• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK DAN RENCANA AKSI PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK DAN RENCANA AKSI PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN 2016"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENYUSUNAN RENCANA INDUK DAN

RENCANA AKSI PEMBANGUNAN KAWASAN

PERBATASAN PROVINSI RIAU

TAHUN ANGGARAN 2016

Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau

bekerjasama dengan

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Riau (LPPM UR)

2016

PROVINSI RIAU PROVINSI SUMATERA UTARA P. Rupat Dumai Pelintung Tj. Buton 1 2 3 5 6 7 PORT KELANG GEMAS PORT DICKSON SEREMBAN MALAKA MUAR BATU PAHAT KUKUP KLUANG SEDEL KOTA TINGGI JOHOR BARU KUALA LUMPUR 4 8 9 11 10 Kuala Enok 1 PANIPAHAN

(Kab. Rokan Hilir)

2 SINABOI(Kab. Rokan Hilir) 3 TANJUNG MEDANG

(Kab. Bengkalis)

4 SUNGAI. PAKNING(Kab. Bengkalis) 5

TELUK BELITUNG (Kab. Kep Meranti)

7 TANJUNG SAMAK (Kab. Kep Meranti) 8 9 10 11 SELAT BARU (Kab. Bengkalis) SERAPUNG (Kab. Pelalawan) 6 GUNTUNG (Kab. Indragiri Hilir)

KUALA ENOK (Kab. Indragiri Hilir) KUALA GAUNG (Kab. Indragiri Hilir)

(2)

Puji Syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala karena berkat limpahan Rahmat-Nya Laporan Kegiatan Penyusunan Rencana Induk dan Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau Tahun Anggaran 2016 telah dapat diselesaikan. Semoga dokumen ini dapat sebagai bahan rujukan bagi memajukan pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk melaksanakan penyusunan dokumen perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau, sebagai bagian integral dari dokumen perencanaan nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk Renduk PBWNKP 2015-2019, dengan tujuan tersusunnya Renduk PBWNKP Provinsi Riau sebagai dokumen perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan di Provinsi Riau.

Dalam menyusun dokumen ini, Badan Pengelola Perbatasan (BPPD) Provinsi Riau melibatkan Tenaga Ahli dari Universitas Riau, yaitu: Dr. Djaimi Bakce, SP, M.Si selaku Ketua Tim Ahli, dengan anggota Ir. Syaiful Hadi, M.Si, Ph.D dan Dr. Ir. Afrizal Tanjung, M.Sc. Atas partisipasi aktif dan kesungguhan Tim Ahli dalam menyelesaikan penyusunan dokumen ini BPPD Provinsi Riau mengucapkan terima kasih.

Pekanbaru, November 2016 Kepala BPPD Provinsi Riau

H. SYAFRIL TAMUN, ST, MT Pembina Utama Muda NIP. 19580717 198011 1 001

(3)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar BelakangPenelitian ... 1

1.2. Maksud, Tujuan dan Saran ... 3

1.3. Landasan Hukum ... 3

1.4. Sistematika Penulisan ... 6

1.5. Pengertian dan Defenisis ... 7

BAB II. TINJAUAN TERHADAP RENCANA INDUK PENGE-LOLAAN PERBATASAN NEGARA TAHUN 2015 – 2019 ... 10

2.1. Elemen Dasar Geografis ... 10

2.2. Pengelolaan Perbatasan Negara Republik Indonesia ... 11

2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara ... 15

BAB III. KONDISI PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU ... 18

3.1. Kondisi Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau ... 18

3.2. Kondisi Kawasan Batas Negara di Provinsi Riau ... 21

3.3. Kondisi Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau ... 68

3.4. Kondisi Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ... 74

BAB IV. ISU STRATEGIS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU ... 85

4.1. Isu Strategis Pengelolaan Batas Wilayah Negara di ProvinsiRiau ... 85

4.2. Isu Strategis Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ... 86

4.3. Isu Strategis Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau ... 90

4.4. Isu Strategis Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ... 92

BAB V. VISI DAN MISI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU ... 97

5.1. Visi dan Misi ... 97

5.2. Tujuan dan Sasaran ... 99

(4)

Negara di Provinsi Riau ... 105

6.2. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ... 106

6.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau ... 109

6.4. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ... 111

BAB VII. AGENDA PRIORITAS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU ... 116

7.1. Agenda Prioritas Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau ... 116

7.2. Agenda Prioritas Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ... 116

7.3. Agenda Prioritas Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau ... 117

7.4. Agenda Prioritas Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ... 118

BAB VIII. KAIDAH PENGELOLAAN ... 119

8.1. Perencanaan Program dan Kegiatan ... 119

8.2. Penganggaran ... 121

8.3. Pelaksanaan ... 122

8.4. Evaluasi, Pengawasan dan Pelaporan ... 123

BAB IX. PENUTUP ... 126

(5)

Halaman

Tabel 2.1. Lokpri Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Tahun

2015-2019 ... 11

Tabel 2.2. Tabel Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Negara

Wilayah Laut dan Udara ... 13

Tabel 2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lintas Batas Negara . 14

Tabel 2.4. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan

Perbatasan ... 15

Tabel 2.5. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan ... 17

Tabel 3.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Riau di

Kabupaten/Kota Wilayah Perbatasan Negara dan

Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2010-2015 ... 22

Tabel 3.2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Riau di

Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan

Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ... 23

Tabel 3.3. Ketersediaan Ruang Kelas dan Penduduk Usia Sekolah pada

Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan

Kabupaten/Kota Lainnya Provinsi Riau Tahun 2015 ... 26

Tabel 3.4. Rasio Siswa dan Guru Jenjang Pendidikan Dasar dan

Menengah Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayan

Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 .. 27

Tabel 3.5. Angka Kelulusan Menurut Jenjang Pendidikan

Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara

dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ... 28

Tabel 3.6. Jumlah Fasilitas dan Rasio Pelayanan Kesehatan

Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara

dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 dan 2015* ... 31

Tabel 3.7. Jumlah Dokter Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau 2014

dan 2015* ... 33

Tabel 3.8. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis Kabupaten/Kota Provinsi

Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota

Lainnya Tahun 2015 ... 35

Tabel 3.9. Infrastruktur Jalan Nasional dan Provinsi Melintasi

Kabupaten/Kotadi Provinsi Riaudi Wilayah Perbatasan Negara

(6)

Tabel 3.11. Kapasitas Ketersedian Air Minum Layak padaKabupaten/Kota

Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan

Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2011-2015 ... 41

Tabel 3.12. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air MinumKabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah

Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 .. 42

Tabel 3.13. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air Memasak Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah

Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 .. 42

Tabel 3.14. Rasio Elektrifikasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya

Tahun 2011-2015 ... 43 Tabel 3.15. Jumlah Rumah Tangga Menurut Desa Yang Terlayani Listrik

Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan

Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 ... 43

Tabel 3.16. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Termasuk

Minyak Bumi dan Gas Tahun 2012-2015 (Juta Rupiah) ... 45

Tabel 3.17. Produksi Perikanan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya

Tahun 2015 ... 52 Tabel 3.18. Objek Wisata Yang Terdapat di Kabupaten/Kota Provinsi Riau

di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya

Tahun 2015 ... 54 Tabel 3.19. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Menurut

Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara

dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ... 57

Tabel 3.20. Kebutuhan dan Kemampuan Beras Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan

Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ... 57

Tabel 3.21. Potensi Peningkatan Produksi Padi Sawah Menurut

Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara

(7)

Tabel 3.23. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah-BuahanMenurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara

dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 ... 61

Tabel 3.24. Luas, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, Kelapa dan Karet Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya

Tahun 2014 ... 62

Tabel 3.25. Jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Menurut

Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara

dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 ... 64

Tabel 3.26. Populasi Ternak dan Produksi Daging Provinsi Riau Tahun

2011 – 2015 ... 68

Tabel 3.27. Lokasi Prioritas Batas Negara di Provinsi Riau ... 69

(8)

Halaman Gambar 3.1. Peta Provinsi Riau ... 21

Gambar 3.2. Letak Geografis Provinsi Riau ... 22

Gambar 3.3. Persentase Penduduk Usia Sekolah Yang Tidak Bersekolah di Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan

Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014... 24

Gambar 3.4. Persentase Persentase Posyandu Aktif

Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan

Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2013-2015 ... 30

Gambar 3.5. Rasio Tenaga Medis Per Kabupaten/Kota Provinsi Riau

Tahun 2015 ... 36

Gambar 3.6. Surplus/Defisit Pustu, Poskesdes dan Polindes

Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara

dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 ... 37

Gambar 3.7. Kontribusi (%) PDRB Harga Konstan Migas dan Dengan Tanpa Migas Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya

Tahun 2014 ... 45 Gambar 3.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi

Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota

LainnyaTahun 2014 ... 46 Gambar 3.9. Tingkat Inflasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di

Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya

Tahun 2015 ... 47 Gambar 3.10. Pembentukan Indek Williamson Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan

Kabupaten/Kota LainnyaTahun 2015... 49

Gambar 3.11. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota

Lainnya Tahun 2014 ... 49 Gambar 3.12. Tingkat Kemiskinan (%)Menurut Kabupaten/Kota Provinsi

Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota

LainnyaTahun 2014 ... 50 Gambar 3.13. Indek Kedalaman Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/

Kota LainnyaTahun 2014 ... 50 Gambar 3.14. Indek Keparahan Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/

(9)

Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya

Tahun 2015 ... 56 Gambar 3.17. Sebaran PKS Menurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di

Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya

Tahun 2014 ... 65

Gambar 3.18. Sebaran Pos Lintas Batas Riau – Malaysia ... 70

Gambar 3.19. Peta Lokasi Prioritas dan PKSN Kawasan Perbatasan Negara

di Provinsi Riau ... 72 Gambar 3.20. Peta Lokasi Kawasan Industri Yang Terdapat di Provinsi

Tahun 2015 ... 73 Gambar 3.21. Hubungan Koordinasi K/L dan BPPD Provinsi/Kabupaten

Dengan BNPP ... 80

Gambar 3.22. Struktur Organisasi BPPD Provinsi Riau ... 81

Gambar 8.1. Keterkaitan Dokumen Rencana Induk Pengelolaan

(10)

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) melalui Perpres 12/2010 diwujudkan agar pengelolaan perbatasan lebih fokus, sinkron, terkoordinasi, dan berada pada satu pintu pengelolaan. Selain itu, Pemerintah juga

telah menyusun Desain Besar (Grand Design) dan Rencana Induk Pengelolaan

Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan agar terdapat satu acuan bersama dalam pembangunan kawasan perbatasan, serta sebagai upaya mengarusutamakan pembangunan kawasan perbatasan ke dalam kebijakan pemerintah. Kedua dokumen tersebut bersifat saling melengkapi (komplemen) dan mengelaborasi terhadap dokumen perencanaan berupa RPJPN, RPJMN, dan RKP.

Pembentukan BNPP merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan Nawa Cita Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (Jokowi-JK), khususnya Nawa Cita Ketiga. Adapun Nawa Cita Jokowi-JK adalah: (1) Menghadirkan Kembali Negara Untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman Pada Seluruh Warga Negara; (2) Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, Demokrastis dan Terpercaya; (3) Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan; (4) Memperkuat Kehadiran Negara dalam Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya; (5) Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia; (6) Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional; (7) Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik; (8) Melakukan Revolusi Karakter Bangsa; dan (9) Memperteguh Ke-Bhinekaan dan Memperkuat Restorasi Sosial Indonesia.

Amanat dari Nawa Cita tersebut telah dituangkan dalam Agenda Pembangunan Nasional, yaitu Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, yang intinya menjelaskan: (a) Peletakan Dasar-Dasar Dimulainya Desentralisasi Asimetris: (1) Pengembangan Kawasan Perbatasan (10 PKSN dan 187

(11)

Kecamatan/Lokpri), (2) Pengembangan Daerah Tertinggal, (3) Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan, (4) Penguatan Tata Kelola dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah, (5) Penataan DOB Untuk Kesejahteraan Rakyat; (b) Wilayah Terutama Kawasan Timur Indonesia, dan (c) Pengurangan Ketimpangan Antar Kelompok Ekonomi Masyarakat.

Rencana induk pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan tahun 2015-2019, yang selanjutnya disebut Renduk PBWNKP 2015-2019, yang telah ditetapkan dengan Peraturan Kepala BNPP Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015-2019, adalah rencana pembangunan nasional jangka menengah 5 (lima) tahun yang memberikan arah kebijakan, strategi, dan program pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan. Renduk PBWNKP 2015-2019 dimaksudkan sebagai instrumen utama dalam mengintegrasikan program pembangunan yang berbasis pendekatan wilayah secarah terarah, bertahap, dan terukur. Hal ini yang mendasari pentingnya penyusunan rencana induk nasional dalam rangka pengelolaan perbatasan negara

yang holistic dan melibatkan seluruh stakeholders terkait.

Mengingat Renduk PBWNKP 2015-2019 yang tersebut di atas masih bersifat makro dan berskala nasional, maka dipandang perlu untuk melakukan penyusunan sebuah Dokumen Renduk PBWNKP yang lebih bersifat mikro dan berskala provinsi, sehingga fungsi Renduk sebagai instrumen pengintegrasian program pembangunan di tingkat provinsi dapat diwujudkan. Oleh karena itu, Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau, sesuai dengan wewenang, tugas, dan fungsinya berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan di Daerah, Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau, serta Peraturan Gubernur Riau Nomor 21 Tahun 2015 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tatakerja Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau, melakukan penyusunan Renduk PBWNKP Provinsi Riau, dengan menjadikan Renduk PBWNKP 2015-2019 sebagai dasar dan landasan penyusunan.

Renduk PBWNKP Provinsi Riau ini diharapkan dapat menjadi Renduk yang komprehensif dan menjadi acuan bersama bagi seluruh sektor terkait, serta menjadi

(12)

instrumen upaya optimalisasi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergitas (KISS) antar instansi dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk kabupaten/kota yang menjadi Wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) dalam pengelolaan perbatasan negara, di Provinsi Riau.

1.2.Maksud, Tujuan dan Sasaran

Kegiatan ini dimaksudkan untuk melaksanakan penyusunan dokumen perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau, sebagai bagian integral dari dokumen perencanaan nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk Renduk PBWNKP 2015-2019, dengan tujuan tersusunnya Renduk PBWNKP Provinsi Riau sebagai dokumen perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan di Provinsi Riau.

Sasaran yang ingin dicapat melalui pelaksanaan kegiatan ini adalah:

a. Terumuskannya isu strategis tingkat Provinsi Riau terkait pengelolaan

perbatasan negara yang melibatkan seluruh stakeholders terkait;

b. Terumuskannya visi, misi, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan

strategis pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau.

1.3.Landasan Hukum

Landasan hukum dalam penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau adalah:

1. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah

Swatantra Tk. I Sumatera Barat, Jambi dan Riau;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47);

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

(13)

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

7. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);

8. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925);

9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan

Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas

Pembantuan;

13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara

(14)

Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau- Pulau Kecil Terluar;

14. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola

Perbatasan;

15. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional Tahun 20 15-2019;

16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

17. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 2 Tahun 2011 tentang Pedoman

Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan di Daerah;

18. Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 1 Tahun 2011

tentang Desain Besar Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2025 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 44);

19. Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan

Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015–2019;

20. Peraturan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2015

Tentang Rencana Strategis Badan Nasional Pengelola Perbatasan Tahun 2015 – 2019;

21. Peraturan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 11 Tahun

2015 Tentang Rencana Aksi Pengelolaan Batas Wilayah Negara Dan Kawasan Perbatasan Tahun 2015;

22. Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 2 Tahun 2008 tentang Urusan

Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah Provinsi Riau;

23. Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 9 Tahun 2009 tentang RPJPD Provinsi

Riau Tahun 2005 – 2025;

24. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2009 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau Tahun 2009 – 2013;

(15)

25. Peraturan Gubernur Riau Nomor 2 Tahun 2012 tentang pembentukan Organisasi Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau;

26. Peraturan Gubernur Riau Nomor 26 Tahun 2013 tentang perubahan Peraturan

Gubernur Riau Nomor 2 Tahun 2012 tentang Organisasi Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau;

27. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi,

Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau.

1.4.Sistematika Penulisan

Sistematika Rencana Induk Pengelolan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan di Provinsi Riau Tahun 2017-2019 sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran

1.3. Landasan Hukum

1.4. Sistematika Penulisan

1.5. Pengertian dan Definisi

BAB II. TINJAUAN TERHADAP RENCANA INDUK PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA TAHUN 2015-2019

BAB III. KONDISI PERBATASAN NEGARA DI ROVINSI RIAU

3.1. Kondisi Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau

3.2. Kondisi Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau

3.3. Kondisi Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau

3.4. Kondisi Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi

Riau

BAB IV. ISU STRATEGIS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU

4.1. Isu Strategis Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau

4.2. Isu Strategis Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di

(16)

4.3. Isu Strategis Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau

4.4. Isu Strategis Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di

Provinsi Riau

BAB V. VISI DAN MISI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU

BAB VI. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN

PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU

6.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Wilayah Negara

di Provinsi Riau

6.2. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan

Negara di Provinsi Riau

6.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas

Negara di Provinsi Riau

6.4. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan

Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau

BAB VII. AGENDA PRIORITAS PENGELOLAAN PERBATASAN

NEGARA DI PROVINSI RIAU

7.1. Agenda Prioritas Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi

Riau

7.2. Agenda Prioritas Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di

Provinsi Riau

7.3. Agenda Prioritas Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di

Provinsi Riau

7.4. Agenda Prioritas Penguatan Kelembagaan Pengelolaan

Perbatasan Negara di Provinsi Riau BAB VIII. KAIDAH PENGELOLAAN

8.1. Kaidah Perencanaan Program dan Kegiatan

8.2. Kaidah Penganggaran

8.3. Kaidah Pelaksanaan

8.4. Kaidah Evaluasi, Pengawasan, dan Pelaporan

(17)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1.5.Pengertian dan Defenisi

Dalam dokumen Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Provinsi Riau Tahun 2017-2019, yang dimaksud dengan:

1. Pembangunan adalah semua proses perbaikan atau perubahan yang yang

dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar, terencana, dan

berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi;

2. Pengelolaan adalah aktivitas manajemen yang meliputi perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan serta pengendalian;

3. Batas Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah

kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional;

4. Kawasan Perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada

sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan;

5. Kawasan Perbatasan di Laut adalah sisi dalam garis batas yurisdiksi atau

teritorial hingga kecamatan yang berhadapan langsung dengan negara lain, dalam hal garis batas yang belum disepakati menggunakan garis batas klaim terjauh;

6. WKP adalah kabupaten/kota yang berada di kawasan perbatasan dan berada

di dalam Cakupan Wilayah Administrasi (CWA);

7. CWA adalah provinsi yang berada di kawasan perbatasan;

8. Lokasi Prioritas (Lokpri) adalah kecamatan-kecamatan di kawasan perbatasan

darat dan laut di dalam Wilayah-wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) yang ditetapkan dalam Peraturan BNPP No. 1 tahun 2011 tentang Desain Besar Pengelolaan Batas Wilayah Negara Dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2025;

9. Lokpri darat adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara

tetangga di wilayah darat; kecamatan yang difungsikan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN); kecamatan yang termasuk ke dalam

(18)

RI dengan Negara tetangga;

10. Lokpri Laut adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara

tetangga di wilayah laut hingga batas yurisdiksi atau teritorial, dalam hal garis batas yang belum disepakati menggunakan garis batas klaim terjauh; kecamatan yang difungsikan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN); kecamatan lokasi Pulau-Pulau Kecil Terluar; dan kecamatan yang

termasuk ke dalam exit-entry point (Pos Lintas Batas) berdasarkan Border

CrossingAgreement RI dengan negara tetangga;

11. Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara adalah dokumen pengelolaan

perbatasan negara yang memuat arah kebijakan, strategi, serta agenda atau program prioritas dan kegiatan pengelolaan bagi seluruh pemangku

kepentingan (stakeholders) di tingkat pusat dan daerah;

12. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) adalah badan pengelola yang

diberi kewenangan oleh UU untuk mengelola batas wilayah negara dan kawasan perbatasan;

13. Badan Pengelola Perbatasan di Daerah (BPPD) adalah badan pengelola di

tingkat daerah hanya dibentuk di daerah provinsi, kabupaten/kota yang memiliki kawasan perbatasan antarnegara;

14. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk

masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan ruang.

(19)

BAB II.

TINJAUAN TERHADAP RENCANA INDUK PENGELOLAAN

PERBATASAN NEGARA TAHUN 2015-2019

2.1.Elemen Dasar Geografis

Negara Kepulauan Republik Indonesia yang berbatasan dengan 10 negara memiliki 92 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) yang memerlukan penanganan khusus. Diantara PPKT tersebut terdapat 10 PPKT yang menjadi prioritas penanganan. Secara administrasi PPKT tersebut terdapat di 13 provinsi, di 41 kabupaten/kota dan di 187 kecamatan yang menjadi Lokasi Strategis (Lokpri). 10 diantara Lokpri-Lokpri tersebut terdapat di enam kabupaten dan kota di Provinsi Riau (Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kepulauan Meranti, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Pelalawan. Prioritas penanganan secara khusus direncanakan secara simultan dan bertahap mulai dari Tahun 2015 sampai dengan 2019. Untuk lebih jelasnya dapat dirinci berdasarkan Perka BNPP nomor 1 Tahun 2015, yakni:

Pada tahun 2015 di Provinsi Riau terdapat empat Lokpri, yaitu Kec. Rupat Utara, Kec. Bengkalis, Kec. Rangsang Barat, dan Kec. Rangsang Pesisir. Pada tahun 2016 terdapat sembilan Lokpri, yaitu Kec. Pasir Limau Kapas, Kec. Dumai Kota, Kec. Dumai Timur, Kec. Dumai Barat, Kec. Rupat, Kec. Bukit Batu, Kec. Merbau, Kec. Rangsang, dan Kec. Kateman. Pada Tahun 2017 terdapat sembilan Lokpri yaitu Kec. Sinaboi, Kec. Medang Kampai, Kec. Dumai Timur, Kec. Dumai Barat, Kec. Bantan, Kec. Bukit Batu, Kec. Pulau Merbau, Kec. Pulau Rangsang, dan Kec. Pulau Burung. Pada Tahun 2018 terdapat 10 Lokpri Kec. Bangko, Kec. Sungai Sembilan, Kec. Dumai Barat, Kec. Dumai Timur, Kec. Bantan, Kec. Bukit Batu, Kec. Tasik Putri Puyu, Kec. Pulau Rangsang, Kec. Pulau Burung, dan Kec. Kuala Kampar. Pada Tahun 2019 terdapat 10 Lokpri, yaitu Kec. Bangko, Kec. Sungai Sembilan, Kec. Dumai Barat, Kec. Dumai Timur, Kec. Bantan, Kec. Bukit Batu, Kec. Tasik Putri Puyu, Kec. Pulau Rangsang, Kec. Pulau Burung, dan Kec. Kuala Kampar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

(20)

Tabel 2.1. Lokpri Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Tahun 2015-2019 No. Kabupaten/ Kota Batas D/L Lokpri 2015 2016 2017 2018 2019

1. Rokan Hilir L - Pasir Limau

Kapas Sinaboi Bangko Bangko

2. Dumai

L - Dumai Kota Medang

Kampa Sungai Sembilan Sungai Sembilan - Dumai Timur Dumai Timur Dumai Timur Dumai Timur

- Dumai Barat Dumai Barat Dumai Barat Dumai

Barat

3. Bengkalis L Rupat Utara Rupat Bantan Bantan Bantan

Bengkalis Bukit Batu Bukit Batu Bukit Batu Bukit Batu

4. Kep. Meranti L Rangsang Barat Merbau Pulau Merbau Tasik Putri Uyu Tasik Putri Uyu Rangsang

Pesisir Rangsang Rangsang Rangsang Rangsang

5. Pelalawan L - - - Kuala

Kampar

Kuala Kampar

6. Indragiri Hilir L - Kateman

Pulau Burung Pulau Burung Pulau Burung

Rupat Sinaboi Bangko Bangko

2.2.Pengelolaan Perbatasan Negara Republik Indonesia

Dalam rangka melaksanakan Nawacita ke-3 Pemerintahan Jokowi dan

Jusuf Kalla, yakni Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat

Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan dengan Cara

Peletakan Dasar-Dasar Dimulainya Desentralisasi Asimetris, yakni

Pengembangan Kawasan Perbatasan (10 PKSN dan 187 Kecamatan/Lokpri) maka sangatlah perlu (1) menata kembali NKRI; (2) membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik, (3) memantapkan penataan kembali NKRI; (4) meningkatkan kualitas SDM; (5) membangun kemampuan IPTEK; (6) memperkuat sumber daya perekonomian; (7) memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek; dan (8) mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif.

(21)

Untuk mewujudkan Nawacita ke-3 tersebut maka pengelolaan wilayah perbatasan tahun 2015-2019 difoluskan pada:

1. Mengembangkan daya saing ekonomi dengan memanfaatkan keunggulan

komparatif sumber daya lokal (pertanian, perikanan, pariwisata)

2. Menyiapkan infrastruktur pendukung (transportasi, energi, telekomunikasi,

air bersih, dan penetapan detail tata ruang)

3. Menyiapkan regulasi dan kerjasama perdagangan antar negara; serta

menetapkan bersama pintu-pintu utama lintas batas dan menyediakan sarana dan prasarana CIQS terpadu/satu pintu;

4. Menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan IPTEK (jangka

pendek dan jangka panjang) untuk pengelolaan SDA;

5. Penegasan batas wilayah negara pada wilayah OPB (Outstanding Border

Problem), unresolved/unsurvey, dan batas maritim;

6. Meningkatkan kualitas pengamanan perbatasan darat dan perbatasan laut

7. Agenda pembangunan nasional

8. Perpres Nomor 2 Tahun 2015 ttg RPJMN 2015-2019

2.3.Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara Dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan pengelolaan wilayah perbatasan negara, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) telah menyusun arah kebijakan dan strategi pengelolaan, meliputi: (1) Arah Kabijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara; (2) Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lintas Batas Negara; (3) Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan; dan (4) Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan. Keempat aspek arah kebijakan dan strategi tersebut dijelaskan pada Tabel 2.2 sampai dengan Tabel 2.5.

(22)

Tabel 2.2. Tabel Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara

Arah

Kebijakan Strategi

Aspek Penetapan dan Penegasan Batas

Penetapan dan penegasan batas Negara wilayah laut

Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas peran dan fungsi kelembagaan yang kuat (Strategi No.8 RPJMN), dengan:

 Meningkatkan upaya diplomasi/perundingan batas negara wilayah laut

 Mempercepat penyelesaian segmen batas laut

 Melakukan pemutahiran peta laut

 Meningkatkan kepemilikan dan informasi sejarah maritim

 Melakukan supervisi dan pemetaan potensi perluasan batas landas kontinen

 Meningkatan survey dan pemetaan batas Negara wilayah laut

Pemeliharaan batas negara wilayah laut

Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas peran dan fungsi kelembagaan yang kuat (Strategi No.8 RPJMN), dengan:

 Meningkatkan investigasi dan pemeliharaan titik referensi dan titik dasar

 Membangun/meningkatkan jalur/akses laut inspeksi TR/TD Pulau Pulau

Kecil Terluar (PPKT) Penguatan dan penataan kelembagaan pengelolaan batas Negara wilayah laut

Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas peran dan fungsi kelembagaan yang kuat (Strategi No.8 RPJMN), dengan:

 Menata kelembagaan pengelolaan batas negara wilayah laut

 Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pengelola batas negara

wilayah laut Penguatan

pengaturan pengawasan udara

Meningkatkan kualitas pengaturan, pembinaan pemanfaatan, dan pengawasan rencana tata ruang, termasuk mendorong percepatan penyusunan peraturan perundangan terkait Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) untuk memperkuat kedaulatan negara di udara serta penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perbatasan negara (Strategi No. 11 RPJMN), dengan:

 Memperkuat pengaturan Flight Information Region (FIR) agar berada dalam

pengaturan pihak Indonesia

 Menyusun roadmap UU Penerbangan dan pengaturan lalu lintas udara di

Indonesia

Aspek Peningkatan Pertahanan Keamanan dan Penegakan Hukum

Peningkatan upaya pengamanan dan penegakan hukum batas Negara wilayah laut

Meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi sarana-prasarana pertahanan dan pengamanan perbatasan laut dan darat, serta melibatkan peran aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan negara (Strategi No.7 RPJMN), dengan:

 Membangun dan meningkatkan sarpras hankam dan penegakan hukum

perbatasan laut

 Meningkatkan kemampuan personil/aparat hankam dan penegakan hukum

perbatasan laut

 Meningkatkan kerjasama hankam dan gakkum negara tetangga di kawasan

perbatasan laut

(23)

Tabel 2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lintas Batas Negara

Arah

Kebijakan Strategi

Aspek sarana dan prasarana lintas batas

Peningkatan kualitas sarana dan prasarana lintas batas

Melakukan transformasi kelembagaan lintas batas negara, yaitu Custom, Immigration, Quarantine, `Security (CIQS) sesuai dengan standar internasional dalam suatu sistem pengelolaan yang terpadu (Strategi No.6 RPJMN), dengan:

 Mengembangkan Sistem manajemen PLBN terpadu

 Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pelayanan pos pemeriksaan

lintas batas internasional (CIQS)

 Meningkatkan sarana dan prasarana pendukung operasional pos lintas batas

negara

 Meningkatkan kualitas dan kuantitas personil pendukung fasilitas CIQS di

kawasan perbatasan laut

Aspek ekonomi lintas batas

Pengembangan aktivitas ekonomi antar negara di kawasan perbatasan laut

Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), dengan:

 Menyusun regulasi pengelolaan lintas batas sebagai respon AEC

 Menyediakan sarana ekonomi penunjang aktivitas perdagangan antar negara

bertaraf internasional

 Membangun sarpras dasar penunjang aktivitas perdagangan

 Menginisiasi promosi peluang investasi

 Menata kembali perjanjian bilateral perbatasan antar negara

Aspek pengamanan dan pengawasan lintas batas

Peningkatan sistem

pengamanan dan pengawasan lintas batas laut

Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), dengan:

 Mengembangkan Clean and Green Tasbara (pelintasan batas yang bersih

dari penyeludupan dan berwawasan lingkungan)

 Mengamankan lintas batas negara Jalur C (Jalur Tikus) sepanjang wilayah

perbatasan

 Meningkatkan kerjasama hankam dan gakkum negara tetangga di kawasan

perbatasan laut

Aspek sosial-budaya lintas batas

Percepatan penyelesaian status

kewarganegaraan lintas batas laut

Mempercepat penyelesaian status kewarganegaraan pelintas batas dengan identifikasi, pendataan, serta verifikasi status kewarganegaraan masyarakat perbatasan (Strategi No. 9 RPJMN), dengan:

 Melakukan identifikasi dan pendataan serta verifikasi status

kewarganegaraan kelompok masyarakat perbatasan Peningkatan

kerjasama kebudayaan lintas batas

Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), dengan:

(24)

Tabel 2.4. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan

Arah

Kebijakan Strategi

Aspek Infrastruktur Kawasan Perbatasan

Peningkatan infrastruktur transportasi laut & udara

Membangun konektivitas simpul transportasi utama pusat kegiatan strategis nasional dengan lokasi prioritas perbatasan dan kecamatan disekitarnya, pusat kegiatan wilayah (ibukota kabupaten), pusat kegiatan nasional (ibukota provinsi), dan menghubungkan dengan negara tetangga. Membangun konektivitas melalui pelayanan transportasi laut untuk meningkatkan kualitas dan intensitas pelayanan terhadap wilayah perbatasan laut. (Strategi No.3 RPJMN), serta Membuka akses di dalam lokasi prioritas dengan transportasi laut, dan udara dengan /moda/dermaga non status dan pelayanan keperintisan (Strategi No.4 RPJMN), dengan:

 Membuka dan meningkatkan kualitas pelayanan simpul transportasi laut dan

udara antarpulau dan/atau antarwilayah di kawasan perbatasan negara

 Membuka dan meningkatkan kualitas pelayaran perintis dan PELNI

 Membuka dan mengembangkan jaringan dan jalur transportasi laut

antarnegara

Aspek Penataan Ruang Kawasan Perbatasan

Peningkatan kualitas

penataan ruang kawasan

perbatasan laut

Meningkatkan kualitas pengaturan, pembinaan pemanfaatan, dan pengawasan rencana tata ruang, termasuk mendorong percepatan penyusunan peraturan perundangan terkait Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) untuk memperkuat kedaulatan negara di udara serta penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perbatasan negara (Strategi No.11 RPJMN), dengan:

 Menyusun regulasi penataan ruang kawasan perbatasan

 Meningkatkan kapasitas kelembagaan penataa ruang kawasan perbatasan laut

 Meningkatkan kapasitas SDM penataan ruang kawasan perbatasan laut

 Menyelesaikan dan meningkatkan rencana tata ruang kawasan perbatasan

beserta rencana rinci

 Melakukan sinkronisasi antara RTR kawasan perbatasan dengan rencana

pembangunan dan rencana sektoral

 Menegakkan aturan zonasi, insentif dan disinsentif

Aspek Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Perbatasan

Peningkatan komoditas unggulan daerah dan ekonomi kerakyatan yang berdaya saing di kawasan perbatasan laut

Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan negara berdasarkan karakteristik wilayah, potensi lokal, dan mempertimbangkan peluang pasar negara tetangga dengan didukung pembangunan infrastruktur transportasi, energi, sumber daya air, dan telekomunikasi-informasi (Strategi No.1 RPJMN), dengan:

 Mengembangkan industri pengolahan kawasan perbatasan berbasis potensi

unggulan

 Mengembangkan sarana dan prasarana pendukung optimalisasi pemanfaatan

potensi SDA lokal

 Mengembangkan inovasi peningkatan nilai tambah potensi lokal

 Membangun fasilitas pemasaran komoditas unggulan

 Meningkatkan kualitas produk hasil industri

 Meningkatkan dan memperluas akses permodalan, koperasi, dan UMKM di

kawasan perbatasan laut

 Mengembangkan sistem insentif perizinan dan keringanan pajak.

 Membangun/meningkatkan pasar tradisional di kawasan perbatasan

 Membangun/meningkatkan sarana dan prasarana pendukung pasar

 Mengembangkan Kapasitas Pengelolaan Pasar

(25)

Arah

Kebijakan Strategi

Aspek Pelayanan Sosial Dasar Kawasan Perbatasan

Peningkatan infrastruktur dasar permukiman

Membangun sumber daya manusia (SDM) yang handal serta pemanfaatan pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memanfaatkan dan mengelola potensi lokal, untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara yang berdaya saing (Strategi No.2 RPJMN), dengan:

 Membangun/meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar energi

 Membangun/meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar

telekomunikasi

 Membangun/meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar irigasi dan

sumber daya air

 Meningkatkan pemenuhan kebutuhan perumahan masyarakat di kawasan

perbatasan laut Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan

Membangun sumber daya manusia (SDM) yang handal serta pemanfaatan pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memanfaatkan dan mengelola potensi lokal, untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara yang berdaya saing (Strategi No.2 RPJMN), dengan:

 Membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan

 Membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana kesehatan

 Meningkatkan kualitas tenaga pengajar

 Mengembangkan keahlian dan keterampilan SDM sesuai kompetensi lokal

 Mengembangkan pendidikan keperawatan

Peningkatan sistem tata kelola pemerintahan kawasan perbatasan dan kualitas sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan

Menerapkan kebijakan desentralisasi asimetris untuk kawasan perbatasan negara dalam memberikan pelayanan publik (infrastruktur dasar wilayah dan sosial dasar) dan distribusi keuangan negara (Strategi No. 12 RPJMN) dan

Menerapkan kebijakan khusus dan menata pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di kawasan perbatasan yang berorientasi pada kesejahteraan melalui pembinaan, monitoring dan evaluasi (Strategi No.13 RPJMN), dengan:

 Mengembangkan kebijakan khusus tentang penataan/pembentukan Daerah

Otonom Baru (DOB) di kawasan perbatasan

 Mengembangkan kebijakan tentang penataan kewenangan dan kelembagaan

dalam penyelenggaraan pemerintahan di kawasan perbatasan negara

 Mengembangkan kebijakan asimetris dibidang keuangan negara/daerah,

termasuk kebijakan alokasi, untuk pembangunan kawasan perbatasan negara Mereformasi pelayanan publik di kawasan perbatasan melalui penguatan desa di kecamatan lokasi prioritas penanganan kawasan perbatasan melalui fasilitasi, supervisi, dan pendampingan (Strategi No. 14 RPJMN), dengan:

 Mengembangkan kebijakan tentang penataan kewenangan dan kelembagaan

dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan kecamatan di kawasan perbatasan negara

 Membangun dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pemerintahan

desa dan kecamatan di kawasan perbatasan

 Mengembangkan kebijakan asimetris dibidang keuangan negara/daerah,

termasuk kebijakan alokasi, untuk penyelenggaraan pemerintahan desa dan kecamatan di kawasan perbatasan negara

 Meningkatkan sarana operasional aparatur pemerintahan desa dan kecamatan

di kawasan perbatasan

 Meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan desa dan kecamatan di

(26)

Tabel 2.5. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan Arah Kebijakan Strategi Penguatan koodinasi antar stakeholders

Memperkuat sistem koordinasi pengelolaan batas wilayah negara dan

pembangunan kawasan perbatasan antarstakeholders (amanat UU 43/2008, UU 23/2014, Perpres 12/2010) dengan:

 Memperkuat mekanisme koordinasi antar anggota BNPP dan antara anggota

BNPP dengan sektor terkait

 Memperkuat mekanisme koordinasi antara pusat dan daerah

Inisiasi kerjasama kelembagaan antarnegara (integrasi institusional) dengan negara tetangga dalam pengelolaan perbatasan negara (integrasi fungsional)

Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama

perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), dengan:

 Melakukan inisiasi forum stakeholders lintas negara terkait perwujudan

integrasi fungsional (common area)

 Mengembangkan kerjasama pembangunan kawasan perbatasan melalui

pembentukan lembaga pengelola bersama (integrasi institusional)

Peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta sistem pelayanan lembaga pengelola perbatasan

Meningkatkan kualitas kelembagaan dalam pengelolaan perbatasan negara (amanat UU 43/2008, UU 23/2014, Perpres 12/2010), dengan:

 Mengembangkan tata kelola perbatasan negara berbasis kewenangan dan

kelembagaan yang spesifik/asimetris sesuai kebutuhan kawasan perbatasan

 Membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana penyelenggaraan

pengelolaan perbatasan

 Meningkatkan sarana operasional penyelenggaraan fungsi pengelolaan

perbatasan

 Menyusun/menyiapkan kebijakan dan mengembangkan program

(27)

BAB III

KONDISI PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU

3.1.Kondisi Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan, secara otomatis adalah suatu Negara Pantai. Sementara Negara Malaysia adalah Negara Pesisir atau juga merupakan suatu Negara Pantai; dengan demikian batas wilayah antara NKRI dan Negara Kerajaan Malaysia harus tunduk kepada Ketentuan Internasional tentang Batas Wilayah Negara Pantai, yakni diatur dan disepakati bersama antar kedua negara yang batasnya didasarkan pada Pasal 2,

Pasal 4, dan Pasal 15 United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)

III, dimana pasal tersebut menjelaskan bahwa adalah Hak negara pantai untuk

menetapkan lebar Laut Teritorialnya (Territorial Sea) tidak melebihi 12 mil laut

yang diukur dari Garis Pangkal (Pasal 2 UNCLOS III). Lebih jelas Pasal 4 UNCLOS III menyatakan bahwa batas terluar laut teritorial adalah garis yang jarak setiap titiknya dari titik yang terdekat dengan garis pantai. Garis pantai adalah titik-titik yang menyusun garis pasang surut terendah di pantai. Setiap negara pantai berdaulat penuh dengan Zona Teritorialnya atas ruang dan udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya, serta kekakayaan laut yang ada di dalamnya (Pasal 2 UNCLOS III). Namun ada ketentuan pada Pasal 15 menyatakan bahwa bagi dua negara pantai yang berdampingan (seperti Indonesia dan Malaysia), penentuan Garis Tengah Batas Wilayah antara kedua negara berdasarkan kepada persetujuan atau kesepakatan kedua negara tersebut. Bila kesepakatan itu tidak ada maka tidak ada satu negarapun yang dapat menentukan secara sepihak garis tengah tersebut, dan tidak boleh pula lebih dari garis tengah kedua negara tersebut.

Kondisi lebar laut berdasarkan pasang surut terendah antara Negara Malaysia dan Negara Indonesia adalah kurang dari 24 mil laut. Hukum Laut Internasional telah mengatur bahwa batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m), batas teritorial antara dua negara tersebut adalah Median. Bersesuaian dengan fakta bahwa Garis Tengah Batas Wilayah

(28)

keduanya adalah merupakan suatu garis interseksi (Median); dengan demikian kesepakatannya haruslah merujuk kepada Pasal 15 UNCLOS III. Ternyata sampai saat ini belum ada suatu tanda nyata yang dapat dijadikan referensi oleh masyarakat kedua negara dalam memanfaatkan sumberdaya laut di wilayah negara mereka. Walaupun ada fakta kesepakatan antara pihak keamanan Indonesia (TNI AL) dan pihak keamanan Malaysia (Polisi Diraja Malaysia) secara Informal di tengah laut (di lapangan) bahwa jika ada indikasi kapal masyarakat (nelayan) memasuki wilayah laut negara tetangga, maka pihak keamanan dua negara akan menggiring

kapal tersebut untuk kembali ke negaranya; namun kenyataannya masih terjadi

penangkapan terhadap masyarakat (nelayan) Indonesia yang terindikasi memasuki wilayah Malaysia, meskipun telah ada kesepakatan itu. Itu semua

terjadi karena belum adanya batas yang jelas dalam bentuk tanda yang dapat

dijadikan petunjuk oleh nelayan Indonesia ataupun oleh nelayan malaysia.

Pengukuran Batas Laut Teritorial (BLT) yang berdasarkan kepada Garis Pangkal (yakni garis pasang surut terendah) di pantai negara masing-masing. Namun Titik-Titik Pasang Surut Terendah yang merupakan dasar penentuan Garis Pangkal di wilayah perbatasan Provinsi Riau sampai saat ini belumlah pernah dibuat oleh Pemerintah Pusat ataupun oleh Pemerintah Provinsi Riau; oleh sebab itu perlu dilakukan.

Penentuan Garis Pangkal yang berdasarkan kepada Titik-Titik Surut Terendah tentu dipengaruhi oleh bentuk fisik dari pantai. Di wilayah perbatasan Provinsi Riau dan Negara Malaysia, terutama di sepanjang pantai terluar di Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Bengkalis sering terjadi abrasi yang tentu saja akan berpengaruh terhadap pergeseran garis pantai, sehingga akan menyebabkan batas wilayah juga bergeser apabila tidak dilakukan penegasan dan pemeliharaan terhadap Garis Pangkal (Garis yang disusun oleh Titik Pasang Surut Terendah) itu.

Belum adanya tanda yang jelas dan disepakati tentang Batas Laut Teritorial (BLT) oleh kedua negara, Negara Indonesia dan Negara Malaysia, tentu saja akan

menyebabkan perselisihan/pertikaian tentang kewenangan atau legalitas

pengelolaan wilayah perbatasan akan senantiasa terjadi. Perselisihan/pertikaian yang sering terjadi antara nelayan perbatasan Indonesia dan Malaysia, atau

(29)

pertikaian antara nelayan Indonesia dan petugas keamanan di laut Malaysia ataukah sebaliknya, antara nelayan Malaysia dan petugas keamanan laut Indonesia. Itu

semua terjadi disebabkan masih lemahnya koordinasi, sinkronisasi, integrasi

dan sinergisitas antara lembaga negara dalam pengawasan batas negara.

Perselisihan/Pertikaian ini berlangsung hingga tahun 2016. Status penyelesaian

perselisihan/pertikaian yang terjadi di Selat Malaka tentang batas laut teritorial (BLT) Indonesia dan Malaysia sampai saat ini belum ada kejelasan atau kesepakatan, termasuk juga tentang batas laut teritorial (BLT) yang termasuk wilayah administrasi laut Provinsi Riau (Indonesia) dengan Malaysia juga belum selesai. Kalau kesepakatan Batas Laut Teritorial (BLT) di Selat Malaka antara Indonesia khususnya di perairan Provinsi Riau dengan Malaysia belum diwujudkan maka akan selalu terjadi kesalahfahaman dalam mengelola wilayah masing-masing. Perundingan kesepakatan Batas Laut teritorial (BLT) antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysiaini harus didorong oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau secepatnya. Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) harus berinisiatif untuk mempercepat perundingan kesepakatan tentang Batas Laut Teritorial (BLT) dalam bentuk tanda nyata yang dapat dijadikan referensi batas wilayah laut negara- masing-masing di Selat Malaka.

3.2.Kondisi Kawasan Batas Negara di Provinsi Riau 3.2.1. Geografi dan Demografi

3.2.1.1. Geografi

Secara geografis Provinsi Riau berbatasan dengan Provinsi lain dan Negara Tetangga sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Sumatera Barat.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Riau dan Selat Melaka.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

(30)

Gambar 3.1. Peta Provinsi Riau

Secara geografis Provinsi Riau terletak pada posisi 01°05’00” Lintang Selatan-02°25’00” Lintang Utara dan antara 100°00’00” Bujur Timur hingga 105°05’00” Bujur Timur, yang membentang dari lereng bukit barisan hingga Selat Malaka (Gambar 3.2). Berdasarkan letak geografisnya, Provinsi Riau berada pada posisi strategis yang mempunyai arti penting dalam geopolitik dan perekonomian nasional dan regional. Beberapa keuntungan yang diperoleh berdasarkan letak geografis tersebut adalah berada di jalur perdagangan internasional, Selat Malaka, dekat dengan Malaysia, Singapura. Selain itu, berada di segitiga pertumbuhan ekonomi tiga negara Indonesia, Malaysia dan Thailand.

(31)

Gambar 3.2. Letak Geografis Provinsi Riau

3.2.1.2. Demografi

Perkembangan jumlah penduduk Provinsi Riau selama periode 2010-2015 mengalami peningkatan sebanyak 769.474 jiwa atau meningkat sebanyak 13,80%. Penyebaran penduduk Provinsi Riau di kabupaten/kota wilayah pertabatasan negara dan kabupaten/kota alainnya dalam kurun waktu tahun 2010-2015 ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Riau di

Kabupaten/Kota Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2010-2015 Kabupaten/ Kota Tahun Pertumbuh-an/Tahun (%) 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kuantan Singingi 293.314 294.468 302.631 306.718 310.619 314.276 1,39 Indragiri Hulu 365.421 372.074 383.814 392.354 400.901 409.431 2,30 Indragiri Hilir 670.499 675.898 676.419 685.530 694.614 703.734 0,97 Pelalawan 304.597 329.539 339.869 358.210 377.221 396.990 5,45 Siak 379.089 391.760 404.093 416.298 428.499 440.841 3,06 Kampar 692.179 711.236 733.506 753.376 773.171 793.005 2,76 Rokan Hulu 478.496 507.079 523.024 545.483 568.576 592.278 4,36 Bengkalis 500.635 503.604 519.389 527.918 536.138 543.987 1,68 Rokan Hilir 556.575 574.419 592.403 609.779 627.233 644.680 2,98 Kep.Meranti 175.989 177.004 177.587 178.839 179.894 181.095 0,57 Pekanbaru 903.038 929.247 958.352 984.674 1.011.467 1.038.118 2,83 Dumai 255.096 259.913 268.022 274.089 280.109 285.967 2,31 Provinsi Riau 5.574.928 5.726.241 5.879.109 6.033.268 6.188.442 6.344.402 2,62

Sumber: BPS Riau Dalam Angka, 2016.

Dari Tabel 3.1. dapat dilihat bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan daerah dengan jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhan jumlah

KAB. PELALAWAN

KAB. INDRAGIRI HILIR KAB. KAM PAR

KAB. ROKAN HILIR

KAB. SIAK KAB. BENGKALIS KOTA DUMAI

KAB. INDRAGIRI HULU KAB. KUANTAN SINGINGI

KAB. ROKAN HULU

KOTA PEKANBARU Sumatera Utara Sumatera Barat Malaysia Singapore Kepulauan Riau Strait of M ala cca Jambi INDIAN OCEAN N E W S 50 0 50 100Kilometers 0° 30 ' 0°30' 1° 00 ' 1°00' 2° 30 ' 2°30' 99°30' 99°30' 101°00' 101°00' 102°30' 102°30' 104°00' 104°00' Irian Jaya Malaysia Ri au

Kal im antan Ti mur Kal im antan Barat Jam bi Kal im antan Tengah DI . Aceh

Papua New Gui nnea

Australi a Sum atera Selatan

Sum atera Utara

Jawa Barat Jawa Tim ur

Sul aw esi S elatan Lampu ng

Sul aw esi Ten gah

Jawa Tengah

Maluku Sum atera Barat

Phi lli pi nes

Beng ku lu

Kal im antan Sel atan Thail an d

Sul aw esi Utara

Bal i Sul aw esi Ten ggara

Tim or Ti m ur Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara T im ur DI Y ogyakar ta

Bru nei D arussalam

DKI . Jakarta Sin gapore Malaysia Kep. Riau IN D IA N O C E A N South Ch i na Sea Strait of M alac ca Strait of Karim a ta Strai t o f Maka sa r Sunda Strait Timor Sea Java Sea Celebes Sea 8° 00 ' 8°00' 2° 00 ' 2° 00' 4° 00 ' 4°00' 98° 00 ' 98° 00 ' 10 4°0 0 ' 10 4°0 0 ' 11 0°0 0 ' 11 0°0 0 ' 11 6°0 0 ' 11 6°0 0 ' 12 2°0 0 ' 12 2°0 0 ' 12 8°0 0 ' 12 8°0 0 ' 13 4°0 0 ' 13 4°0 0 ' 14 0°0 0 ' 14 0°0 0 '

(32)

penduduk terkecil (0.57%) dibandingkan dengan kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara dan Kabupaten/Kota Lainnya di Provinsi Riau. Sementara itu Kabupaten Indragiri Hilir merupakan kabupaten di wilayah perbatasan negara dengan jumlah penduduk terbesar dan Kabupaten Pelalawan dengan pertumbuhan jumlah penduduk terbesar.

Selanjutnya Tabel 3.2 menyajikan jumlah dan kepadatan penduduk Provinsi Riau di kabupaten/kota wilayah perbatasan negara dan kabupeten/kota lainnya tahun 2015. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten di wilayah perbatasan negara dengan tingkat kepadatan

penduduk tertinggi, yakni 286.09 jiwa per km2.

Tabel 3.2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Riau di

Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan

Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015

Kabupaten/ Kota Luas Wilayah (Km2) Penduduk Laki-Laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Jumlah (Jiwa) Kepadatan Pendduk (Jw/Km2) Kuantan Singingi 520.216 161.377 152.899 314.276 60,41 Indragiri Hulu 767.627 210.219 199.212 409.431 53,34 Indragiri Hilir 1.379.837 361.315 342.419 703.734 51,00 Pelalawan 1.240.414 203.753 193.237 396.990 32,00 Siak 823.357 226.311 214.530 440.841 53,54 Kampar 1.092.820 407.228 385.777 793.005 72,57 Rokan Hulu 722.978 304.050 288.228 592.278 81,92 Bengkalis 843.720 279.255 264.732 543.987 64,47 Rokan Hilir 896.143 331.027 313.653 644.680 71,94 Kep.Meranti 63.301 93.017 88.078 181.095 286,09 Pekanbaru 360.703 533.217 504.901 1.038.118 287,80 Dumai 203.900 146.792 139.175 285.967 140,25 Provinsi Riau 8.915.016 3.257.561 3.086.841 6.344.402 71,17

Sumber: BPS Riau Dalam Angka, 2016

Proporsi penduduk Provinsi Riau menurut umur dan tingkatan sekolah pada kabupaten/kota wilayah perbatasan negara maupun kabupaten/kota lainnya memperlihatkan kecendrungan semakin tinggi usia dan tingkatan sekolah semakin rendah persentase penduduk yang bersekolah. Proporsi jumlah penduduk usia sekolah dan kuliah yang tidak bersekolah dan tidak kuliah per kabupaten/kota di uraian pada Gambar 3.3.

(33)

Berdasarkan pada Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi penduduk usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah terjadi di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 2,38% dan terendah di Kota Dumai sebesar 0%, namun seluruh kabupaten wilayah perbatasan negara lainnya memiliki persentase penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi. Untuk usia 13-15 tahun yang tidak bersekolah, persen tertinggi terjadi di Kabupaten Pelalawan sebesar 10,87% dan kabupaten lainnya pada wilayah perbatasan negara dengan penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi adalah Kabupaten Indragiri HIlir dan Kabupaten Rokan Hilir.

Gambar 3.3. Persentase Penduduk Usia Sekolah Yang Tidak Bersekolah di

Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan

Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014

Lebih lanjut dari Gambar 3.3. dapat dilihat bahwa untuk usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah, persen tertinggi terjadi di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 38,29% dan terendah di Kabupaten Bengkalis sebesar 17,35% dan masih terdapat

- 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 Dumai Siak Kuantan Singingi Rokan Hulu Bengkalis Provinsi Riau Pelalawan Rokan Hilir Kep.Meranti Indragiri Hulu Pekanbaru Kampar Indragiri Hilir - 0.32 0.62 0.69 0.82 1.33 1.40 1.57 1.60 1.62 1.66 1.68 2.38

% Penduduk Usia 7-12 Tidak Sekolah

- 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 Siak Kampar Bengkalis Pekanbaru Dumai Kep.Meranti Provinsi Riau Rokan Hulu Rokan Hilir Indragiri Hulu Kuantan Singingi Indragiri Hilir Pelalawan 1.09 2.24 2.44 2.52 4.37 5.05 5.64 6.06 7.83 8.41 8.97 10.51 10.87

% Penduduk Usia 13-15 Tidak Sekolah

- 10.00 20.00 30.00 40.00 Bengkalis Siak Rokan Hulu Dumai Kampar Kep.Meranti Pekanbaru Provinsi Riau Indragiri Hulu Kuantan Singingi Rokan Hilir Pelalawan Indragiri Hilir 17.35 19.07 19.20 20.14 20.37 22.39 23.96 24.70 25.86 27.79 28.11 31.81 38.29

% Penduduk Usia 16-18 Tidak Sekolah

- 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Pekanbaru Kampar Provinsi Riau Kep.Meranti Dumai Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Indragiri Hulu Kuantan Singingi Siak Pelalawan Indragiri Hilir 49.75 69.30 75.52 80.27 80.63 81.96 82.10 82.22 84.59 85.40 87.74 91.10 93.89

(34)

2 kabupaten wilayah perbatasan negara dengan penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi, yakni Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Rokan Hilir. Sementara itu untuk penduduk usia 19 – 24 atau usia memasuki perguruan tinggi menunjukkan bahwa seluruh kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat partisipasi penduduk usia kuliah di wilayah perbatasan negara relatif rendah.

3.2.2. Pendidikan dan Kesehatan

Pendidikan dan kesehatan merupakan aspek penting dalam pembangunan dan banyak sekali manfaat pendidikan bagi kemajuan daerah. Manfaat tersebut antara lain meningkatkan taraf hidup manusia, meningkatkan integritas sosial, memungkinkan seseorang memiliki jalan dan pola pikir yang terstruktur dan berdasarkan fakta-fakta yang ada, seseorang dapat berkembang secara optimal dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak, membentuk karakter bangsa yang bermartabat dan bermoral baik, meningkatkan produktivitas dari individu itu sendiri sehinggga berakibat pada peningkatan produktivitas wilayah yang tergambar pada peningkatan nilai PDRB harga konstan dan akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan pembangunan dan ekonomi Provinsi Riau.

3.2.2.1. Pendidikan

Ada beberapa indikator penting yang perlu dibahas pada bagian ini terkait dengan kondisi pendidikan pada kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara, yaitu rasio ketersediaan sekolah dan penduduk usia sekolah, rasio antara jumlah siswa dan guru, dan angka kelulusan. Bertururut-turut ketiga indikator pendidikan tersebut disajaikan berikut ini.

a. Rasio Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah

Tabel 3.3. menyajikan ketersediaan ruang kelas dan penduduk usia sekolah pada kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Riau. Dari tabel tersebut dapat dinyatakan bahwa hanya Kabupaten Kepulauan Meranti yang mencukupi kebutuhan ruang kelas berdasarkan jumlah

Gambar

Tabel 2.1.  Lokpri  Kawasan  Perbatasan  Negara  di  Provinsi  Riau  Tahun  2015-2019  No
Tabel 2.2.  Tabel  Arah  Kebijakan  dan  Strategi  Pengelolaan  Batas  Negara  Wilayah Laut dan Udara
Tabel 2.5.  Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan  Arah  Kebijakan  Strategi  Penguatan  koodinasi  antar  stakeholders
Tabel 3.1.  Perkembangan  Jumlah  Penduduk  Provinsi  Riau  di  Kabupaten/Kota Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota  Lainnya Tahun 2010-2015  Kabupaten/ Kota  Tahun  Pertumbuh-an/Tahun  2010  2011  2012  2013  2014  2015  (%)  Kuantan Singingi  293
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

sel/ gram sampel tanah yang digunakan. Dari jumlah tersebut, tidak seluruhnya bersinergi dengan bakteri- bakteri yang digunakan dalam penelitian. Kondisi ini memungkinkan terjadinya

Untuk tahun anggaran 2012 dan seterusnya, penyusunan rencana aksi pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan disusun oleh BNPP setelah sebelumnya dibahas dalam

ii) memperoleh 2 / 3 bagian dari tirkah, jika lebih dari dua. Jika bersama dengan cucu laki-laki, maka menjadi ashabah dengan ketentuan bagian seorang cucu

% Pddk Dws dalam Pemilu BKM (Pemilihan Ulang BKM) LPJ Kegiatan TA 2007 berdasarkan data SIM Kinerja Sekretariat BKM Kinerja UPK BKM Status Kelayakan Pencairan.. 1

Kelima cerita rakyat, yaitu Legenda Atu Belah (Batu Belah) dari Aceh, Batu Badaong dari Maluku, Batu Puteri Menangis dari Lampung, Legenda Batu Menangis dari

Penilaian ahli pembelajaran menyatakan bahwa perancangan media pembelajaran menggambar teknik layak dengan persentase sebesar 67 % sedangkan uji coba terbatas hasil

Setelah melakukan latihan bersama dengan angkatan laut Ghana pada 2 oktober 2012 kapal yang hendak melanjutkan kampanye penyampaian pesan damai dan pertemanan

Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran