• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agar Luh tak Sekedar Peluh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Agar Luh tak Sekedar Peluh"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Suara Millenium Development Goals (MDGs)

Edisi No.1 Januari-Maret 2011

Agar Luh

tak

(2)

Indeks

Berita

Hal 3 Apa Kabar? Hal 4 Forum MDGs

Hal 12 Laporan Utama: Agar Luh tak Hanya Peluh (Keputusan MUDP Bali soal Hak Waris Perempuan)

Hal 22 Opini:

- I Ketut Sudantra: Pembaruan Hukum Adat dan Angin Segar bagi Perempuan - Gek Ela Kumala Parwita: Sangkar Diskriminasi Dibalik Hukum Adat Hal 28 Dialog Interaktif di RRI tentang MDGs Hal 30 Profil

Hal 36 Album Hal 40 Resensi Buku Hal 43 Opini:

Sita van Bemmelen/Luh Anggreni: Sudahkah Hukum Berempati? Hal 48 Cerpen: Perempuan yang Kawin

dengan Keris

Kabar

dari Redaksi

M

DGs sebagai sebuah cita-cita be-sar tentu harus diterjemahkan dalam langkah-langkah kecil un-tuk mencapainya. Adalah menjadi keharu-san bagi setiap komponen masyarakat un-tuk mendialogkan berbagai informasi yang mendorong pencapaian cita-cita mulia itu. Menjadi komitmen kami untuk menghadir-kan ruang tersebut pada lembar-lembar hala-man di media ini.

Adapun pada edisi pertama ini, kami mengangkat topik mengenai Keputusan Ma-jelis Utama Desa Pekraman (MUDP) Bali yang merubah posisi perempuan dalam masa-lah hak waris serta berbagai masamasa-lah lainnya. Kami meyakini, keputusan itu adalah sebuah langkah strategis untuk memajukan posi-si kaum perempuan di Bali. Dalam konteks MDGs,kami percaya bahwa penguatan posisi itu akan mempercepat upaya-upaya pencapa-ian tujuan MDGs.

Untuk memperdalam pemahaman me-ngenai soal MDGs, pada setiap edisinya kami akan membuka sebuah forum tanya jawab yang akan diasuh oleh LSM Bali Sruti. Pada rubrik tersebut, pembaca dapat menanyakan seputar pengertian MDGs serta penerapannya di lapangan.

Kami juga berusaha merekam berba-gai aktivitas yang relevan dengan program MDGs baik di tingkat lokal maupun nasional. Harapannya tentu saja agar informasi tersebut menjadi inspirasi serta catatan untuk melang-kah lebih baik di masa depan.

Pada setiap edisi, kami juga akan berusa-ha menampilkan tokoh perempuan berpresta-si sebagai pendorong untuk partiberpresta-sipaberpresta-si yang lebih besar dari kalangan perempuan dalam-pencapaian MDGs. Di sisi lain, kami juga memberi kesempayan kepada teman-teman sastrawan untuk menampilkan karya yang relevan dengan topik MDGs. Hal itu sebagai sebuah cara untuk melakukan pencatatan dan penafsiran dengan cara yang berbeda.

Pemimpin Umum Luh Riniti Rahayu

Sekretariat Suharyati Koordinator Redaksi

Fiqi Hasan Redaktur Khusus Made Sukaja, Luh Anggreni

Pembantu Umum Sri Sulandari Desain FX fx.graphicdesign@gmail.com Alamat

Jl. Pulau Serangan I No. 2 Denpasar, Bali

Telp/fax: 0361 222 464, Hp: 0811 396 646 Email: lsm_balisruti@yahoo.com

Website: www.balisruti.co.id

Suara Millenium Development Goals (MDGs)

M

ajalah Bali Sruti yang merupakan suara nurani perempuan, ter-bit bulan Januari 2006. Seiring perjalanan waktu, majalah yang dibidani para pegiat LSM Bali Sruti, tidak mampu lagi terbit ka-rena permasalahan klasik, masalah dana. Namun permasalahan perempuan tidaklah pernah berhenti, semakin hari permasalahan perempuan semakin terkuak. Pemberdayaan perempuan terus dilakukan para pegiat melalui berbagai cara. Ide-ide pemberdayaan melalui media massa seperti media elektronik dan media cetakpun terus dikuatkan.

Di Penghujung tahun 2010 Bali Sruti bekerja sama dengan Kemitraan untuk memperkuat Kepemimpinan Perempuan dalam rangka pencapaian

Milenium Development Goals (MDGs). Akhirnya bara api yang sempat me-redup itu memerah lagi, kontak-kontak kembali terjalin dan disepakati un-tuk menerbitkan kembali majalah ”Bali Sruti”. Hanya formatnya berubah, ukuran majalah diperkecil, direncanakan terbit per triwulan dengan tema setiap edisi akan menyangkut persoalan-persoalan MDGs di Bali. MDGs merupakan penjabaran resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa Nomor 55/2 ”Milenium Declaration” yang disepakati 8 September tahun 2000 oleh para pemimpin dunia dari 189 negara, termasuk Presiden Abdur-rahman Wahid dari Indonesia. Fokus utama dalam MDGs adalah pemba-ngunan manusia, target MDGs adalah menurunkan besaran angka kemiski-nan hingga setengahnya pada tahun 2015.

Rapat redaksi segera digelar, disepakati untuk edisi perdana hidupnya kembali majalah Bali Sruti adalah mengangkat permasalahan MDGs yang ketiga dari delapan point tujuan pembangunan milenium, yaitu ”Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan”. Menyangkut kesetaraan hak-hak laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Bali maka, kesepakatan Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) Bali tentang hak-hak waris perem-puan Bali sangat relevan untuk diangkat dan disosialisasikan. Pesamuan Agung MUDP telah berlangsung pada tanggal 15 Oktober 2010, bersukur para anggota MUDP kini terdiri dari laki-laki dan perempuan, meskipun dalam pengambil keputusan adat di tingkat Desa Pekraman hanya laki-laki yang berhak. Kini para anggota laki-laki MUDP juga terdiri dari para tokoh-tokoh Bali dan ilmuan yang paham akan kesetaraan gender.

Selama 2 minggu ini tim inti redaksi yakni Riniti, Rofiqi, Titik, Anggre -ni dan Sri Sulandari mempersiapkan segala sesuatunya. Hunting materipun segera bergerak cepat, kontak penulis, wawancara, persiapan artistikpun segera digarap. Terima kasih kepada para nara sumber yang telah bersedia diwawancarai, dan para penulis yang memberikan kontribusi tulisannya. Dan akhirnya dengan segala kerendahan hati, kami menyapa Anda dengan meng hadirkan kembali media majalah Bali Sruti.

Kembalinya Majalah

Bali Sruti

APA KAbAR?

(3)

4 |

Februari - April 2011 Februari - April 2011

| 5

Forum

MDGs

Millenium De-velopment Goals (MDGs) sudah sering diucapkan oleh banyak tokoh melalui berbagai media. Namun banyak pihak yang sejatinya belum mengetahui secara persis seluk beluk serta implikasi dari komitmen itu. Apalagi mengenai langkah-langkah riil yang harus dilakukan. Karena itu, majalah Bali Sruti pada setiap edisinya membuka forum tanya jawab yang memberi kesempatan

kepa-da para pembaca untuk

menyampai-kan pertanyaan. Forum ini diasuh oleh LSM Bali Sruti, Pertanyaan bisa disampaikan melalui email ke lsm_balisruti@ yahoo.com atau melalui kontak ibu Titik 0811396646. Pada edisi pertama ini, kami memuat paparan mengenai MDGs.

Millenium Development Goals (MDGs)

Komitmen Mengakhiri

Kemiskinan Dunia

K

omitmen MDGs su-dah diluncurkan pada bulan September

2000 pada Konferensi Ting­ kat Tinggi (KTT) Milenium

Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) di New York, Ameri-ka SeriAmeri-kat yang dihadiri oleh 189 kepala negara dan kepala pemerintahan. Para

kepa-la pemerintahan dan kepakepa-la negara negara anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan ter-sebut kemudian sepakat un-tuk menandatangani Dekla-rasi Milenium atau kemudian

dikenal sebagai Tujuan Pem -bangunan Milenium (Millen-nium Development Goals).

Dalam KTT tersebut selu -ruh perwakilan negara yang hadir sepakat untuk menu-runkan proporsi penduduk yang pendapatannya kurang dari US$ 1 per hari menjadi setengahnya antara periode 1990-2015, menemukan so-lusi untuk: mengatasi kelapa-ran, masalah gizi buruk dan

penyakit, mempromosikan kesetaraan gender dan pem-berdayaan perempuan, men-jamin pendidikan dasar bagi setiap orang dan mendukung prinsip-prinsip Agenda 21 mengenai pembangunan ber-kelanjutan serta dukungan langsung dari negara-negara maju kepada negara-negara

berkembang dalam bentuk bantuan, perdagangan, pem-bebasan utang dan investasi.

Fokus utama dalam MDGs adalah pembangunan manu-sia, dengan meletakkan dasar pada konsensus dan kemitraan global untuk pembangunan. Diharapkan, negara-negara yang lebih kaya dapat men-dukung negara-negara miskin dan berkembang dalam melak-sanakan tugas pembangu nan

mereka. Tujuan Pembanguan

Millenium ini terdiri dari 8 (delapan) goals yaitu:

Menanggulangi kemiski-1.

nan dan kelaparan

Memenuhi pendidikan 2.

dasar untuk semua

FoRUM MDGs FoRUM MDGs

Mendorong kesetaraan gender dan 3.

pemberdayaan perempuan

Menurunkan angka kematian balita 4.

Meningkatkan kualitas kesehatan ibu 5.

melahirkan

Memerangi HIV/AIDS, malaria dan 6.

penyakit menular lain

Menjamin kelestarian fungsi lingku-7.

ngan hidup

Mengembangkan kemitraan global 8.

untuk pembangunan

Setiap tujuan memiliki satu atau

bebe-rapa target beserta indikatornya. MDGs ini menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan, me-miliki tenggat waktu dan kemajuan yang terukur. Selain itu MDGs didasarkan pada konsensus dan kemitraan global, sambil menekankan tanggung jawab negara ber-kembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka, sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut. Disepakati bahwa kedelapan goals terse-but akan tercapai pada tahun 2015.

Fokus utama dalam MDG adalah pembangunan

manusia, dengan meletakkan dasar pada konsensus

dan kemitraan global untuk pembangunan.

balebengong.net

kampanye: kalangan aktivis lSm di bali juga bersemangat menyuarakan pentingnya mDgs. Seperti kegiatan “Stand Up for mDgs” yang juga dihadiri Sekda provinsi bali nyoman yasa.

(4)

DenGAn menandata-ngani Deklarasi Milenium, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk me-nempatkan MDG menjadi referensi penting dalam pe-laksanaan pembangunan di Indonesia. Hal ini ditun juk-kan dengan menggunajuk-kan MDG sebagai bahan acuan dalam pembangunan, mu-lai dari tahap perencanaan seperti yang dinyatakan da-lam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sampai tahap im-plementasi.

MDG bahkan telah menjadi dasar perumusan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di tingkat na-sional dan daerah. Me-ski demikian, tampaknya

pencapaian tersebut masih jauh dari harapan. Hingga pertengahan dekade

Mil-lenium, BPS (Maret 2006) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin di In-donesia mencapai 39 juta orang (17,75%) dari total penduduk sebesar 220 juta

orang. Sedangkan Laporan Perkembangan MDGs In-donesia, 2005, menunjuk-kan bahwa sasih ada 28% balita di seluruh Indonesia yang belum memperoleh akses terhadap imunisasi. Ini artinya, ada sekitar 1 juta balita yang rentan terhadap penyakit menular yang da-pat mengakibatkan kema-tian. Sementara itu Sensus Kesehatan tahun 2002-2003 menunjukkan bahwa 48,7 % masalah akses pelayanan kesehatan disebabkan kare-na kendala biaya, jarak dan transportasi.

Ketidaksetaraan jen-der dalam pendidikan dan lapangan kerja pun masih

berlangsung. Perempuan masih merupakan minori-tas dalam angkatan kerja di sektor non pertanian di Indonesia yakni hanya sebesar 28% (Laporan Perkembangan MDG In-donesia, 2005). Dari segi pendidikan, hingga tahun 2003 ada sekitar 57,2% gedung SD/MI dan sekitar

27,3% gedung SMP/MTs

mengalami rusak ringan dan rusak berat. Alokasi anggaran pemerintah bagi pendidikan baru mencapai 1,3% untuk kurun waktu 1999-2001. Sebaliknya,

Malaysia, Thailand dan

Filipina telah mengaloka-sikan sebesar 7,9%, 5,0%

dan 3,2% (RPJM 2004-2009).

Kemitraan global dalam goal kedelapan pun sejauh ini masih perlu mendapat-kan dorongan lebih jauh. Perusahaan-perusahaan swasta yang memiliki kon-sep favorit Company Social Responsibility (CSR) dalam pelaksanaannya ternyata masih menerapkan prinsip sukarela sehingga kemung-kinan untuk berkompromi dengan keuntungan sering-kali mengalahkan konsep CSR itu sendiri. Padahal kemitraan merupakan salah satu prasyarat dalam men-capai tujuan kesatu hingga ketujuh.

SetelAh era otonomi daerah, daerah mendapatkan kewenangan untuk menge-lola termasuk program dan kebijakan bagi

daerah-nya. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa hampir semua tantangan MDGs berlangsung di tingkat lokal misalnya berkaitan dengan program penanggulangan

kemiskinan dengan pende-katan komprehensif untuk mencegah pemiskinan le-bih lanjut. Dalam konteks MDGs, pendekatan proyek

tidak pernah bisa menye-babkan seluruh masyarakat terjangkau padahal semua program pencapaian MDGs perlu mencapai seluruh In-donesia. Hal ini

dikarena-kan juga pemenuhan tujuan MDGs memprioritaskan wi-layah-wilayah yang masih tertinggal, daerah terpencil di pegunungan, pulau-pulau kecil, daerah perbatasan, dll. Dengan demikian, pe-nanggulangan intensif harus difokuskan pada wilayah-wialyah khusus seperti “kantong-kantong kemiskinan”, daerah rawan

bencana, pasca konflik,

“kantong-kantong”

mala-ria, TBC dan HIV/AIDS,

wilayah dengan angka ke-matian balita / ibu melahir-kan yang tinggi, dsb.

Karenanya proses dan

tantangan di tingkat lokal

Karenanya proses dan target pencapaian

MDGs memang amat tergantung bagaimana

daerah memaknai mandat yang diberikan dalam

MDGs.

Sekitar 1 juta balita yang rentan terhadap

penyakit menular yang dapat mengakibatkan

kematian.

MDGs di Indonesia

zUl t eDUarDo

Stop kemiSkinan: musuh bersama masyarakat dunia yang telah disepakati adalah kemiskinan.

FoRUM MDGs FoRUM MDGs

(5)

8 |

Februari - April 2011 Februari - April 2011

| 9

tIDAK dapat dipungkiri bahwa ke-berhasilan pencapaian MDGs mensya-ratkan sinergitas kerja antara pemerintah dan masyarakat sipil. Namun demikian, kerjasama tersebut dapat terjalin dengan baik apabila keduanya ada dalam posi-si yang sama-sama setara dan berdaya. Pemberdayaan masyarakat diperlukan agar mampu mendorong perubahan/per-baikan kebijakan/program pembangunan dan memastikan adanya rencana penca-paian MDGs, terutama di tingkat lokal. Pemberdayaan pemerintah (lokal) penting supaya dapat melahirkan program dan ke-bijakan yang kondusif untuk pencapaian MDGs.

Sayangnya pada titik tertentu, kapasi-tas pemerintah terutama lokal dan masya-rakat sipil masih harus diperkuat. Oleh karena itu fokus pemberdayaan adalah

pe-ningkatan kapasitas masyarakat sipil utk memantau kebijakan / program serta ki-nerja pemerintahan & komitmen pemiha-kan pada si miskin (pro-poor) para politisi daerah. Dan kapasitas pemerintah daerah diperkuat untuk menyediakan data yang komprehensif serta program dan kebija-kan yang kondusif. MDGs bisa menjadi rumusan sasaran & kerangka kerja pem-berdayaan dan partisipasi masyarakat, maupun daftar “check-list” kebijakan / program yang masuk ke masyarakat

Sumber rujukan:

Witoelar, Erna, “Pencapaian MDGs melalui Tata Pemerintahan yang Baik”, makalah, 2006 www.standupindonesia.org www.forumdesa.org

Penguatan Peran Masyarakat di Daerah

target pencapaian MDGs memang amat tergantung bagaimana daerah memak-nai mandat yang diberikan dalam MDGs. Keberha-silan pencapaian MDGS amat tergantung pada da-erah-daerah yang

bersang-kutan. Target & indikator

MDGs dapat disesuaikan menurut konteks kondisi & tantangan daerah, misalnya : a) Sasaran bukan hanya menurunkan separuh, teta-pi sebanyak mungkin; b)

Target waktu bisa lebih ce -pat, atau sesuai masa bakti pemerintah daerah; c) Indi-kator tambahan yang apli-katif bagi daerah.

Tentu saja hal ini juga ti -dak terlepas dari data yang tersedia. Mencermati bah-wa salah satu kelemahan pencapaian MDGs adalah data maka daerah perlu meningkatkan penggalan-gan data lebih akurat pada tiap program yang telah berjalan maupun yang khusus dikembangkan bagi pencapaian MDGs. Selain itu perlu melakukan revi-talisasi institusi pelayanan dasar yang sudah menurun dan mengoptimalkan yang sudah baik

Pada sisi lain, komitmen MDGs seharusnya dituang-kan dalam rencana aksi

dengan alokasi anggaran yang “pro-poor”, berbasis kinerja dan berkelanjutan.

Tertuju pada program pe -mecahan masalah secara terpadu (bukan hanya pro-yek-proyek sektoral)“pro-poor” tidak berarti menekan pertumbuhan, “pro-poor budget” tidak selalu berar-ti peningkatan anggaran pengeluaran publik, tapi diprioritaskan bagi program pemberdayaan masyarakat miskin. Investasi publik bagi infrastruktur dasar seperti listrik, transportasi darat/laut/sungai, dll diran-cang khusus untuk menghi-langkan kesenjangan. FoRUM MDGs FoRUM MDGs

tUJUan

Tujuan 1: Menanggulangi kemiski-nan dan kelaparan

Tujuan 2:

Mencapai pendidikan dasar bagi semua

Tujuan 3:

Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

target

Target 1: Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah 1 dollar per hari menjadi setengahnya anta-ra 1990 -2015

Target 2: Menurunkan pro-porsi penduduk yang men-derita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990- 2015

Target 3: Menjamin semua anak perempuan dan laki-laki di area menyelesaikan jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP)

Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015.

inDikator

- Proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan na-sional

- Proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari $1 per hari

- Kontribusi kuartil pertama penduduk berpendapatan te-rendah terhadap konsumsi na-sional

- Prevalensi balita kurang gizi - Proporsi penduduk yang

bera-da di bawah garis konsumsi mi-nimum (2.100 kkal/kapita/hari) - Angka partisipasi murni di SD - Angka partisipasi murni di

SMP

- Proporsi murid yang berhasil mencapai kelas 5

- Proporsi murid di kelas 1 yang berhasil menamatkan SD - Proporsi murid di kelas 1 yang

berhasil menyelesaikan sembi-lan tahun pendidikan dasar - Angka melek huruf usia 15-24

tahun

- Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidi-kan dasar, lanjutan dan tinggi yang diukur melalui angka par-tisipasi murni anak perempuan terhadap anak laki-laki

- Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24 tahun yang diukur melalui angka melek huruf perempuan/laki-laki - Kontribusi perempuan dalam

pekerjaan upahan di sektor pertanian

(6)

Tujuan 7:

Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup

Tujuan 8:

Mengembangkan kemi-traan global untuk pem-bangunan

FoRUM MDGs FoRUM MDGs

Tujuan 4:

Menurunkan angka kema-tian anak

Tujuan 5:

Meningkatkan kesehatan ibu

Tujuan 6:

Memerangi HIV/AIDS, ma-laria dan penyakit lain

Target 9: Memadukan prin-sip pembangunan berke-lanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hi-lang.

Target 10: Penurunan sebe-sar separuh, proporsi pen-duduk tanpa akses terha-dap sumber air minum yang aman dan berkelan-jutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015.

Target 11: Mencapai per-baikan yang berarti dalam kehidupan penduduk mis-kin di pemukiman kumum pada tahun 2020.

Target 12: Pengembangan sistem perdagangan di dae-rah yang terbuka, berbasis aturan, dapat diprediksi ser-ta tidak diskriminatif (terma-suk membangun komitmen untuk menerapkan tata pe-merintahan yang baik). Target 18: Bekerja sama dengan pihak swasta un-tuk memastikan peseba-ran keuntungan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Target 5: Menurunkan

an-gka kematian balita sebe-sar dua-pertiganya antara tahun 1990 dan 2015. Target 6: Menurunkan an-gka kematian ibu antara tahun 1990 dan 2015 sebe-sar tiga-perempatnya. Target 7: Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jum-lah kasus baru pada tahun 2015.

Target 8: Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lain-nya pada tahun 2015.

- Proporsi luas lahan yang tertu-tup hutan

- Rasio luas kawasan lindung terhadap luas daratan

- Energi yang dipakai (setara barel minyak) per PDB (juta rupiah) - Emisi CO 2 perkapita

- Jumlah konsumsi zat perusak ozon - Proporsi penduduk berdasarkan

bahan bakar untuk memasak - Proporsi penduduk yang

menggunakan kayu bakar dan arang untuk memasak

- Proporsi penduduk dengan ak-ses terhadap air minum yang terlindungi dan berkelanjutan - Proporsi penduduk dengan

akses terhadap sanitasi yang layak

.

- Proporsi rumah tangga dengan status rumah milik atau sewa

- Kemudahan dan kejelasan da-lam memperoleh izin usaha bagi siapa saja

- Perlindungan terhadap wirau-saha mikro dan kecil (termasuk yang bersifat informal)

- Terdapat kerjasama dengan swasta di bidang teknologi in-formasi dan komunikasi yang manfaatnya dapat dirasakan oleh penduduk secara luas. - Proporsi kursi DPR yang

didu-duki perempuan - Angka kematian balita - Angka kematian bayi

- Presentase anak di bawah 1 tahun yang diimunisasi campak - Angka kematian ibu

- Proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih - Angka pemakaian kontrasepsi - Prevalensi HIV di kalangan ibu

hamil yang berusia antara 15-24 tahun

- Penggunaan kondom pada hu-bungan seks berisiko tinggi - Penggunaan kondom pada

contraceptive prevalence rate - Presentase anak muda usia

15-24 tahun yang memiliki penge-tahuan komprehensif tentang HIV & AIDS

- Prevalensi malaria dan angka kematiannya

- Presentase penduduk yang menggunakan cara pencega-han yang efektif untuk meme-rangi malaria

- Presentase penduduk yang mendapat penanganan mala-ria secara efektif

- Prevalensi TBC dan angka ke-matian penderita TBC dengan sebab apapun selama pengo-batan OAT

- Angka penemuan penderita tuberkulosis BTA positif baru - Angka kesembuhan penderita

tuberkulosis

tUJUan

target

inDikator

(7)

12 |

Februari - April 2011 Februari - April 2011

| 13

P

enggalan puisi dari karya Oka Rusmi-ni itu menjadi

pe-gangan bagi Ni Luh Terik

Dianti, salah-satu peserta “Pelatihan Kesadaran Gen-der bagi Perempuan Muda” di Denpasar, akhir 2010 lalu. Sebagai anak perem-puan pertama di keluarga sederhana dengan dua sau-dara laki-laki, dia harus se-lalu mengalah, Anak laki-laki selalu dianggap lebih istimewa karena menjadi pewaris keluarga.

Mereka mendapat prio-ritas untuk pendidikan yang lebih baik meskipun dalam pekerjaan sehari-hari justru anak perempuan yang lebih banyak membantu.

Anak laki-laki adalah anak yang dipersiapkan untuk tanggungjawab yang lebih besar dalam peran

di masyarakat dan hanya kepadanyalah orang tua akan menggantungkan hi-dup. Meski terlihat mereka menjadi lebih manja diban-ding anak perempuan.

Tapi Ni Luh tak menge­

luh. Seringkali ia ingin memprotes keadaan itu na-mun akhirnya hanya

disim-LAPoRAN UtAMA LAPoRAN UtAMA

Tapi Ni Luh tak mengeluh. Seringkali ia ingin

memprotes keadaan itu namun akhirnya hanya

disimpannya dalam hati.

Agar luh tak

Sekedar Peluh

Majelis Utama Desa Pekraman Bali (MUDP)

memberikan hak waris kepada kaum perempuan.

Sebuah kemajuan setelah 110 tahun.

Upacara: perempuan bali berperan besar dalam pelaksanaan upacara

(8)

LAPoRAN UtAMA LAPoRAN UtAMA

pannya dalam hati. Pilihan pun ditegaskannya untuk bekerja mencari nafkah sendiri untuk membiayai sekolahnya hingga di

Per-guruan Tinggi dan mem -buat orang tuanya bangga. Seringkali tubuh ringkih nya memprotes dan ia pun ja-tuh sakit. Namun se mangat yang kuat mengalahkan se-mua rintangan itu.

Baru setelah ia berha-sil meraih gelar sarjana, keluarga menjadikannnya sebagai teladan bagi adik-adik prianya. “Saya tak menyimpan rasa benci, saya hanya ingin membuk-tikan bisa berprestasi dan menjadi contoh bagi adik-adik,” tulisnya.

Kisah-kisah semacam

itu gampang ditemukan da-lam pergaulan sehari-hari. Posisi pria dalam hukum adat Bali memang jauh le-bih berkuasa dengan garis

Purusa yang diberikan ke-padanya. Purusa yang di-lekatkan kepada pria Bali berakar pada aturan yang ditetapkan pada masa

ko-lonial.Tepatnya melalui

Lavering Adat Bali yang dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda pada 13 Oktober 1900. Status Puru-sa berarti kemampuan un-tuk mengurus dan menerus-kan Swadharma (tanggung jawab) keluarga. Yakni, da-lam masalah parahyangan

(hubungan dengan Tuhan),

pawongan (hubungan sosial) dan palemahan

(pengaturan lingkungan). Kaum perempuan dianggap tidak memiliki kemampuan untuk memikul tanggungja-wab itu. Konsekuensinya, mereka tak diberi

swadika-ra (hak waris) sedikit pun. Ekses dari konsep itu melebar kemana-mana. Ketika perempuan masuk dalam sebuah keluarga melalui perkawinan, po-sisinya menjadi sangat le-mah. “Apalagi kalau tidak memiliki pekerjaaan dan penghasilan sendiri,” kata aktivis perempuan Luh Anggreni. Itu sebabnya, rata-rata perempuan Bali adalah pekerja keras dan bahkan mau

mengerja-kan pekerjaan fisik yang

di tempat lain dikerjakan oleh para pria. Di sisi lain, kasus-kasus Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (KDRT) kerap terjadi.

Anak laki-laki pun men-dapat keistimewaan untuk mengakses pendidikan yang lebih tinggi.

Yang paling berat ada-lah ketika terjadi percerai-an. Pihak perempuan sama sekali tidak mendapat

pem-anggreni Wayan p Windia

Khusus mengenai

masalah perceraian,

MUDP memutuskan

bahwa, harta

gunakaya harus

dibagi secara merata

antara laki-laki dan

perempuan.

rofiki haSan

rofiki haSan

(9)

16 |

Februari - April 2011 Februari - April 2011

| 17

pihak perempuan bisa men-dapatkannya tanpa berarti memutus status purusa. “Jadi tetap ada kewajiban untuk menjaga hubungan baik dengan keluarga besar si anak,” ujar Windia. Di pihak lain, keluarga puru-sa diwajibkan untuk tetap memberi jaminan hidup bagi anak itu.

Keputusan MUDP itu selanjutnya akan disosia-lisasikan melalui Majelis Madya Desa Pekraman (MMDP) di tingkat Kabu-paten yang akan menerus-kannya sampai ke Desa-de-sa Adat di wilayahnya. Bila terjadi sengketa, keputusan itu yang akan menjadi acuan. Pihak MUDP Bali juga akan menyampaikan-nya ke instansi penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan agar menjadi acuan dalam mengatasi masalah terkait dengan adat. “Ini kita do-rong akan menjadi hukum positif yang berlaku di Bali,“ujarnya.

Perubahan itu jelas me-rupakan pengakuan terha-dap eksistensi perempuan yang sudah sejak lama me-miliki peran besar. “Dalam berbagai upacara adat pun, mereka sangat penting,“ ujar Anggreni. Adalah pe-rempuan yang menyiapkan berbagai sesaji dan keper-luan upacara lannya ser-ta membawanya ke Pura.

Hanya kemudian saat upa-cara, kaum prialah yang berdiri di muka.

Bagi dia, konsep purusa-pradana mestinya diletakkan dalam keseimbangan antara peran dan hak laki-laki ser-ta perempuan. Hal itu yang diperjuangkan para aktivis perempuan di Bali dalam 10 tahun terakhir. Setelah menunggu cukup lama,

mo-mentum perubahan terasa tepat karena justru dimulai dari lembaga adat yang me-rupakan jantung kehidupan warga Bali.

Keputusan pun diambil tanpa perdebatan yang ter-lalu alot. Sebab sebelumnya sudah didahului dengan proses panjang untuk ber-diskusi dan saling mema-hami. “Selalu kita tekan-kan, kita semua lahir dan dibesarkan oleh seorang perempuan,” tegas nya.

Pendekatan ini rupanya cukup manjur. Apalagi kemudian diakui, dalam penga laman sehari-hari ter-lihat anak perempuan lebih dekat hubungan emosio-nalnya dengan orang tua dibanding anak laki-laki.

Satu-satunya yang po-lemik keras adalah konsep perkawinan pada gelahang

yang ditolak oleh perwaki-lan dari MMDP Karanga-sem. Sebab, dianggap bisa mengacaukan garis ketu-runan dan aturan tentang hak waris. Karena tak dite-mukan titik temu, akhirnya disepakati untuk membe-rikan pengakuan terhadap adanya perkawinan secam itu sambil melihat ma-salah yang timbul. Sebab,

kenyataannya sejumlah keluarga memang telah mempraktekkannya.

Bagi Ketut Widi, 34, (bukan nama sebenarnya-red), keputusan MUDP itu memberi harapan untuk kembali berkumpul dengan kedua anaknya. Pada akhir Desember lalu, Pengadilan Negeri Denpasar mengabul-kan permohonannya untuk bercerai dengan suaminya yang jarang pulang ke ru-mah dan tak bertanggun-gjawab. Namun hakim juga memutuskan, hak asuh anak jatuh ke tangan pihak suami dengan alasan purusa. Pa-dahal selama ini, anak-anak itu berkumpul dengan dirin-ya. “Akan saya ajukan ban-ding dengan melampirkan keputusan ini,”ujarnya.

tim Bali Sruti

Bagi dia, konsep purusa-pradana mestinya

diletakkan dalam keseimbangan antara peran dan

hak laki-laki serta perempuan.

bagian dari harta gunakaya

alias harta dari usaha ber-sama. Hak asuh atas anak-anak umumnya jatuh ke tangan suami, apalagi bila anaknya adalah laki-laki.

Anggreni yang menja-di pengacara menja-di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali sudah menangani pu-luhan kasus semacam itu. “Hakim selalu berpegang pada konsep Purusa itu,” ujarnya. Bila pengadilan memutuskan hak asuh dibe-rikan kepada ibunya, sang suami umumnya kemudian menolak bertanggungjawab membiayai anaknya.

Setelah lebih dari 110 tahun berlaku, sebuah perubahan besar telah

terjadi. Tepatnya keti -ka Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) yang menghimpun Desa Adat di seluruh Bali menggelar Pasamuhan Agung III pada 15 Oktober 2010. Dalam keputusan dengan Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/ X/2010 disepakati adanya hak waris bagi perempuan. “Karena situasi sudah be-rubah dan perempuan pun bisa meneruskan swadhar-ma keluarga,” kata Ketua Nayaka (Dewan Penasehat) MUDP Wayan P Windia.

Sebelum harta keluarga diwariskan kepada anak-anak, harta itu dipilah menjadi dua. Pertama, har-ta pusaka yang diwariskan

turun temurun sebagai har-ta bersama yang tidak bisa dibagi karena merupakan sarana memelihara warisan immaterial. Penguasaannya bukan kepemilikannya di-serahkan kepada anak ke

purusa. Kedua, harta guna-kaya atau harta hasil usaha orang tua yang bisa dibagi dengan proporsi ategen-asuwun (sepikul-segen-dongan) atau 1 : 2 antara anak perempuan dan laki-laki. Namun harta yang di-bagi itu sebelumnya harus

dikurangi dulu oleh harta

duwe tengah (harta bersa-ma) sebesar sepertiga dari

gunakaya untuk kepentin-gan bersama keluarga.

Warisan itu berhak di-dapatkan oleh semua anak termasuk perempuan yang sudah menikah dan mengi-kuti suaminya. Demikian pula dengan anak laki-laki yang melangsungkan per-kawinan nyentana atau diangkat oleh keluarga lain. Satu-satunya yang kehilan-gan hak adalah anak yang berpindah agama atau dise-but ninggal kedaton penuh. “Sebab mereka tidak mun-gkin melanjutkan swadhar-ma orang tua secara agaswadhar-ma

Hindu,” kata Windia yang juga adalah Guru Besar Hukum Adat Fakultas Hu-kum Universitas Udayana. Keputusan itu diharapkan akan meningkatkan keber-samaan dalam memikul kewajiban adat istiadat ser-ta agama Hindu.

Keputusan penting lain-nya adalah diakuilain-nya jenis perkawinan pada gelahang. Yakni, perkawinan yang ti-dak menghilangkan garis keturunan pihak pria mau-pun wanita. Status purusa

atau garis keturunan anak-anak ditentukan berdasar-kan kesepakatan orang tua. Menurut Windia, jenis per-kawinan ini adalah untuk mengantisipasi kecende-rungan keluarga-keluarga di Bali yang kini memilih hanya memiliki satu atau dua orang anak saja. Bila mengikuti perkawinan biasa atau nyentana bisa berakibat putusnya garis keturunan salah-satu keluarga.

Khusus mengenai ma-salah perceraian, MUDP memutuskan bahwa, harta gunakaya harus dibagi se-cara merata antara laki-laki dan perempuan. Adapun mengenai hak asuh anak,

Warisan itu berhak didapatkan oleh semua

anak termasuk perempuan yang sudah menikah

dan mengikuti suaminya.

(10)

LAPoRAN UtAMA LAPoRAN UtAMA

A. Kedudukan Wanita Bali

dalam Keluarga dan

Pewarisan

Sistem kekeluargaan patrilineal ( pu-rusa) yang dianut oleh orang Bali-Hindu menyebabkan hanya keturunan berstatus

kapurusa yang dianggap dapat mengurus dan meneruskan swadharma (tanggung jawab) keluarga, baik dalam hubungan dengan parahyangan (keyakinan Hindu),

pawongan (umat Hindu), maupun

pale-mahan (pelestarian lingkungan alam se-suai dengan keyakinan Hindu). Konseku-ensinya, hanya keturunan yang berstatus

kapurusa sajalah yang memiliki swadika-ra (hak) terhadap harta warisan, semen-tara keturunan yang berstatus pradana

(perempuan), tidak mungkin dapat mene-ruskan swadharma, sehingga disamakan dengan orang yang meninggalkan tang-gung jawab keluarga (ninggal kadaton), dan oleh karena itu, dianggap tidak ber-hak atas harta warisan dalam keluarga.

Keputusan Majelis Utama Desa

Pakraman Bali (MUDP) Bali

Dalam perkembangannya, kenyataan dalam masyarakat menunjukkan bahwa ada orang ninggal kadaton tetapi da-lam batas tertentu masih memungkinkan melaksanakan swadharma sebagai umat Hindu (ninggal kadaton terbatas), dan ada pula kenyataan orang ninggal kadaton

yang sama sekali tidak memungkinkan lagi bagi mereka melaksanakan swadhar-ma sebagai umat Hindu (ninggal kadaton

penuh).Mereka yang dikategorikan ning-gal kadaton penuh, tidak berhak sama se-kali atas harta warisan, sedangkan mereka yang ninggal kadaton terbatas masih di-mungkinkan mendapatkan harta warisan didasarkan atas asas ategen asuwun (dua berbanding satu). Mereka yang tergolong

ninggal kadaton terbatas adalah sebagai berikut.

a. Perempuan yang melangsungkan perkawinan biasa.

b. Laki-laki yang melangsungkan per-kawinan nyentana/nyeburin.

c. Telah diangkat anak (kaperas sen-tana) oleh keluarga lain sesuai den-gan agama Hindu dan hukum adat Bali.

d. Menyerahkan diri (makidihang raga) kepada keluarga lain atas ke-mauan sendiri.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka Pasamuhan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman Bali memutuskan mengenai kedudukan suami istri dan anak terhadap harta pusaka dan harta gunakaya sebagai berikut.

1. Suami dan istrinya serta saudara laki-laki suami dan istrinya, mem-punyai kedudukan yang sama

da-lam usaha untuk menjamin bahwa harta pusaka dapat diteruskan ke-pada anak dan cucunya untuk me-melihara atau melestarikan warisan immateriil.

2. Selama dalam perkawinan, suami dan istrinya mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta gunaka-ya-nya (harta yang diperoleh sela-ma dalam status perkawinan). 3. Anak kandung (laki-laki atau

pe-rempuan) serta anak angkat (laki-laki atau perempuan) yang belum kawin, pada dasarnya mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta gunakaya orangtuanya. 4. Anak kandung (laki-laki atau

pe-rempuan) serta anak angkat (laki-laki atau perempuan) berhak atas harta gunakaya orangtuanya, se-sudah dikurangi sepertiga sebagai

duwe tengah (harta bersama), yang dikuasai (bukan dimiliki) oleh anak yang nguwubang (melanjutkan

swadharma atau tanggung jawab) orangtuanya.

5. Anak yang berstatus kapurusa

berhak atas satu bagian dari harta warisan, sedangkan yang berstatus

pradana/ninggal kadaton terbatas berhak atas sebagian atau setengah dari harta warisan yang diterima oleh seorang anak yang berstatus

kapurusa.

6. Dalam hal pembagian warisan, anak yang masih dalam kandungan mempunyai hak yang sama dengan anak yang sudah lahir, sepanjang dia dilahirkan hidup.

7. Anak yang ninggal kadaton penuh tidak berhak atas harta warisan, teta-pi dapat diberikan bekal (jiwa dana) oleh orangtuanya dari harta gunaka-ya tanpa merugikan ahli waris.

Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010, tanggal 15 Oktober 2010, tentang Hasil-hasil Pasamuhan Agung III Majelis Utana Desa Pakraman (MUDP) Bali. Diseleng-garakan 15 Oktober 2010 di Gedung Wiswasabha, Kantor Gubernur Prov. Bali.

Mereka yang dikategorikan

ninggal kadaton penuh, tidak berhak

sama sekali atas harta warisan

zUl t eDUarDo

(11)

20 |

Februari - April 2011 Februari - April 2011

| 21

LAPoRAN UtAMA

LAPoRAN UtAMA

B. Pelaksanaan Perkawinan

dan Perceraian

Hukum adat Bali mengenal dua bentuk perkawinan, yaitu perkawinan biasa (wani-ta menjadi keluarga suami) dan perkawinan

nyentana/nyeburin (suami berstatus prada-na dan menjadi keluarga istri). Dalam per-kembangan selanjutnya, adakalanya pasa-ngan calon pepasa-ngantin dan keluarganya tidak dapat memilih salah satu di antara bentuk perkawinan tersebut, karena masing-masing merupakan anak tunggal, sehingga muncul bentuk perkawinan baru yang disebut per-kawinan pada gelahang. Hal ini menjadi persoalan tersendiri dalam masyarakat Bali sehingga perlu segera disikapi.

Selain perkembangan mengenai ben-tuk perkawinan, perkawinan beda wangsa

yang secara hukum tidak lagi dianggap sebagai larangan perkawinan sejak ta-hun 1951 berdasarkan Keputusan DPRD

Bali Nomor 11/Tahun 1951 tanggal 12

Juli 1951, ternyata masih menyisakan persoalan tersendiri dalam masyarakat, yakni masih dilangsungkannya upacara

patiwangi dalam perkawinan yang lazim disebut nyerod. Hal ini perlu pula disikapi karena hal itu bertentangan dengan hak asasi manusia dan menimbulkan dampak ketidaksetaraan kedudukan perempuan dalam keluarga, baik selama perkawinan maupun sesudah perceraian.

Sebelum berlakunya Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawi -nan, perkawinan dan perceraian bagi umat Hindu di Bali dapat dikatakan sah apa-bila dilaksanakan menurut hukum adat Bali (disaksikan prajuru banjar atau desa pakraman) dan agama Hindu. Sesuai Pa-sal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawi-nan, perkawinan bagi umat Hindu di Bali dapat dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum adat Bali, agama Hindu,

sedangkan perceraian baru dapat dikata-kan sah apabila dilaksanadikata-kan di pengadi-lan negeri sesuai ketentuan Undang-Un-dang Perkawinan.

Apabila diperhatikan uraian di atas, tampak jelas bahwa Undang-Undang Per-kawinan tidak memberikan penghargaan yang seimbang kepada hukum adat Bali dan agama Hindu, dalam hubungan deng-an pelaksdeng-anadeng-an perkawindeng-an ddeng-an perce-raian bagi umat Hindu. Ketentuan hukum adat Bali dan ajaran Hindu mendapat tem-pat yang sepantasnya dalam pelaksanaan perkawinan, tetapi tidak demikian halnya

dalam perceraian. Terbukti, perceraian

dikatakan sah setelah ada putusan penga-dilan, tanpa menyebut peran hukum adat Bali (prajuru desa pakraman) dan ajaran agama Hindu. Akibatnya, ada sementara warga yang telah cerai secara sah ber-dasarkan putusan pengadilan, tetapi tidak diketahui oleh sebagian besar krama desa (warga) dan tidak segera dapat diketahui oleh prajuru desa pakraman. Kenyataan ini membawa konsekuensi kurang baik terhadap keberadaan hukum adat Bali dan menyulitkan prajuru desa dalam menen-tukan swadharma atau tanggung jawab

krama desa bersangkutan.

Berdasarkan fakta-fakta di atas maka Pasamuhan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman Bali memutuskan sebagai berikut.

1. Upacara patiwangi tidak dilaksana-kan lagi terkait dengan pelaksanaan upacara perkawinan.

2. Bagi calon pengantin yang karena ke-adaannya tidak memungkinkan me-langsungkan perkawinan biasa atau

nyeburin (nyentana), dimungkinkan melangsungkan perkawinan pada ge-lahang atas dasar kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.

3. Agar proses perceraian sejalan den-gan proses perkawinan, maka per-ceraian patut dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut.

a. Pasangan suami istri yang akan melangsungkan perceraian, harus menyampaikan kehendaknya itu kepada prajuru banjar atau desa pakraman. Prajuru wajib membe-rikan nasihat untuk mencegah ter-jadinya perceraian.

b. Apabila terjadi perceraian maka terlebih dahulu harus diselesai-kan melalui proses adat, kemudian dilan jutkan dengan mengajukan-nya ke pengadilan negeri untuk

memper oleh keputusan.

c. Menyampaikan salinan (copy) putusan perceraian atau akte per-ceraian kepada prajuru banjar atau desa pakraman. Pada saat yang ber-samaan, prajuru banjar atau desa pakraman menyarankan kepada warga yang telah bercerai supaya melaksanakan upacara perceraian sesuai dengan agama Hindu. d. Prajuru mengumumkan ( nyoby-ahang) dalam paruman banjar atau desa pakraman, bahwa pasangan suami istri bersangkutan telah ber-cerai secara sah, menurut hukum nasional dan hukum adat Bali, se-kalian menjelaskan swadharma

mantan pasangan suami istri terse-but di banjar atau desa pakraman, setelah perceraian.

4. Akibat hukum perceraian adalah sebagai berikut.

a. Setelah perceraian, pihak yang berstatus pradana (istri dalam per-kawinan biasa atau suami dalam perkawinan nyeburin) kembali ke rumah asalnya dengan status mulih daa atau mulih taruna, sehingga kembali melaksanakan swadhar-ma berikut swadikara-nya di ling-kungan keluarga asal.

b. Masing-masing pihak berhak atas pembagian harta gunakaya

(harta bersama dalam perkawinan) dengan prinsip pedum pada (dibagi sama rata).

c. Setelah perceraian, anak yang dilahirkan dapat diasuh oleh ibu-nya, tanpa memutuskan hubungan hukum dan hubungan pasidika-ran anak tersebut dengan keluarga

purusa, dan oleh karena itu anak tersebut mendapat jaminan hidup dari pihak purusa.

zUl t eDUarDo

kerJa keraS: perempuan bali terkenal dengan etos kerja kerasnya.

(12)

oPiNi oPiNi

M

emang, hukum adat Bali yang bersistem keke-luargaan kapurusa (patri-lineal) menempatkan anak laki-laki sebagai ahli waris dalam keluarga, sementara perempuan hanya mem-punyai hak untuk meni-kmati harta peninggalan orang tua atau harta pe-ninggalan suami.

Penempatan anak laki-laki sebagai ahli waris ter-kait erat dengan pandangan bahwa laki-laki Bali mem-punyai tanggungjawab yang besar dalam keluarga, sementara tanggungjawab anak perempuan terhadap keluarga berakhir dengan

kawinnya anak tersebut yang selanjutnya akan masuk dan menunaikan tanggungjawabnya secara total di lingkungan keluar-ga suami.

Itu sebabnya, harapan yang sangat besar digan-tung kan kepada anak laki-laki, mulai dari harapan sebagai penerus generasi, memelihara dan memberi nafkah ketika orang tuanya sudah tidak mampu; mela-ksanakan upacara agama, seperti menyelenggarakan upacara kematian, pengu-buran atau pembakaran je-nazah (ngaben) anggota ke-luarganya yang meninggal serta menyemayamkan dan

memuja roh leluhur mereka di tempat persembahyangan keluarga ( sanggah/mera-jan); menggantikan ke-dudukan bapaknya dalam masyarakat melaksanakan kewajiban (swadharma) sebagai anggota kesatuan masyarakat hukum adat, seperti krama banjar/desa pakraman) atau krama da-dia ketika anak tersebut su-dah kawin.

Bahkan, tanggung ja-wab anak laki-laki tidak berhenti pada kewajiban-kewajiban di dunia nyata (alam sekala), tetapi juga merambah ke alam niska-la (dunia gaib), di mana kaum laki-laki (melalui

cucu laki-laki) diharapkan akan mengantarkan roh le-luhur keluarga tersebut ke alam sorga, seperti sering diungkapkan dalam keper-cayaan Bali yang menyata-kan “i cucu nyupat i kaki“.

Sebagai penghargaan atas tanggung jawab yang be-sar itulah kemudian anak laki-laki diberikan hak (swadikara) sebagai ahli waris, sedangkan anggota keluarga yang meninggal-kan tanggung jawabnya dalam keluarga baik kare-na perkawikare-nan, diangkat anak, pindah agama, dise-but ninggal kedaton (me-ninggalkan tanggung ja-wab) sehingga digugurkan haknya atas harta warisan.

Angin Segar Bagi

Perempuan

Sistem kekeluargaan

kapurusa yang diterapkan selama ini dalam masya-rakat Bali memang telah memberi perlakuan ber-beda antara anak laki-laki dan perempuan di bidang pewarisan. Beberapa ka-langan berpendapat bahwa perlakuan berbeda itu wajar karena esensi pewarisan da-lam hukum adat Bali adalah keseimbangan antara hak (swadikara) dan kewaji-ban (swadharma). Dalam hal ada kenyataan bahwa salah satu pihak (laki-laki) tetap melaksanakan

kewa-jibannya dalam keluarga dan ada pihak lain (perem-puan) meninggalkan kewa-jibannya, maka logis bila hak mereka masing-masing terhadap harta orang tuanya juga menjadi berbeda. Be-lakangan ini, berkembang

pemikiran bahwa swadhar-ma seorang anak (perem-puan) kepada orang tuanya tidak selalu putus walaupun anak tersebut telah kawin. Bahkan tidak jarang, rasa tanggung jawab anak pe-rempuan yang sudah ka-win terhadap orang tuanya tetap berlangsung, ia tetap memperhatikan kehidupan orang tuanya, memberikan nafkah, dan merawat orang tuanya dikala orang tuanya sakit atau sudah tua ren-ta. Bahkan kadang-kadang rasa tanggung jawab anak perempuan lebih besar dari rasa tanggungjawab anak laki-laki. Dalam kondi-si demikian, apakah anak perempuan tetap dianggap

ninggal kedaton sehingga kehilangan haknya atas har-ta warisan orang tuanya?

Berdasarkan fakta bah-wa anak yang telah kawin masih dapat melaksanakan

kewajibannya terhadap orang tuanya (ninggal ke-daton terbatas), maka ber-kembang pemikiran yang mengarah kepada adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam bidang pewarisan.

Pemiki-ran tersebut sesungguhnya sudah mulai berkembang sejak lama.

Paling tidak, gagasan itu telah disuarakan di du-nia akademis pada tahun 1971 ketika di Denpasar diselenggarakan Seminar Hukum Adat Waris atas prakarsa Lembaga Pem-binan Hukum Nasional. Dalam seminar yang di-selenggarakan selama dua hari, 5-6 Maret 1971, itu dibahas beberapa makalah yang membahas persoalan hukum waris, khususnya hukum waris yang berlaku di Bali. Pada hasil seminar, khususnya pada bagian rekomendasi, peserta se-minar telah menyarankan: “supaya hukum waris Bali dimodernisir sehingga hak perempuan sama dengan hak laki-laki dengan tidak mengabaikan norma-nor-ma aganorma-nor-ma“.

Pembaruan hukum Adat Bali Mengenai Pewarisan

Angin Segar Bagi Perempuan

Oleh: I Ketut Sudantra

*)

Selama ini norma-norma hukum adat Bali mengenai

pewarisan sangat kental dengan dominasi budaya

patriarki sehingga dianggap kurang menguntungkan

bagi perempuan. Seperti diketahui, sudah menjadi

pengetahuan umum dalam masyarakat, bahwa

perempuan bukanlah ahli waris, baik atas harta

peninggalan orang tuanya maupun harta peninggalan

almarhum suaminya.

Peserta seminar telah menyarankan: “supaya

hukum waris Bali dimodernisir sehingga hak

perempuan sama dengan hak laki-laki dengan

tidak mengabaikan norma-norma agama

(13)

24 |

Februari - April 2011 Februari - April 2011

| 25

T

erlahir menjadi pe-rempuan adalah karunia yang

begi-tu besar dari Tuhan. Tidak

bisa dipungkiri bahwa pe-rempuan mempunyai peran yang begitu penting dalam menjalankan kehidupan.

Tugas sebagai seorang ibu

yang mengandung, menyu-sui serta melahirkan men-jadikan perempuan adalah makhluk yang istimewa dan perlu diberikan penghorma-tan khusus. Dari rahim se-orang perempuanlah lahir benih-benih baru yang akan melanjutkan kehidupan ini nantinya. Begitu besar pe-ranan seorang perempuan seharusnya membuat ke-dudukan perempuan lebih dihormati dan dihargai. Namun disisi lain masih ba-nyak ditemuai kasus-kasus yang berhubungan dengan diskriminasi terhadap kaum perempuan.

Pendiskriminasian ter-hadap perempuan terjadi meluas diseluruh daerah di Nusantara.

Diskrimina-si perempuan disadari atau tidak juga sudah terjadi di Bali. Sebagai pulau Dewa-ta, Bali mempunyai begitu banyak kebudayaan dan adat yang dipegang ku-kuh oleh masyarakatnya. Adat Bali yang dimaksud meliputi nilai, norma dan perilaku dalam masyara-kat Bali. Adat inilah yang membuat beberapa orang Bali mempunyai pikiran kolot tentang adanya anak perempuan di tengah-te-ngah keluarga mereka.

Beberapa keluarga di Bali khususnya yang be-ragama Hindu melakukan berbagai macam cara untuk bisa mempunyai anak laki-laki. Biasanya meski mere-ka telah mempunyai anak perempuan, orang-orang Bali cendrung merasa tidak mempunyai anak. Ini dika-renakan anak perempuan dipandang tidak akan bisa meneruskan purusa dan garis keturunan keluarga. Adanya fenomena seperti inilah yang membuat

be-berapa keluarga Hindu di Bali sering merasa sedih, putus asa dan seperti tidak mempunyai harapan un-tuk masa depan jika tidak mempunyai anak laki-laki.

Dari permasalahan ini terlihat masyarakat Bali menyepelekan kehadiran anak perempuan karena menganut sistem kekeraba-tan patrilinial yaitu sistem kekerabatan yang menarik keturunan dari garis laki-laki. Dalam sistem kekera-batan patrilinial ini sangat jelas menempatkan kaum laki-laki pada kedudukan yang lebih tinggi. Dari si-nilah muncul diskriminasi gender yang terselubung dalam hukum adat di Bali. Anak laki-laki di Bali ber-kedudukan sebagai ahli wa-ris, sebagai pelanjut nama keluarga, sebagai penerus keturunan, sebagai anggota masyarakat adat dan juga mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan ke-luarga maupun masyarakat luas. Peng agungan terhadap Gagasan tersebut cukup

lama tidak muncul lagi se-bagai wacana publik, wa-laupun para aktivis perem-puan di Bali tidak pernah berhenti memperjuangkan-nya. Perjuangan para akti-vis perempuan di Bali bagi persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam bidang pewarisan mulai mendapat perhatian serius lagi ketika Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali mengadakan lokakarya dalam rangka menyongsong Pesamuan Agung yang ke-3.

Lokakarya diadakan di Ruang Pertemuan Kantor Dinas Kebudayaan Provin-si Bali dihadiri tokoh-tokoh adat dan para aktivis perem-puan, membahas kertas kerja tunggal yang saya sampai-kan berjudul: “Beberapa Pe-mikiran Kearah Pembaruan Hukum Adat Bali Untuk Pe-rempuan Dan Anak”. Saya ingat betul bagaimana dina-misnya pemikiran-pemiki-ran yang berkembang dalam lokakarya tersebut.

Ketika saya menga-jukan usul yang moderat bahwa orang tua atau sau-dara (dalam hal orang tua sudah meninggal) berhak memberikan bekal harta kepada anak yang ninggal kedaton, yaitu harta yang berupa harta pegunakaya

(harta bersama yang dipe-roleh selama perkawinan

berlangsung), dengan ca-tatan pemberian tersebut tidak boleh merugikan ahli waris yang ada, langsung disambut dengan usul yang lebih tegas oleh para akti-vis perempuan yang ha-dir. Mereka mengusulkan, bukan “orang tua berhak memberikan“, melainkan “anak yang telah kawin berhak atas“ harta peguna-kaya orang tuanya.

Usulan tersebut akhir-nya menjadi kesimpulan hasil lokakarya yang ke-mudian di bawa ke Pesa-muan Agung Majelis Uta-ma Desa PakraUta-man. Pada akhirnya, Pesamuan Agung Ke-3 mengakomodasi perkembangan pemikiran yang dihasilkan oleh loka-karya tersebut, khususnya yang berkaitan dengan hak waris anak perempuan.

Seperti diketahui, Pesa-muan Agung Ke-3 Majelis Utama Desa Pakraman Pro-vinsi Bali yang diselengga-rakan di Denpasar pada 15 Oktober 2010 telah mela-hirkan beberapa keputusan yang membawa angin segar bagi perempuan dan anak.

Barangkali timbul per-tanyaan, apakah keputus-an-keputusan Pesamuan Agung tersebut akan serta merta menjadi pola kela-kuan yang ajeg dalam ma-syarakat sehingga berlaku sebagai hukum adat dalam

kenyataan? Tentu kita ha

-rus bersabar untuk sampai pada tahap perkembangan tersebut. Keputusan-ke-putusan Pesamuan Agung MUDP tersebut tentu saja akan menjadi pedoman da-lam revitalisasi hukum adat Bali melalui penyuratan awig-awig desa pakraman, karena salah satu fungsi MUDP adalah melaku-kan pembinanan terhadap awig-awig desa pakraman. Dengan begitu, akan terjadi sosialisasi dan in-ternalisasi di kalangan ma-syarakat hukum adat Bali mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Keputu-san MUDP tersebut. Lebih dari itu, keputusan Pesam-uan Agung MUDP tersebut akan memudahkan bagi ha-kim untuk melakukan pene-muan hukum adat dalam tu-gasnya menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, ketika hakim di Pengadilan-pengadilan yang ada di Bali mengadili kasus-kasus pewarisan.

*) Penulis adalah dosen

Hukum Adat pada Fakul-tas Hukum UniversiFakul-tas Udayana. Saat ini, penulis juga menjadi Pengurus Harian (Prajuru) pada Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali disamping sebagai

Sekre-taris Pusat Studi Wanita dan Perlindungan Anak Universitas Udayana.

Diskriminasi Dibalik

hukum Adat

Penulis:

Gek Ela Kumala Parwita

oPiNi oPiNi

(14)

anak laki-laki menyebabkan anak perempuan dianggap sebagi nomor dua dan tidak mendapat perhatian lebih. Bahkan di beberapa wila-yah di Bali ada orang tua yang sengaja tidak mem-berikan pendidikan yang layak untuk anak perem-puannya karena mempu-nyai pikiran nantinya anak perempuan itu tidak bisa memberikan apa-apa ka-rena akan dibawa keluarga dari pihak suaminya. Se-kalipun orang tua mempu-nyai dana untuk membiayai pendidikan anaknya pasti yang lebih diutamakan ada-lah menyekoada-lahkan anak

laki-laki dibandingkan anak perempuan. Oleh karena itu banyak anak perempuan di Bali yang tidak me ngenyam pendidikan secara layak. Mereka cendrung dibiarkan dirumah untuk membantu pekerjaan rumah atau di-biarkan bekerja mencari uang tambahan untuk mem-bantu ekonomi keluarga. Hal inilah yang merupakan contoh kecil namun meru-pakan masalah besar yang harus segera dicari jalan ke-luarnya.

Dari segi hukum sebe-narnya pemerintah telah menciptakan kesetaraan antara perempuan dan

laki-laki di Bali. Salah satu con-tohnya dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 4766K/Pdt/1998 tertanggal 16 November 1999 yang menyatakan bahwa anak perempuan di Bali berhak atas harta peninggalan dari pewaris. Namun seperti tidak mem-pedulikannya, beberapa masyarakat Bali masih saja menggunakan dalih hu-kum adat untuk menging-kari hukum yang berlaku di negara ini. Hukum adat Bali secara fungsional te-lah menggeser keberadaan hukum nasional yang aki-batnya menciptakan suatu

sangkar diskriminasi bagi perempuan Bali.

Diskriminasi ini dapat membuat seorang anak perempuan menjadi me-rasa kehadirannya tidak dianggap dan diperlukan ditengah keluarga. Keada-an seperti ini nKeada-antinya bisa menjadikan psikologis anak tersebut menjadi terganggu. Adanya ketidakadilan stru-ktural serta sobordinasi ini menyebabkan secara tidak langsung masyarakat Bali telah melakukan diskrimi-nasi psikologis terhadap anak perempuan. Memang adanya pengkotak-kotakan gender ini dilakukan tidak

secara nyata, namun hal ini sebenarnya berlangsung terus menerus dan telah menjadi bagian dari rahasia umum di Bali.

Adanya diskriminasi dibalik hukum adat Bali harus segera diselesaikan. Jangan sampai nantinya timbul masalah baru yang diakibatkan adanya diskri-minasi terselubung di balik adat yang sudah tertanam di Bali. Pada keadaan se-perti inilah orang tua-orang tua di Bali harus lebih ber-sikap netral agar nantinya tidak menyinggung perasa-an si perasa-anak perempuperasa-an. Me-reka harus siap dan rela jika

nantinya diberikan karunia seorang anak perempuan. Sikap ini setidaknya juga dilakukan mengingat anak adalah titipan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang harus dijaga apapun bentuk dan keadaanya. Selain itu dalam beberapa kitab suci agama Hindu disebutkan kita harus menghorma-ti keberadaan perempuan sama halnya dengan meng-hormati keberadaan laki-laki. Misalnya saja dalam Kitab Suci Manawa Dhar-macastra Bab.III. sloka 58

dan 59 serta Manawa Dar-macastra IX, 96.

58: “ Bagi setiap

keluar-ga yang tidak menghormati kaum perempuan, niscaya ke-luarga itu akan hancur lebur berantakan. Rumah di mana perempuannya tidak dihor-mati sewajarnya, mengung-kapkan kutukan, keluarga itu akan hancur seluruhnya, seolah-olah dihancurkan oleh kekuatan gaib”

59: “ Oleh karena itu orang yang ingin sejahtera, harus selalu menghorma-ti perempuan, kitab suci mewajibkan semua orang menghormati perempuan”.

96:”Tidak ada perbe -daan putra laki-laki dengan putra perempuan yang diangkat statusnya, baik yang berhubungan dengan masalah duniawi ataupun masalah kewajiban suci. Karena bagi ayah dan ibu mereka keduanya lahir dari badan yang sama” .

Sementara untuk masa-lah purusa dan melanjut-kan keturunan, seharusnya masyarakat Bali bisa men-carikan solusi baik-baik tanpa adanya diskriminasi. Sebenarnya pada masyara-kat patrilinial di Bali dike-nal lembaga sentana rajeg

di mana anak perempuan dirubah statusnya mela-lui perkawinan nyeburin (nyentana) sehingga men-jadi sama statusnya dengan status anak laki-laki. Anak perempuan yang dirubah statusnya dengan perkawi-nan nyeburin, status dan

kedudukannya sama de-ngan anak laki-laki tetapi terbatas hanya dalam kai-tan dengan harta kekayaan orang tuannya saja sedang-kan dalam hal yang lain-nya yakni sebagai kepala keluarga, anggota masya-rakat adat tetap dilakukan oleh laki-laki yang kawin nyeburin dan perempuan yang keceburin melakukan

kewajibannya sebagai pe-rempuan pada umumnya.

Memang susah jika melihat permasalahan dis-kriminasi perempuan di Bali. Adanya pembelokan terhadap kepatuhan hukum adat menjadikan muncul diskriminasi kepada kaum perempuan. Begitu be-ratnya diskriminasi yang ada dibalik hukum adat ini membuat perempuan su-lit melakukan perlawanan. Kekakuan masyarakat Bali terhadap adat yang berkem-bang menjadikan anak pe-rempuan yang lahir di Bali menjadi pasrah tanpa mam-pu berbuat apa-apa. Adat dan budaya adalah sesuatu yang dibuat manusia dan tidak mengandung kebena-ran mutlak. Memang adat diperlukan untuk menjaga tradisi yang ada tapi untuk menjaga kesetaraan

struktu-ral dimasyarakat diperlukan suatu keadilan tanpa me-mandang atau melecehkan seseorang hanya karena ia perempuan atau laki-laki.

Permasalahan kecil yang berdampak begitu besar ini harus dicarikan solusi dan jalan keluarnya. Oleh ka-rena itu persoalan menge-nai diskriminasi ini jangan dijadikan sekedar wacana

saja. Harusnya ada keje-lasan yang berhubungan dengan hukum adat di Bali sehingga nantinya tidak ada dampak negatif yang terjadi bagi anak-anak perempuan yang lahir di Bali. Adat yang merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat Bali (Hindu) seharusnya menjadi aturan yang mem-berikan kemudahan bagi masyarakatnya dan bukan malah mempersulit atau me-nimbulkan masalah baru. Ini tantangan bersama masyara-kat Bali ke depannya!

Penulis adalah siswa SMA 3 Denpasar. Tulisan ini memenangkan “Lomba Essay Nasional”

Alian-si NaAlian-sional Bhinneka Tunggal Ika, Nopember 2010 dan dimuat pada buku “ Ktika Asa Masih Ada”

Diskriminasi ini dapat membuat seorang anak perempuan menjadi merasa

kehadirannya tidak dianggap dan diperlukan ditengah keluarga.

Adanya pembelokan terhadap kepatuhan

hukum adat menjadikan muncul diskriminasi

kepada kaum perempuan.

oPiNi oPiNi

(15)

28 |

Februari - April 2011 Februari - April 2011

| 29

iNtERAKtiF iNtERAKtiF

U

ntuk membahas berbagai langkah dan kemajuan dalam pencapaian MDGs, LSM Bali Sruti secara rutin menggelar Dialog Interaktif di Ra-dio Republik Indonesia (RRI) Denpasar. Dialog ini berlangsung setiap hari Sabtu, minggu kedua setiap bulannya pada pk. 08.00 - 09.00 Wita. Berikut kami sajikan kembali transkruip dari acara tersebut.

Pengantar moderator (luh Putu Anggreni)

Pada pertemuan kali ini, kami akan menghadirkan Ibu Luh Arjani, Ketua Pu-sat Studi Wanita Universitas Udayana. Adapun topik yang dibahas adalah Kese-taraan Gender yang merpakan salah-satu dari tujuan MDGs.

narasumber (luh Arjani)

Sekedar mengingatkan, MDGs adalah singkatan dari Milenium Development Go-al’s, atau prioritas pembangunan utama yg akan dilakukan. Sesuai dgn kesepakatan dalam konferensi PBB di tahun 2000. Ada 8 goal yg akan diunggulkan diselesaikan permasalahannya di thn 2015. Adapun 8 goal itu yaitu :

1. Kemiskinan (pengentasan kemiski-nan)

2. Pendidikan (pendidikan utk semua/ PUS

3. Mendorong kesetaraan bagi perem-puan/gender, tema ini menjadi fo-cus bagi PSW juga Bali Sruti. 4. Menurunkan angka kematian bayi 5. Menurunkan angka kematian ibu 6. Penanganan HIV/AID

7. Pelestarian lingkungan hidup

8. Membangun jaringan global

Indonesia ikut juga dlm menyetujui

MDGs, target hrs tercapai di 2015. Terkait

dgn fokus ke 3 program MDGs, targetnya adalah pencapaian IPG (indeks pemban-gunan gender) setinggi-tingginya. Kondi-si kesetaraan gender di Bali tentu terkait dengan budaya Bali. Karena itulah hasil Pesamuan MUDP itu merupakan bagian dari tercapainya target MDG’s, yaitu ten-tang hak waris bagi perempuan Bali.

Seperti diketahui, bahwa budaya Bali menganut paham patrilinial, yang meng-akibatkan perempuan Bali, sebagian be-sar tidak dapat memiliki hak waris se-cara adat. Memang di beberapa daerah, dimung kinkan perempuan dalam perka-winan berkedudukan sebagai purusa, tapi tidak berlaku di seluruh daerah Bali.

Diharapkan juga dgn adanya kesepa-katan MUDP juga, keluarga Bali yg fanatik dengan idiologi patriarkhi yg menempatkan nilai anak laki-laki lebih utama, dapat beru-bah. Karena konsep seperti itu berimplikasi kepada kesempatan menempuh pendidikan bagi anak perempuan yg lebih rendah dari-pada anak laki-laki. Karena itu diharapkan perempuan Bali akan mendapat kesempatan pendidikan yg sama dengan laki-laki, se-hingga akan mendorong kesetaraan gender.

Terkait dengan itu, untuk mewujudkan ke -setaraan gender dalam keluarga Bali, dapat diberikan hak yg sama bagi anak laki2 & pe-rempuan. Yaitu terutama dalam hak waris.

Pertanyaan pendengar ;

Ibu titin : terkait dengan budaya Bali yg menganut patrilinial, hasil kesepakatan MUDP memberi angin segar bagi perem-puan, tapi diperlukan sosialisasi yg luas.

Apa yg akan dilaksanakan jika ada perem-puan yg menjadi korban? Sebenarnya apa isi keputusan itu?

Jawab :

Perempuan berhak mendapat warisan yang berasal dari harta gunakaya orang tuanya. Ini merupakan revolusi sosial pada budaya bali yang perlu diperbaiki, karena merupakan buatan manusia, memang se-harusnya hukum adat bisa diperbaiki jika nilai-nilai itu sudah kurang pas dgn

kondi-si dan 2 jaman yang sudah berubah. Tentu

diperlukan sosialisasi dan advokasi bagi perempuan yang mengalami masalah.

Bapak Maya : Harta warisan yang mana yg dimaksud untuk bisa diperoleh bagi perempuan Bali?

Jawab :

Harta hasil pernikahan atau gono gini, akan diberikan kepada semua anak tanpa melihat jenis kelamin secara sama rata (hal tersebut sudah mulai umum dilakukan saat ini karena secara hukum juga

dimung-kinkan pelaksanaannya seperti itu). Praktek seperti ini, akan membuat posisi perempuan lebih baik dimata keluarga suami, sehingga lebih dihormati dan dihargai di keluar-ga laki-laki. Diharapkan denkeluar-gan kondisi seperti

itu, dapat mengurangi terjadinya kasus2 KDRT

bagi perempuan. Juga akhirnya mendukung tercapainya MDGs jika keputusan MUDP ini benar2 dilaksanakan tidak hanya tertulis saja, karena itu butuh disosialisasikan secara luas. Pada kenyataannya, sesuai penelitian yang dilakukan Pusat Studi Wanita (PSW) sejak 3 tahun lalu, ditemukan kondisi, bah-wa dalam rapat-rapat banjar mulai meli-batkan perempuan, suara dan pendapat perempuan mulai didengarkan dan di-berikan hak untuk berpendapat untuk menentukan keputusan-keputusan banjar.

Tapi yang perlu digarisbawahi, kesetara -an gender buk-anlah bermaksud membalik peran dalam rumah tangga. Namun ada komitmen untuk kesetaraan dalam peran dalam rumah tangga.

Forum Diskusi di RRI

MDGs dan Penguatan Perempuan

Dok bali SrUti

Dialog: para pengasuh dialog publik mDgs di rri Denpasar.

(16)

PRoFiL PRoFiL

B

irokrasi adalah sebuah mesin rak-sasa dengan berbagai jenjang ke-pangkatan serta fungsi yang terin-tegrasi. Kesempatan

untuk mendakinya itu hanya dimiliki oleh sejumlah kecil pega-wai saja. Lebih sedikit lagi oleh kaum perem-puan karena masalah-masalah internal yang dihadapinya.

Dari yang sedikit itu, Luh Putu Haryani termasuk yang berun-tung. Ia kini mendu-duki jabatan Ketua Badan Pemberdaya-an PerempuPemberdaya-an dPemberdaya-an Perlindungan Anak. Perempuan cantik kelahiran Luwus, Ta -banan, 9 April 1961 ini memulai karirnya pada tahun 1986 ke-tika diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil

(PNS). “Jadi sekarang sudah hampir 20 tahun,” ujarnya.

Ia pertama kali ditempatkan di Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) dan saat itu Dewa Beratha (mantan Gubernur Bali) sebagai Ketua BKPMD. Seiring waktu, pengalaman saya berkembang. Saya pernah ditarik ke Biro Bina Sosial dengan jabatan Kepala Bagian Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala

Bi-dang Tehnis Fungsional di Balai Diklat,

Kepala Sub Dinas Kesenian Dinas

Kebu-dayaan dan Kepala Biro Kesra sebelum ditugaskan sebagai Kepala BP3A.

Bagi Haryani, posisinya sebagai ibu rumah tangga sama sekali tidak pernah menjadi hambatan. “Saya sejak kecil di-didik untuk mandiri dan tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan,” ungkap-nya. Seperti soal setir mobil, semua anak-anak harus bisa. Da-lam keluarganya, juga ada pelajaran untuk kebebasan dan ke-beranian berpenda-pat dalam segala hal dengan prinsip saling menghormati.

Adapun di ling-kungan birokrasi, ia memang merasakan adanya intrik-intrik karena laki-laki me-rasa tersaingi dan ada juga perasaan kalah. Karena itu kemudian ada juga tanggapan miring terhadap

pres-tasinya. Tapi hal itu ditepisnya dengan

keyakinan bahwa semua posisi yang di-perolehnya adalah karena berpijak pada kemampuan dan kerja kerasnya.

“Saya pegang pernyataan suami bahwa semakin tinggi karir ini nanti akan banyak persoalan yang dihembuskan mulai soal ti-dak mampu yang bisa saya lawan dengan kerja keras, soal suap yang bisa ditepis dengan menjaga integritas dan

transparan-luh Putu haryani

Prestasi Berawal dari Keluarga

si. Kalau itu tak mempan, saya pasti akan diisukan selingkuh atau dipengaruhi partai politik. Semua sudah pernah saya alami,” papar-nya.

Awalnya, berbagai in-trik itu membuatnya sakit hati. “Kok tega sekali, pa-dahal saya bekerja keras dengan tulus” sesal dia.

Tapi lama kelamaan dia

terlatih untuk mengha-dapinya dengan tenang dan menerimanya sebagai

sebuah resiko pekerjaan. “Saya ambil hikmahnya, kalau di awal karir saya tak mendapat pengalaman itu, mungkin sekarang saya akan lemah dan gampang jatuh. Sekarang tak per-nah saya pikirkan , kapan kerjanya kalau saya pikir-kan itu,” tegasnya.

Di lingkungan kerja, ia menerapkan prinsip kese-taraan dan tidak ada pem-bedaan berdasarkan gender. Semuanya berdasarkan

fungsi dan kewenangan-nya. Bukan karena tugas yang enak kemudian di-berikan kepada perempu-an. Kalau ada pertemuan diluar kota dan memang pegawai perempuan yang harus jalan ya itulah yang dia perintahkan.

Ibu Nanik- begitu dia akrab dipanggil- mengakui jumlah perempuan yang bisa memiliki kepangkatan cukup tinggi di birokrasi masih sedikit. Hal itu

kare-Dok hUmaS pemprov

Dok hUmaS pemprov

aktif: Sebagai birokrat perempuan, luh putu hariani (tengah) juga aktif dalam aktifitas bersama kalangan aktifis perempuan.

Referensi

Dokumen terkait

Rasa nikmat untuk mengucapkan rasa syukur yang tiada terhingga untuk Sang Khaliq atas ridho dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis

Upaya yang dapat dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara yaitu diantaranya dengan mempersiapkan pelaksanaan e-Tax Invoice, tidak membatasi jumlah

 Organisasi kemahasiswaan intra- perguruan tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan. kecendekiawanan serta integritas

'edangkan, pada masa Grde @ama gerakan re%olusi yang diran&ang oleh 'oekarno membuat birokrasi ikut terseret dalam permainan politik pemerintah, sehingga birokrasi

Skenario ketiga untuk jalur evakuasi banjir besar langsung tanpa diawali dengan terjadinya banjir tahunan yang terbaik yaitu jalur menuju lokasi 5.. Kata Kunci : Bencana

JUMLAH TENAGA KEPERAWATAN DI SARANA KESEHATAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NO UNIT KERJA TENAGA KEPERAWATAN PERAWAT BIDAN SARJANA KEPW DIII PERAWAT JUMLAH RASIO TERHADAP

Sistem pernapasan mencakup paru dan sistem saluran yang menghubungkan tempat berlangsungnya pertukaran gas dengan lingkungan luar dan terdapat suatu mekanisme ventilasi,