AT-TABSYIR
Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2013
AT-TABSYIR
Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam
KONSELING RELIGI
Jurnal Bimbingan Konseling Islam
Jurusan Dakwah
Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS JAWA TENGAH
Jurusan Dakwah
Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS JAWA TENGAH
AT-TABSYIR
Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam
Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013 ISSN: 2338-8544 AT-TABSYIR, Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013
Susunan Redaksi Penanggung Jawab Fathul Mufid Redaktur Farida Nur Ahmad Penyunting/Editor Ahmad Zaini Irzum Farihah Desain Grafis dan Fotografer
Suherman Bambang Sulistiono
Sekretariat Mubasyaroh Fatma Laili Khoirun Nida
Ma’rufin Yuliatun Zubaidi
Alamat redaksi Jurusan Dakwah STAIN Kudus Gedung Barat Lt. 2, Jl. Conge,
KONSELING RELIGI
Jurnal Bimbingan Konseling Islam
Jurusan Dakwah
Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS JAWA TENGAH
PENGANTAR REDAKSI
Syukur Alhamdulillah, tim redaksi panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan bagi redaksi sehingga pada kesempatan ini Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Kudus dapat menerbitkan kembali Jurnal “AT-TABSYIR” Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Edisi Kedua Juni-Desember 2013 ini. Shalawat beserta salam tak lupa redaksi sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai teladan seluruh umat manusia yang selalu kita ikuti prilaku dan sunnahnya hingga akhir zaman serta kita nantikan syafaatnya dengan izin Allah d Yaumul Akhir kelak.
Selanjutnya, Jurnal AT-TABSYIR merupakan jurnal yang berisikan isu-isu aktual yang berkaitan dengan dakwah islam, komunikasi dan sosial yang dihasilkan oleh para akademisi melalui berbagai kajian pustaka (library research) ataupun kajian lapangan untuk kemudian dipublikasikan dalam bentuk Jurnal Ilmiah. Kajian pustaka ataupun hasil penelitian tentunya tidak ada artinya bila hanya dismpan dalam bentuk file saja, namun harus dituangkan dalam bentuk tulisan dan dipublikasikan kepada khalayak masyarakat sehingga dapat dinikmati oleh para pembaca yang haus akan temuan-temuan terbaru dan aktual.
Kemudian pada edisi kedua ini, redaktur mencoba untuk menyuguhkan berbagai tulisan yang bertemakan dakwah maupun komunikasi islam. Misalnya, Nur Ahmad mengkaji tentang “Perayaan Grebeg Besar Demak Sebagai Sarana Religi dalam Komunikasi Dakwah”, Media Dakwah POP dikaji oleh Irzum Farihah, Istina Rakhmawati
Relasi Pendekatan Stelistika Bahasa, Ahmad Zaini Mengkaji Dakwah Melalui Mimbar dan Khitabah, Prefesionalisme Da’i di Era Globalisasi dikaji oleh Adri Efferi, selanjutnya Moh Rosyid mengevaluasi Jurnalisme Online Sebagai Media Dakwah dan masih banyak bahasan lagi.
Akhirnya, demi untuk menghasilkan karya-karya ilmiah yang berkualitas, maka segenap tim redaktur selalu menanti dan mengajak kepada pembaca untuk mengirimkan hasil pemikirannya yang berkaitan dengan dakwah islam, penyiaran, komunikasi dan sosial keagamaan ke alamat redaksi Jurnal AT-TABSYIR di Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Kudus Gedung Barat Lt.2 Jl. Conge Ngembalrejo Kudus Jawa Tengah, Kotak Pos 51 Kudus 59322, Telp. (0291) 432677
DAFTAR ISI
Pengantar v-vi Daftar Isi vii-viii
PERAYAAN GREBEG BESAR DEMAK SEBAGAI SARANA RELIGI DALAM KOMUNIKASI DAKWAH
Oleh: Nur. Ahmad 1 - 24
MEDIA DAKWAH POP
Oleh: Irzum Farihah 25 - 46
KONTRIBUSI RETORIKA DALAM KOMUNIKASI DAKWAH ( RELASI ATAS PENDEKATAN STELISTIKA BAHASA )
Oleh: Isina Rakhmawati 47 - 72
DAKWAH MELALUI MIMBAR DAN KHITABAH
Oleh : Ahmad Zaini 73 - 90
PROFESIONALISASI DA’I DI ERA GLOBALISASI
Oleh: Adri Efferi 91-120
MENGEVALUASI JURNALISME ONLINE SEBAGAI MEDIA DAKWAH
DALAM BUKU FIQHUD DAKWAH
Oleh: Mubasyaroh 139 - 162
KOMUNIKASI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Oleh: Fatma Laili Khoirun Nida 163-190
PROSPEK DAKWAH MELALUI MEDIA TELEVISI
Oleh: Ahmad Tabik 191 - 210
PERANAN MEDIA DALAM MEMBENTUK SOSIO-KULTUR DAN AGAMA MASYARAKAT (Menggagas Prinsip-prinsip Etis dalam Jurnalistik)
PERAYAAN GREBEG BESAR DEMAK
SEBAGAI SARANA RELIGI DALAM
KOMUNIKASI DAKWAH
Oleh : Nur Ahmad
(Dosen Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Kudus) Abstraksi
Grebeg merupakan upacara ritual keagamaan wilujengan negari sebagai ucapan syukur atas karunia Allah dan sebagai permohonan kepada-Nya agar selalu diberi keselamatan dan kesejahteraan. Upacara Grebeg Besar Demak adalah suatu upacara yang telah biasa dilakukan oleh para penguasa atau raja-raja Islam di Jawa khususnya di Demak dalam rangka memperingati Hari Raya Idul Adha. Semula upacara ini dilaksanakan dalam rangka Dakwah Islamiyah dan untuk selametan atas naik tahtanya Raden Patah sebagai Sultan Demak pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 1425 tahun Saka bertepatan dengan 28 Maret 1503 M.
Untuk pelaksanaan prosesi selanjutnya, ternyata ada kesan sangat membahayakan bagi pengunjung. Bagi pengunjung yang kurang kuat landasan Aqidah Islamiyahnya akan terjerumus pada kemusyrikan. Hal ini terjadi karena adanya sakralisasi dan pengkeramatan terhadap kegiatan ritual tersebut secara berlebihan. Oleh karena itu perkara paling utama untuk didahulukan dan harus diberi perhatian yang lebih adalah meluruskan akidah, memurnikan tauhid, memberantas kemusyrikan, mengokohkan benih-benih keimanan dalam hati, jangan sampai justru sebaliknya, itulah sebenarnya tujuan dari beberapa prosesi ritual dalam grebeg Besar Demak sehingga akan membuahkan budaya dakwah yang diridlai Allah SWT. Inilah budaya dan watak religius masyarakat Kabupaten Demak yang selalu menghormati ajaran dan tradisi leluhur, khususnya para wali tentang keimanan dan ketaqwaan. Bukan hanya sekadar menjalankan
ajaran wajib dalam agama, tetapi juga tradisi dan budaya Islami yang dikembangkan para wali terdahulu untuk menarik perhatian dan membawa masyarakat waktu itu untuk mengikuti ajaran-ajaran yang mereka sebarkan.
Kata Kunci : Grebeg Demak, Sarana Religi, Komunikasi Dakwah Islam A. Pembahasan
Grebeg Besar merupakan upacara tradisional yang mempunyai nilai ritual keagamaan bagi warga masyarakat Kabupaten Demak untuk menyambut datangnya hari raya Lebaran Haji pada setiap tanggal 10 Zulhijah. Semula Grebeg pertama kali diadakan untuk memperinghati hari jadi Mesjid Demak yang dibangun oleh Sunan Kalijaga bersama Sunan Bonang, Sunan Gunung Jawi dan Sunan Ampel dengan potongan-potongan kayu atau tata dalam tempo sehari. Pada waktu itu merupakan satu-satunya mesjid di Jawa Sebelum peringatan dimulai diupayakankan bagaimana caranya untuk memancing kedatangan masyarakat desa yang masih banyak menganut agama dibawah Islam. Maka diadakan berbagai acara dan beberapa kegiatan diantaranya Grebek Demak. Kesenian tradisional maupun permainan yang disenangi masyarakat pada waktu itu ditampilkan sehingga rakyat tertarik kepada agama yang ada. Karena seringnya mendengar dan melihat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang telah masuk Islam, masyarakat yang belum tahu akan agama tersebut tertarik perhatiannya dan menimbulkan rasa ingin mengerti. Konon, Grebeg telah ada sejak 1428 tahun saka, atau 1506 Masehi pada zaman Majapahit. Para Raja Jawa secara turun temurun menyelengarakan upacara pengorbanan dengan menyembelih seekor kerbau jantan yang masih liar untuk dipersembahkan sebagai sesajian kepada dewa atau arwah para leluhur. Upacara korban merupakan upacara kenegaraan yang disebut Rajaweda dengan harapan mendapatkan kemakmuran dan dijauhkan dari segala malapetaka. Pada jaman Kesultanan Demak Bintoro, yang diperintah Raden Patah, kebiasaan Raja Jawa mengadakan upacara Rajaweda bertentangan dengan ajaran agama Islam. Akhirnya, upacara tersebut ditiadakan. Para wali mengambil kebijaksanaan Grebeg dilestarikan
Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai Sarana Religi
sebagai salah satu jalan pendekatan dengan umat agama sebelumnya dengan mengubah corak dan tatacaranya menurut Islam.
Dari keseluruhan acara Grebeg Besar yang menarik adalah pada malam 9 Zulhijah yaitu tumpengan di serambi depan mesjid agung Demak. Tumpeng tersebut berjumlah sembilan atau songo, berbentuk gunungan atau kerucut yang masing-masing lengkap dengan lauk pauknya mencerminkan kebesaran dan jumlah wali yang sembilan orang, yaitu Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Dradjat, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Gunungjati. Tumpeng itu diarak dari pendopo kebupaten Demak diiring dengan Kesultanan Demak Bintoro tempo dulu ke Masjid Agung Demak untuk direbutkan oleh pengunjung yang sudah menunggu di mesjid.
Setelah acara resmi berupa selamatan yang dihadiri oleh Bupati Demak, para pejabat dan sesepuh masyarakat setempat, tumpeng sembilan diperebutkan atau diraya pengunjung. Dengan memperoleh bagian tumpeng para pengunjung mempunyai suatu kepercayaan. Hidupnya akan dekat dengan rezeki yang dianugerakan oleh Allah SWT. Bahkan potongan-potangan bambu yang dipakai untuk membuat ancakan atau welat menurut mereka mempunyai keampuhan. Dapat dipergunakan untuk penangkal serangan hama disawah, serta panen perkebunan dan pertanian lainnya. Yang juga banyak mengundang perhatian baik warga Demak maupun para pengunjung dari Grebeg Besar adalah mengarak dari pendopo kebupaten ke komplek makam Kadilangu dilakukan setelah selesai salat Idul Adha dan khatbah pada 10 Zulhijah. Menjelang pemberangkatan minyak jamas, diawali dengan penabuhan gamelan hidup hingga nampak (regeng) meriah dan para tamu yang semuanya berbusana kejawen dihibur dengan Tari-tarian Budaya Jawa.
Agama Islam memiliki dasar-dasar ajaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik jasmani, rohani, lahir dan batin. Secara umum dasar-dasar ajaran Islam itu meliputi Aqidah, Syari’ah dan Akhlak. Dasar-dasar ini terpadu menjadi satu dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Demikian juga dalam praktek, baik yang bersifat ubudiyah, maupun yang bersifat amaliyah lain, dasar-dasar tersebut terus berjalan secara simultan.
Berkaitan dengan keberadaan setiap pribadi manusia, tentunya setiap insan memiliki kepercayaan, meskipun bentuk dan pengungkapannya berbeda-beda. Dalam masa pencarian kepercayaan itu manusia akan menjumpai adanya bermacam-macam konsep, baik yang masih sederhana (animisme), sampai kepada yang paling sempurna (monotheisme). Konsep dasar itu dalam agama Islam dikenal dengan istilah aqidah Islamiyah atau pokok-pokok kepercayaan Islam, yang mengandung perumusan tentang rukun iman yang enam. (Nurcholis Madjid, 1992; 74)
Konsep dasar (aturan-aturan) agama Islam tersebut disyariatkan kepada sekalian alam melalui Rasulullah SAW, untuk menjadi dasar pedoman dalam hidup dan kehidupan manusia baik di dunia sampai akhirat kelak. Dalam konsep dasar tersebut, juga terkandung sistem nilai dan norma yang diharapkan mampu menjadi solusi bagi setiap penyelesaian masalah yang dihadapi umat manusia, yang pada gilirannya akan membawa manusia pada kehidupan yang lebih sempurna.
Sementara itu, perilaku dan tatanan sosial masyarakat tidak dapat “streril” dari tata nilai dan keyakinan agama si pemeluknya. Dalam hal ini Odeo mengatakan, bahwa : “Agama yang menyangkut kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah sosial, dan manusia dimana kita memiliki catatan, termasuk yang dapat diketengahkan dan ditafsirkan oleh para ahli arkeologi, tidak dapat terbebas dari tata nilai serta aturan agama yang dipeluknya. (Thomas F. Odeo; 1-2)
Demikian juga sistem kepercayaan dalam Islam terejawantahkan dalam bentuk aqidah Islamiyah yang bermuara kepada ajaran tauhid. Tauhid dan atau aqidah Islamiyah merupakan hal yang paling mendasar dan esensial dalam sistem kepercayaan agama Islam, sebagaimana dipesankan al-Qur’an dan hadits Nabi SAW.
Namun masalahnya, tidak sedikit dari tata nilai aqidah Islamiyah tersebut kemudian terkikis oleh nilai-nilai tradisi atau pengkeramatan
Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai Sarana Religi
(W.J.S Poerwadarminta, 1976; 731) yang sesungguhnya kurang atau bahkan mungkin berseberangan dengan aqidah Islamiyah. Tradisi dimaksud merupakan serangkaian kebiasaan (custom) dan nilai-nilai adat yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Soerjono Soekanto, 1998; 165) yang dianggap baik oleh masyarakat pendukungnya.
Seperti halnya di Kabupaten Demak, Propinsi Jawa Tengah, sampai saat ini masih banyak budaya atau tradisi yang terus dilakukan secara besar-besaran, dan turun-menurun pada generasi berikutnya. Salah satu tradisi dimaksud adalah Grebeg Besar Demak (Dep. P dan K, 1986; 255) dengan puncak acara berupa Jamasan Pusaka peninggalan Sunan Kalijogo di Kadilangu.
Upacara ini sudah tentu melibatkan banyak orang sebagai pendukungnya, baik yang berasal dari sekitar Demak, maupun daerah-daerah lainnya di Jawa. Bahkan tidak sedikit yang datang dari luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, dan lainnya sebagainya. Si pengikut merasa yakin, bahwa dengan mengikuti rangkaian acara Grebeg Besar Demak, akan menimbulkan rasa tentram dalam hidupnya.
Upacara-upacara tradisional seperti Grebeg Besar Demak, Grebeg Maulud, Buka Luwur, dan lain sebagainya, di Jawa Tengah masih banyak dilaksanakan dan dipatuhi. Mereka percaya, bahwa tidak semua permasalahan yang dihadapinya dapat diantisipasi secara langsung dan rasional (Koentjaraningrat, 1981; 222). Pada saat menemukan stagnasi dalam penyelesaian masalah-masalah yang dihadapinya itu, mereka banyak mencari jalan yang bersifat irrasional, diantaranya dengan mengikuti acara-acara seperti di atas.
Bukti dari adanya berbagai kecenderungan tersebut, adalah semaraknya suatu kepercayaan terhadap benda-benda atau tempat-tempat yang dianggap keramat, sakral dan mengandung kasiat. Perilaku seperti ini, sekali lagi, jelas akan merusak aqidah Islamiyah, sebab dalam masalah aqidah kita tidak dapat mencampur adukan antara Tuhan dengan makhluk. Dan bila hal ini terus dibiarkan berlanjut, maka bukan mustahil akan terjun pada kemusyrikan. Karena mempercayai
adanya kekuatan-kekuatan lain di luar Allah SWT. Padahal selain syirik termasuk dosa besar, juga Allah tidak akan mengampuni dosa syirik ini (Q.S. An-Nisa’; : 48, 166). (Al-Qur’an)
Masalah Grebeg Besar Demak adalah aqidah Islamiyah ini merupakan suatu hal yang sangat menarik. Akan lebih menarik lagi bila kedua masalah tersebut kemudian dikaji secara analisis korelasi, sebab dengan demikian akan dapat diketahui hubungan timbal balik dari keduanya. Pada akhirnya akan dapat digunakan untuk mengantisipasi setiap perilaku yang akan merusak aqidah Islamiyah.
Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai strategi dakwah Islamiyah ini sangat penting dan menarik untuk dikaji. Urgensinitas dan kemenarikan dimaksud selain dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, diantaranya : Pertama, upacara Grebeg Besar Demak banyak diikuti oleh masyarakat Muslim yang bukan hanya berasal dari sekitar Jawa, namun dari luar Jawa. Kedua, kota Demak terkenal dengan sebutan Kota Wali, hal ini wajar mengingat di sinilah untuk pertama kali berdirinya sebuah kerajaan Islam di Jawa, yaitu Kerajaan Demak yang didirikan oleh Raden Patah. Ketiga, kota Demak merupakan pusat kegiatan para Wali Sembilan, khususnya Sunan Kalijaga dan Raden Patah yang pertama kali menyelenggarakan upacara Grebeg Besar Demak. Keempat, mengingat pengikut acara tersebut sangat besar, maka sudah barang tentu pengaruh acara dimaksud juga sangat besar.
Bentuk keramaian yang dikenal dengan nama Grebeg Besar adalah murni hasil ciptaan para wali. Pelaksanaannya dimulai setelah walisongo angkatan I mengadakan sidang di serambi Masjid Agung Ampel Dento Surabaya, keputusannya sebagai berikut :
“Ngenani anane somawono kiprah mekare tsaqofah Hindu ing Nusasalaladane, Juwajiban poro wali arep alaku Tut Wuri angiseni, darapun supoyo sanak-sanak Hindu malah lego-legowo manjing Islam” Tutur Boso Jawi.
Artinya : Dengan adanya perkembangan ajaran Hindu di pulau wilayah ini, tugas para wali dakwah menyesuaikan adat istiadat setempat sambil mengisi nafas Islam, agar supaya masyarakat Hindu hatinya rela dan tulus ikhlas masuk Islam.
Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai Sarana Religi
Keputusan sedang ditulis Sunan Bonang dengan Huruf Arab Gondil, bentuknya notulen singkat. Pada tahun 1938 M, masih tersimpan di dalam mushola Astana Tuban dirawat oleh juru kunci yang bernama Raden Panji Soleh. Sejak itu, Sunan Kaljaga mulai bertindak sebagai pelopor pembaharuan (Reformis) dalam menyiarkan agama Islam. Untuk mengimbangi kepentingan masyarakat, beliau ciptakan jenis kesenian baru yang disebut Wayang Purwo (wayang kulit). Semua jenis kesenian rakyat yang hampir mati karena Majapahit runtuh, dibangkitkan supaya hidup kembali. Tujuannya untuk mencari simpati masyarakat dan jangan sampai terjadi shock culture pada orang-orang yang sudah kuat imannya dengan agama tertentu. Pada zaman kejayaan Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Kertabumi Brawijaya V, pernah mengadakan upacara Sradha dibuat Spektakuler. Sebab upacara tersebut dibunyikan gamelan Prabu Kertabumi Brawijaya V yang bernama Kanjeng Kyai Sekar Delima. Dulu dibuat oleh Raden Panji Inu Kerta Pati (Panji Semirang) dari kerajaan Jenggala secara turun temurun menjadi milik raja-raja Majapahit. Setelah Majapahit runtuh, semua benda pusaka milik Prabu Kertabumi Brawijaya V diboyong ke Demak. Termasuk gamelan Kanjeng Kyai Sekar Delima yang terdiri dari : “ Bonang Sapangkon, Demung dua pangkon, Kempyang Sepangkon, Saron Barung dua pangkon, Saron Penerus dua pangkon, bedhug satu buah, dan Gong Besar Sakti”. Apabila gamelan itu ditabuk atau dibunyikan, Bonang menggambarkan sorang imam yang berdo’a, sedangkan Demung, Kempyang, Saron, dan lain-lainnya menggambarkan makmum yang sedang meng-amini (membaca Amin).
Supaya da’wahnya para wali di dalam menyiarkan Islam dapat menarik perhatian umum, gamelan Kanjeng Kyai Sekar Delima dimanfaatkan. Tetapi sudah dilengkapi dengan seperangkat gamelan baru yang dibuat oleh Sunan Kalijaga. Lalu gamelan dibagi menjadi dua perangkat, yang seperangkat dinamakan Kanjeng Kyai Sekati dan seperangkatnya lagi dinamakan Kanjeng Nyai Sekati. Menurut wasiat Sunan Kalijaga, bahwa sampai kapanpun keberadaan gamelan tersebut
harus sejodho (sepasang). Oleh karena itu, Keraton Kasunanan Surakarta yang hanya menerima pembagian gamelan Kanjeng Kyai Sekati, lalu membuatkan pasangan baru (duplikat gamelan Kanjeng Kyai Sekati) dan diberi nama “Guntur Madu” yang biasanya terletak di serambi masjid bagian selatan dan “Guntur Sari” yang ada di bagian utara. Begitu pula, untuk Keraton Kasultanan Yogyakarta, oleh karena hanya menerima gamelan Kanjeng Nyai Sekati, lalu membuatkan pasangannya (duplikat Kanjeng Kyai Sekati), namanya Guntur Madu dan Nogo Wilogo. (Sumber: Matahari Terbit di Glagahwangi, 2008) B. Budaya Grebeg Sebagai Sarana Religi
Kata bahasa Jawa Garebeg, Grebeg, Gerbeg, bermakna : suara angin yang menderu. Kata bahasa Jawa (h) anggarebeg, mengandung makna mengiring raja, pembesar atau pengantin. Grebeg bisa juga diartikan digiring, dikumpulkan, dan dikepung. Jadi grebeg bisa berarti dikumpulkan dalam suatu tempat untuk kepentingan khusus. Adapun Grebeg Besar secara seremonial yang terkenal di Demak, kata “Besar” adalah mengambil nama bulan yaitu bulan Besar (Dzulhijah). Maka makna Grebeg Besar adalah kumpulnya masyarakat Islam pada bulan Besar, sekali dalam setahun yaitu untuk suatu kepentingan da’wah Islamiyah di Masjid agung Demak. Cerita tutur mewartakan bahwa dahulu kala para raja Jawa selalu menyelenggarakan selamatan kerajaan (bahasa Jawa, wilujengan nagari) setiap tahun baru dan disebut Rojowedo, artinya kitab suci raja atau kebajikan raja. Disebut pula, ada yang mengatakan Rojomedo, artinya hewan korban kerajaan.
Ajakan dakwah sering dipahami secara sempit, yaitu identik dengan pengajian umum yang dilakukan diatas mimbar podium. Seorang da’i hanya dianggap sebagai orang yang professional. Akan tetapi berbeda dengan apa yang ada saat perayaan grebeg besar Demak kali ini. (Sumber: Matahari Terbit di Glagahwangi, 2008)
Grebeg Besar Demak mempunyai nilai religi, sebab dalam Grebeg Besar Demak merupakan suatu kegiatan keagamaan yang memiliki ajaran kepercayaan, norma-norma, aturan-aturan untuk melakukan
Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai Sarana Religi
upacara. Masyarakat percaya bahwa ajaran-ajaran yang disampaikan oleh para Wali dari Nabi Muhammad SAW adalah benar. Masyarakat Islam dengan sepenuh hati menjalankan ibadah dan mengamalkan ajaran Islam dengan sepenuh hati. Nilai kegotong-royongan terlihat pada persiapan acara pengajian serta tumpeng sembilan yang disiapkan oleh takmir masjid. Sementara kerukunan terlihat pula dari para pedagang dalam Grebeg Besar kebanyakan menjual berbagai makanan, barang-barang serta berbagai macam kerajinan yang sama, tetapi meraka tidak saling bertengkar serta berebut pembeli.
Grebeg Besar merupakan acara ritual yang penuh dengan aktivitas yang mengandung nilai-nilai solidaritas. Dalam berbagai atraksi maupun pertunjukan yang mewarnai acara tersebut diperlukan rasa kesetiakawanan. Sifat-sifat kesetiakawanan tersebut merupakan sifat yang penting dan berguna dalam kehidupan manusia. Masyarakat berbaur menjadi satu dan saling mengenal sehingga menambah terjalinnya rasa solidaritas antar sesama masyarakat.
C. Penanaman Aqidah
Akidah berasal dari Bahasa Arab : (ُدِئاَقَع = عجم ( ًةَدْيِقَع – ُدِقْعَي – َدَقَع yang berarti mengikat atau membuhul, menyimpulkan, mengokohkan, menjanjikan. Arti menurut bahasa, akidah berarti yang diikat, yang dibuhul, yang disimpulkan, yang dikokohkan, yang dijanjikan. Akidah menurut istilah adalah unsur-unsur yang harus dibenarkan dengan hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh keragu-raguan, dalam definisi yang lain disebutkan akidah adalah suatu pokok atau dasar keyakinan yang harus dipegang oleh orang yang mempercayainya.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa akidah Islam adalah dasar-dasar pokok keyakinan atau kepercayaan yang harus diyakini kebenarannya oleh orang Islam. Dasar-dasar tersebut harus dipegang teguh oleh orang Islam. Dalam berakidah tidak boleh setengah hati harus mantap dan sepenuh hati tanpa ada keraguan sedikitpun di dalam hatinya. Dalam al-Quran kata
akidah disebutkan, antara lain dalam QS al-Maidah : 1 yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad (janji) itu (QS. Al- Maidah / 5 : 1)
Inti dari Aqidah adalah Syahadat Tauhid yang ditandai dengan perilaku : Pertama, Beribadah hanya kepada Allah sebagai ekspresi cinta dan ketaatan. Kedua, Pengabdian hanya kepada Allah sebagai bukti cinta dan ketaatan. Ketiga, Penyerahan dan ketundukan pada sistem nilai yang berasal dari Allah sebagai bukti cinta dan ketaatan (iradahMu adalah iradahku)
Akidah islamiyah atau tauhid merupakan asas yang paling dasar dalam kehidupan beragama, dengan tauhid kehidupan akan mencapai kebahagiaan tidak hanya di dunia melainkan juga di akhirat. Keesaan Allah dalam segala hal melahirkan konsekwensi bahwa Allah merupakan pusat kehidupan. Dengan begitu, manusia tidak bergantung dan tergantung pada keunggulan apapun selain Allah. Sikap ini melahirkan kebebasan yang hakiki. Jika seseorang telah memiliki kebebasan hakiki berarti dia telah mendapatkan kebahagiaan yang hakiki pula.
Oleh karena itu perkara paling utama untuk didahulukan dan harus diberi perhatian yang lebih adalah meluruskan akidah, memurnikan tauhid, memberantas kemusyrikan, mengokohkan benih-benih keimanan dalam hati, sehingga membuahkan amal perbuatan yang diridlai Allah SWT, yang akhirnya selamatlah hidup kita baik di dunia maupun di akhirat.
Pada dasarnya dakwah islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Namun secara global dapatlah dikatakan bahwah dakwah islam dapat diklasifikasikan menjadi tiga pokok, yaitu:
Pertama, aqidah islamiyah. Agidah dalam islam adalah sifat I’tiqad batiniah yang mencakup yang erat hubungannya dengan rukun iman (Syukir, 1983:60). Masalah aqidah islamiyah ini secara garis besar ditunjukkan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang artinya:
“Iman ialah engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikatnya, kitab-kitabnya, Rasul-rasulNya, hari akhir dan percaya adanya ketentuan Allah
Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai Sarana Religi
Dibidang aqidah islamiyah ini bukan saja pembahasannya tertuju pada masalah-masalah yang wajib di imani, akan tetapi materi dakwah juga meliputi masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya, misalnya syirik atau menyekutukan Allah, ingkar dengan adanya Allah dan sebagainya.
Kedua masalah Syari’ah. Syariah dalam islam adalah berhubungan erat dengan amal lahir dalam rangka mentaati semua peraturan atau hokum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antara sesame manusia. Hal ini dijelaskan dalam hadits nabi yang artinya :
“Islam adalah bahwasanya engkau menyembah kepada Allah SWT dan jan-ganlah engkau mempersekutukanNya dengan sesuatupun, mengerjakan sem-bahyang, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadan, dan menunaikan ibadah haji ke Makkah (Baitullah), H.R Bukhari Muslim”.
Hadits tersebut mencerminkan hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Artinya masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah syari’ah bukan saja terbatas pada ibadah kepada Allah, akan tetapi masalah masalah yang berkenaan dengan pergaulan hidup manusia diperlukan juga. Seperti berumah tangga, bertetangga, beramal saleh dan masih banyak lagi. Demikian juga larangan-larangan allah seperti minim khamer, berzina, mencuri, suka melakukan fitnah kepada orang lain dan masih banyak lagi.
Ketiga masalah Budi Pekerti atau akhlak al-karimah. Masalah akhlak al-karimah dalam katifitas dakwah sebagaimana dalam dakwah islam adalah merupakan pelengkap, yakni untuk melengkap keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak ini sebenarnya juga berfungsi sebagai pelengkap keimanan, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keimanan dan keislaman, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna keimanan dan keislaman seseorang. Sebab Rasulullah sendiri pernah bersabdayang artinya :
“Aku (Muhammad) diutus oleh Allah di dunia ini hanyalah untuk menyempurnakan akhlak”, (Hadits Shahih).
Melihat dari uraian ketiga aspek yang sudah diklasifikasikan tersebut adalah untuk membentengi hati dan keimanan kita agar jangan sampai terjadi pengingkaran atau kemusyrikan terjadi pada diri kita walaupun terjadi berbagai acara ritual diatas yakni Grebeg Besar yang ada di daerah Demak. Walaupun diacara prosesi ritual ada sedikit membahayakan bagi pengunjung, bagi pengunjung yang kurang kuat landasan aqidah Islamiyahnya akan terjerumus pada kemusyrikan. Hal ini terjadi karena adanya sakralisasi dan pengkeramatan terhadap kegiatan ritual tersebut.
D. Komunikasi Dakwah Islam
Upacara Grebeg adalah suatu upacara yang telah biasa dilakukan oleh para penguasa atau raja-raja Islam di tanah Jawa apakah itu di Kesultanan Yogyakarta, Kesultanan Surakarta, maupun di Kesultanan Demak. Seperti; Grebeg Syawal, yaitu upacara Grebeg dalam rangka menyambut Bulan Syawal, Grebeg Maulud, yaitu upacara Grebeg Besar, yaitu upacara Grebeg dalam rangka menyambut datangnya Bulan Maulud, maupun Grebeg Besar, yaitu upacara Grebeg dalam rangka memperingati Hari Raya Idul Adha.
Raden Patah sebagai Sultan di Demak dan Sunan Kalijogo sebagai salah seorang dari anggota Wali Sembilan yang sangat berpengaruh, juga sering mengadakan upacara Grebeg Maulud ini. Upacara ini juga dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan Dakwah Islamiyah dan sekaligus untuk memperingati atau selametan atas naiknya Raden Patah sebagai Sultan Demak yang pertama pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 1425 Saka bertepatan dengan tanggal 28 Maret 1503 M. Ketika Kesultanan Demak jatuh atau pindah ke Pajang dibawah pimpinan Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, bukan hanya pusaka-pusaka yang dimiliki oleh Demak tetapi juga semua peralatan untuk upacara Grebeg Mulud dibawa pindah ke Pajang. Demikian juga setelah Pajang jatuh ke Mataram. Dan setelah Mataram pecah menjadi dua bagian, akibat terjadinya Perjanjian Giyanti, maka upacara Grebeg
Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai Sarana Religi
Mulud pun dilajutkan di Surakarta dan Yogyakarta, bahkan sampai sekarang.
Setelah Demak jatuh ke Pajang, maka untuk mengganti upacara Grebeg Mulud yang “digondol” ke Pajang, diadakan upacara Grebeg Besar Demak. Mengenai prosesi upacaranya hampir sama dengan upacara Grebeg Mulud, namun dalam upacara Grebeg Besar Demak ini ditambah dengan acara prajurit patang puluhan dan penjamasan pusaka keris Kyai Crubuk dan Baju Antakusuma peninggalan Kanjeng Sunan Kalijogo. Upacara Grebeg Besar Demak sebagai ganti dari mGrebeg Mulud ini pernah berhenti dan tidak dilaksanakan yaitu pada waktu pendudukan tentara Jepang sampai tahun 1950. dari tahun 1950 sampai sekarang upacara Grebeg Besar Demak dirayakan kembali. Pada tahun 1974, terdapat pembaharuan yang cukup mendasar, yaitu dengan ditambahnya beberapa acara yang sebelumnya tidak ada, diantaranya upacara Prajurit Patang Puluhan dan Upacara Penjamasan, serta Upacara Tumpeng Songo, atas pemrakarsa Ki Nartosabdo. Penambahan acara-acara tersebut, selain untuk lebih mensakralkan prosesi upacara Grebeg Besar, juga untuk lebih menghormati perjuangan para Wali Sembilan. Ternyata usaha yang disarankan Ki Nartosabdo cukup berhasil, buktinya Upacara Grebeg Besar Demak menjadi tidak kalah marak dengan upacara Grebeg-Grebeg lainnya, apakah itu yang dilaksanakan di Surakarta maupun Yogyakarta. Bahkan, karena adanya upaya sakralisasi dari pihak penyelenggara, maka upacara Grebeg Besar Demak menjadi sakral dan keramat. Hal ini dapat dilihat terutama pada upacara Prajurit Patang Puluhan dan Upacara Penjamasan.
E. Fungsi Grebeg Besar Di Demak
Fungsi Grebeg Besar bagi masyarakat sekarang ini antara lain adalah sebagai sarana upacara adat. Ritual Grebeg Besar merupakan salah satu kesenian sebagai media pelembagaan atau religi yang bertujuan sebagai penghormatan dan rasa syukur atas perjuangan para leluhur sehubungan dengan kegiatan syiar Islam yang dilaksanakan oleh Walisanga terutama Kanjeng Sunan Kalijaga. fungsi ritual Grebeg
Besar di Demak bagi masyarakat sekarang masih tetap sebagai sarana upacara ritual. Grebeg Besar sebagai media pelembagaan religi yang bertujuan untuk mengekspresikan rasa syukur atas limpahan Rahmat Allah SWT serta menghormati Walisongo yang telah berjasa dalam menyebarkan agama Islam Khususnya di Demak. Seni berkaitan dengan keagamaan yang mempunyai sifat multi media (Yudoseputra 1993:95).
Grebeg Besar merupakan media hiburan rakyat yang murah meriah serta dapat menghilangkan sejenak kepenatan atau kejenuhan dalam menjalani rutinitas seharihari. Grebeg Besar dijadikan sarana hiburan yang sangat menarik dan murah meriah. Tumpeng Sanga merupakan sebuah simbol Wali yang yang berjumlah sembilan orang. Minyak jamas merupakan bentuk simbol yang digunakan untuk menyucikan pusaka peninggalan Kanjeng Sunan. Minyak tersebut dicampur dengan air. Air dalam kehidupan sehari-hari berfungsi untuk membersihkan kotoran. Air yang sakral dalam upacara ritual mempunyai makna simbolis untuk mengungkapkan suatu gagasan, kegiatan yang bertujuan untuk pembersihan dosa, menyelamatkan, membersihkan dari segala rintangan. Gamelan dan karawitan dalam Grebeg Besar merupakan simbol ritual yang juga digunakan sebagai media komunikasi. Dalam gending-gending Jawa dan musik.
Sholawatan yang ditampilkan mempunyai fungsi menyampaikan pesan sehingga menjadi media komunikasi yang komunikatif guna kelancaran dakwah Islam. Grebeg Besar mempunyai fungsi mengatur karena norma mempunyai daya menguasai interaksi dan komunikasi, tingkah laku manusia diatur atas dasar norma-norma tersebut. Norma mengabdikan dirinya pada nilai-nilai sehingga nilai yang baik akan mendapat dukungan sedangkan nilai buruk harus dielakkan. Dengan norma maka individu atau kelompok akan menyesuaikan tingkah lakunya sampai batas dimana norma tersebut diterima oleh kelompoknya. Dapat disimpulkan bahwa Grebeg Besar dapat digunakan sebagai media dalam menjaga keharmonisan normanorma. Semua pendukung ritual beserta masyarakat yang terlibat, selalu
Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai Sarana Religi
menjaga dan mentaati aturan serta norma yang berlaku demi lancarnya penyelanggaraan Grebeg Besar.
Grebeg Besar sebagai obyek wisata daya pikat utama yang membuat masyarakat tertarik adalah arak-arakan serta iring-iringan minyak jamas yang dibawa dari pendapa Kabupaten Ke Kadilangu. Grebeg Besar tersebut banyak menampilkan simbol ekspresif atau seni baik seni tari, seni musik maupun seni rupa. Nilai-nilai yang terkandung dalam Grebeg Besar antara lain adalah religi atau ibadah. Terkait dengan pelaksanaan Grebeg Besar dapat dilihat dari partisipasi semua pihak yang ikut mendukung acara tersebut. Nilai kepemimpinan juga terkandung dalam acara Grebeg Besar yang terungkap melalui kegiatan yang dipimpin oleh pejabat pemerintah setempat. Acara tersebut terselenggara dengan baik serta himbauan dan wejangan kepada warga masyarakat merupakan suatu bentuk pencerahan masyarakat agar dapat menjalani kehidupan kemasyarakatan dengan tentram dan damai.
Nilai tanggungjawab melibatkan pelaku ritual beserta semua warga masyarakat yang mengikuti acara Grebeg Besar. Nilai etika yang lain juga terlihat pada acara ritual di Pendapa sewaktu lurah Tamtama mengahadap Bupati untuk menerima perintah mengantar minyak Jamas. Lurah Tamtama mengahadap Bupati dengan berjalan jongkok. Berjalan jongkok serta menghaturkan sembah, tindakan tersebut menunjukkan rasa hormat seorang abdi dalem kepada rajanya. Nilai etika selanjutnya terungkap dari cara berbicara pranata cara atau pemandu acara dalam ritual tersebut menggunakan bahasa Jawa. sangat menarik perhatian masyarakat yang menyaksikannya. Sedangkan sarana yang digunakan juga mempunyai daya pikat tersendiri sehingga menjadikan masyarakat puas dalam menyaksikan acara Grebeg Besar.
F. Prosesi Upacara Grebeg Besar Demak
Adapun Tujuan selamatan kerajaan yang hakikatnya adalah suatu cara korban agar Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan perlindungan, keselamatan kepada raja dan kerajaan serta rakyatnya. Dalam peristiwa itu, rakyat datang menghadap raja untuk menyampaikan sembah
baktinya. Raja keluar dari keratin lalu duduk di singgasana keemasan (bahasa jawa, dhampar kencono) di bangsal Ponconiti. Penampilan raja untuk menerima sembah bakti rakyat yang datang mengahadap (bahasa jawa, sowan), diiringi (bahasa jawa, ginarebeg) oleh para putra dan segenap punggawa Keraton.
Selanjutnya pada acara Grebeg Besar Demak mempunyai urutan tata cara perayaan sebagai berikut :
1. Diawali dengan saling bersilaturahmi antara pihak Kasepuhan Kadilangu dengan Bupati dan Wakil Bupati Demak, beserta jajaran Muspida Demak. Bupati Demak bersama rombongan bersilaturahmi ke Kasepuhan Kadilangu yang ditempatkan di Pendopo Noto Bratan Kadilangu Demak. Selanjutnya, sesepuh Kadilangu dan keluarga Kasepuhan bersilaturhmi ke Kabupaten Demak dan biasanya mereka diterima Bupati di ruang tamu Kadipaten Demak.
2. Setelah silaturahmi, Bupati, Wakil Bupati, DPRD, Muspida Demak dan jajaran pemerintah Kabupaten Demak ziarah ke makam-makam leluhur Sultan Bintoro di kompleks Masjid Agung Demak, dan dilanjutkan ziarah ke makam Sunan Kalijaga.
3. Kemudian Bupati, Wakil Bupati, DPRD, Muspida Demak meresmikan pembukaan keramaian Grebeg Besar di lapangan Tembiring Jogo Indah.
4. Pada malam menjelang Idul Adha diadakan upacara Tumpeng Walisongo/Sembilan yang menggambarkan jumlah 9 wali (walisongo), diserahkan Bupati Demak kepada Takmir Masjid Agung Demak untuk dibagikan kepada para pengunjung.
5. Tepat pada tangaal 10 Dzulhijjah diadakan acara penjamasan Kotang Ontokusumo yang dimulai setelah selesai Sholat Idul Adha. Penjamasan dimulai dari Pendopo Kabupaten Demak dengan penyerahan minyak jamas oleh Bupati kepada Manggala Prajurit yang akan membawanya ke Kadilangu dengan dikawal prajurit patang puluhan yang berjalan kaki dengan berjarak 2 Km. Bupati sekeluarga beserta para pejabat Pemerintah kabupaten
Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai Sarana Religi
Demak turut mengantar minyak jamas dengan menaiki kereta Kencana. Sesampainya di Kadilangu, minyak jamas diterima oleh Sesepuh Kadilangu selanjutnya digunakan untuk menjamas Kotang Ontokusumo dan Keris Kyai Crubuk. (Sumber: Matahari Terbit di Glagahwangi, 2008)
Untuk Prosesi pelaksanaan upacara Grebeg Besar Demak ini meliputi: Selamatan tumpeng sembilan, selamatan ancak, tahlil dan do’a di makam Kanjeng Sunan Kalijogo, prosesi minyak jamas dan prajurit patang puluhan, puncak acara, selamatan Riyayan serta jabat tangan. Adapun rinciannya sebagai berikut :
a. Selamatan Tumpeng Sembilan
Selamatan Tumpeng sembilan atau tumpeng songo, dimulai dari Pendopo Kabupaten Demak, sebelumnya diadakan upacara pemberangkatan tumpeng sembilan menuju Masjid Agung Demak, dengan diiringi para santri, seluruh Muspida, peleton pramuka dengan diiringi kesenian terbangan. Arak-arakan tumpeng songo dari Pendopo Kabupaten Demak menuju Masjid Agung Demak mengambil route dari pendopo ke jalan kabupaten terus ke alun-alun dan berakhir di Masjid Agung Demak.
b. Selamatan Ancak
Bersamaan dengan acara selamatan tumpeng songo, di Kasepuhan juga dilaksanakan selamatan ancak, selamatan ini bertempat di serambi tengah atau peringgitan. Adapun yang hadir dalam selamatan ini adalah ahli waris Kanjeng Sunan Kalijogo dari berbagai daerah berkumpul di Kadilangu untuk menghadiri upacara jamasan pusaka Sunan Kalijogo. Di samping itu, juga para undangan terutama para santri yang datang di daerah sekitar Demak.
Setelah semua keluarga dan para tamu undangan berkumpul di peringgitan, pada pukul 20.00 WIB nasi ancak dikeluarkan untuk dido’akan dalam selamatan ancak. Selamatan ancak ini diawali dengan prakata dari sesepuh ahli waris keluarga Kanjeng
Sunan Kalijogo Kadilangu. Adapun isi prakata tersebut antara lain mengatakan bahwa tujuan dari selamatan ancak ini adalah untuk memohon kepada Allah SWT serta pada leluhurnya agar dalam pelaksanaan jamasan pusaka besok dapat berjalan dengan selamat. c. Tahlil dan Do’a
Tahlil dan do;a ini dilaksanakan di makam Sunan Kalijogo, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah, ketika selamatan tumpeng sembilan di Masjid Demak dan selamatan ancak di Dalem Kasepuhan selesai, maka seluruh kasepuhan dan seluruh ahli waris keluarga Kanjeng Sunan Kalijogo menuju makam Sunan Kalijogo. Di makam bersama hadirin lainnya dan masyarakat umum mengadakan tahlil dan do’a.
d. Proses Minyak Jamas dan Prajurit Patang Puluhan
Pada tanggal 10 Dzulhijjah pagi, setelah shalat Idul Adha, di Pendapa Kabupaten Demak, telah siap pembawa Minyak Jamas, yaitu Manghgala Yudha dan Prajurit Patang Puluhan yang siap mengawal Minyak Jamas yang berasal dari Bupati Demak yqang diidentikan dengan Sultan Bintara pada jaman dahulu. Prajurit patang puluhan dan prosesi Minyak Jamas dari Kabupaten Demak ke Dalem Kesepuhan ini adalah ciptaan Ki Nartosabdo pada tahun 1974, yang merupakan bukti nyata atas usaha pemerintah daerah Demak dalam menghidupkan dan menetapkan keberadaan Upacara Grebeg Besar Demak.
e. Acara Puncak
Puncak acara yang dimaksud disini adalah puncak acara penjamasan pusaka peninggalan Kanjeng Sunan Kalijogo. Acara dimaksud mulai dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB, minyak jamas dan petugas penjamasan yaitu sesepuh Keluarga Kadilangu, dibantu oleh Ketua Yayasan Kadilangu dan Juru Kunci Makam Kadilangu telah berada di makam Sunan Kalijogo, para undangan dari instansi pemerintahan, tokoh masyarakat dan juga santri di lingkungan Demak telah hadir di serambi luar makam Sunan Kalijogo.
Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai Sarana Religi
Adapun secara garis besar acara penjamasan tersebut adalah sebagai berikut : Setelah semua petugas berada di dalam cungkup, kemudian juru kunci makam mengambil peti pusaka yang disimpan di langit-langit makam Sunan Kalijogo, setelah peti diambil, diserahkan kepada Ketua yayasan Keluarga Kadilangu dan oleh juru kunci kemudian peti itu dibuka kuncinya, dengan posisi duduk bersila dan berhadapan dengan sesepuh peti itu kemudian dibuka oleh sesepuh. Isi peti itu dikeluarkan, pertama kali adalah Keris Kyai Crubuk yang kemudian diserahkan pembantu penjamasan untuk dipegang, kemudian sesepuh mengeluarkan baju Antakusuma untuk dijamas. Caranya dengan jalan terlebih dulu membersihkan bunga-bunga yang ditaruh di dalam peti, setelah itu kemudian membersihkan bunga-bunga yang menempel di baju Antakusuma saat penjamasan tahun lalu.
f. Selamatan Riyayan
Ketika para petugas penjamasan sampai di Dalem Kesepuhan, mereka beristirahat sebentar, sebelum mereka menerima warga masyarakat yang ingin berjabatan tangan guna ngalap berkah. Sementara para petugas beristirahat, para tamu undangan dan keluarga Kadilangu melaksanakan selamatan riyayan (selamatan Hari Raya) yang telah dipersiapkan sejak pagi hari. Selamatan riyayan ini dimulai dengan do’a bersama yang dipimpin oleh imam Masjid Sunan Kalijogo Kadilangu. Selamatan ini dimaksudkan sebagai ucapan teriam kasih dan syukur atas terlaksanya penjamasan dengan selamat dan lancar. g. Acara Jabatan Tangan
Seusai selamatan riyayan selesai, kemudian para petugas penjamas, yaitu sesepuh yang didampingi oleh dua orang petugas penjamas, telah siap ditengah pendapa dengan duduk di atas kursi yang telah disediakan. Mereka ini akan menerima jabatan tangan dari para pengunjung yang telah menunggu dengan penuh sabar sejak pagi hari. Dengan tertib dan teratur
satu persatu para pengunjung itu menjabat tangan sesepuh dan pembantunya, untuk ngalap berkah dan mohon restu agar segala apa yang dicita-citakan bisa terkabul.
Setelah selesainya acara jabatan tangan tersebut, maka selesai pula rangkaian acara Grebeg Besar Demak, dan upacara ini akan berlangsung kembali pada tahun yang akan datang. Selamat menyaksikan langsung di lapanngan pada bulan Dzulhijjah lagi di tahun depan. G. Kesimpulan
Grebeg Besar dan Sejarah Kota Wali tak bisa disangkal lagi jika membuat orang Demak akan membanggakan dirinya sebagai warga Kota Wali. Catatan sejarah Kabupaten Demak memang tidak lepas dari perjuangan para wali (walisongo) dalam kegiatan menyebarkan agama Islam pada abad XV, yaitu keberadaan Demak sebagai pusat kerajaan Islam (Kasultanan Bintoro) di Pulau Jawa dengan Sunan Kalijaga dan Sultan Fatah yang diakui merupakan tokoh-tokoh besar dan berpengaruh dalam lintas sejarah Kabupaten Demak. Tidaklah mengherankan jika kemudian beragam acara ritual yang dimulai atau diperkenalkan oleh kedua tokoh tersebut masih berlangsung sampai saat ini dan menjadi semacam upacara ritual yang selalu dinantikan orang, tidak hanya oleh para warga kota wali sendiri tetapi juga dari luar daerah.
Pada masa Sunan Kalijaga menjadi penasihat spiritual Sultan Bintoro, khususnya pada masa emas kejayaan pemerintahan Sultan Fatah. Beliau antara lain menyelenggarakan Grebeg Besar sebagai media da’wah. Tradisi ini diselenggarakan tiap tanggal 10 Dzulhijjah bersama dengan datangnya peringatan Hari Raya Idul Adha (Qurban). Hanya saja sebetulnya Grebeg Besar ini pada masa pertama kalinya mulai dilaksanakan di Demak, tidak hanya sekali setahun pada saat Idul Adha. Tetapi memang menurut catatan sejarahnya, semula tradisi Grebeg Besar ada empat, yaitu Grebeg Maulid, Grebeg Dal, Grebeg Syawal, dan Grebeg Besar.
Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai Sarana Religi
Berdasarkan apa yang penulis uraikan diatas jelas terlihat bahwa upacara Grebeg Besar Demak cukup terkenal di tanah jawa, bahkan mancanegara, sesungguhnya serat kaitannya dengan karomah yang dimiliki oleh Kanjeng Sunan Kalijogo. Melihat kenyataan di lapangan, motivasi para pengunjung upacara Grebeg Besar Demak sangat bervariasi, pada intinya sebagian besar ingin memperoleh karomah dari Sunan Kalijogo sehingga upacara ini sangat dikeramatkan. Penghormatan yang berlebihan tersebut meningkat menjadi adanya keyakinan dari kalangan masyarakat bahwa upacara Grebeg Besar Demak mengandung berkah atau tabbaruk. Pengkeramatan yang berlebihan bisa membawa masyarakat (pengunjung) kepada kemusyrikan sehingga sedini mungkin pengunjung harus membentengi diri dengan iman dan takwa agar tidak berpengaruh terhadap aqidah Islamiyahnya.
Grebeg Besar merupakan acara ritual yang penuh dengan aktivitas yang mengandung nilai-nilai solidaritas keagamaan atau dalam bahasa jawa dikenal dengan solidaritas wilujengan negeri yang bernafaskan islam sebagai ungkapan bentuk syukur atas karunia Allah sekaligus sebagai permohonan kepada-Nya agar selalu diberi keselamatan serta kesejahteraan dalam hidup didunia maupun diakhirat kelak. Dalam berbagai atraksi maupun pertunjukan yang mewarnai acara tersebut diperlukan rasa kesetiakawanan. Sifat-sifat kesetiakawanan tersebut merupakan sifat yang penting dan berguna dalam kehidupan manusia. Masyarakat berbaur menjadi satu dan saling mengenal sehingga menambah terjalinnya rasa solidaritas antar sesama masyarakat.
Budaya dan watak religius masyarakat Kabupaten Demak adalah menghormati ajaran dan tradisi leluhur, khususnya para wali tentang keimanan dan ketaqwaan. Bukan hanya sekadar menjalankan ajaran wajib dalam agama, tetapi juga tradisi dan budaya Islami yang dikembangkan para wali terdahulu. Grebeg Besar Demak mempunyai nilai religi, sebab dalam Grebeg Besar merupakan suatu kegiatan keagamaan yang memiliki ajaran kepercayaan, norma-norma, aturan-aturan untuk melakukan upacara. Masyarakat percaya bahwa
ajaran-ajaran yang disampaikan oleh para Wali dari Nabi Muhammad SAW adalah benar.
Prosesi pelaksanaan upacara Grebeg Besar Demak ini meliputi: Selamatan tumpeng sembilan, selamatan ancak, tahlil dan do’a di makam Kanjeng Sunan Kalijogo, prosesi minyak jamas dan prajurit patang puluhan, puncak acara, selamatan Riyayan serta jabat tangan. Dengan selesainya acara jabatan tangan tersebut, maka selesai pula rangkaian acara Grebeg Besar Demak, dan upacara ini akan berlangsung kembali pada tahun yang akan datang. Selamat menyaksikan langsung di lapanngan pada bulan Dzulhijjah lagi di tahun depan.
Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai Sarana Religi
DAFTAR PUSTAKA
A.R. Kafanjani, “Manyingkap Kisah Keteladanan Perjuangan Wali Songo”, (Surabaya : Anugerah, t.t.)
Atur Acara Grebeg Besar Demak, 1996, “Protokol Pem. Kabupaten DT. II Demak”,
Awaluddin Pimay, 2005, Dakwah Humanis suatu Strategi dan Metode Dakwah, Semarang, RaSAIL.
Jurnal Dakwah IAIN Suka, 2000, Fakultas Dakwah IAIN Suka, Yogyakarta
Koentjaraningrat, 1991, “Beberapa Pokok Antropologi Sosial”, Jakarta : PT. Dian Rakyat.
Khafid Kasri, 2008, Sejarah Demak Matahari Terbit di Glagahwaru, Demak, Kantor Pariwisata Pemerintahan Kota Demak. Muhadi, 1994, “Melacak Lokasi Keraton Kesultanan Demak”, Semarang,
UNDIP.
Solihin Salam, 1960, “Sekitar Wali Songo”, Kudus : Menara Kudus. Stedjo PK.1991, Grebeg Besar Demak, Kadilangu Demak, Ahli Waris
Sunan Kalijaga
Syukir, Asmuni, 1983, “Dasar-Dasar Strategi Dakwah”, Surabaya, PT. Al-Ikhlas
Situs Internet :
http://wisatademak.wordpress.com/2011/11/11/sejarah-tradisi-grebeg-besar-di-jawa/ diunduh 21 Nov 2013
http://arumwidyaningsih.wordpress.com/2012/12/10/tradisi- grebeg-besar-demak-sebagai-manifestasi-sistem-religi-dalam-kebudayaan/ diunduh 22 Nov 2013
MEDIA DAKWAH POP
Oleh : Irzum Farihah
( Dosen Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Kudus)
Abstrak
Dakwah sebagai salah satu misi Islam berkembang dengan cepat melalui media tradisional sampai modern. Dengan demikian seorang da’i harusnya faham betul dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, sehingga bisa dikatakan siapa yang mampu menguasai teknologi itulah yang mampu menggenggam dunia. Perkembangan dakwah sendiri tidah bisa terlepas dengan budaya yang dibangun masyarakat saat ini. Masyarakat modern yang cenderung pragmatis juga tak lepas dari sasaran da’i, namun bagi masyarakat modern yang cenderung hedonis dalam kehidupannya lebih menyukai suguhan dakwah melalui media yang mudah diakses oleh mereka. Sehingga munculah istilah media dakwah pop, misalnya: televisi, music, film dll. Hal ini merupakan jawaban dari kebutuhan masyarakat modern dalam memahami ajaran agamanya melalui suguhan yang bersifat instan namun mampu memberikan kepuasan bagi mereka.
Kata Kunci: Dakwah, media, media dakwah pop A. Pendahuluan
Gerakan dakwah bagi setiap muslim merupakan kewajiban, baik itu fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah sebagaimana dalam Q.S (3: 104). Pesan dakwah dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa seruan kebaikan (dakwah) tidak pernah memandang dari suku dan ras
tertentu. Selama proses sosialisasi ajaran, dakwah Islam telah melewati perjalanannya selama ratusan tahun. Islam datang di Indonesia pada abad ke 13 melalui Samudra pasai. Dengan rentang waktu yang cukup lama, penyebaran Islam sendiri mengalami perubahan. Dakwah Islam dimulai dari hal yang sangat sederhana dan bersifat normative sampai berkemabang saat ini dengan menggunakan berberapa metode dan media dalam berdakwah. Sehingga sampai saat ini bisa dilihat, perubahan yang terjadi di masyarakat mampu mewarnai penyampaian pesan agama dengan berbagai cara untuk mampu masuk ke segala lini masyarakat.
Era teknologi informasi sekarang, sadar maupun tidak, umat manusia dihadapkan pada pilihan-pilihan. Pada satu sisi pilihan itu akan membawa hikmah dan manfaat bagi kehidupan dirinya. Dakwah yang selama ini dilakukan dengan metode pendekatan ceramah dan tabligh atau komunikasi satu arah (one way communication), dengan tanpa mengecilkan peran pendekatan ini, sudah saatnya diubah dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan strategi dakwah yang lebih substantif (bersifat langsung pada inti persoalan), objektif (sesuai persoalan objeknya, baik materi maupun mad’u yang dihadapi), efektif (mempertimbangkan kondisi ruang dan waktu), aktual (mengikuti perkembangan arah dan orientasi budaya masyarakat) dan faktual (mesti berdasarkan fakta-fakta empirik). (Aripuddin, 2012: 3).
Dengan berkembangnya media dakwah yang sangat beragam di masyarakat (misalnya: televisi, internet dll), maka lebih mudah pula masyarakat untuk memperoleh pencerahan dalam keagamaan tanpa harus bertatap muka secara langsung dan ketika pemirsa (dalam hal ini mad’u) ingin dialog interatifpun sudah tersedia fasilitas untuk hal tersebut, tanpa harus bertatap muka secara langsung, hal ini bisa lebih efektif dan efisien. B. Media Dakwah
1. Pengertian Media Dakwah
Media Dakwah Pop
(Asmuni Syukir, 1986 : 17) Wilbur Schramm (1977) mendefinisikan media sebagai teknologi informasi yang dapat digunakan dalam pengajaran. Secara lebih spesifik, yang dimaksud dengan media adalah alat-alat fisik yang menjelaskan isi pesan atau pengajaran, seperti buku, film, video, kaset, slide, dan sebagainya.
Secara umum dipahami bahwa istilah ‘media’ mencakup sarana komunikasi seperti pers, media penyiaran (broadcasting) dan sinema. Namun, terdapat rentang media yang luas mencakup pelbagai jenis hiburan (entertainment) dan informasi untuk audiens yang besar-majalah atau industri musik.Terdapat juga industri yang mendukung pelbagai aktivitas media, bahkan jika industri-industri tersebut tidak berkomunikasi secara langsung dengan publik: Press Association mensuplai berita, Screen Services membuat ulasan untuk film, Gallup menyediakan riset pasar. Kemudian terdapat industri telekomunikasi yang ‘membawa’ materi untuk media-kabel atau satelit. Untuk maksud-maksud itu, akan diasumsikan bahwa ‘media’ merujuk pada pelbagai institusi atau bisnis yang berkomunikasi dengan para audiens, terutama dalam menyediakan pengisi waktu luang (Burton, 2012: 9-10).
Istilah ‘media’ berlaku bagi produk-produk informasi dan hiburan dari industri-industri media, bagitu juga contoh-contoh telekomunikasi yang membantu membawakan produk-produk tersebut kepada kita. Terdapat pelbagai ide tentang apakah sejarah media itu dan bagaimana mendekatinya. Untuk memahami media (dan perkembangannya), kita perlu menggunakaan kata-kata kunci dan memahami bagaimana mereka berkaitan dengan isu-isu tentang pengaruh dan konstruksi media.
Terdapat pelbagai pendekatan kritis terhadap kajian media dalam perkembangan kritik media. Pendekatan-pendekatan ini secara bervariasi memberikan tekanan kepada pemahaman terhadap bisnis dan produsen media, kepada teks-teks media dan konstruksinya, dan kepada para audiens media dan konteks sosial.
Dalam perkembangan studi media, kritik telah beranjak dari mempercayai bahwa media melakukan pelbagai hal kepada
orang-orang, ke mengamati apa yang dilakukan orang-orang dengan media, dan pada materi media yang sesungguhnya. Minat terhadap efek-efek media telah menjadi faktor yang konstan ketika studi tentang media mengalami kemajuan. Hal ini penting dalam kritik-kritik sosiologi terhadap media.
Media dibagi menjadi dua, yaitu a. Nonmedia Massa
1) Manusia; utusan, kurir, dan lain-lain. 2) Benda; telepon, surat, dan lain-lain. b. Media Massa
1) Media massa manusia; pertemuan, rapat umum, seminar, sekolah dan lain-lain.
2) Media massa benda; spanduk, buku, selebaran, poster, folder, dan lain-lain.
3) Media massa periodik–cetak dan elektronik;visual, audio, dan audio visual (Darwanto Sastro Subroto dalam Amin, 2009: 114) Media dakwah pada zaman Rasulullah dan sahabat sangat terbatas, yakni berkisar pada dakwah qauliyah bi al-lisan dan dakwah fi’liyyah bi al-uswah, ditambah dengan media penggunaan surat (rasail) yang sanagt terbatas. Satu abad kemudian, dakwah menggunakan media, yaitu qashash (tukang cerita) dan muallafat (karangan tertulis) diperkenalkan. Media yang disebut terakhir ini berkembang cukup pesat dan dapat bertahan sampai saat ini. Pada abad ke-14 Hijriah, kita menyaksikan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Di samping pengaruh-pengaruhnya yang negatif terhadap dakwah, tidak dapat dikesampingkan adanya pengaruh positif yang dapat mendorong lajunya dakwah. Dalam rangka inilah, dakwah dengan menggunakan media-media baru seperti surat kabar, majalah, cerpen, cergam, piringan hitam, kaset, film, radio, televisi, stiker, lukisan, iklan, pementasan di arena pertunjukan, puisi, nyanyian, musik, dan media seni lainnya, dapat mendorong dan membantu para pelaku dakwah dalam menjalankan tugasnya (Ali Yafie, 1997 : 91-92).
Media Dakwah Pop
Adapun yang dimaksud media dakwah, adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada penerima dakwah. Pada zaman modern seperti sekarang ini, seperti televisi, video, kaset rekaman, majalah, dan surat kabar (Wardi Bachtiar, 1997 : 35). Seorang da’i sudah tentu memiliki tujuan yang hendak dicapai, agar mencapai tujuan yang efektif dan efisien, da’i harus mengorganisir komponen-komponen (unsur) dakwah secara baik dan tepat. Salah satu komponen adalah media dakwah.
2. Dakwah dan Fungsinya
Pengertian dakwah sebagai suatu kegiatan sosialisasi Islam yang memiliki berbagai pengertian sebagai berikut: a. mendorong manusia agar melakukan kebajikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh berbuat kebajikan dan meninggalkan kemunkaran agar memperoleh kebahagiaan dunia-akhirat. b. mengadakan seruan kepada semua manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar, dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan nasehat yang baik. c. mengubah umat dari satu situasi kepada situasi yang lebih baik di dalam segala segi kehidupan dengan tujuan merealisasikan ajaran Islam di dalam kenyataan hidup sehari-hari, baik bagi kehidupan seorang pribadi, kehidupan keluarga maupun masyarakat sebagai keseluruhan tata hidup manusia. d. menyampaikan panggilan Allah dan Rasul kepada apa yang menghidupkan umat manusia sesuai dengan martabat, fungsi dan tujuan hidupnya (Mulkhan, 1992: 100).
Pengertian dakwah tersebut di atas maka, penyampaian informasi (Islam) merupakan substansi dakwah. Penyampaian informasi tersebut bukan saja bertujuan supaya orang mengerti dan memahami isi suatu informasi, akan tetapi agar orang meyakini dan menundukkan diri pada isi atau pesan informasibtersebut. Dengan demikian suatu kegiatan dakwah akan berisi kegiatan dan proses sosialisasi idea dan konsep-konsep serta internalisasi nilai dan kaidah ajaran Islam, sehingga hal itu termasuk ke dalam kepribadian seseorang.
Jika dakwah hanya diartikan sebagai tindakan, maka dakwah akan menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan suatu tindakan
yang dilakukan manusia. Namun demikian, tindakan itu baru dapat disebut sebagai tindakan dakwah jika memiliki ciri dan sifat khusus. Kekhususan perbuatan yang bermakna dakwah ialah jika perbuatan tersebut mampu menciptakan peluang kepada orang lain, sehingga orang lain tersebut terdorong untuk mengerti, memahami, meyakini dan hidup secara Islam.
Berdasarkan fungsi dakwah menurut Islam bahwa dakwah adalah bagian tak terpisahkan dari pengalaman keislaman seseorang, maka tindakan dakwah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan media sepanjang hal itu bersesuaian dengan kaidah ajaran Islam. Namun demikian, karena sifat khusus tindakan dakwah, maka hanya tindakan yang berisi ajakan, seruan, panggilan, dan penyampaian pesan seseorang atau sekelompok orang (organisasi/lembaga) sehingga orang lain dan masyarakat menjadi muslim yang dapat disebut sebagai tindakan dakwah dalam pengertiannya yang luas (Mulkhan, 1992: 101).
C. Budaya Massa dan Budaya Populer
Menurut Dennis McQuail (1994: 31), kata massa berdasarkan sejarah mempunyai dua makna, yaitu positif dan negatif. Makna negatifnya adalah berkaitan dengan kerumunan (mob), atau orang banyak yang tidak teratur, bebal, tidak memiliki budaya, kecakapan dan solidaritas. Makna positif, yaitu massa memiliki arti kekuatan dan solidaritas di kalangan kelas pekerja biasa saat mencapai tujuan kolektif.
Sehubungan dengan makna komunikasi terutama komunikasi massa, makna kata massa mengacu pada kolektivitas tanpa bentuk, yang komponen-komponennya sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, maka massa sama dengan suatu kumpulan orang banyak yang tidak mengenal keberadaan individualitas (Bungin, 2013: 97).
Kata massa juga sering kali digunakan untuk menyebutkan kata konsumen di pasar massal, sejumlah besar pemilih dalam pemilu.
Media Dakwah Pop
Konsep massa kemudian mengandung pengertian masyarakat secara keseluruhan “masyarakat massa” (the mass society). Menurut McQuail (1994 : 39), massa ditandai oleh (1) memiliki agregat yang besar; (2) tidak dapat dibedakan; (3) cenderung berfikir negatif; (4) sulit diperintah atau diorganisasi; dan (5) refleksi dari khalayak massa.
Media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan yang lainnya dengan melalui produk media massa yang dihasilkan. Secara spesifik institusi media massa adalah (1) sebagai saluran produksi dan distribusi konten simbolis; (2) sebagai institusi publik yang bekerja sesuai aturan yang ada; (3) keikutsertaan baik sebagai pengirim atau penerima adalah sukarela; (4) menggunakan standar profesional dan birokrasi; dan (5) media sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasaan (McQuail, 1994: 15).
Penggunaaan media massa pada dasarnya berbeda dengan komunikasi antarpribadi. Media massa membutuhkan persyaratan tertentu dari pemakainya. Pertama adalah orang harus bisa membaca, sebelum mengonsumsi surat kabar atau majalah. Kedua, orang harus memiliki pesawat radio atau televisi, bila akan mengikuti siarannya, atau punya uang untuk beli karcis bila akan menonton film. Ketiga, kebiasaan memanfaatkan media (media habit). Untuk menjadi khalayak media massa, maka ketiganya perlu dimiliki atau dilakukan. Apabila tidak, maka mereka tidak bisa menjadi khalayak media massa atau masyarakat media.
Media massa merupakan agen sosialisasi yang semakin menguat peranannya. Media massa, baik media cetak seperti surat kabar dan majalah maupun media elektronik seperti radio, televisi, dan internet, semakin memegang peranan penting dalam mempengaruhi cara pandang, pikir, tindak, dan sikap seseorang. Pengaruh media massa cenderung bersifat massif, berskala besar, dan segera (Damsar, 2011: 76).
Dalam menyampaikan berbagai produk tayangan, media massa berupaya menyesuaikan dengan khalayaknya yang heterogen dan berbagai sosio-ekonomi, kultural, dan lainnya. Produk media pun
pada akhirnya dibentuk sedemikian rupa, sehingga mampu diterima oleh orang banyak. Di sisi lain, media juga sering kali menyajikan berita, film, dan informasi lain dari berbagai negara sebagai upaya media memberikan pilihan yang memuaskan bagi khalayaknya. Produk media baik yang berupa berita, program keluarga, kuis, film dan sebagainya, disebut sebagai upaya massa yaitu karya budaya (Bungin, 2013: 98-99).
Kebudayaan populer banyak berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu, seperti pementasan mega bintang, kendaraan pribadi, fashion, model rumah, perawatan tubuh, dan semacamnya. Sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan, maka budaya itu umumnya menempatkan unsur populer sebagai unsur utamanya. Dan budaya itu akan memperoleh kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai by pass penyebaran pengaruh di masyarakat. Seperti Kapten Medison Avenue yang menggunakan media untuk menjual produk melalui studio dan televisi (Bungin, 2013:100).
Awalnya budaya pop masuk ke Indonesia masuk melalui musik yang oleh diikuti dengan fashion kemudian menular gaya hidup. Soekarno, presiden pertama Indonesia mungkin menyadari ancaman budaya pop terhadap bangsa yang tidak memiliki tradisi berpikir kritis ini, atau mungkin juga dia hanya sentimen kepada Barat terutama Amerika dan Inggris dan menolak budaya apapun yang berasal dari sana.
Menurut Heryanto dalam sofjan (2013: 25) mendefinikan istilah sebagai produk masyarakat yang terindustrialisasi, di mana baik praktek-praktek penanda maupun produk-produk kasat matanya (yakni, budaya), dihasilkan dalam jumlah yang besar, kerap dengan bantuan teknologi produksi missal, distribusi dan duplikasi, yang membuat mereka sangat mudah diakses oleh populasi, karena itu merupakan suatu tempat peristiwa yang kaya sumber daya bagi kajian atas pelbagai aspek masyarakat kontemporer. Dengan demikian budaya popular menunjuk kepada kehadiran massa baik sebagai target utama produksi budaya maupun sebagai agen konsumerisme.
Media Dakwah Pop
Budaya populer juga menjadi bagian dari budaya elite dalam masyarakat tertentu. Sejauh itu pula budaya populer dipertanyakan konsepnya yang konkret, serta pengaruhnya yang lebih dirasakan seperti umpamanya apa perbedaan antara modernisasi dan posmodernisasi. Begitu pula pertarungan konseptual antara kebudayaan tinggi dan kebudayaan pop. Pertanyaan itu juga ditunjukkan kepada bagaimana pendekatan metodik hegemonisasi dan dorongan pembebasan dari kebudayaan populer. Dalam kata lain kekuatan hegemonisasi budaya menguasai unsur-unsur penting dalam kehidupan masyarakat.
Sebagaimana dijelaskan bahwa budaya populer lebih banyak mempertontonkan sisi hiburan, yang kemudian mengesankan lebih konsumtif. Richard Dyer (During, 1993: 271-272), mengatakan hiburan merupakan kebutuhan pribadi masyarakat yang telah dipengaruhi oleh struktur kapitalis. Hiburan menyatu dengan makna-makna hiburan dan saat ini didominasi oleh musik. Saat ini musik merupakan perangkat hiburan yang lengkap yang dipadukan dengan berbagai seni lainnya. Hampir tidak dapat ditemui sebuah hiburan tanpa mengabaikan peran musik, sebaliknya musik menjadi sebuah bangunan hiburan yang besar dan paling lengkap. Sehingga komposit dunia musik menjadi sebuah seni pertunjukan profesional yang menghasilkan uang dan menciptakan lapangan kerja yang luas.
Konteks sosial semacam ini lebih cenderung membawa manusia dalam dunia yang serba tipuan. Maksudnya, kadang kefanaan menjadi sesuatu tujuan yang lebih konkret dari pada yang diperjuangkan oleh manusia itu sendiri. Di saat dunia tipuan ini dapat dimanipulasi oleh industri, maka tipuan itu menjadi abadi dalam dunia fana.
Saat ini perilaku yang mementingkan tampilan luar ala budaya Pop dengan mudah kita saksikan di sekitar kita dalam berbagai bentuk dan gaya. Misalnya, sekarang begitu mudahnya kita menemukan orang yang berbicara begitu bergaya dengan bahasa Indonesia campur Inggris, tapi gelagapan saat benar-benar diajak bicara dalam bahasa Inggris. Begitu banyak sekolah yang berlabel Internasional tapi hanya memajang guru berkulit putih yang sama sekali tidak memiliki latar
belakang pendidikan pedagogi. Sekolah yang di halamannya dipenuhi poster tentang pentingnya disiplin anak tapi mereka sendiri tidak pernah konsisten dengan peraturan yang mereka terapkan dan masih banyak contoh lainnya.
Ciri budaya pop yang hanya mementingkan kulit dan penampilan luar, tanpa menawarkan kedalaman sangat cocok dengan karakter mayoritas orang Indonesia. Dengan adanya budaya pop orang Indonesia bisa terlihat keren dan gaya tanpa perlu banyak usaha. Maka tidak heranlah ketika budaya ini masuk ke Indonesia, budaya pop langsung tumbuh subur dan berkembang di segala aspek kehidupan.
Tapi yang paling menarik untuk diamati adalah keberhasilan budaya Pop merasuk ke dalam kultur beragama dari pemeluk agama mayoritas di negeri ini, melalui Dakwah Pop yang belakangan marak di Televisi. Merasuknya kultur pop ke dalam kultur beragama ini menarik diamati karena umat Islam yang merupakan pemeluk agama mayoritas di negeri ini secara formal memandang Amerika, induk dari Kapitalisme yang melahirkan budaya Pop.
D. Media Dakwah Pop
Di era informasi canggih seperti sekarang ini, tidak mungkin dakwah masih hanya menggunakan pengajian di mushalla yang hanya diikuti oleh mereka yang hadir di sana. Penggunaan media-media komunikasi modern addalah sebuah keniscayaan yang harus dimanfaatkan keberadaannya untuk kepentingan menyampaikan ajaran-ajaran Islam atau dakwah Islam.
Gaya penyampaian dakwah yang benar-benar baru ini langsung menerima sambutan hangat dari publik. Dakwah para da’i saat ini banyak yang direkam di CD dan di jual bebas,sehingga mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan pesan dakwah dari para da’i yang diidolakan. Saat ini bisa dikatakan di setiap kota di Indonesia yang memiliki penduduk mayoritas beragama Islam, pasti dapat dengan mudah mendengarkan pesan-pesan dakwah baik melalui stasiun radio maupun televisi.
Media Dakwah Pop
Fenomena dakwah agama di Indonesia ini adalah salah satu contoh sempurna untuk menunjukkan bagaimana lentur dan canggihnya Ideologi Kapitalisme bekerja menginfiltrasi dan merasuki semua ideologi bahkan agama yang secara formal menentangnya. Profesi Da’i pun tiba-tiba menjadi sebuah profesi yang bonafide dan menjanjikan. Sehingga mulai muncul da’i-da’i baru dengan gaya masing-masing. Dan sejak saat itu kitapun menyaksikan bisnis dakwah ini menjadi tidak ada bedanya dengan bisnis-bisnis konvensional yang untuk bisa sukses pelaku bisnis ini dalam menyusun strategi pemasaran harus jeli melakukan segmentation, tergeting dan positioning.
Belakangan dengan semakin banyaknya muncul ustadz baru yang populer, persaingan di dunia per da’i-an ini pun semakin sengit, sehingga kreatifitas dalam merebut pasar dakwah ini pun harus semakin tinggi, sebegitu kreatifnya bahkan sampai ke hal-hal yang dulunya tidak pernah terbayangkan akan terjadi di dunia dakwah sekarang bisa kita saksikan di layar televisi dan media lainnya. Adapun beberapa media dakwah pop yang dapt kita saksikan saat ini adalah:
1. Televisi
Budaya media pop pertama yang dimaksud storey dalam Aripudin (2013: 34) adalah televisi. Hingga saat ini, televisi masih berfungsi sebagai media yang mengayomi arus tren tahun dua ribuan sebagai media hiburan (fun), media informasi (information), media politik (politic), dan media pendidikan (education). Sekarang dengan pergeseran budaya masyarakat yang terus berubah, fungsi televisi digunakan sebagai media dakwah bagi berbagai agama, baik secara terpisah, seperti melalui program khusus siraman keagamaan maupun secara inhern melalui muatan-muatan nilai yang terkandung dalam program acara televisi.
Televisi merupakan salah satu media massa yang mempunyai pengaruh cukup efektif sebagai penyebar pesan-pesan kepada khalayak ramai. Kehadiran televisi sebagai media komunikasi dapat membawa dampak positif maupun dampak negative, tergantung bagaimana memanfaatkan media tersebut (Munir Amin, 2009: 272).