• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekomendasi Pe Dan Hpp - Penakib

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rekomendasi Pe Dan Hpp - Penakib"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

REKOMENDASI

PREEKLAMPSIA-

EKLAMPSIA

&

PERDARAHAN PASCA

PERSALINAN

SATUAN TUGAS

PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (PENAKIB)

JAWA TIMUR

(2)

PRAKATA

Angka kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu tolok ukur

pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yang

menunjukkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia. Terjadi peningkatan AKI dari tahun 2007 sebesar 228 / 100.000 kelahiran hidup menjadi 359 / 100.000 kelahiran hidup, padahal Indonesia menargetkan terjadinya penurunan AKI menjadi 102 / 100.000 kelahiran hidup di Tahun 2015. Jawa Timur memiliki prestasi pencapaian penurunan AKI yang baik dengan angka 93,52 (tahun 2014) sehingga sudah cukup berada dibawah target MDGs di tahun 2015. Namun jika melihat dari angka absolut, Jawa Timur menjadi satu dari 5 besar provinsi yang menyumbang angka kematian terbesar atau 50% angka kematian Ibu di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Banten). Selama tahun 2014 didapatkan 567 kematian Ibu di Jawa Timur dengan proporsi kematian terbanyak di kota Surabaya (39 kematian). Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa penurunan angka kematian Ibu yang dilakukan di Jawa Timur akan memberikan dampak besar terhadap penurunan angka kematian Ibu secara Nasional.

Pada tahun 2014, didapatkan proporsi penyebab terbanyak angka kematian Ibu di Jawa Timur adalah Preeklampsia-eklampsia 29,9% dan perdarahan (26,12%). Dua fenomena tersebut telah lama menjadi penyebab utama kematian Ibu namun tetap menjadi masalah hingga saat ini. Berbagai strategi dan kebijakan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dinas kesehatan dan beberapa instansi terkait telah dilakukan namun belum cukup

(3)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

3

untuk menurunkan kematian akibat kedua penyebab ini. Beberapa masalah yang juga sering terjadi di lapangan adalah banyaknya variasi prosedur dan protokol. Kondisi diatas menyebabkan adanya kebingungan dari berbagai pihak terutama di wilayah fasilitas kesehatan primer dan sekunder dari bidan, dokter umum, hingga dokter spesialis kandungan dan kebidanan itu sendiri, yang disertai beberapa ketakutan untuk melakukan tatalaksana tertentu karena tidak didasari oleh landasan teori dan pemahaman yang cukup baik. Dengan memperhatikan masalah diatas, maka diperlukan suatu usaha untuk membuat kesepahaman penanganan terhadap dua besar penyebab kematian Ibu di Jawa Timur, yaitu preeklampsia-eklampsia dan perdarahan postpartum.

Rekomendasi kesepahaman ini dibuat berdasarkan

pemahaman landasan teori dari Williams Obstetrics 24th edition, evidence based terkini yang berasal dari rekomendasi World Health Organization, American College of Obstetrics and Gynecology, The Cochrane Library, Society of Obstetricians and Gynecologist of

Canada serta Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran

Preeklampsia (PNPK) Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia dan Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas

Kesehatan Dasar dan Rujukan yang diadaptasikan dengan

kebijakan setempat. Belum adanya evidence based yang bersifat lokal, regional maupun nasional menyebabkan rekomendasi ini masih mengadopsi evidence based dari luar yang sebisa mungkin diadaptasikan dengan kondisi setempat. Pendekatan yang digunakan tidak hanya bersifat kuratif namun juga pada pendekatan preventif yang sangat penting dan efektif. Masih

(4)

banyak kekurangan dalam pembuatan rekomendasi ini, saran dan kritik akan sangat membantu menyempurnakan rekomendasi ini. Dengan berada di bawah naungan organisasi profesi (Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia), Departemen / SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, kami akan selalu melakukan evaluasi, pengawasan dan penyempurnaan dari rekomendasi ini. Semoga dengan disepakatinya rekomendasi ini, niatan mulia untuk menurunkan angka kematian Ibu di Jawa Timur melalui perlawanan terhadap dua penyebab utamanya, yaitu preeklampsia dan perdarahan pasca persalinan dapat berhasil memberikan kontribusi yang nyata dalam menurunkan angka kematian Ibu di Jawa Timur dan juga Nasional.

When we are no longer able to change a situation – we are challenged to change ourselves

Tim SatuanTugas

(5)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

5

Tim Penyusun :

1. Prof. Dr. Erry Gumilar D., dr., SpOG (K) 2. Dr. Hermanto TJ, dr., SpOG (K)

3. Dr. Agus Sulistyono, dr., SpOG (K) 4. Manggala Pasca Wardhana, dr., SpOG 5. Khanisyah Erza Gumilar, dr., SpOG

Panitia Forum Diskusi Kesepahaman Penatalaksanaan

Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan di Jawa Timur: 1. Prof. Dr. Erry Gumilar Dachlan., dr., SpOG (K)

2. Dr. Poedjo Hartono, dr., SpOG (K) 3. Dr. Hermanto TJ, dr., SpOG (K) 4. Dr. Aditiawarman, dr., SpOG (K) 5. Bangun Trapsila P., dr., SpOG (K) 6. Dr. Agus Sulistyono, dr., SpOG (K) 7. Bambang Trijanto, dr., SpOG (K) 8. Dr. Budi Prasetyo, dr., SpOG (K) 9. Dr. Ernawati, dr., SpOG (K) 10. Budi Wicaksono, dr., SpOG (K)

11. Muhammad Ilham Aldika A., dr., SpOG 12. Manggala Pasca Wardhana, dr., SpOG 13. Khanisyah Erza Gumilar, dr., SpOG

(6)

Peserta Forum Diskusi

Kesepahaman Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan di Jawa Timur dr. Achmad Rheza SpOG (Mojokerto)

dr. Adi Nugroho SpOG (Jombang) dr. Agung Suherman SpOG (Pacitan) dr. Agus Suhartono SpOG(K) (Malang) dr. Aida, M.Kes (Bangkalan)

dr. Ariefandy P, SpOG (Surabaya) dr. Askan SpOG (Bojonegoro) dr. Budi Suharto SpOG (Madiun) dr. Dian A Islam SpOG(K) (Surabaya) dr. Didik Agus G. SpOG (Blitar) dr. Dwi Meinindah (Surabaya) dr. Edy Susanto SpOG (Magetan) dr. Endry W. SpOG (Lumajang) dr. Eka Nasrur M, SpOG (Pasuruan) dr. Fatimah Zahra SpOG (Surabaya) dr. Farida SpOG (Ngawi)

dr. Fauzi SpOG (Pasuruan) Dr. dr. F. Sustini (Surabaya) dr. Gede S. SpOG (Bondowoso) dr. Hamidah Tri H, SpOG (Kediri) dr. Harry K Gondo SpOG(K) (Surabaya) dr. Hendra H, SpOG (Surabaya)

dr. Heru Dwiantoro, SpOG(K) (Sidoarjo) dr. Heru Purnomo, SpOG (K)

(Banyuwangi)

dr. Heri Susanto SpOG (Trenggalek) dr. Husain Habibie SpOG (K) (Tuban) dr. Husein SpOG (Pamekasan)

dr. I. Wayan Agung I, SpOG(K) (Malang) dr. Ibnu Hajar SpOG (Sumeneo)

dr. Insyafiatul A. SpOG (Bangkalan) dr. Ira Miryani SpOG (Situbondo) dr. Irfani Baihaqi SpOG (Tulungagung) dr. Jaka Nugraha SpOG (Nganjuk) dr. Johannes Hartono SpOG (Surabaya)

dr. Krispranoto SpOG (Surabaya) dr. Kusuma T. SpOG(K) (Surabaya) dr. Laurencia Wonodihardjo SpOG (Surabaya)

dr. Made Saria SpOG (Nganjuk) dr. Maria Diah Z. SpOG (Probolinggo) dr. Meirosa S. SpOG (Trenggalek) dr. Moh Fauzi SpOG (Pasuruan) dr. M. Nasir SpOG(K) (Surabaya) dr. M. N. Akbar SpOG (Mojokerto) dr. Mahmudah Noor SpOG (Lamongan) dr. Moch Syamsuri SpOG (Bojonegoro) dr. Musrah Muzakar SpOG (Blitar) dr. Nurul SpOG (Sidoarjo)

dr.Nurul Tebibah U SpOG (Sidoarjo) dr. R. Prijono W, SpOG(K) (Sidoarjo) dr. R. Slamet Soetridjadi SpOG (Tuban) dr. Rahmi Utami SpOG (Sumenep) dr. Ratna W. SpOG (Ponorogo) dr. Ripto T. SpOG (Batu)

dr. Santoso Rahardjo SpOG (Magetan) dr. Sianty Dewi SpOG (Surabaya) dr. Sonny Santoso (Surabaya) dr. Sri Setyani (Surabaya)

dr. Supratiknyo SpOG (Surabaya) dr. Sutomo SpOG (Kediri)

dr. Suwardi SpOG (Madiun) dr. Syamsul Bachri SpOG (K), PhD (Malang)

dr. Teguh Santoso SpOG (Jember) dr. Tonny Ertiatno SpOG(K) (Gresik) dr. Hj. Yessi R, SpOG (Probolinggo) dr. Vivi Anita, SpOG (Probolinggo) dr. Zakky S. SpOG (Sampang)

(7)

Daftar Singkatan

A. Uterina Arteri Uterina

AKI Angka Kematian Ibu

ANC Antenatal Care

BMI Body Mass Index

BSC Bekas Sectio Caesarea

CVA Cerebrovascular Accident

DIC Disseminated Intravascular Coagulation

DV Doppler Velocimetry

Faskes Fasilitas Kesehatan

HELLP Hemolysis, Elevated Liver Enzime, Low Platelet

HT Hipertensi

im Intramuskular

inj Injeksi

IUFD Intra Uterine Fetal Death

iv Intravenous

KPP Ketuban pecah prematur

MAP Mean Arterial Pressure

MDGs Millenium Development Goals

NST Non Stress Test

PEB Preeklampsia Berat

Penakib Penurunan Angka Kematian Ibu

PER Preeklampsia Ringan

ROT Roll Over Test

Satgas Satuan Tugas

SM Sulfate Magnesikus (MgSO4)

TD Tekanan Darah

USG Ultrasonography

(8)

REKOMENDASI

KESEPAHAMAN PENATALAKSANAAN

PREEKLAMPSIA

Thousand of pregnant women and babies die or become dangerously sick each year from preeclampsia

(9)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

9

A. Beberapa Definisi dan Gambaran Umum Hipertensi dalam Kehamilan (Hipertensi yang terjadi pada kehamilan)

• Hipertensi Kronis: Hipertensi yang terjadi sebelum

kehamilan atau didapatkan pada usia kehamilan < 20 minggu dan hipertensi menetap hingga > 12 minggu setelah persalinan

• Hipertensi Kronis superimposed preeklampsia: Didapatkan

kondisi hipertensi kronis yang memberat dengan tanda – tanda preeklampsia setelah usia kehamilan ≥ 20 minggu

• Preeklampsia: Tekanan Darah (TD) ≥ 140/90 mmHg dan

minimal satu dari adanya:

- proteinuria ≥ 300mg / 24 jam atau ≥ 1+ dipstik - Serum kreatinin > 1,1 mg / dl

- Edema paru

- Peningkatan fungsi liver (lebih dari dua kali) - Trombosit < 100.000

- Nyeri kepala, gangguan penglihatan dan nyeri epigastrium Dikatakan Preeklampsia Berat jika:

- TD ≥ 160/110

- Serum kreatinin > 1,1 mg / dl

- Peningkatan fungsi liver (lebih dari dua kali) - Trombosit < 100.000

- Edema paru

- Nyeri kepala, gangguan penglihatan dan nyeri epigastrium

Keterangan: Pembagian preeklampsia ringan (PER) dan

preeklampsia berat (PEB) hanya digunakan secara

(10)

klinis dan sesuai literatur terbaru hanya digunakan istilah preeklampsia dan preeklampsia berat dengan tujuan: tidak me’ringan’kan preeklampsia terutama di fasilitas kesehatan dasar

• Hipertensi Gestasional: Hipertensi yang baru terjadi pada

usia kehamilan ≥ 20 minggu tanpa disertai tanda – tanda preeklampsia dan tidak menetap > 12 minggu setelah persalinan

• Eklampsia: Kejang yang terjadi pada preeklampsia, dapat

dibagi menjadi:

JENIS EKLAMPSIA Eklampsia Klasik Eklampsia Krusial

Kejang ≤ 2 > 2

Nadi < 90 > 96

Tekanan Darah ≤ 150 / 90 > 150 / 90

Laju nafas ≤ 20 ≥ 28

Temperatur ≤ 37,5 C ≥ 38 C

Kesadaran Compose Mentis Menurun

Gangguan Organ Lain

Normal Abnormal

• HELLP Syndrome :kondisi berat dari preeklampsia-eklampsia

yang ditandai dengan adanya Haemolysis (H), Elevated Liver Enzymes (EL) dan Low Platelet count (LP). Diagnosis: Hemolisis: bilirubin ≥1,2 mg/dL atau Lactate dehydrogenase (LDH) >600 IU/L, Trombositopenia ≤100.000 dan AST atau

(11)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

11

B. PENANGANAN PREEKLAMPSIA SECARA UMUM

Gambaran Umum Penanganan Preeklampsia

Kehamilan Normal tanpa gejala berat Preeklampsia / Preeklampsia Berat / dengan gejala berat Eklampsia dan Komplikasi PEB

Faskes Sekunder • Skrining Preeklampsia • Aspirin dosis rendah 80mg • Kalsium 1g • Kontrol ru@n, cek DV a. uterina (sesuai fasilitas) Jika (+) Rujuk Poliklinis Faskes Sekunder Preeklampsia (-) àPerawatan ru@n Faskes Primer Rujuk Poliklinis Faskes Sekunder • Evaluasi kondisi maternal (Gejala, VS, Laboratorium • Evaluasi kondisi Janin (USG, NST) • ANC ru<n di Faskes Sekunder Faskes Primer Skrining Preeklampsia, jika nega@f kontrol ru@n Faskes Sekunder Tetap PER • Terminasi usia kehamilan 37 minggu Faskes Primer • Pasang iv line • Berikan inj SM loading dose • Rujuk SEGERA Faskes Sekunder • MRS • iv line dan kateter • Inj. SM sesuai prosedur • An@ HT Terminasi ≥ 34 minggu • < 34 minggu / perawatan konserva@f à rawat di sekunder* / rujuk tersier Primer • Pasang iv line • Berikan inj SM loading dose • Beri oksigen, miringkan kepala • Rujuk SEGERA Sekunder • iv line dan kateter • Inj. SM sesuai prosedur • Oksigen, miringkan kepala, spatel lidah • An@ HT • Cegah kejang ulang, cegah komplikasi • Terminasi setelah stabil Primer • Pasang iv line • Berikan inj SM

loading dose jika syarat terpenuhi • Rujuk SEGERA Sekunder

• iv line dan kateter

• Inj. SM sesuai

prosedur • An@ HT

• Diure@k bila edema

paru • Rawat di sekunder * / rujuk tersier • Terminasi setelah stabil • Edema Paru • CVA • HELLP Syndrome • Gagal Ginjal • Eklampsia krusial Rujuk Tersier • HT Gestasional • HT Kronis Diperlakukan sama Eklampsia klasik Rujuk Tersier

PENINGKATAN DERAJAT BERAT PENYAKIT

T IN G K A T F A SIL IT A S K E SE HA T A N

(12)

C. TATACARA SKRINING PREEKLAMPSIA

Usia Kehamilan 12 – 28 minggu

Pemeriksaan anamnesis & Fisik 1. Riwayat keluarga preeklampsia 2. Primigravida

3. Kehamilan kembar

4. Primitua sekunder (jarak antar kehamilan > 10 tahun)

5. Usia > 35 tahun

6. Body Mass Index ( Berat badan / {Tinggi badan}2 > 30) / obesitas

7. Mean Arterial Pressure ( {Sistolik + 2 diastolik} / 3 ) > 90

8. Roll Over Test (perbandingan diastolik miring kiri (left lateral reccumbent) dan posisi telentang (supine) > 15 mmHg

≥ 2 hasil (+)

Screening (+)

Rujuk untuk evaluasi di Faskes Sekunder Riwayat Khusus: 1. Riwayat Hipertensi dalam kehamilan 2. Hipertensi kronis 3. Kelainan ginjal 4. Diabetes 5. Penyakit autoimun Doppler Velocimetry 1. Peningkatan resistensi 2. Notching (+) Salah satu hasil (+) Salah satu hasil (+)

•  Low dose Aspirin 1 x 80mg – 150mg / hari sampai dengan 7 hari sebelum persalinan •  Kalsium 1g / hari

(13)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

13

D. ALUR PENANGANAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN DI FASKES PRIMER

Usia Kehamilan < 20 minggu

TD ≥ 140 / 90 Hipertensi Kronis à rujuk (poliklinis)

Usia Kehamilan 20 minggu TD ≥ 140 / 90 Cek Proteinuri TD ≥ 140/90 dan proteinuri (-)

HT Gestasional à Rujuk (poliklinis)

TD ≥ 140/90 dan proteinuri (+)

Preeklampsia / tanpa gejala berat

à Rujuk (poliklinis)

TD ≥ 160/110 dan proteinuri (+)

PEB / Preeklampsia dengan gejala berat à

Rujuk SEGERA (Kamar Bersalin)

à Berikan SM (MgSO4) (loading dose)

sebelum merujuk

• Pemeriksaan dasar minimal yang dilakukan di faskes primer jika didapatkan TD ≥ 140 / 90 adalah

pemeriksaan proteinurin. Jika didapatkan sarana laboratorium yang adekuat maka dapat diperiksakan

laboratorium yang diperlukan untuk menentukan diagnosis dan derajat berat preeklampsia (sesuaikan dengan definisi preeklampsia, hal.9)

• Cara Pemberian MgSO4 untuk faskes primer dapat dilihat pada tabel E (Konsensus Pemberian MgSO4

di Layanan Primer Sekunder dan Tersier), gunakan alternatif 1 (kombinasi iv dan im)

• Jika didapatkan tanda – tanda persalinan:

• Diperkirakan tidak segera lahir à rujuk SEGERA (kamar bersalin)

• Diperkirakan akan segera lahir à lakukan persalinan, rujuk SEGERA (kamar bersalin) setelah

persalinan, lanjutkan pemberian MgSO4 (Maintenance dose) jika waktu untuk memberikannya (6

jam) sudah tercapai sesuai prosedur pada preeklampsia dengan gejala berat Negatif

Positif (+1/2/3/4)

(14)

E. KONSENSUS PEMBERIAN MgSO4 DI LAYANAN PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER

A. ALTERNATIF 1 (Pemberian kombinasi iv dan im) (untuk Faskes primer, sekunder dan tersier) Loading dose

•  Injeksi 4g iv bolus (MgSO4 20%) 20cc selama 5 menit (jika tersedia MgSO4 40%, berikan 10cc diencerkan dengan 10 cc aquabidest)

•  Injeksi 10g im (MgSO4 40%) 25cc pelan, masing – masing pada bokong kanan dan kiri berikan 5g (12,5cc). Dapat ditambahkan 1mL Lidokain 2% untuk mengurangi nyeri

Maintenance Dose

Injeksi 5g im (MgSO4 40%) 12,5cc pelan, pada bokong bergantian setiap 6 jam B. ALTERNATIF 2 (Pemberian iv saja) (hanya untuk Faskes sekunder dan tersier) Initial Dose

•  Injeksi 4g iv bolus (MgSO4 20%) 20cc selama 5 menit (jika tersedia MgSO4 40%, berikan 10cc diencerkan dengan 10 cc aquabidest)

Dilanjutkan Syringe pump atau infusion pump

•  Lanjutkan dengan pemberian MgSO4 1g/jam, contoh: sisa 15cc atau 6g (MgSO4 40%) diencerkan dengan 15cc aquabidest dan berikan selama 6 jam

Atau dilanjutkan Infusion Drip *

•  Lanjutkan dengan pemberian MgSO4 1g/jam, contoh: sisa 15cc atau 6g (MgSO4 40%) diencerkan dengan 500cc kristaloid dan berikan selama 6 jam (28 tetes / menit)

C. Jika didapatkan kejang ulangan setelah pemberian MgSO4

Tambahan 2g iv bolus (MgSO4 20%) 10cc (jika tersedia MgSO4 40%, berikan 5cc diencerkan dengan 5cc aquabidest). Berikan selama 2 – 5 menit, dapat diulang 2 kali. Jika masih kejang kembali beri diazepam

•  Syarat pemberian MgSO4 : laju nafas > 12x/menit, refleks patela (+), produksi urin 100cc/4jam sebelum pemberian, tersedianya Calcium Glukonas 10% 1g (10cc) iv sebagai antidotum.

•  Evaluasi syarat pemberian MgSO4 setiap akan memberikan maintenance dose (im intermitent) pada ALTERNATIF 1 dan setiap jam jika menggunakan ALTERNATIF 2 (syringe pump / infusion pump, continuous pump)

•  MgSO4 diberikan hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang terakhir (jika terjadi kejang postpartum) * Mudah, namun hanya boleh dilakukan jika dapat memastikan jalannya tetesan dengan baik

(15)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

15

Keterangan Tambahan :

• Layanan primer tidak merawat preeklampsia, melainkan

melakukan skrining secara aktif terhadap risiko terjadinya preeklampsia. Jika didapatkan skrining preeklampsia

positif wajib dikonsultasikan ke layanan sekunder untuk

evaluasi lebih lanjut.

• Berikan aspilet dan kalsium pada kehamilan normal dengan

skrining preeklampsia positif.

• Evaluasi preeklampsia di layanan primer, minimal dengan

pemeriksaan tekanan darah ≥140/90 dan atau proteinurin ≥+1. Dan dilakukan pemberian SM loading dose jika didapatkan PEB, yaitu TD ≥160/110 dengan salah satu gejala preeklampsia.

• Pasien jika didapatkan pasien dalam kondisi inpartu di

layanan primer:

o Jika tidak segera lahir à Rujuk segera ke layanan

sekunder

o jika akan segera lahir à lakukan persalinan, TETAP rujuk setelah melahirkan. Jika didapatkan PEB,

pemberian MgSO4 dilakukan sesuai prosedur dengan

ditambahkan dosis maintenance jika diperlukan.

• Pemberian MgSO4 dapat dilakukan menggunakan 2

alternatif, yaitu kombinasi injeksi intravena dan

intramuskular serta hanya injeksi intravena. Untuk alasan kemudahan dan keamanan dianjurkan untuk memberikan kombinasi intravena dan intramuskular (loading dose) di

(16)

harus disertai dosis maintenance berupa syringe pump dan infusion pump.

• Hati – hati pada pemberian MgSO4 dosis maintenance

dengan infusion drip. Meskipun mudah, harus dapat

memastikan tetesan yang dilakukan berjalan dengan baik dan sesuai dosis yang direkomendasikan.

• Monitoring tanda – tanda toksisitas wajib dilakukan setiap

jam untuk pemberian continuous infusion (Syringe pump dan infusion pump) dan setiap sebelum memberikan maintenance dose pada injeksi intermitent intramuskular. Evaluasi menggunakan kadar magnesium tidak rutin dilakukan (hanya dilakukan jika didapatkan fasilitas dan pada kasus tertentu, seperti gagal ginjal).

• Pemberian anti hipertensi diindikasikan pada PEB bila

didapatkan TD ≥ 160/110. Regimen yang dipilih: nifedipin (line 1) dan atau metildopa (lini 2).

• Setiap kasus persalinan PEB dilakukan perawatan nifas

dan dapat dipulangkan dengan syarat klinis dan laboratoris maternal yang baik.

• Sangat dianjurkan menggunakan KB pasca plasenta (IUD).

• Terminasi preeklampsia dianjurkan secara pervaginam

menggunakan ripening misoprostol (jika diperlukan)

sebelum induksi persalinan, yang disesuaikan dengan syarat induksi persalinan, kondisi maternal, janin dan tingkat kematangan serviks.

(17)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

17

• Syarat layanan sekunder untuk melakukan perawatan PEB

konservatif dan PEB / eklampsia dengan komplikasi:

(pada bagan didapatkan tanda “*”)

o Didapatkan perawatan intensif maternal (Intensive Care Unit).

o Didapatkan perawatan intensif neonatal (Neonatal Intensive Care Unit).

o Didapatkan kamar operasi beserta timnya dan tim anestesi yang siap 24 jam.

o Pertimbangkan untuk dilakukan perawatan atau

dikonsultasikan kepada konsultan kedokteran

fetomaternal.

• Waspada terhadap efek jangka panjang preeklampsia baik terhadap Ibu

maupun janin, seperti terjadinya hipertensi kronis, preeklampsia ulangan, diabetes mellitus dan kelainan kardiovaskuler lainnya pada Ibu serta gangguan autisme dan beberapa kelainan kongenital seperti hipospadia dan mikrosefali yang berhubungan dengan IUGR janin.

(18)

F. Tatalaksana Preeklampsia Berat (Fasilitas Kesehatan Sekunder dan Tersier)

(19)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

19

Perawatan Konservatif Preeklampsia Berat • MRS, pemberian infus dan kateter

• Injeksi MgSO4 profilaksis sesuai protokol dipertahankan hingga 24 jam à stop

• Injeksi steroid untuk pematangan paru (dexamethason 2 x 6mg atau betamethason 1 x 12mg diberikan selama 2 hari) • Anti hipertensi diberikan jika TD ≥ 160 / 110 (nifedipin dan

atau metildopa)

• Evaluasi ketat gejala, vital sign, parameter laboratorium (Renal Function Test, Liver Function Test, albumin, Darah Lengkap), kesejahteraan dan pertumbuhan janin secara berkala

Syarat layanan sekunder dan tersier untuk melakukan perawatan PEB konservatif:

• Didapatkan perawatan intensif maternal (Intensive Care

Unit).

• Didapatkan perawatan intensif neonatal (Neonatal Intensive

Care Unit).

• Didapatkan kamar operasi beserta timnya dan tim

anestesi yang siap 24 jam.

• Pertimbangkan untuk dilakukan perawatan atau

(20)

Beberapa kenyataan di lapangan yang sering didapatkan adalah ketidaktahuan terhadap faktor risiko preeklampsia, masih melakukan perawatan preeklampsia di layanan primer, kurangnya kualitas ANC yang baik, ketakutan dan ketidakseragaman pemberian MgSO4 sebagai profilaksis kejang, ketidaksiapan perawatan intensif dan berbagai permasalahan lainnya. Beberapa butir – butir penting dapat ditambahkan pada rekomendasi ini, yaitu:

• Preeklampsia dapat diprediksi meskipun dengan akurasi

yang tidak 100% dan dapat dicegah meskipun tidak selalu 100% berhasil

• Layanan primer tidak merawat preeklampsia melainkan

melakukan skrining secara aktif terhadap risiko terjadinya preeklampsia

• Berikan Aspirin dosis rendah dan kalsium pada wanita

hamil normal dengan skrining preeklampsia positif

• Lakukan ANC yang baik dan berkualitas

• Deteksi dini terjadinya preeklampsia dengan evaluasi

tekanan darah dan proteinurin secara teliti dan akurat

• Berikan MgSO4 jika didapatkan indikasi dan syarat

(21)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

21

REKOMENDASI

KESEPAHAMAN PENATALAKSANAAN

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN

(22)

A. Beberapa Definisi dan Gambaran Umum Perdarahan Pasca Persalinan

• Perdarahan pasca persalinan: Perdarahan yang terjadi

setelah persalinan sebanyak > 500cc untuk persalinan pervaginam dan > 1000cc untuk persalinan perabdominam

• Kebanyakan kasus besifat preventable dan dapat diprediksi

• Skrining faktor risiko perdarahan pasca persalinan sangat

penting untuk melakukan KIE dan mempersiapkan persalinan di tempat rujukan / fasilitas kesehatan sekunder yang memiliki SDM, sarana dan persiapan darah yang adekuat

• Jika didapatkan faktor risiko perdarahan pasca persalinan

positif, maka pada persalinannya dapat disiapkan:

o Pemasangan IV line

o Pastikan melakukan manajemen aktif kala 3

o Pemberian misoprostol 600 mikrogram sebagai

profilaksis perdarahan postpartum

• Kejadian perdarahan pasca persalinan sering bersifat

underestimates dan underreported à rerata perkiraan kehilangan darah hanya separuh dari perdarahan sebenarnya

• Perdarahan sering tidak nampak, karena:

o Darah menumpuk di dalam uterus atau

intraperitoneum

o Ruptur uteri inkomplit

o Hematom vagina hingga ke rongga retroperitoneum

• Waspada terjadinya plasenta akreta terutama pada kasus

plasenta previa dan adanya scar pada rahim (contoh: BSC, kuret, riwayat operasi lain pada uterus)

(23)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

23

B. Gambaran Umum Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan Gambaran Umum Penanganan Perdarahan Postpartum

Primer Sekunder Tersier

(-)

Intrapartum

• Faktor risiko intrapartum (hal.24)

• Partus lama

à Pasang Iv line

Pemeriksaan Antenatal

Skrining risiko perdarahan postpartum pada semua pasien (hal.24)

Rujuk

Tersier

(+)

Pemeriksaan Antenatal

Skrining risiko perdarahan postpartum pada semua pasien (hal.24)

Intrapartum

• Manajemen akAf kala 3

• Evaluasi perdarahan postpartum (underpad)

(-)

(+)

, rujuk untuk persalinan

Intrapartum

• Skrining risiko intrapartum (hal.24)

• Infus RL lifeline

• Manajemen akAf kala 3

• Evaluasi perdarahan postpartum

(underpad)

• Misoprostol 3tab/rektal

• Observasi ketat 6 jam

(+)

, rujuk untuk persalinan

Perdarahan Postpartum

• Atasi sesuai penyebabnya

Tidak teratasi

• Stabilisasi

BSC + plasenta previa

Curiga Plasenta Akreta

Perdarahan Postpartum • Atasi sesuai penyebabnya

(24)

C. Skrining Risiko Perdarahan Pasca Persalinan saat ANC dan persalinan

Faktor Risiko Antenatal Faktor Risiko Intrapartum

1. Usia ≥ 35 th 1,5x (pervaginam)

1,9x (SC) 1. Induksi Persalinan 1,5x

2. BMI ≥ 30 1,5x 2. Partus lama:

3. GrandemulB 1,6x - Kala I 1,6x

4. Postdate 1,37x - Kala II 1,6x

5. Makrosomia 2,01x - Kala III 2,61x

6. Gemelli 4,46x 3. Epidural Analgesia 1,3x

7. Myoma 1,9x (pervaginam 3,6x (SC) 4. Vakum / Forsep 1,66x 8. APB 12,6x 5. Episiotomi 2,18x 9. R/ HPP 2,2x 6. KorioamniBs 1,3x (pervaginam) 2,69x (SC) 10. R/ SC 3,1x 7. R/SC 3,1x

(25)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

25

D. Evaluasi Perdarahan Pasca Persalinan untuk Menilai Jumlah Perdarahan

(26)

E. Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Persalinan (lahir pervaginam)

• Pasang infus RL double line

• Berikan uterotonika tambahan

• Cari penyebab

Atonia Uteri

Penatalaksanaan Perdarahan Postpartum (Pervaginam)

Robekan Jalan Lahir Koagulopa9 Sisa Plasenta

Repair jalan lahir

Evaluasi perdarahan Perbaiki gangguan koagulasi

Tampon kondom kateter

(Jika dilakukan di faskes primer, segera rujuk setelah tampon kondom kateter terpasang)

• Kompresi bimanual interna

• Kompresi Aorta Abdominalis

Laparotomi B-Lynch • Hayman • Modifikasi Surabaya Ligasi Arteri • Uterina – ovarika • Hipogastrika Histerektomi (-) Ak9f Manual Plasenta

• USG evaluasi kemungkinan plasenta akreta

• Persiapan manual plasenta di kamar operasi (double set up) hingga persiapan laparotomi

• Jika didapatkan di faskes primer à rujuk ke sekunder

Evaluasi tanda syok

• Jika didapatkan syok, dilakukan stabilisasi A-B-C

(27)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

27

F. Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Persalinan

(Perabdominam)

• Pasang infus RL double line • Berikan uterotonika tambahan • Cari penyebab

Atonia Uteri Placental Bed

Jahit SBR (+) Jahit Hemostasis •  Multiple Square (Cho) B-Lynch • Hayman • Modifikasi Surabaya Ligasi Arteri • Uterina – ovarika • Hipogastrika Histerektomi Jahit SBR (-) Tampon Kondom Kateter Insisi abdomen belum ditutup Insisi abdomen sudah ditutup

(28)

PENUTUP

Demikian rekomendasi ini dibuat agar dapat dijadikan acuan atas penatalaksanaan preeklampsia dan perdarahan pasca persalinan. Rekomendasi ini dibuat agar dapat dijangkau dan dilaksanakan dalam berbagai kondisi sumber daya di daerah, namun rekomendasi ini juga dapat dilakukan modifikasi sesuai protokol yang berlaku di tiap rumah sakit apabila memang harus menyesuaikan kondisi dan sumber daya di layanan kesehatan tersebut. Rekomendasi ini dibuat atas dasar keinginan yang mulia untuk memberikan kontribusi nyata terhadap penurunan angka kematian Ibu khususnya di Jawa Timur, sehingga berbagai saran dan kritik sangat kami harapkan dan dapat disampaikan ke tim Satuan Tugas Penurunan Angka Kematian Ibu untuk dapat selalu melakukan updating rekomendasi ini demi kebaikan dan agar dapat dilaksanakan secara bersama – sama secara menyeluruh di Jawa Timur.

Atas perhatian, ide dan kontribusi dari semua pihak yang

membantu terwujudnya “Rekomendasi Kesepahaman

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan pasca

persalinan” di Jawa Timur, kami mengucakan terimakasih

(29)

Satgas Penakib

Penatalaksanaan Preeklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan

29

Tinjauan Pustaka

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013) Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, 1st edition.

Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (2013) Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Preeklampsia.

The American College of Obstetricians and Gynecologists (2013) Hypertension in Pregnancy, Washington, DC.

Cunningham, F., Leveno, K., Bloom, S., Spong, C., Dashe, J., Hoffman, B., Casey, B. and Sheffield, J. (2014) Williams Obstetrics, 24th edition, New York:

McGraw-Hill Education.

World Health Organization (2011) WHO recommendations for Prevention and treatment of pre-eclampsia and eclampsia.

World Health Organization (2006) Management of Women with Pre-eclampsia and Eclampsia.

Sibai, B. (2005) 'Magnesium Sulfate Prophylaxis in Preeclampsia: Evidence from Randomized Trials', Clinical Obstetrics and Gynecology, vol. 48, no. 2, pp. 478-8.

Singh, A., Verma, A., Hassan, G., Prakash, V., Sharma, P. and Kulshretstha, S. (2013) 'Serum magnesium levels in patients with pre-eclampsia and eclampsia with different regimens of magnesium sulphate', GJMEDPH, vol. 2, no. 1.

BJOG (1998) 'Magnesium Sulphate: a review of clinical pharmacology applied to obstetrics', British Journal of Obstetrics and Gynecology, vol. 105, pp. 260-8.

The Cochrane Collaboration (2010) Alternative magnesium sulphate regimens for women with pre-eclampsia and eclampsia (Review), John Wiley & Sons. Kanti, V., Gupta, A., Seth, S., Bajaj, M., Jumar, S. and Singh, M. (2015)

'Comparison between intramuscular and intravenous regimen of magnesium sulfate in management of severe preeclampsia and eclampsia', International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology, vol. 4, no. 1, pp. 195-201.

Walker, CK., Krakowiak, P., Baker, a., Hansen, RL., Ozonoff, S., Hertz-Picciotto, I. (2015) ' Preeclampsia, Placental Insufficiency and Autism Spectrum Disorder or Developmental Delay', JAMA Pediatr, vol. 169, no. 2, pp. 154-162

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan Desain Arsitektur Tropis dalam Komplek Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan..

Menurut Hansen dan Moven (2005:274) mengemukakan bahwa analisis volume laba adalah suatu metode analisis terhadap hubungan biaya, harga jual dan tingkat output atau

Agresifitas pajak dipengaruhi oleh likuiditas dan leverage menurut Likuiditas menurut Subramanyam (2013) adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dalam

Grafik rerata frekuensi perilaku seksual dismounting pejantan ayam Burgo dalam 1 hari selama penelitian Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa rerata frekuensi tertinggi

Ladrang Asmarandana merupakan salah satu jenis tembang macapat yang telah dikemas dalam bentuk sekar gendhing dan digunakan sebagai gending iringan dalam adegan

peta geologi dan sebaran titik ukur Ada beberapa tahapan yang dilakukan pada pelaksanan penelitian, yaitu survei lokasi penelitian untuk penentuan titik ukur,

1. Teori proselitisasi ; teori ini akan digunakan dalam menganalisis bagaimana kegiatan penyebaran Islam di Nusantara. Dengan berpatokan pada teori Snouck Hurgronje

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kualitas (keutuhan dan kemurnian) DNA metagenomik hasil isolasi dengan menggunakan metode lisis sel secara langsung