• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAMATAN DIAMETER RATAAN POHON MERANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGAMATAN DIAMETER RATAAN POHON MERANTI"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh :

ARDIANSYAH

NIM. 080 500 004

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN

JURUSAN PENGELOLAAN HUTAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA

(2)

PENGAMATAN DIAMETER RATAAN POHON

MERANTI (Shorea spp) PADA KELAS KELERENGAN YANG

BERBEDA DI AREAL PT. BATU KARANG SAKTI

KECAMATAN MENTARANG KABUPATEN MALINAU

Oleh :

ARDIANSYAH

NIM. 080 500 004

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Sebutan Ahli Madya

Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri

Samarinda

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN

JURUSAN PENGELOLAAN HUTAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Karya Ilmiah : PENGAMATAN DIAMETER RATAAN POHON MERANTI (Shorea spp) PADA KELAS KELERENGAN YANG BERBEDA DI AREAL PT. BATU KARANG SAKTI KECAMATAN MENTARANG KABUPATEN MALINAU

Nama Mahasiswa : Ardiansyah

NIM : 080 500 004

Program Studi : MANAJEMEN HUTAN Jurusan : PENGELOLAAN HUTAN

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Elisa Herawati,S. Hut, MP Nip. 19710305 199512 2 001 Dosen Penguji I Ir. Hasanudin, MP NIP. 19630805 198903 1 005 Mengesahkan Direktur

Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Ir. Wartomo, MP Nip. 19631028 198803 1 003

Dosen Penguji II

Agustina Murniyati, S. Hut, MP 19720803 199802 2 001

(4)

ABSTRAK

ARDIANSYAH, Pengamatan Diameter Rataan Pohon Meranti (Shorea spp) pada Kelas Kelerengan yang Berbeda di Areal PT. Batu Karang Sakti Kecamatan Mentarang Kabupaten Malinau (di bawah bimbingan Elisa Herawati).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui diameter rataan tanaman Meranti (Shorea spp) pada kelas kelerengan yang berbeda melalui pengukuran diameter di areal PT. Batu Karang Sakti, Kecamatan Mentarang Kabupaten Malinau.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran dan informasi yang jelas tentang diameter rataan tanaman meranti pada tingkat kelerengan yang berbeda yang nantinya diharapkan dapat memudahkan dalam usaha membangun hutan tanaman meranti yang merupakan jenis kayu andalan Indonesia di Kalimantan.

Penelitian ini dilaksanakan selama 8 hari, mulai tanggal 16 Mei 2011 sampai tanggal 23 Mei 2011 meliputi orientasi lapangan, persiapan alat, dan pelaksanaan pengukuran.

Alat yang digunakan untuk mengukur diameter tanaman tersebut adalah phi band, sedangkan untuk mengukur kelerengan tempat adalah klinometer.

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh dari pengukuran diameter rataan tanaman Meranti (Shorea spp) pada kelerengan sedang (15°) adalah 26,66 cm dengan koefisien variasi 33,08%, sedangkan hasil yang diperoleh dari kelerengan curam adalah 23,29 cm dengan koefisien variasi 33,26%.

(5)

RIWAYAT HIDUP

ARDIANSYAH lahir pada tanggal 22 Juli 1989 di kota Pontianak, merupakan putra keenam dari sepuluh bersaudara pasangan Ibu Ramlah dan Ayah Selamat.

Pada tahun 1995, memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 56 Pontianak dan memperoleh ijazah pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan ditempuh di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pontianak dan berijazah pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Pontianak dan memperoleh ijazah pada tahun 2007.

Pendidikan Tinggi dimulai pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda pada tahun 2008 dan mengambil Program Studi Manajemen Hutan, Jurusan Pengelolaan Hutan. Selama menempuh pendidikan di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda telah memperoleh beasiswa Supersemar dan Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).

Pada tanggal 7 Maret sampai 29 Mei 2011 mengikuti Program Praktik Kerja Lapang (PKL) yang dilaksanakan di PT. Batu Karang Sakti, Kecamatan Mentarang Kabupaten Malinau.

(6)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmattullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji dan syukur berkat rahmat Allah SWT yang sela lu melimpahkan rahmat, nikmat, taufik serta hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

Sebuah penghargaan yang setinggi- tingginya tidak lupa disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan kegiatan Penelitian Karya Ilmiah dan penyusunannya.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih setulus hati kepada :

1. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Dosen Penguji I sekaligus Ketua Jurusan Pengelolaan Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

2. Bapak Ir. M. Fadjeri, MP selaku Ketua Program Studi Manajemen Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

3. Ibu Agustina Murniyati, S.Hut, MP, sebagai Dosen Penguji II.

4. Ibu Elisa Herawati, S.Hut, MP, sebagai Dosen Pembimbing Penelitian yang telah mengarahkan dan membimbing penulis sehingga Karya Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

6. Kelua rga besar PT. Batu Karang Sakti, Kecamatan Mentarang, Kabupaten Malinau.

7. Kedua Orang Tua tercinta yang telah banyak memberi bantuan baik berupa moril maupun material demi keberhasilan penulis menyelesaikan pendidikan di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Program Studi Manajemen Hutan. 8. Rekan-rekan yang telah banyak membantu penulis hingga Karya Ilmiah ini

(7)

Yohanes Supak, Indra, Alwi, Suharti, dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Niswatus Shalehah. S, Pd, tercinta yang telah memberi dorongan semangat dan motivasi bagi penulis selama menjalani pendidikan di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan dalam kegiatan Karya Ilmiah dan penyusunannya, mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Ilmiah ini masih terdapat kekurangan, dikarenakan oleh keterbatasan penulis dalam penguasaan materi. Namun penulis berharap informasi yang tersaji di dalamnya dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya untuk kemajuan perkembangan pengetahuan di bidang Kehutanan.

Kampus Sungai Keledang, Juli 2011

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR………... iv

DAFTAR ISI………. v

DAFTAR TABEL………. vi

DAFTAR GAMBAR………... vii

I. PENDAHULUAN... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA………... A.Keadaan Umum Tempat Penelitian………... B. Penyebaran dan Morfologi Meranti………... C.Pengukuran Diameter……… D.Kelerengan………. E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan………. 3 3 5 7 10 11 III. METODE PENELITIAN………... A. Lokasi dan Waktu………...………... B. Bahan dan Alat………...………... C. Prosedur Kerja………...……… D. Pengolahan Data………...………. 14 14 14 15 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….... A. Hasil………... B. Pembahasan…………...……… 18 18 19 V. KESIMPULAN DAN SARAN……….... A. Kesimpulan……… B. Saran……….. 21 21 21 DAFTAR PUSTAKA………. 22 LAMPIRAN………...………... 23

(9)

DAFTAR TABEL

No Tubuh Utama Halaman

1 Hasil Perhitungan Diameter Rata-Rata Tanaman Meranti (Shorea spp) Pada Kelerengan Sedang (15°) dan Curam (21°)

serta Standar Deviasi dan Koefisien Variasinya…... 16

Lampiran

2 Hasil Pengukuran Diameter Tanaman Meranti (Shorea spp)

Pada Kelerengan Sedang (15°) dan Kelerengan Curam (21°)…. 20

DAFTAR GAMBAR

No Tubuh Utama Halaman

1 2

Posisi / Letak Pengukuran Diameter Pohon Berdiri ….………… Histogram Perhitungan Diameter Rata-rata Tanaman Meranti (Shorea spp) Pada Kelerengan Sedang (150) dan Curam (210) serta Standar Deviasi dan Koefisien Variasinya………

9

(10)

I.

PENDAHULUAN

Hutan merupakan sumber daya alam yang mempunyai peranan penting bagi kelangsungan hidup bangsa. Keberadaan hutan tersebut dapat memberikan manfaat bagi manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat yang diperoleh manusia sangatlah tergantung pada kemampuan manusia. Kemampuan dalam pengolahan hutan merupakan pencerminan dari tingkat kebudayaan manusia. Pemanfaatan hasil hutan perlu diimbangi dengan tujuan menciptakan kelestariannya sekaligus dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat.

Kalimantan Timur merupakan daerah penyebaran hutan hujan tropis yang luasnya lebih kurang 17.292.000 hektar yang didominasi oleh jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae seperti Shorea spp, Dipterocarpus spp, Vatica cupidata, Dryobalanops aromatica dan jenis-jenis lainnya. Keistimewaan dari hutan hujan tropika ini ditandai oleh beberapa sifat yang jarang dijumpai dari jenis tumbuh-tumbuhan pada formasi hutan lain. Sifat-sifat tersebut antara lain adalah kaya akan jenis, individu per jenis relatif sedikit, tajuk selalu hijau berstrata yang umumnya terdiri dari 3-4 strata, banyak liana berakar tebal (Richards, 1964).

Untuk itu perlu diketahui hal- hal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman itu sendiri. Faktor fisiografis adalah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dimana kelerengan adalah salah satu aspeknya. Areal tempat tumbuhnya suatu jenis tanaman yang memiliki kelerengan tertentu dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter tanaman.

(11)

Semakin curam kelerengan maka semakin dangkal lapisan tanahnya, hal itu berpengaruh terhadap kualitas tempat tumbuhnya tanaman ya ng selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan tanaman itu sendiri (Soekotjo, 1976).

Pengamatan ini bertuj uan untuk mengetahui diameter rataan tanaman Meranti (Shorea spp) pada kelas kelerengan yang berbeda di areal PT. Batu Karang Sakti, Kecamatan Mentarang Kabupaten Malinau.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran dan informasi yang jelas tentang diameter rataan tanaman meranti pada tingkat kelerengan yang berbeda yang nantinya diharapkan dapat memudahkan dalam usaha membangun hutan tanaman meranti yang merupakan jenis kayu andalan Indonesia di Kalimantan.

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Keadaan Umum Tempat Penelitian 1. Tinjauan Umum Perusahaan

PT. Batu Karang Sakti adalah perusahaan swasta nasional dengan usaha utamanya adalah pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam dengan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan hasil hutan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri No.SK.268/VI-BPHA/2008 tanggal 1 Agustus 2008 dengan luas ± 47.540 Ha.

PT. Batu Karang Sakti dengan kantor pusat beralamatkan di Jl. Danau Toba No.17 Samarinda, Kalimantan Timur. Telp (0541) 738474. Lokasi camp terdapat di Kecamatan Mentarang, Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur. Luas areal kerja IUPHHK PT. Batu Karang Sakti berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) luas arealnya terbagi atas hutan produksi tetap dengan luas 39.623 Ha dan hutan produksi yang dapat dikonversi menjadi kawasan penggunaan lain mempunyai luas areal 7.917 Ha. Desa-desa atau pemukiman pend uduk yang ada di dalam dan di sekitar areal kerja IUPHHK PT Batu Karang Sakti antara lain Desa Menabur Besar, Menabur Kecil, Belalau, Wari’, dan Harapan Maju yang keseluruhannya termasuk di wilayah Kecamatan Mentarang.

(13)

Berdasarkan administrasi pemerintaha n PT. Batu Karang Sakti terletak di Kecamatan Mentarang, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur.

2. Keadaan Areal

Sebagian besar daerah berbukit, dengan sekitar 40% memiliki kemiringan di atas 25%. Karena curah hujan tinggi, potensi erosi cukup besar. Formasi yang lebih datar dengan tanah yang subur hanya ditemukan di sepanjang sungai (Anonim, 2001). Wilayah ini terdiri dari berbagai formasi geologis – vulkanis, sedimentasi, dan alluvial termasuk singkapan batubara dan batu kapur karang tua. Saat ini masih sangat sedikit informasi rinci mengenai tanah atau potensi penggunaan lahan. Penelitian dan pengamatan oleh CIFOR hanya terbatas untuk DAS Malinau, memadukan hasil penelitian ilmiah dengan pengetahuan tradisional untuk memberikan deskripsi secara umum. Menurut Sheil (2002) dalam Gunarso dkk (2009) kebanyakan tanah di wilayah ini cukup subur untuk kegiatan perladangan gilir-balik warga setempat. Jenis tanahnya beragam, tetapi tingkat kesuburannya tetap rendah karena rendahnya tingkat pH dan terbatasnya kapasitas pertukaran kation, karbon organik, fosfat dan kejenuhan hara basa.

Ada lima jenis tanah, jenis yang paling dominan adalah inseptisol, meskipun dengan komposisi kimia yang berbeda karena bahan induknya berbeda. Wilayah yang berbukit kurang sub ur dibandingkan dengan wilayah alluvial. Oxisol cukup dalam namun miskin hara terdapat di

(14)

semua bentuk lahan kecuali di rawa-rawa. Rawa-rawa dan lahan genangan umumnya terdiri dari entisol dengan kejenuhan basa tinggi 67% dan kesuburan cukup berpotensi untuk pertanian. Namun masyarakat lokal kurang menyukai rawa atau lahan berbatu. Di berbagai lokasi, ditemukan ultisol yang sangat terurai dan kurang subur karena kejenuhan basanya hanya 20%. Alfisol hanya ditemukan di dua lokasi, yang dianggap cukup subur karena kandungan haranya mempunyai kejenuhan basa yang tinggi dan tanahnya dalam. Secara umum, kesuburan tanahnya rendah sampai sangat rendah dengan kandungan hara rendah, keasaman relatif tinggi, kapasitas pertukaran kation rendah dan kejenuhan basa rendah.

Iklim umumnya tropis basah tipikal dengan musim kering kurang dari dua bulan. Suhu terendah yang tercatat di dataran rendah adalah 23,5°C, walaupun di daerah yang lebih tinggi seperti di Apo Kayan, sekitar 400 meter di atas permukaan laut, suhunya lebih rendah. Kelembapan relatif cukup tinggi, dari 75 - 98 %.

B. Penyebaran dan Morfologi Meranti

1. Penyebaran Jenis

Jenis-jenis Dipterokarpa tumbuh secara alami di sebagian besar daerah Kalimantan, Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Bali, Sulawesi dan Maluku. Sumatra menempati urutan kedua setelah Kalimantan dalam hal kekayaan jenis dan penyebaran jenis endemik di dunia.

Dipterokarpa dapat dijumpai di hutan hujan dataran rendah mulai dari 0 hingga 500 m dpl, pada daerah dengan tipe iklim A-B dengan rata-rata curah

(15)

hujan tahunan 2000-3000 mm. Meranti pada umumnya tumbuh pada tipe tanah latosol, podsolik merah kuning dan podsolik kuning, dengan berbagai tingkat kesuburan tanah. Ada beberapa jenis yang tumbuh di sepanjang aliran sungai dan digenangi air pada musim hujan seperti Shorea seminis, maupun di hutan rawa atau rawa gambut seperti Shorea balangeran.

2. Morfologi

Pohon meranti termasuk keluarga Dipterocarpaceae. Secara harfiah, Dipterocarpaceae berasal dari kata latin, yaitu di= dua,

carpa = carpus = sayap, yang berarti buah bersayap dua. Jenis Dipterocarpus

(jenis-jenis kruing), Cotylelobium dan Anisoptera (jenis-jenis mersawa) umumnya bersayap dua, sedangkan Hopea (jenis-jenis merawan),

Parashorea dan Shorea (jenis-jenis meranti, bangkirai dan balau) memiliki sayap bervariasi antara 2-5, namun Vatica (jenis-jenis resak) memiliki sayap yang sangat pendek bahkan tanpa sayap.

Pohon meranti memiliki bentuk batang bulat silindris, dengan tinggi total mencapai 40-50 m. Kulit kayu rata atau beralur dalam atau dangkal, berwarna keabu-abuan sampai coklat. Pada umumnya berbanir tinggi sampai 6-7 m. Nama kayu perdagangan meranti ditentukan dari warna kayu gubalnya, seperti meranti putih, meranti kuning dan meranti merah.

3. Fisiologi Benih

Pohon meranti pada umumnya berbunga dan berbuah 4-7 tahun sekali yang disebut dengan musim berbuah masal. Musim buah masak meranti bervarisi tergantung jenis dan lokasinya. Di Hutan Penelitian Haur

(16)

Bentes, Jasinga, jenis Shorea leprosula, S. pinanga, S. stenoptera, S. mecistopteryx buah masak pada bulan Desember-Maret, sementara Hopea mengerawan, H. sangal, H. Odorata, buah masak pada bulan Juli - September. Di Sumatra, S.parvifolia dijumpai berbuah pada bulan Desember Januari, S. acuminata berbuah pada bulan Oktober - Desember.

Musim buah pohon meranti sangat menentukan ketersediaan benih, karena benih meranti merupakan benih rekalsitran yang cepat berkecambah sehingga tidak dapat disimpan lama. Penyimpanan akan menurunkan viabilitas (kemampuan berkecambah) benih.

Benih pohon meranti dikumpulkan dengan cara diunduh, ataupun dikumpulkan dari sekitar tegakan induk. Pengumpulan harus dilakukan setiap hari sepanjang musim berbuah. Buah yang telah terkumpul, dipilih untuk dijadikan benih. Ciri-ciri benih pohon meranti yang baik unt uk dikecambahkan adalah:

a. Matang pohon ditandakan oleh buah berwarna coklat, sayap kering dan berwarna coklat.

b. Biji utuh, tidak ada bekas gigitan hewan dan serangga. c. Biji tidak berjamur.

C. Pengukuran Diameter

Pengukuran diameter adalah mengukur panjang garis antara dua titik pada garis lingkaran yang melalui titik pusat. Diameter rataan adalah rata-rata diameter dari sejumlah pohon yang terdapat dalam tegakan. Diukur untuk

(17)

mengetahui keadaan pertambahan diameter dari pohon dalam tegakan

(Endang, 1990).

Pariadi (1979), mengemukakan bahwa diameter pohon adalah lebar pangkal batang pohon yang di tarik dari jarak dua titik tengah lingkaran yang pada umumnya mengecil ke bagian ujung.

Dalam mengukur diameter, umumnya diukur pada garis setinggi dada atau 1,3 m di atas permukaan tanah untuk pohon yang tidak berbanir. Sedangkan pohon yang berbanir, diameter diukur pada garis setinggi 20 cm dari pucuk banir.

Endang (1990), menyatakan ada beberapa cara untuk mengukur diameter pohon yaitu :

a. Bagi pohon berdiri diameter diukur pada ketinggian 1,3 meter di atas permukaan tanah (diameter setinggi dada)

b. Bagi pohon berbanir berdiri bercabang adalah sebagai berikut :

? Tinggian 20 cm di atas banir.

c. Bagi pohon berdiri bercabang adalah sebagai berikut :

- Ketinggian cabang di atas 1,3 meter diukur pada ketinggian 1,3 meter - Ketinggian cabang kurang dari 1,3 meter diukur pada ketinggian 1

meter dari letak cabang ( pohon dianggap satu )

- Ketinggian cabang tepat sama 1,3 meter diukur agak ke bawah dari cabang kurang lebih 10 cm ( pohon di anggap satu )

d. Untuk pohon berdiri pada tanah miring, diameter diukur pada ketinggian 1,3 meter dari bagian tanah miring yang atas.

(18)

e. Untuk pohon menggembung pada ketinggian 1,3 meter diameter di ukur pada ketinggian 10 – 20 cm di atas bagian tepi yang menggembung.

f. Untuk pohon miring, diameter diukur pada ketinggian 1,3 meter searah pohon

g. Untuk pohon rendah letak pengukuran diameter ini tergantung kebutuhan, bisa dipangkal tengah atau ujung batang. Pengukuran diameter dapat dilakukan dengan atau tanpa mengikut sertakan kulit pohon dikarenakan kulit pohon relatif kecil ketebalannya, untuk lebih jelasnya perhatikan gambar di bawah ini.

Gambar 1. Posisi /letak pengukuran diameter pohon berdiri

Untuk pengukuran diameter yang dianggap besar harus lebih cermat lagi, dari pada diameter berukuran kecil, hal ini penting diperhatikan karena pengaruhnya terhadap penentuan volume cukup besar (Pariadi, 1979).

(19)

D. Kelerengan

Kelerengan adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan horisontal dan menunjukkan hubungan dari permukaan tempat tumbuh terhadap bidang horisontal. Hal yang berpengaruh dari kelerengan adalah tentang aliran air di atas permukaan tanah, temperatur tanah dan kandungan air di atas permukaan tanah juga merubah intensitas pengeringan dengan cara merubah sudut jatuhnya sinar matahari (Soekotjo, 1976).

Soekotjo (1976), menyatakan bahwa klasifikasi kelerengan area hutan adalah sebagai berikut :

1. Kecil 5° - 10° 2. Sedang 11° - 20° 3. Curam 21° - 30° 4. Amat curam 31° - 45° 5. Jurang lebih dari 45°

Menurut Soetrisno (1998), kedalaman tanah dan kandungan air berubah secara langsung dengan besarnya lereng. Besar kecilnya lereng dan pengaruhnya terhadap keadaan tanah adalah sebagai berikut :

1. Lereng- lereng kecil, kedalaman tanahnya sedang, suplai air biasanya banyak. Produksi dapat tinggi asalkan iklim baik.

2. Lereng- lereng sedang, kedalaman tanah sedang, suplai air sedang. Tegakan-tegakan rapat dan produksi tinggi kalau iklim baik.

(20)

3. Lereng- lereng curam, tanah biasanya dangkal, pohon-pohon tertentu tumbuh disini, terutama yang dangkal perakarannya.

4. Lereng- lereng amat curam, tanahnya tipis dengan batu-batuan tersebar di permukaan. Biasanya ditumbuhi pohon-pohon dan kecil.

Selanjutnya menurut Soetrisno (1998), arah lereng juga berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon, karena arah lereng menentukan banyaknya sinar matahari yang diterima. Lereng yang mengarah ke kutub jauh lebih lembab dan lebih sejuk daripada yang mengarah ke khatulistiwa/equator. Lereng yang menghadap ke timur kena pengaruh matahari pagi, dan lebih terlindung dari pengaruh angin barat daya dan angin barat selama bagian siang hari yang terpanas. Lereng yang menghadap ke Timur bagus untuk pertumbuhan pohon dan seringkali ditandai dengan oleh tegakan-tegakan yang rapat dan yang baik pertumbuhannya. Begitu juga dengan lereng- lereng yang menghadap ke utara terlindung dari efek matahari selama siang hari dan juga terlindung dari efek angindan biasanya pertumbuhan pohon juga baik di sini. Lereng- lereng yang menghadap ke selatan keadaannya panas dan relatif kering seperti halnya dengan lereng-lereng yang menghadap ke barat. Keadaan kering di sini menyebabkan api lebih cepat merusak, sehingga pertumbuhan pohon umumnya terganggu.

E. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah iklim, biotis dan faktor edafis. Untuk faktor iklim bagian yang terpenting adalah sinar

(21)

matahari, suhu dan kelembapan sedangkan yang termasuk faktor biotis adalah manusia, hewan dan tanaman dari kelompok itu sendiri yang berhubungan dengan lingkungan, sedangkan faktor edafis meliputi semua faktor seperti sifat fisik, sifat kimia dan sifat biotis dari tanah (Soekotjo, 1976 ).

Selanjutnya Soekotjo (1976), menyatakan bahwa lingkungan suatu hutan merupakan tempat tumbuh yang dalam keadaan efektif mempengaruhi kehidupan suatu masyarakat tumbuhan dan pengklasifikasi akan dibagi dalam beberapa faktor :

1. Faktor Klimatis

Faktor klimatis adalah faktor yang berhubungan dengan atmosfir dan semua faktor yang mempengaruhi tanaman seperti radiasi matahari, kelembaban atmo sfir, angin, karbondioksida dan Oksigen.

2. Faktor Edafis

Faktor edafis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan tanah seperti tekstur tanah, struktur tanah, zat hara, keasaman tanah, kebasaan tanah serta bahan organik.

3. Faktor Fisiografis

Faktor fisiografis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan yang secara tidak langsung mempengaruhi vegetasi hutan seperti lereng dan aspeknya, ketinggian tempat, derajat lintang, konfigurasi bumi, kedudukan terhadap laut dan gunung.

(22)

4. Faktor Biologis

Faktor biologis adalah faktor tumbuhan dan hewan, baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan vegetasi hutan seperti organisme tanah, hewan, tumbuhan termasuk manusia sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan secara langsung adalah radiasi matahari , karbondioksida, air, tanah dan atmosfir serta oksigen dan zat hara.

Jadi jelaslah bahwa tempat tumbuh merupakan hal yang sangat kompleks dan juga merupakan dari interaksi dari banyak faktor yang berbeda-beda, dimana kualitas vegetasi yang dihasilkan per satuan luas berhubungan dengan faktor tempat tumbuh (Idris , 1985).

(23)

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Areal PT. Batu Karang Sakti Kecamatan Mentarang Kabupaten Malinau. Waktu penelitian selama 8 hari, mulai tanggal 16 Mei 2011 sampai tanggal 23 Mei 2011 meliputi orientasi lapangan, persiapan alat, dan pelaksanaan pengukuran.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Tanaman Shorea spp.

b. Label dari plastik dengan ukuran 4 cm x 4 cm c. Tali rafia, untuk membatasi plot.

2. Alat

Alat – alat yang digunakan dalam pengamatan ini adalah sebagai berikut: a. Parang, untuk merintis batas dan jalan.

b. Klinometer, untuk mengukur kelerengan. c. Phi band, untuk mengukur diameter pohon. d. Kompas, untuk menentukan arah

e. Meteran, untuk mengukur panjang plot f. Alat tulis menulis

(24)

C. Prosedur Kerja

Adapun langkah – langkah yang dilakukan dalam pengamatan ini agar mencapai sasaran yang diinginkan adalah sebagai berikut :

1. Orientasi lapangan pada areal yang diamati untuk mendapatkan gambaran mengenai lokasi dan tanaman yang akan diteliti.

2. Mempersiapkan peralatan yang akan digunakan.

3. Membuat plot atau petak ukur pada bagian tengah dari lereng dengan ukuran plot 25 m x 10 m dengan menggunakan meteran dan tali rafia untuk masing – masing kelerengan. Kedua plot kelerengannya mengarah ke utara.

4. Menentukan kelerengan tempat dengan alat klinometer dengan menggunakan stik sebagai alat bantunya, di mana pada saat pengukurannya dibuat ikatan / simpul dari tali rafia pada stik dengan ukuran setinggi mata pengukur, kemudian membidik stik tersebut sampai batas stik dapat dilihat oleh pembidik.

5. Membersihkan sekitar tanaman yang diukur diameternya dan memberi label nomor untuk memudahkan pengamatan.

6. Mengukur diameter pohon dengan menggunakan phi band dan pohon yang diukur diameternya yang terdapat pada kelas kelerengan, cara pengukurannya sebagai berikut :

a. Mengukur diameter pohon dengan menggunakan phi band yaitu diukur pada ketinggian 1,3 cm di atas permukaan tanah (diameter setinggi dada)

(25)

b. Pengukuran dimulai dari pohon tingkat tiang hingga tingkat pohon besar untuk masing- masing kelas kelerengan.

D. Pengolahan Data

Selanjutnya untuk mengetahui diameter rataan pada masing – masing kelas kelerengan, data yang diperoleh tersebut dianalisis atau diolah dengan menggunakan rumus menurut Anomin ( 1992 ) :

1. Menghitung nilai rataan:

n

x

x

?

?

Keterangan :

x = nilai rata-rata

?

x = jumlah nilai individu n = jumlah pohon yang diukur 2. Menghitung nilai simpangan baku (SD)

? ?

1 2 2 ? ? ?

?

?

n n X X SD Keterangan : SD = standar Deviasi

?

x = jumlah nilai individu

2

?

x = jumlah individu yang dikuadratkan n = jumlah pohon yang diukur

(26)

3. Coeffcient Of Variation (koefisien Variasi) % 100 x Sd CV ? ? Keterangan :

CV = Coefficient Of Variation (koefesien Variasi) SD = Standar Deviation (Simpang Baku)

? = Rata-rata (diameter)

Klasifikasi dari koefisien variasi menurut Becking (1981) adalah sebagai berikut :

C.V = 0 – 10 % (dikatakan kecil / seragam) C.V = 10 – 20 % (dikatakan sedang) C.V = 20 – 30 % (dikatakan besar)

(27)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Dari hasil pengukuran dan perhitungan diameter tanaman Meranti (Shorea spp) di areal PT. Batu Karang Sakti, maka diperoleh hasil diameter rata-rata tanaman Meranti (Shorea spp) pada kelerengan sedang (15°) dan kelerengan curam (21°) adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Perhitungan Diameter Rata-rata Tanaman Meranti (Shorea spp) Pada Kelerengan Sedang (15°) dan Curam (21°) serta

Standar Deviasi dan Koefisien Variasinya

Variabel Jumlah Rata-rata SD CV Keterangan

(cm) (cm) (cm) (%)

Lereng Sedang 1.039,80 26,66 8,82 33,08

Lereng Curam 838,50 23,29 7,75 33,26

Berdasarkan dari hasil perhitungan pada Tabel 1 diketahui bahwa nilai rata-rata diameter pada kelerengan sedang menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan pada kelerengan curam. Data hasil pengukuran diameter rata-rata tanaman Meranti (Shorea spp) secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1.

Untuk lebih jelasnya hasil perhitungan seperti pada Tabel 1 tersebut dapat dituangkan dalam bentuk histrogram seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

(28)

Gambar 2. Histogram Perhitungan Diameter Ra ta-rata Tanaman Meranti (Shorea spp) Pada Kelerengan Sedang (15°) dan Curam (21°) serta Standar Deviasi dan Koefisien Variasinya

B. Pembahasan

Hasil perhitungan diameter rata-rata tanaman Meranti (Shorea spp) untuk masing- masing kelas kelerengan menunjukan hasil yang berbeda, nilai rata-rata diameter pada kelerengan sedang menunjukkan hasil yang lebih besar jika dibandingkan dengan kelerengan curam. Hasil diameter rata-rata yang diperoleh dari kelerengan sedang adalah 26,66 cm dengan koefisien variasi 33,08%, sedangkan hasil yang diperoleh dari kelerengan curam adalah 23,29 cm dengan koefisien variasi 33,26%.

Perbedaan ini diduga karena adanya unsur hara yang ada di dalam tanah, kandungan air tanah lebih memadai pada kelerengan sedang jika dibandingkan dengan kelerengan curam, karena lapisan tanah pada kelerengan yang curam biasanya dangkal karena terkikis oleh aliran air permukaan tanah. Dan secara tidak langsung hal itu mempengaruhi kesuburan tanah dari tegakan Meranti (Shorea spp) tersebut. Pada

(29)

kelerengan yang sedang diduga memiliki kesuburan tanah yang lebih baik dibandingkan dengan kelerengan yang curam karena pada kelerengan yang sedang tegakan Meranti (Shorea spp) ini menghasilkan diameter kayu yang lebih besar, dimana semakin curam kelerengannya, semakin tinggi tingkat erosi yang terjadi, hal itu berpengaruh terhadap kualitas terhadap tempat tumbuhnya tanaman yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan diameter tanaman itu sendiri. Hal ini didukung oleh pendapat Idris, (1985). menyatakan bahwa kelerengan suatu tempat berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter suatu tegakan, dan tempat tumbuh merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi vegetasi hutan secara langsung maupun tidak langsung seperti lereng, ketersediaan air tanah, dan lapisan permukaan tanah.

Dengan memperhatikan koefisien variasinya dapat diketahui bahwa rata-rata diameter tanaman jenis meranti di lokasi dengan kelas lereng yang sedang dan curam menunjukan variasi yang sangat besar. Hal ini sesuai pendapat Becking (1981) bahwa koefisien variasi di atas 30% adalah sangat besar.

Koefisien variasi untuk diameter rata-rata tanaman meranti yang tumbuh pada lereng sedang menunjukan bahwa variasi yang lebih baik dibandingkan dengan diameter rata-rata meranti yang tumbuh pada lereng curam. Koefisien variasi yang sangat besar ini adalah salah satu indikator untuk tanaman yang tumbuh secara alam.

(30)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil perhitungan diameter rataan tanaman Meranti (Shorea spp) pada dua kelas kelerengan yaitu kelerengan sedang (15°) dan kelerengan curam (21°), maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Diameter rataan pohon Meranti (Shorea spp) pada kelerengan sedang (15°) sebesar 26,66 cm dan kelerengan curam (21°) sebesar 23,29 cm. 2. Ditinjau dari diameter rataannya, pada kelerengan sedang menunjukan

pertumbuhan diameter yang lebih baik dibandingkan pada kelerengan curam.

B. Saran.

Untuk memberi informasi yang lebih lengkap, maka perlu adanya pengamatan lebih lanjut tentang diameter rataan tanaman Meranti (Shorea spp) pada kelas dan arah kelerengan yang berbeda.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1991. Dendrologi. Departemen Pendidikan kebudayaan.Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan Kehutanan Bogor.

Anonim, 1992. Manual Kehutanan. Departemen kehutanan Republik Indonesia Jakarta.

Anonim, 2001. Kondisi Alam Daerah Aliran Sungai Mentarang.

www.cifor.cgiar.org (9 Juni 2011)

Anonim, 2006. RKUPHHK PT. Batu Karang Sakti, Kalimantan Timur

Becking. 1981. Manual Of Forest Inuventury Part Two. FAO.

Brawinata, A. 1987. Beberapa Catatan dari Pohon – pohon Tanaman Ind ustri Cepat Tumbuh. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda

Endang, 1990. Manajemen Hutan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Universitas Padjajaran.

Gunarso, P., Setyawati, T., Sunderland, T.C.H. dan Shackleton, C. (eds) 2009. Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era Desentralisasi: pelajaran yang diperoleh dari hutan penelitian Malinau, Kalimantan Timur, Indonesia. CIFOR, Bogor, Indonesia. www.cifor.cgiar.org (9 Juni 2011)

Idris, I. 1985. Silvikultur. Pusat Pendidikan Kehutanan Cepu Perum Perhutani. Cepu

Khaeruddin, 1994. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta

Pariadi, A. 1979. Ilmu Ukur Kayu Bagian Kedua.Pusat pendidikan kehutanan Cepu. Perum Perhutani. Cepu

Richards, P.W. 1964. The Tropical rain In Ecological Study, Cambirge Universitas Press, London, New York, Melbourne, 450 pig,

Soekotjo, W. 1976. Silvika. Proyek Peningkatan Pengembangan Perguruan Tinggi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Soetrisno, 1998. Silvikultur. http://www.silvikultur.com/Kelerengan_dan

(32)
(33)

Tabel 2. Hasil Pengukuran Diameter Tanaman Meranti (Shorea spp) Pada Kelerengan Sedang (15°) dan Kelerengan Curam (21°)

No. Pohon Diameter

Kelerengan Sedang (15°) Kelerengan Curam (21°)

1 11,2 20,1 2 35,6 14,5 3 30,3 19,2 4 20,3 23 5 39,4 43,4 6 21,2 15 7 29,3 19,2 8 26 17,3 9 41,2 13 10 38,9 43,5 11 22,3 17,7 12 28,9 23 13 32,3 27,2 14 18,9 24,2 15 17 10,5 16 20,1 23,2 17 19 16,5 18 17,8 23,5 19 28,9 15 20 18,1 27,3 21 37 14,4 22 16,7 28,3 23 18,9 24,3 24 15,2 23,1 25 12,3 39,3 26 19,1 20 27 32,5 26 28 29,2 21 29 22,3 20 30 23,2 23 31 35 22,3 32 43,4 23,2 33 41,2 27,2 34 38,9 24,2 35 22,3 35,6 36 28,9 30,3 37 27.2 - 38 24.2 - 39 35.6 - Jumlah 1039.8 838.5 Rata-rata 26.66 23.29 SD 8.82 7.75 CV 33.08 33.26

(34)

Perhitungan Rata-rata Diameter Tanaman Meranti (Shorea spp)

a. Rata-rata diameter tanaman Meranti (Shorea spp) pada kelerengan sedang (15°)

= 26,66 cm

b. Rata-rata diameter tanaman Meranti (Shorea spp) pada kelerengan Curam (21°).

= 23,29 cm

Perhitungan Standar Deviasi Diameter Tanaman Meranti (Shorea spp)

a. Standar deviasi diameter tanaman Meranti (Shorea spp) pada kelerengan sedang (15°)

? ?

1 2 2 ? ? ?

?

?

n n X X SD SD =

(35)

SD = 8,82

b. Standar deviasi diameter tanaman Meranti (Shorea spp) pada kelerengan Curam (21°).

? ?

1 2 2 ? ? ?

?

?

n n X X SD SD = SD = 7,75

Perhitungan Koefisien Variasi Diameter Tanaman Meranti (Shorea spp)

a. Koefisien variasi diameter tanaman Meranti (Shorea spp) pada kelerengan sedang (15°)

CV =

CV = 33,08 %

b. Koefisien variasi diameter tanaman Meranti (Shorea spp) pada kelerengan Curam (21°).

(36)

Gambar

Gambar 1. Posisi /letak pengukuran diameter pohon berdiri
Gambar 2. Histogram Perhitungan Diameter Ra ta-rata Tanaman Meranti    (Shorea spp) Pada Kelerengan Sedang (15°) dan Curam (21°) serta  Standar Deviasi dan Koefisien Variasinya
Tabel 2. Hasil Pengukuran Diameter  Tanaman  Meranti  (Shorea spp)  Pada  Kelerengan Sedang (15°) dan Kelerengan Curam (21°)

Referensi

Dokumen terkait

10 Dokumen Perencanaan 05 Jumlah peningkatan pengelolaan sarana dan prasarana menunjang pelayanan peradilan 8 Layanan Pengelolaan 06 Jumlah terselenggaranya

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, yaitu diperolehnya suatu metode untuk menye- lesaikan persoalan keputusan dan

Penilaian penulis memang sangat bersifat subyektif, namun secara jujur komposisi musik untuk Original Soundtrack Inside Out banyak memberikan inspirasi dalam

Kombinasi jumlah pelepah dan periode waktu mempertahankan pelepah efektif untuk meningkatkan bobot TBS/hektar, Bobot TBS/pokok dan BTR/bulan Kombinasi jumlah pelepah

Tidak terdapat pengaruh beban kerja terhadap kelelahan menunjukan dari hasil regresi logistik ordinal dengan nilai p-value (0,961) > α-(0,05). Terdapat pengaruh

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa bid-ask spread pada semester satu saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap holding period investor, sedangkan variabel lain

Salah satu bentuk transaksi dalam Islam adalah kerjasama dalam usaha dua orang atau lebih yang populer dengan istilah syirkah atau musyarakah?. Diantara praktek musyarakah adalah

sampah yang didominasi oleh sampah sisa makanan. Hasil uji nilai kalor sampel sampah baik di Rusunawa maupun LPPU cenderung lebih tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh