangka Teori
Remaja (Person)
Lingkungan (Environment)
Perilaku (Behavior) Pengetahuan