• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

8 A. Teori Grand

Teori yang mendasari wajib pajak patuh dalam penelitian ini adalah :

a. Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1975)

Teori mengemukakan bahwa niat seseorang dipengaruhi oleh dua penentu utama yaitu (Anisa, 2012) :

1. Sikap

Merupakan gabungan dari beberapa evaluasi atau penilaian positif maupun negatif dari faktor-faktor perilaku dan kepercayaan tentang akibat dari perilaku.

2. Norma Subyektif

Merupakan gabungan dari beberapa persepsi tentang tekanan/ aturan dan norma social yang membentuk suatu perilaku.

Relevansinya dengan penelitian ini adalah bahwa seseorang dalam menentukan patuh atau tidak patuh dalam melakukan kewajiban perpajakannya dipengaruhi rasionalitas dalam mempertimbangkan manfaat dari pajak dan juga pengaruh lingkungan yang berhubungan dalam pembentukan norma subyektif yang ikut mempengaruhi keputusan berperilaku.

(2)

b. Teori of planned behavior

Teori of planned behavior menjelaskan adanya niat berperilaku dapat menimbulkan perilaku yang ditampilkan individu. Dari pendekatan menggunakan teori of planned behavior ini dapat dilihat bahwa perilaku ketidakpatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh niat untuk berperilaku tidak patuh dan niat tersebut dipengruhi oleh behavioral beliefs, normative beliefs, dn contorl beliefs.

Teori of planned behavior ini sangat relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan berperilaku tidak patuh dan niat tersebut dipengruhi oleh behavioral beliefs, normative beliefs, dn contorl beliefs.

Berikut adalah kerangka pemikiran ilustratif mengenai sanksi pajak, pelayanan fiskus dan pengetahuan perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak.

B. Gambaran Umum Mengenai Perpajakan 1. Definisi Pajak

Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat :

Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut Mardiasmo (2009:1) pajak memiliki unsur-unsur :

(3)

Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara.Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk.Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2. Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:1-2), ada dua fungsi pajak,yaitu :

 Fungsi budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

 Fungsi mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.

3. Wajib Pajak

a. Pengertian Wajib Pajak

Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 no.28 Tahun 2008 dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pengertian Wajib Pajak adalah sebagai berikut :

(4)

“Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan.

b. Kewajiban dan hak Wajib Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:54) Wajib Pajak berkewajiban untuk :

1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

2. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. 3. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.

4. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam waktu yang telah ditentukan.

5. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan. 6. Jika diperiksa wajib :

a. Memperlihatkan dan atau meeminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau obyek yang terutang pajak.

b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 7. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau

(5)

kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

Adapun, hak-hak Wajib Pajak menurut Mardiasmo (2009:54-55)

1. Mengajukan surat keberatan dan surat banding. 2. Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

3. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan. 4. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.

5. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.

6. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.

7. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

9. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.

10. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. 11. Mengajukan keberatan dan banding.

3. Surat Pemberitahuan

Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, dan atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tidak semua jenis pajak yang berlaku boleh menggunakan surat pemberitahuan.

(6)

Hal ini tergantung dari jenis pajak itu sendiri. Surat pemberitahuan lazimnya digunakan hanya pajak langsung seperti pajak penghasilan dan Pajak Bumi dan Bangunan, sedangkan pada pajak tidak langsung pada umumnya tidak menggunakan surat pemberitahuan. Di katakan “pada umumnya” karena ada pula pajak tidak langsung yang menggunakan surat pemberitahuan, seperti Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Pajak tidak langsung yang tidak menggunakan surat pemberitahuan adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan serta Bea Materai.

Penggunan surat pemberitahuan merupakan bagian dari self assessment system yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung dan melaporkan jumlah pajak yang terutang kepada pejabat pajak yang menerbitkan surat pemberitahuan itu. Self assessment system merupakan pengganti official assessment system sebagaimana yang di terapkan terhadap pajak langsung pada masa sebelum terjadi perubahan Undang-undang Pajak pada tahun 1983. sekalipun terjadi perubahan official assessment system menjadi self assessment system, jika kesadaran hukum wajib pajak maupun pejabat pajak tidak mengalami perubahan ke arah positif, perubahan itu tidak memiliki makna yang signifikan terhadap penegakan hukum pajak, baik pada masa kini maupun masa depan.

Berikut ini adalah surat –surat pemberitahuan yang perlu wajib pajak ketahui :

1. Surat pemberitahuan masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak.

(7)

2. Surat pemberitahuan tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

3. Surat setoran pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah di lakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang di tunjuk oleh menteri keungan.

4. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar.

5. surat ketetapan kurang bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak,jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus di bayar.

4. Nomor Pokok Wajib Pajak

a) Pengertian

Nomor pokok wajib pajak adalah suatu sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak.

b) Fungsi NPWP

a. sebagai tanda pengenal diri atau indetitas Wajib Pajak.

b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.

(8)

c) Pecantuman NPWP

NPWP harus dituliskan dalam setiap dokumen perpajakan, antara lain pada:

a. Formulir pajak dipergunakan wajib pajak.

b. Surat menyurat dalam hububungan dengan perpajakan.

c. Dalam hubungan dengan instansi tertentu yang mewajibkan NPWP.

d) Pendaftaran NPWP

Semua wajib pajak menurut self assessment wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus mendapatkan NPWP. Kewajiban mendaftarkan ini berlaku pula untuk wanita kawin yang di kenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

5. Sanksi

Bagi mereka dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau tanpa hak NPWP sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang di bayar.

(9)

C. Faktor – Faktor Yang mempengaruhi KetidakPatuhan Wajib Pajak 1. Persepsi sistem keadilan perpajakan

Persepsi sistem keadilan terdiri dari 3 dimensi yaitu vertical equity, Horizontal equity, Exchange equity. Vertical equity merupakan kewajaran pajak yang dibayarkan wajib pajak dibandingkan orang lain yang memiliki kekayaan yang lebih. Horizontal equity adalah persepsi kewajaran pajak yang dibayar dibandingkan orang lain yang memiliki kekayaan yang lebih. Exchange equity adalah persepsi kewajaran pajak yang dibayar dibandingkan servis / pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.

Adam ( 1965 ) menyatakan equity dalam istilah input dan outcome adalah ketika seorang mempunyai rasio outcome terhadap input yang berbeda dengan seharusnya maka terjadilah inequity ( distributive justice ). Asas equity menyatakan bahwa pemungutan pajak harus bersifat final, adil, dan merata. Asa ini kemudian dibedakan menjadi dua : (1) Benefit principle ( prinsip manfaat yang diperoleh ) dan (2) Ability principle ( prinsip biaya ).

Keadilan merupakan persepsi ekuitas individu sebagai sistem pajak. Ketika wajib pajak merasa tidak adil dengan pajak yang dibayar maka akan mempengaruhi niat untuk berperilaku tidakpatuh.

(10)

2. Norma Sosial

Norma sosial adalah persepsi individu tentang pengaruh sosial dalam membentuk perilaku tertentu ( Adjzen 1991 ). Norma sosial merupakan fungsi dari harapan yang dipersepsikan individu dimana satu orang atau lebih disekitarnya misalnya, saudara, atau teman sejawat menyetujui perilaku tertentu dan memotivasi individu tersebut untuk mematuhi orang-orang disekitar wajib pajak yang dianggap penting, contohnya petugas pajak dan pimpinaan perusahaan. Jika orang disekitar wajib pajak dianggap tidak penting memiliki sikap positif terhadap kepatuhan pajak, maka wajib pajak taersebut akan patuh membayar pajak. Sebaliknya, jika orang-orang disekitar wajib pajak dianggap penting memiliki sikap negatif terhadap kepatuhan wajib pajak , maka wajib pajak akan menghindari pajak.

3. Sanksi Pajak

Pengertian sanksi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah tanggungan (tindakan-tindakan, hukuman, dsb) untuk memaksa seseorang untuk menepati perjanjian atau menaati apa-apa yang sudah dikemukakan.

Undang-undang dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban, tindakan yang diperkenankan dan tidak diperkenankan oleh masyarakat. Agar undang-undang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak (Suyatmin, 2004 dalam Anisa dan Zulaikha, 2011).WP akan mematuhi

(11)

pembayaran pajak bila memandang sanksi denda akan lebih banyakmerugikannya. Semakin banyak sisa tunggakan pajak yang harus dibayar WP, maka akan semakin berat bagi WP untuk melunasinya.

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo,2006 dalam Ni dan Putu 2010).

Dalam UU Perpajakn dikenal dua macam sanksi perpajakan, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.Perbedaan sanksi administrasi dan sanksi pidana menurut Mardiasmo (2009:57) adalah :

a. Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada Negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi denda dapat dikatakan sebagai hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan dengan cara membayar uang.

b. Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan.Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.

Menurut ketentuan dalam UU Perpajakn ada 3 macam sanksi pidana, yaitu :

(12)

c. Denda pidana

Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam/dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan,sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada Wajib Pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma.

d. Pidana kurungan

Hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran.Karena pidana kurungan diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.

e. Pidana penjara

Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan.Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan.Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan pada ihak ketiga,adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak

Sanksi administrasi

a. Bunga 2% per bulan

Tabel 2.1

No. Masalah Cara

mebayar/menagih 1 Pembetulan sendiri SPT

(SPT Tahunan atau SPT Masa)

tetapi belum diperiksa

SSP/STP

(13)

PPh pasal 25 tidak/kurang dibayar. PPh pasal 21, 22,23 dan 26 serta PPn yang terlambat dibayar. SKPKB, STP, SKPKBT tidak/kurang dibayar atau terlambat dibayar.

SPT salah tulis/ salah hitung. SSP/STP SSP/STP SSP/STP SSP/STP 3 Dilakukan pemeriksaan pajak kurang dibayar (maksimum 24 bulan). SSP/SPKB 4 Pajak diangsur/ditunda; SKPKB, SKKPP, STP. SSP/STP 5 SPT tahunan PPh ditunda,

pajak kurang dibayar

SSP/STP b.Denda Administrasi Tabel 2.2 No . Masalah Cara membayar/menag ih 1 Tidak/terlambat memasukkan/menyampaik an SPT STP ditambah Rp 100.000,- atau Rp 500.000,- atau Rp 1.000.000 2 Pembetulan sendiri, SPT tahunan atau SPT masa tetapi belum disidik.

SSP ditambah 150%

3 Khusus PPN :

c. Tidak melaporkan usaha d. Tidak membuat/mengisi faktur e. Melanggar larangan membuat faktur SSP/SPKPB (ditambah 2% denda dari dasar pengenaan)

4 Khusus PBB :

a. SPT, SKPKB

tidak/kurang dibayar atau terlambat dibayar.

b. Dilakukan

pemeriksaan, pajak kurang dibayar. STP+denda 2% (maksimum 24 bulan) SKPKB+denda administrasi dari selisih pajak yang terutang.

(14)

c. Kenaikan 50% dan 100%

Tabel 2.3

No. Masalah Cara

Menagih 1 Dikeluarkan SKPKB dengan

perhitungan secara jabatan : a. Tidak memasukkan SPT : 1. SPT tahunan (PPh 29) 2. SPT tahunan (PPh 21, 23, 26 dan PPN) b. Tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 KUP.

c. Tidak memperlihatkan buku/dokumen, tidak memberi keterangan, tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pasal 29 SKPKB ditambah kenaikan 50% SKPKB ditambah kenaikan 100% SKPKB 50% PPh pasal 29 100% PPh pasal 21, 23, 26 dan PPN. SKPKB 50% PPh pasal 29 100% PPh pasal 21, 23,26 dan PPN. 2 Dikeluarkan SKPKBT karena: ditemukan data baru, data semula yang belum terungkap setelah dikeluarkan SKPKB. SKPKBT 100% 3 Khusus PPN: Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan, dimana PKP tidak seharusnya SKPKB 100%

(15)

mengkompensasi selisih lebih, menghitung tarif 0% diberi restitusi pajak.

Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006 dalam Ni dan Putu 2010).Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan indikator (Yadnyana, 2009 dalam Ni dan Putu 2010) sebagai berikut:

1. Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat. 2. Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat

ringan.

3. Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk mendidik wajib pajak.

4. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi. 5. Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan.

Selama ini ada anggapan umum dalam masyarakat bahwa akan dikenakan sanksi perpajakan hanya bila tidak membayar pajak. Padahal, dalam kenyataannya banyak hal yang membuat masyarakat atau wajib pajak terkena sanksi perpajakan, baik itu berupa sanksi administrasi (bunga, denda, dan kenaikan) maupun sanksi pidana.

Menurut Ilyas dan Burton (2010) yang dikutip oleh Arum (2012) terdapat empat hal yang diharapkan atau dituntut dari para wajib pajak, yaitu:

(16)

1. Dituntut kepatuhan (compliance) wajib pajak dalam membayar pajak yang dilaksanakan dengan kesadaran penuh

2. Dituntut tanggung jawab (responsibility) wajib pajak dalam menyampaikan atau memasukan Surat Pemberitahuan tepat waktu sesuai Pasal 3 Undang-undang Nomor 6/1983.

3. Dituntut kejujuran (honesty) wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan sesuai dengan keadaan sebenarnya

4. Memberikan sanksi (law enforcement) yang lebih berat kepada wajib pajak yang tidak taat pada ketentuan yang berlaku.

Dari keempat hal di atas, paling efektif menurut Ilyas dan Burton (2010) adalah dengan menerapkan sanksi (law enforcement) tanpa pandang bulu dan dilaksanakan secara konsekuen.

Wajib pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006 dalam Arum,2012). Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak.

D. Niat Dan Perilaku Ketidakpatuhan Wajib Pajak

1. Niat Ketidakpatuhan Wajib Pajak

Niat atau intense adalah kecenderungan wajib pajak untuk melakukan perilaku ketidakpatuhan. Dalam mengukur variable laten niat untuk berperilaku tidakpatuh, responden akan dimintai pendapatnya tentang dua pertanyaan yang

(17)

mewakili dua varible niat yaitu kecenderungan dan keputusan untuk tidakpatuh pada ketentuan pajak.

2. Perilaku Ketidakpatuhan Wajib Pajak

Perilaku ketidakpatuhan adalah perilaku ketidakpatuhan seseorang dalam memenuhi ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku baik ketidakpatuhan formal maupun ketidakpatuhan materal. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mustika sari ( 2007 ) instrumen ketidakpatuhanpajak dilihat melalui tiga kepatuhan yaitu pertama, kepatuhan pengisisan SPT. Kedua, kepatuhan pembayaran. Ketiga, kepatuhan mterial.

D. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.4

No. Judul Peneliti Variabel Hasil Penelitian

1. Pengaruh

keadilan sistem perpajaknan dan religiusitas terhadap niat dan perilaku ketidakpatuhan wajib pajak Tengku, Adri, Yessi (2012) Variabel independent: 1. Keadilan sistem perpajakan 2. religiusitas Variabel dependent : Niat dan perilaku ketidakpatuhan wajib pajak

kedua variablel independent berpengaruh terhadap niat dan perilaku ketidakpatuhan wajib pajak secara bersama-sama kedua variable tersebut berpengaruh terhadap niat dan perilaku

ketidakpatuhan wajib pajak 2. Pengruh norma

sosial dan norma moral terhadap niat dan perilaku

Ressy, Adri, Yessi (2012) Variabel Independent : 1. Norma sosoial 2. Norma moral Variabel Dependent : kedua variablel independent berpengaruh terhadap niat dan

(18)

ketidakpatuhan wajib pajak Kepatuhan Wajib Pajak perilaku ketidakpatuhan wajib pajak secara bersama-sama kedua variable tersebut berpengaruh terhadap niat dan perilaku ketidakpatuhan wajib pajak 3. Pengaruh risiko deteksi dan besarnya sanksi terhadap niat dan perilaku ketidakpatuhan wajib pajak Sri Rustiyaningsih (2011) kedua variablel independent berpengaruh terhadap niat dan perilaku ketidakpatuhan wajib pajak secara bersama-sama kedua variable tersebut berpengaruh terhadap niat dan perilaku ketidakpatuhan wajib pajak. 4. Pengaruh sikap norma subyektif dan keperilkuan yang diperepsikan terhadap perilaku ketidakpatuhan wajib pajak Ni Ketut dan Putu (2010) Variabel Independent : 1. Persepsi tentang sanksi perpajakan 2. Kesadaran wajib pajak Variabel Dependent : Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak 5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keamauan Untuk Membayar Pajak Dengan Kesadaran Membayar Pajak Sebagai Variabel Intervening Rahman dan Zulaikha (2012) Variabel Independent: 1. Pengetahuan dan Pemahaman tentang peraturan Perpajakan 2. Pelayanan Fiskus 3. Persepsi atas Secara Signifikan Pengetahuan dan Pemahaman tentang peraturan Perpajakan, Pelayanan Fiskus, Persepsi atas Efektivitas Sistem Perpajakan, Kesadaran

(19)

(Studi Kasus Wajib Pajak yang Melakukan Pekerjaan Bebas Yang Terdaftar di KPP Pratama Semarang Tengah Satu Efektivitas Sistem Perpajakan 4. Kesadaran Mmbayar Pajak Variabel Dependent : Kemauan Membayar Pajak Membayar Pajak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak.

(20)

E. Kerangka Pemikiran

Berikut ini adalah kerangka pemikiran ilustratif mengenai persepsi keadila sistem perpajakan, sanksi pajak, dan norma sosial terhadap niat dan perilaku ketidakpatuhan wajib pajak.

Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran

Niat dan perilaku ketidakpatuhan wajib pajak

Norma sosial Sanksi pajak

Persepsi keadilan sistem perpajakan

Gambar

Gambar 2.5  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Kompleksitas pekerjaan atau kerumitan geometri produk yang harus dibuat dapat diatasi dengan memilih mesin perkakas dengan jumlah sumbu gerakan yang lebih banyak

Penerimaan yang baik sangat penting, karena sangat membantu orang tua dengan anak spesial melakukan upaya-upaya untuk menolong putra-putri mereka. Dengan kondisi menerima orang

Komunikasi ini akan menampilkan data yang telah diterima sensor sehingga dapat diakses melalui alamat IP(internet protocol). Modul WiFi ini akan melakukan ping ke server

t yang terorganisir untuk mencapai tujuan sebagaimana mestinya, dan dalam usaha tidak lukan suatu Hukum yang dijadikan sebagai alat sia baik yang bergerak maupun tidak

Sehingga tidak hanya bersandar kepada data-data tertulis seperti beberapa mushaf yang ditulis oleh para sahabat sesuai dengan pemahamannya akan turunnya ayat per ayat tau mushaf

Berdasarkan latar belakang tersebut membuat penulis tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara pengawasan, prosedur kerja dan kondisi fisik dengan terjadinya

Nalar pembentukan hukum CLD-KHI, juga mengusung enam visi hukum Islam yang dicita-citakan, yaitu: pluralisme (ﺔّﯾدّﺪﻌﺗ), nasionalitas (ﺔﻨطاﻮﻣ), penegakan

bahwa sesuai ketentuan Pasal 184 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12