• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Audit Forensik - Kepailitan Batavia Air

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tugas Audit Forensik - Kepailitan Batavia Air"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KETERKAITAN ANTARA KASUS KEPAILITAN MASKAPAI KETERKAITAN ANTARA KASUS KEPAILITAN MASKAPAI

PENERBANGAN BATAVIA AIR DENGAN FRAUD PENERBANGAN BATAVIA AIR DENGAN FRAUD

ATAS LAPORAN KEUANGAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

Oleh Oleh Ardi Patma

Ardi Patma Ayu

Ayu Martaning Martaning Yogi Yogi A. A. 12/343933/EE/0639912/343933/EE/06399 Bramantyo Anugrah W. Bramantyo Anugrah W. SATUNYA SIAPA?? SATUNYA SIAPA?? Kelas Profesional I Kelas Profesional I

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

UNIVERSITAS GAJAH MADA UNIVERSITAS GAJAH MADA

YOGYAKARTA YOGYAKARTA

2013 2013

(2)

I. Pendahuluan

Indonesia telah memiliki banyak maskapai penerbangan lokal yang melayani layanan  penerbangan. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009

tentang Penerbangan (UU Penerbangan) sendiri, maskapai penerbangan ini disebut dengan angkutan udara niaga. Saat ini usaha penerbangan banyak dimiliki oleh swasta yang berlomba-lomba untuk menyediakan fasilitas penerbangan dengan harga yang relatif terjangkau oleh masyarakat Indonesia dengan menyediakan harga tiket kelas ekonomi.Sehingga, saat ini masyarakat dapat memilih untuk menggunakan moda trasportasi udara dengan maskapai yang memiliki tarif ekonomi yang sesuai dan terjangkau olehnya. Namun sayangnya, beberapa maskapai penerbangan akhirnya terpaksa berhenti beroperasi.

Faktor yang menyebabkan berhentinya operasi penerbangan pada maskapai  penerbangan di Indonesia adalah faktor keselamatan dan faktor keuangan. Maskapai  penerbangan Adam air dicabut ijin terbangnya pada karena dianggap tidak 

memenuhi standar keselamatan penerbangan. Maskapai tersebut tidak lagi diijinkan terbanga mulai 19 Maret 2008. Beberapa diantara maskapai penerbangan yang  berhenti beroperasi seperti Sempati Air, Linus Airways, dan Batavia Air dikarenakan mengalami masalah keuangan, hingga akhirnya tak jarang putusan pailit harus mengakhiri kegiatan operasional mereka.

Maskapai penerbangan Batavia Air menjadi sorotan pada tahun 2013 ini. Hal ini dikarenakan, PT.Metro Batavia dimana Batavia Air bernaung diputuskan pailit oleh  pengadilan pada tanggal 30 Januari 2013, dan mulai tidak beroperasi sejak 31 Januari 2013 pukul 00.00 WIB. Permohonan pailit diajukan oleh International Lease Finance Corporation (ILFC) karena PT. Metro Batavia tidak mampu melunasi utangnya. Berbagai faktor seperti ketidakmampuan manajemen dalam mengelola keuangan hingga indikasi adanya kecurangan dalam pelaporan keuangan diduga juga merupakan faktor penyebab Batavia Air pailit. Oleh karena itu perlu dilakukan  pembahasan lebih lanjut mengenai kasus ini mengenai bagaimana kasus ini terjadi,

(3)

II. Kepailitan PT. Metro Batavia

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Wikipedia.org).

Permohanan pailit PT. Metro Batavia, dimulai dengan keikutsertaan Batavia Air pada tender haji tahun 2009. Keikutsertaannya pada tender tersebut mendorong PT. Metro Batavia untuk menyewa (leasing ) pesawat pada ILFC, dengan total kontrak leasing selama sembilan tahun, namun Batavia Air tidak kunjung memenangkan tender tersebut selama tiga tahun berturut-turut. Total utang sebesar  USD4,68 juta yang jatuh tempo tanggal 13 Desember 2012, karena tidak kunjung membayar hutang-hutang tersebut, maka ILFC menagajukan permohonan pailit atas PT. Metro Batavia ke pengadilan.

II.1 Kronologi Kepailitan Batavia Air

Kronologi (urutan waktu) mulai dari keikutsertaan PT. Metro Batavia dalam tender  haji (transportasi jamaah haji) sampai dengan kepailitan PT. Metro Batavia ialah sebagai berikut:

1. Tahun 2009, PT. Metro Batavia mengikuti tender tansportasi untuk ibadah haji yang kemudian melakukan leasing  dua Pesawat Airbus A330-202 pada International Lease Finance Corporation. Jangka waktu leasing  yang diberikan ialah 9 (Sembilan) tahun mulai dari 28 Desember 2009 sampai dengan 27 Desember 2015. PT. Batavia akhirnya kalah tender, dan akhirnya kedua pesawat tersebut dibiarkan menganggur.

2. Tahun 2010, PT. Metro Batavia kembali mengikuti tender transportasi untuk  ibadah haji, namun gagal memenangkan tender tersebut. Pesawat A330-202 kembali menganggur. Selain itu pada 30 Juni 2010, digelar sidaang atas  permohonan Lutftansa Technic AC pada Metro Batavia. Metro Batavia

(4)

dimohonkan pailit oleh Lufthansa karena utang yang tertunggak sebesar USD 4,4 juta. Versi Lufthansa, utang tersebut sudah jatuh tempo sesuai perjanjian tertanggal 19 April 2007 dan 12 Mei 2008. Kedua perjanjian ini pada dasarnya mengatur jasa perawatan dan perbaikan mesin pesawat yang dipakai Batavia Air. Majelis menilai bahwa pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor  37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) tidak terpenuhi. Selanjutnya seluruh permohonan  pemohon ditolak majelis hakim pimpinan Tjokorda Rai Suamba.

Pada 16 Desember 2008 lalu, kuasa hukum Lufthansa, firma Rodyk  and Davidson LLP yang berkedudukan di Singapura, mengirimkan surat yang  pada intinya meminta Batavia melunasi utang paling lambat 23 Februari 2009. Pihak Batavia memberi tanggapan pada hari yang sama melalui surat elektronik (email). Email yang dikirim pada intinya menginformasikan pihak  Batavia belum dapat melunasi utangnya secara sekaligus karena sedang mengalami kesulitan aliran dana.

Lufthansa kembali melayangkan somasi pada 9 April 2010, namun tidak ada tanggapan dari pihak Batavia. Setelah upaya tersebut tidak berhasil, Lufthansa akhirnya melayangkan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Cuma, untuk membuktikan utang sesuai syarat dalam UU Kepailitan tidak mudah. Lufthansa harus mencari kreditur lain. Selain kepada Lufthansa, Batavia diduga memiliki utang kepada Abacus International Ltd sebesar USD 766 juta. Dalam surat tertanggal 13 April 2010, Abacus menerangkan bahwa benar memiliki piutang yang telah jatuh tempo. Bahkan,  pada 13 September 2007 Abacus melayangkan surat kepada Batavia meminta  penyelesaian utang.

Keterangan kuasa hukum Batavia Raden Catur Wibowo, utang Batavia kepada Abacus telah lunas. Batavia dan Abacus sudah mengadakan negosiasi untuk proses pembayaran utang. Dari hasil negosiasi, Batavia harus membayar 25 persen dari nilai yang disepakati yaitu USD91 ribu. Batavia

(5)

telah membayar lunas dalam empat tahap pembayaran seperti yang dijanjikan. Lunasnya utang Batavia kepada Abacus menjadi alasan majelis hakim menolak permohonan Lufthansa. Majelis membenarkan pada awalnya Batavia mempunyai utang kepada Abacus. Namun, Batavia sudah melunasi sehingga Abacus tidak lagi berkedudukan sebagai kreditur Batavia.

3. Tahun 2011, PT. Metro Batavia belum melunasi tunggakan utang pada IFLC yang jatuh tempo sampai dengan tahun tersebut. Pada tahun 2011, Batavia air   juga tidak digunakan sebagai alat transportasi jamaah haji,dan pesawat

A303-202 tetap menganggur.

4. Tahun 2012, PT. Metro Batavia menerima gugatan dari IFLC terkait tunggakan utangnya. Tuntutan pailit diajukan sejak 20 Desember 2012. Sebelumnya, pada tanggal 26 Juli 2012 penerbangan murah asal Malaysia, Air  Asia berminat membeli 100% saham perusahaan. Keduanya menandatangani nota kesepakatan pembelian saham. Namun, Oktober 2012, Air Asia Berhad dan mitranya PT Fersindo Nusaperkasa memutuskan membatalkan rencana  pembelian saham Batavia. Air Asia memilih untuk mengajak kerjasama

operasional dengan perusahaan tersebut.

Kembali pada gugatan ILFC. IFLC telah mengirimkan surat teguran sebanyak dua kali sebelum jatuh tempo, yaitu 12 September 2012 dan 25 September 2012. Batavia diminta kewajibannya membayar bunga keterlambatan sebesar 4% ditambah suku bunga primer yang ditetapkan JP Morgan Chase Bank di New York. Surat somasi itu diabaikan oleh Batavia. Saat somasi dilayangkan total utang Batavia telah mencapai US$ 4,688 juta yang terdiri dari utang pokok, bunga dan biaya cadangan. Dalam gugatan ILFC, Batavia Air memiliki tagihan sebesar USD 440 ribu di tahun pertama, USD 470 ribu di tahun kedua, USD 500 ribu di tahun ketiga dan ke empat, dan USD 520 ribu di tahun kelima dan keenam. Keseluruhan hutang dari ILFC sebesar USD 4,68 juta ini memiliki tanggal jatuh tempo di 13 Desember  2012Selain gugatan dari ILFC, Batavia Air juga memiliki utang sebesar USD

(6)

4,94 juta kepada Sierra Leasing Limited yang jatuh tempo di 13 Desember  2012 juga. Analisa dari OSK Research Sdn Bhd di bulan Oktober 2012 memperkirakan total utang Batavia Air sebesar USD 40juta.

Keputusan pailit akhirnya diputuskan oleh Pengadilan Niaga atas PT. Metro Batavia pada 30 Januari 2013. Batavia Air sudah mulai diberhentikan kegiatan operasionalnya sejak 31 Januari 2013 mulai pukul 00.00. Mereka  pun kehilangan hak atas kegiatan operasional yang kini dikelola oleh Kurator.

II.2 Dugaan Fr a u d  atas Laporan Keuangan pada Kasus Kepailitan PT. Metro

Batavia

Keputusan pailit PT. Metro Batavia pada tanggal 30 Januari 2013. Putusan pailit diduga terkait dengan adanya  fraud  (Tuanakotta, 2013). Akan tetapi, PT. Metro Batavia bukan merupakan perusahaan yang  go public sehingga sangat sulit memperoleh laporan keuangan PT. Metro Batavia. Dugaan mengenai fraud  dilihat dari komentar Direktur Jendral Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti Singayuda Gumay. Menurut beliau, Kementerian Perhubungan telah mengawasi dan memanggil Batavia Air sebanyak dua kali. Ia juga mengatakan bahwa Batavia Air berencana melakukan restrukturisasi setelah gagalnya pembelian oleh Air  Asia. Kemudian beliau juga menjelaskan bahwa audited cash flow tahun 2011 dalam kondisi baik, sedangkan untuk tahun 2012 belum dapat diketahui. Hal tersebut diungkapkannya saat konferensi pers di kantornya pada tanggal 30 Januari 2013 (http://pesatnews.com).

Pernyataan Direktur Jendral Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan yang menyatakan bahwa audited cash flow tahun 2011 dalam kondisi baik  memunculkan dugaan mengenai penilaian kinerja keuangan yang kurang tepat. Menurut pernyataan tersebut kinerja keuangan hanya dinilai melalui laporan cash  flow yang berarti bahwa kinerja keuangan dinilai berdasarkan pencatatan secara cash basis. Penilaian kinerja berdasarkan cash basis memiliki beberapa kelemahan, diantaranya,

(7)

1. Pengakuan pendapatan diakui pada saat perusahaan menerima pembayaran secara kas. Pada maskapai penerbangan metode ini dapat menimbulkan  pengakuan pendapatan yang lebih besar pada periode berjalan ketika ada reservasi tiket pesawat pada bulan-bulan di akhir periode akuntansi, namun tiket tersebut baru digunakan setelah periode akuntasi. Pengukuran kinerja ini membuat pendapatan periode berjalan terlihat lebih besar daripada seharusnya.

2. Pengakuan biaya diakui saat dibayarkannya kas atas biaya-biaya yang  bersangkutan. Saat biaya yang seharusnya menjadi biaya pada suatu periode

akuntansi namun dibayarkan pada periode akuntansi berikutnya membuat kas keluar (cash outflow) menjadi lebih kecil.

Pada kasus Batavia Air kemungkinan terjadi pengakuan pendapatan yang lebih besar daripada seharusnya, hal ini bisa saja terjadi karena adanya reservasi tiket menjelang akhir periode akuntansi yang diakui pada periode tersebut, namun tiket  baru digunakan setelah peride akuntansi. Hal ini menyebabkan overstate pada  pendapatan. Sedangkan untuk pengakuan biaya, pada kasus ini seharusnya ada  pengakuan terhadap biaya leasing pesawat yang diakui, namun karena tidak dibayar 

oleh perusahaan, pada statement of cashflow tidak akan tampak adanya cash outflow untuk pembayaran beban atas leasing pesawat.

Pernyataan yang menyebutkan bahwa audited cash flow tahun 2011 menunjukkan kondisi keuangan yang baik, menunjukkan adanya kejanggalan. Faktanya berdasarkan gugatan IFLC, PT. Metro Batavia telah menunggak   pembayaran selama tiga kali jatuh tempo berturut-turut, yang berarti terjadi masalah

likuiditas pada PT. Metro Batavia. Hal ini kembali menimbulkan dugaan bahwa ada hutang atas leasing yang tersembunyi. Bila hanya melihat dari statement of cash flow, maka tidak akan tampak adanya cash inflow dari hutang jangka panjang, khusunya dari leasing pesawat. Hal ini dikarenakan pesawat merupakan barang dan bukan cash,

(8)

sehingga tidak akan tampak sebagai cash inflow pada statement of cash flow, seolah-olah tidak ada hutang jangka panjang atas leasing pesawat tersebut .

Indikasi adanya ketidakberesan pada kondisi keuangan PT. Batavia Air juga dapat terlihat pada pembatalan Air Asia membeli saham PT. Metro Batavia. Hal ini dikarenakan Air Asia menyimpulkan adanya resiko yang harus ditanggung apabila ia membeli saham PT.Metro Batavia, kemungkinan ia akan menanggung hutang-hutang PT. Metro Batavia yang sangat besar.

III. Kesimpulan dan Saran

Kepailitan PT.Batavia Air memunculkan dugaan adanya indikasi fraud pada laporan keuangannya. Bentuk  fraud  yang terjadi ialah (……….diisi yaaaaa, bikin kalimat2 ajaa...buat jawaban no 1 sm 2 terserah kata2nya gimana, pertanyaannya di  bagian halaman bawah sebelum daftar pustaka)

Kalau saran: dari aku

Pemerintah membuat dan menegaskan peraturan mengenai pelaporan keuangan yang wajib dibuat oleh perusahaan maskapai penerbangan, perlu juga dibuat peraturan mengenai pengukuran kinerja keuangan tidak hanya dari sisi cash flow, tapi juga dari sisi akrual, agar tampak adanya proses matching antara biaya (cost) dan pendapatan (revenue). Evaluasi dari sisi Neraca juga perlu dilakukan, agar dapat dilakukan analisis melalui rasio likuiditas, solvabilitas, dll. Hal ini dikarenakan pada neraca akan tampak jelas adanya aset lancar, aset teap yang kemudian dapat dibandingkan dengan hutang jangka panjang serta hutang jangka pendek.

Selain itu perlu dibuat dan dilaksanakan adanya audit atas laporan keuangan maskapai penerbangan secara berkala selain audit atas laporan keuangan pada akhir   periode pelaporan. Audit atas laporan keuangan dapat ditambah dengan dilakukannya audit secara triwulanan atau semesteran, hal ini perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya fraud sejak dini.

(9)

Kementerian Perhubungan perlu juga meningkatan sistem pengendalian internal (SPI) atas maskapai penerbangan. Bagaimanapun seperti yang dijelaskan melalui  fraud  triangle, opportunity atau adanya kesempatan dapat menyebabkan adanya fraud. Oleh karena itu peningkatan pada SPI akan mengurangi adanya kesempatan (opportunity) untuk melakukan fraud.

(10)

PERTANYAAN

1. Termasuk bentuk kecurangan yang mana (Corruption, Asset Misappropriation, atau Finanncial Fraud)

2. Mengapa kasus tersebut bisa terjadi

3. Agar kasus tersebut tidak terjadi lagi, apa yang harus dilakukan?, harus ada undang-undang atau aturan apa yang harus dibuat?

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M., 2013. Mendeteksi Manipulasi Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat

http://bisnis.liputan6.com/read/500406/kronologi-pailit-batavia-air  diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 pukul 19.03

http://economy.okezone.com/read/2013/01/30/320/753866/turbulensi-kasus-utang- batavia-air diakses pada tangal 2 Oktober 2013 pukul 20.15

http://pesatnews.com/read/2013/01/30/20916/utang-46-juta-ud-batavia-air-bangkrut-ditutup diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pukul 15.42

http://www.tempo.co/read/news/2013/01/30/090458040/Ini-Penyebab-Batavia-Air-Dinyatakan-Pailit diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pukul 16.06

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2013/01/31/batavia-air-pailit-apa-yang-dapat-dipelajari-530263.html diakses tanggal 4 Oktober 2013 pukul 16.30

Referensi

Dokumen terkait