Ignatius I Wayan Suwatra1, Ni Ketut Suarni2, I Made Tegeh3, Luh Putu Putrini Mahadewi4
ABSTRACT
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan bidang yang sangat menentukan dalam kehidupan manusia, perkembangan masyarakat dan bangsa. Hanya melalui pendidikan kualitas sumber daya manusia dapat ditingkatkan yang menyumbang pada peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat. Terkait dengan tuntutan globalisasi, maka peran dunia pendidikan menjadi semakin menentukan. Globalisasi telah mempengaruhi cara hidup manusia sebagai
individu, sebagai marga masyarakat dan sebagai warga Negara.
Demikianlah Jepang merupakan negara maju yang berdiri kokoh pada sendi-sendi kehidupan masyarakatnya tanpa mengorbankan tradisi. Menurut Smith, ada tiga kunci kesuksesan Jepang (Azhar, 2001) yaitu pertama, semangat mengadopsi dan memodifikasi modernitas progresif, mengambil dan mengembangkan modernitas dengan kreativitas, produktivitas, dan dinamika yang tinggi; kedua, menjaga dan memperbaharui eksistensi tradisi yang relevan dan kontekstual; ketiga, menghilangkan
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DESA BALI AGA
KECAMATAN BANJAR DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
DASAR
1,3,4 Program Studi Teknologi Pendidikan FIP UNDIKSHA; 2 Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP Undiksha
Email: [email protected]
The aim of this community service is that elementary school teachers in Sidatapa, Cempaga, Tigawasa and Pedawa villages are able to implement the local wisdom values of Bali Aga Village in learning. This activity is held in the form of training and mentoring. The target audience is elementary school teachers from Sidatapa, Cempaga, Tigawasa and Pedawa villages. The results show that the teachers have been able to implement local wisdom values in learning. There is a habit of character values that are distinctive in nature, which are not in accordance with generally accepted values. The typical customs are: 1) religious values, such as cuntaka, pekiriman (souls of people who die to heaven), meyeh base, nyepi adat, and village usaba; 2) the value of love for the country, such as using abusive language (Balinese) in communication; 3) social care values, such as salak manak (spiked twins) and tikep coblong.
Keywords: local wisdom, Bali Aga Village
Tujuan pengabdian kepada masyarakat ini adalah guru-guru SD di Desa Sidatapa, Cempaga, Tigawasa dan Pedawa mampu mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal Desa Bali Aga dalam pembelajaran. Kegiatan ini diselenggarakan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan. Khalayak sasarannya adalah guru-guru SD Desa Sidatapa, Cempaga, Tigawasa dan Pedawa. Hasil pengabdian kepada masyarakat menunjukkan bahwa para guru telah mampu mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran. Terdapat kebiasaan pada nilai karakter yang bersifat khas, yang kurang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku secara umum. Adapun kebiasaan khas tersebut adalah 1) nilai religius, seperti cuntaka (sebel), pekiriman (jiwa orang meninggal menuju surge), meyeh base, nyepi adat, dan usaba desa; 2) nilai cinta tanah air, seperti menggunakan bahasa kasar (Bahasa Bali) dalam berkomunikasi; 3) nilai peduli sosial, seperti salak manak (kembar buncing) dan tikep coblong.
barometer simbolisme budaya. Demikian juga etika, kejujuran dan integritas, bertanggung jawab, hormat pada aturan, menghormati hak orang lain, cinta pekerjaan, gemar menabung, bekerja keras serta tepat waktu adalah sembilan hal yang merupakan fondasi dalam melangkah maju (Budiyono, 2007).
Bali adalah salah satu pulau di wilayah kepulauan Indonesia yang menjadi daerah sasaran wisata yang terkenal di dunia. Sebagai daerah tujuan wisata, Bali dikenal dengan berbagai nama seperti: Pulau Dewata, Pulau Kahyangan, Pulau Seribu Pura, dan sebagainya. Dinamakan demikian karena kekhasan yang dimiliki oleh masyarakat Bali dimana adat, budaya, seni dan nilai keberagamaannya utamanya dari agama Hindu menyatu dalam kehidupan masyarakat Bali. Mayoritas warga masyarakat Bali beragama Hindu.
Di samping pola kehidupan masyarakatnya yang khas, Pulau Bali juga memiliki keindahan alam yang sangat menarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke Bali. Produk kerajinan seni yang sangat variatif, sajian tari Bali baik tradisional, kontemporer, sakral maupun provan, model dan tata bangunan yang dimiliki oleh masyarakat Bali, semuanya sangat menarik bagi wisatawan. Ribuan wisatawan manca negara telah berkunjung ke Bali dan bahkan ada yang hidup dan tinggal di Bali. Kehadiran mereka ke Bali tentu membawa dampak, baik positif maupun negatip. Dampak positifnya adalah dapat memberikan keuntungan secara ekonomi yang menyumbang pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sisi negatifnya adalah mereka datang dengan budayanya sendiri yang tidak selamanya sesuai dengan Budaya Bali. Hal ini justru dapat memudarkan nilai-nilai budaya Bali. Sadar atau tidak, hal ini akan bisa menjadikan orang Bali asing dengan budayanya sendiri dan bahkan bisa kehilangan jati diri sebagai orang Bali.
Masyarakat Bali sangat beragam. Keberagaman tersebut bisa dilihat dari sisi bahasa, adat istiadat, dialek dalam berbahasa, kesenian, rumah, suku, ras termasuk agama yang dianut. Kendati terdapat perbedaan agama, suku dan
ras, serta berbagai perbedaan lainnya, namun kerukunan, kebersamaan sangat dijunjung dalam kehidupan bermasyarakat. Demikianlah konsep selunglung sebayantaka; segalak, segilik, seguluk adalah contoh filosofi kehidupan sebagai cerminan sikap hidup yang selalu menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan kerukunan hidup selalu dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itulah, predikat keramahan, jujur, santun, suka tolong-menolong selalu dilekatkan sebagai ciri dan sikap hidup orang Bali.
Bali memiliki sejumah desa tradisional dengan pola kehidupan yang khas, yang tak lekang oleh perubahan dan kemajuan jaman. Desa-desa di Pulau Bali pada dasarnya digolongkan menjadi dua kategori, yakni desa Bali Aga atau Bali Mula dan desa Bali Dataran (Majapahit). Orang-orang Bali Aga sering juga disebut orang Bali Pegunungan, atau Bali Mula yang berarti Bali Asli (Danandjaja, 1998). Orang Bali Aga adalah penduduk asli Pulau Bali yang tidak terpengaruh oleh ekspansi kerajaan Majapahit. Bali Aga juga disebut dengan Bali Pegunungan. Desa Bali Aga tersebar di berbagai daerah di seluruh Bali. Beberapa diantaranya adalah desa Tenganan terdapat di Kabupaten Karangasem. Desa Sidatapa, Desa Pedawa, dan Desa Tigawasa berada di Kabupaten Buleleng. Desa Sukawana, dan Desa Trunyan terdapat di Kabupaten Bangli. Khusus untuk Desa Cempaga yang juga merupakan desa Bali Aga tidak hanya terdapat di Kabupaten Bangli, tetapi desa ini tersebar di beberapa daerah seperti di Batur Kintamani, di Bangli dan di Kecamatan Banjar Buleleng (Sukarto & Atmodjo, 1975). Masyarakat Bali Aga memiliki kebudayaan dan peradaban sendiri yang berpegang teguh pada tradisi dan agama yang diwariskan oleh para leluhur.
Masing-masing daerah mempunyai keunggulan atau potensi lokal yang perlu dikembangkan dengan baik. Dalam menjalankan peran tersebut, maka dunia pendidikan diharapkan mampu menjadi fasilitator, dinamisator, dan inspirator kebangkitan potensi lokal daerah. Jika keunggulan/kearifan lokal yang ada bisa
dikembangkan secara optimal, maka akan bisa mejadi keunggulan sekolah yang menarik bagi masyarakat sekitar. Daya saing sekolah akan lahir dengan baik. Oleh karena itu, sekolah harus bersungguh-sungguh menggalakkan keunggulan lokal sebagai penciri sekolah. Keunggulan lokal adalah segala sesuatu yang menjadi ciri khusus kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi, komunikasi, ekologi, dan lain sebagainya. Istilah konotatif dari kearifan lokal ini adalah local wisdom; local genious dan local knowledge. Kurniawan (2016) menyatakan bahwa, kearifan lokal dapat difahami sebagi usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bersikap dan bertindak terhadap sesuatu objek, atau peristiwa yang terjadi. Selanjutnya (Fajarini, 2014) juga menyebutkan bahwa kearifan lokal adalah pandangann hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagi strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Masyarakat Bali memiliki berbagai kearifan lokal yang dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, di antaranya: tri hita karana; tri kaya parisudha; paras-paros; segalak segilik seguluk; selunglung sabayantaka; tatas tetes; merakpak danyuh; pupuh ginada “eda ngaden awak bisa” (Kurniawan, 2016; Parmajaya, 2020). Salah satu kearifan lokal yang dibahas lebih dalam pada tinjauan pustaka ini adalah tri hita karana yang lasim disebut dengan singkatan THK.
Nilai-nilai kearifan lokal tri hita karana sudah termanifestasi dalam nilai karakter bangsa Indonesia. Karena itu, komponen-komponen nilai karakter ini patut dijadikan rujukan kajian. Menurut Sukamto karakter bangsa tersebut meliputi : kejujuran, loyalitas dan dapat diandalkan, hormat, cinta, ketidakegoisan dan sensitivitas, baik hati dan pertemanan, keberanian, mandiri dan potensial, disiplin diri dan moderasi, kesetiaan dan kemurnian, keadilan dan kasih sayang (Muslich, 2013).
Pendidikan adalah salah satu jalur yang bisa
ditempuh untuk melestarikan dan
mengembangkan keunggulan lokal tersebut. Menurut Dedi Dwitagama (Asmani, 2012), Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dalam aspek ekonomi, budaya, Bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik. Keunggulan lokal bisa meliputi hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia, atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu derah. Pembelajaran pun yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan juga harus berbasis keunggulan lokal tersebut.
Menurut Suarni (2018), karakter memiliki nilai-nilai sebagai berikut. (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokrasi, (9), semangat kebangsaan, (10) cinta tanah air, (11) peduli lingkungan, dan (12) peduli sosial. Konsep inilah yang dijadikan pijakan dalam mengkaji implementasi strategi nilai-nilai kearifan lokal Desa Bali Aga dalam pembelajaran di SD Desa Sidatapa, Cempage, Tigawasa dan SD Desa Pedawa.
Ada lima hal penting dalam yang berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran berbasis keunggulan lokal (Asmani, 2012). Pertama, terkait dengan materi yang diajarkan. Kedua, berkaitan dengan strategi yang akan diterapkan dalam pembelajaran. Ketiga berkaitan dengan sarana dan prasarana yang dibutuhkankan dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Keempat berkaitan dengan alokasi waktu yang dibutuhkan, dan kelima berkaitan dengan metodelogi pembelajaran yang digunakan. Desa Sidatapa, Tigawasa, Cempaga dan Desa Pedawa sebagi Desa Bali Aga di Kabupaten Buleleng. Desa Bali Aga ini memiliki keunikan tersendiri yaitu nampak pada kearifan lokal sebagai warisan budaya yang ditransmisikan oleh para leluhur dan tetap lestari hingga kini. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat,
masyarakat desa Bali Aga ini berupaya menyesuaikan diri dengan baik, tanpa meninggalkan kearifan lokal warisan leluhur mereka. Banyak pemuda desanya yang melanjutkan pendidikan ke Kota, seperti Kota Singaraja, Denpasar dan bahkan sangat mungkin ke luar Bali. Banyak diantara mereka telah berhasil meraih gelar sarjana. Mereka kembali dan bekerja di desa, dalam panggilan hidup sebagai guru atau pendidik dan non guru. Terkait dengan upaya memberikan dukungan terhadap pelestarian budaya dan kearifan lokal masyarakat Bali Aga yang menyumbang pada penguatan terhadap karakter bangsa maka kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini dilaksanakan.
Beberapa kelebihan/potensi Desa Sidatapa, Cempaga, Tigawasa dan Desa Pedawa sebagai alasan pengembangan melalui PkM adalah: 1) Memiliki budaya yang khas, unik, sangat
menarik untuk dipelajarari dan dilestarikan. Keunikan ini harus dipertahankan, dan perlu kepedulian serta usaha nyata dari berbagai pihak terkait.
2) Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan yang juga merupakan sikap hidup dan karakter bangsa Indonesia yang mesti berkembang sebagai ciri pribadi generasi muda Bali Aga. Adanya sikap hidup yang menjungjung tinggi persatuan dan kesatuan tersebut tersurat dalam prasasti Cempaga, sebagai sarana yang mampu menyatukan dan membangun ikatan yang kuat antara masyarakat Cempaga Buleleng dan Cempaga Bangli, kendati mereka tinggal di daerah yang sangat berjauhan (Kusuma Dewi, 2017).
3) Masyarakat memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi untuk membangun keselarasan hidup dengan lingkungan yang diwujudkan dalam upaya pengelolaan hutan. Hutan dipandang sebagai hutan duwe adalah anugrah Tuhan yang mesti dilestarikan dan dipertahankan keberadaannya sebagaimana ditunjukkan oleh warga masyarakat Tigawasa. Hutan adalah sumber penghidupan warga masyarakat Tigawasa
(Wijana, 2013). Bahkan Hutan dipandang sebagai tempat suci yang telah memberi kehidupan. Karena itu di setiap Piodalan Dalem persembahyangan dilakukan di hutan. Gotong royong yang merupakan pola hidup yang menekankan kebersamaan, tolong-menolong merupakan prilaku hidup yang tetap menonjol di desa ini.
4) Memiliki guru-guru, sarjana-sarjana yang berpengalaman dan memiliki komitmen yang tinggi untuk membangun desanya, merupakan sumber daya yang memadai dalam upaya melestarikan kearifan lokal kepada generasi muda sejak dini melalui kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Sehingga adapun tujuan pengabdian ini adalah para guru di Desa Sidatapa, Cempaga, Tigawasa dan Pedawa memilih strategi yang tepat dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal Desa Bali Aga dengan baik dalam pembelajaran di SD.
METODE
Khalayak sasaran pengabdian pada masyarakat ini adalah guru-guru SD di Desa Sidatapa, Cempaga, Tigawasa dan Desa Pedawa. Pelaksanaan pengabdian pada masyarakat ini melibatkan beberapa pihak, diantaranya: Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, Korwil Dikdispora Kecamatan Banjar, Pengawas SD Kecamatan Banjar, Kepala SD tempat para guru SD bertugas.
Permasalahan prioritas yang ditangani dalam PkM ini adalah: nilai-nilai kearifan lokal Desa Bali Aga belum terimplementasi optimal dalam pembelajaran di SD Desa Sidatapa, Cempaga, Tigawasa dan Pedawa karena belum memadainya strategi implementasi yang digunakan oleh para guru.
Upaya pemecahan tehadap masalah tersebut adalah dengan melaksanakan pelatihan dan pendampingan straregi implementasi nilai-nilai kearifan lokal Desa Bali Aga dalam pembelajaran bagi guru-guru SD.
Adapun tahapan pelaksanaan pengabdian ini terdiri dari:
1. Tahap persiapan, yaitu studi lapangan dengan melakukan: a) survey pendahuluan; b) menentukan klayakan sasaran; c) mengidentifikasi beberapa pihak sebagai pendukung kegiatan.
2. Tahap pelaksanaan, yaitu melaksanakan pelatihan berupa penyajian materi pelatihan/FGD dan melaksanakan pendampingan terhadap pelaksanaan strategi implementasi nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran.
3. Tahap evaluasi, yaitu penilaian terhadap: a) kehadiran peserta PkM sejak awal hingga akhir kegiatan pelatihan dan keterlibatan peserta pada saat pelatihan umum/ penyampaian materi pelatihan sejak awal hingga akhir kegiatan. Instrumen yang digunakann adalah daftar hadir dan catan secara anekdot terhadap partipasi peserta dalam diskusi; b) strategi implementasi nilai-nilai kearifan lokal dalam kegiatan pembelajaran di SD oleh para guru. Evaluasi juga dilakukan melalui rekaman video kegiatan pembelajaran sesuai RPP yang dikembangkan oleh guru bersangkutan. Penilaian juga dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan di luar kelas; c) evaluasi dilakukan dengan menggunalan format observasi yang
telah disiapkan oleh tim Pengabdian pada Masyarakat FIP Undiksha. Form tersebut memuat nilai-nilai pendidikan karakter yang diadaptasikan dengan nilai-nilai kearifan lokal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan. Yang hadir dalam kegiatan pelatihan berjumlah 14 orang yang terdiri dari: 4 orang guru SD, 4 orang kepala sekolah. Seorang pengawas SD Kecamatan Banjar, Korwil Dikdispora Kecamatan Banjar dan 4 orang dari tim PkM FIP Undiksha. Sesuai daftar hadir dan pantauan tim PkM, seluruh peserta hadir sejak awal hingga akhir kegiatan pelatihan. Teridentifikasi seluruh peserta berpartisipasi aktif selama kegiatan pelatihan. Hai ini mencerminkan kegiatan pelatihan berjalan dengan sangat baik.
Analisis video pelaksanaan pembelajaran juga memperlihatkan bahwa implementasi nilai-nilai kearifan lokal Desa Bali Aga dalam pembelajaran di SD telah bejalan dengan baik, termasuk pada kegiatan di luar kelas.
Persentase pemunculan nilai-nilai kearifan lokal di atas dapat digambarkan dalam dalam grafik berikut.
Gambar 1. Grafik Persentase Kemunculan Nilai Kearifan Lokal pada Proses Pembelajaran
Terkait dengan nilai-nilai kearifan lokal di atas, terdapat sejumlah kebiasaan pada nilai karakter tertentu yang bersifat khas, relative kurang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku
secara umum. Kebiasaan khas tersebut disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1. Kebiasaan Khas Desa Bali Aga
No Nilai Kearifan Lokal Indikator Kebiasaan yang Berlaku
1 Religius (spiritual) Cuntaka (sebel)
Keluarga cuntaka (keluarga yang punya halangan seperti punya kematian) tidak boleh mengeramas (membersihkan rambut), menyisir rambut hingga batas waktu tertentu.
Pekiriman (jiwa orang meninggal menuju surga)
Keluarga orang yang meninggal tidak boleh maturan selama tiga hari.
Meyeh base
Melakukan penunasan (minta petunjuk secara niskala) pada orang pintar (dukun desa) bagi penyembuhan orang yang sedang sakit.
Nyepi Adat Masyarakat tidak boleh keluar rumah pada saat upacara Nyepi Adat. Para siswapun
10.00 2.86 3.57 9.29 4.29 4.29 1.43 30.71 11.43 4.29 7.14 10.71 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00
Presentase Kemunculan Nilai Kearifan Lokal Pada Proses Pembelajaran (%)
Religious (Spiritual) Jujur
Toleransi Disiplin
Kerja keras Kreatif
Mandiri Demokratis
Semangat kebangsaan Cinta tanah air
tidak belajar ke sekolah.
Usaba Desa
Sebagian besar siswa tidak hadir untuk belajar di sekolah pada saat upacara Usaba Desa, walaupun pihak sekolah telah memberikan ijin bagi siswa untuk pulang lebih awal.
2 Cinta Tanah Air
Menggunakan Bahasa Daerah (Bahasa Bali) yang baik
Siswa terbiasa menggunakan bahasa kasar seperti kata ngamah dalam pergaulan sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah. Kata ngamah adalah kata dalam bahasa kasar untuk hewan yang berarti makan. 3 Peduli Lingkungan Menjaga dan merawat kebersihan lingkungan
Membersihkan WC dianggap romon (kotor) yang dapat mengakibatkan sakit.
4 Peduli Sosial Salah Manak
(Kembar Buncing)
Kelahiran anak kembar laki perempuan (kembar buncing) dianggap salah, yang dapat membawa leteh (petaka) bagi masyarakat. Untuk itu perlu ada upacara khusus.
Tikep Coblong
Suami-istri yang pernikahannya belum diupacarai, tidak boleh keluar rumah, termasuk maturan atau sembahyang/ikut ibadah ke pura.
Mengacu pada persentase kemunculan nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran seperti tersaji pada tabel diatas, nampak bahwa kemunculan nilai-nilai karakter tidak merata. Dibandingkan dengan nilai-nilaikarakter lainnya, ada prosentase kemunculan nilai karakter yang relatif kecil seperti: nilai kejujuran/jujur (2,86%); toleransi (3,57%); mandiri (1,43%). Hal ini terjadi karena: a) perbedaan karakteristik materi pelajaran sesuai rancangan dalam RPP, yang memberi peluang terhadap kemunculan nilai-nilai tertentu; b) karakteristik guru yang melakukan pembelajaran, baik yang bertalian dengan pengetahuan, keterampilan, maupun latar belakang kehidupan lainnya; c) karakteristik siswa yang terlibat dalam pembelajaran, yang bervariasi dalam jenjang/kelas, latar belakang kehidupan dan kondisi belajar serta budaya sekolah; d) kebiasaan-kebiasaan tertentu yang berlaku di masyarakat setempat.
Adanya persentase kemunculan nilai karakter yang relatif kecil pada nilai-nilai karakter tertentu, juga merupakan petunjuk bagi guru untuk memperbaiki sistem penyajian dan
pengelolaan pembelajaran untuk
memaksimalkan pemunculan nilai-nilai kearifan lokal tersebut dalam pembelajaran. Untuk kebiasaan yang tidak sesuai/bertentangan dengan nilai-nilai universal yang berlaku di masyarakat seperti: cuntaka (sebel/kotor), pekiriman (jiwa orang meninggal menuju surga), meyeh base, nyepi adat, dan usaba desa (pada nilai religious); menggunakan Bahasa Bali kasar dalam berkomunikasi (cinta tanah air); romon/kotor jika membersihkan WC (peduli lingkungan); salah manak (kembar buncing), tikep coblong (peduli sosial) dan lain sebagainya, dibutuhkan proses dan waktu yang relatif lama dan perlu keterlibatan bebagai pihak untuk melakukan perbaikan. Kesungguhan dan kehati-hatian dalam
melakukan perubahan ke arah nilai yang disepakati sangat dibutuhkan. Khususnya dalam hal penggunaan bahasa/kata kasar (Bahasa Bali) dalam berkomunilasi di sekolah, tagihan kurikulum dalam pembelajaran Bahasa Bali bisa digunakan sebagai salahsatu cara untuk memperbaiki kebiasaan tersebut. Demikian pula dalam memperbaiki kebiasaan yang kurang sesuai dalam menjalankan aktivitas keagamaan bisa dilakukan melalui pelajaran agama atau melibatkan Pembimas agama yang relevan. SIMPULAN
Para guru peserta PkM telah mampu mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal Desa Bali Aga dengan sangat baik dalam pembelajaran di SD. Hasil analisis video proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru menunjukkan, seluruh nilai karakter dalam kandungan nilai-nilai kearifan lokal Desa Bali Aga, telah muncul dan dikembangkan baik dalam pembelajaran di kelas maupun dalam kegiatan-kegiatan di luar kelas. Prosentase kemunculan nilai-nilai kearifan tersebut adalah sebagai berikut: (1) religious 10%; (2) jujur 2,86%; (3) toleransi 3,57%; (4) disiplin 9,29%: (5) kerja keras 4,29%; (6) kreatif 4,29%; (7) mandiri 1,43%; (8) demokrasi 30,37%; (9) semangat kebangsaan 11,43%; (10) cinta tanah air 4,29%; (11) peduli lingkungan 7,14; dan (12) peduli sosial 10,71%.
DAFTAR RUJUKAN
Asmani, J. M. (2012). Pendidikan berbasis keunggulan lokal. Diva Press.
Budiyono, K. (2007). Nilai-nilai kepribadian dan kejuangan bangsa Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Danandjaja, J. (1998). Pendekatan folklore dalam penelitian bahan-bahan tradisi lisan.
Fajarini, U. (2014). Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter. SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education
Journal, 1(2).
https://doi.org/10.15408/sd.v1i2.1225 Kurniawan, P. S. (2016). SINTESA
UNSUR-UNSUR SPIRITUALITAS, BUDAYA,
DAN KEARIFAN LOKAL
MASYARAKAT BALI DALAM
MATERI KULIAH AKUNTANSI
SOSIAL DAN LINGKUNGAN. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, XIV(1), 78–97.
Muslich, K. (2013). Nilai-Nilai Universal Agama-agama di Indonesia menuju Indonesia Damai. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.
Parmajaya, I. P. G. (2020). Penguatan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal tri hita karana para siswa hindu. Widyacarya: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya, 4(1), 11–17.
Sukarto, M., & Atmodjo, K. (1975). THE PILLAR INSCRIPTION OF UPIT. Bijdragen Tot de Taal-, Land-En Volkenkunde, 131, 247–253.