• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN TUBERKULOSIS PARU (TBC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN TUBERKULOSIS PARU (TBC)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN TUBERKULOSIS PARU (TBC)

A. KONSEP DASAR TUBERKULOSIS PARU (TBC) 1. Pengertian

Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001). Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah (Price & Wilson, 1994).

Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (DepKes, 2003).

Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi pada Paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam (Suriadi, 2001). Tuberkulosis Paru adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih, 2004).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis suatu basil tahan asam yang menyerang parenkim paru yang dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah dan dapat menular melalui udara.

2. Klasifikasi

Berdasarkan Depkes (2007) Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu: a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru

(2)

b. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negative

c. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.

d. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah untuk menentukan paduan pengobatan yang sesuai, registrasi kasus secara benar, menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif, dan analisis kohort hasil pengobatan. Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi, menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective) dan mengurangi efek samping.

Ada beberapa klasifikasi TB yaitu menurut Depkes (2007) yaitu: a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1) Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:

1) Tuberkulosis paru BTA positif.

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

(3)

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.

1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,

pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

1) Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3) Kasus setelah putus berobat (Default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4) Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

(4)

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

3. Anatomi dan Fisiologi

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trachea, bronkus, dan bronkiolus.

1) Hidung; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.

2) Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan eshopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal) (Asih, 2004).

3) Laring (tenggorok) terletak didepan bagian terendah faring yang memisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trachea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran (Asih, 2004).

4) Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak tetap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot (Asih, 2004).

5) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronchus-bronchus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronchus kanan lebih pendek dan lebih lebar

(5)

daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan dibawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus. Yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).

6) Bronchiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1mm. Bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat bronchibiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. 7) Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronchiolus dan

respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 - 1,0 cm. terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn (Asih, 2004).

8) Paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikan. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang

(6)

mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas (Asih, 2004).

Proses fisiologi pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dan otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu:

1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) antara darah sistemik dan sel-sel jaringan

2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus

3) Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah respimi atau respirasi interna menipakkan stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolic dioksida untuk mendapatkan energi, dan karbondioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru

4) Transportasi, yaitu tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas

5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi dari unit pulmonari harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan

(7)

istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru (Asih, 2004).

Secara garis besar bahwa paru memiliki fungsi sebagai berikut:

1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer ke darah vena dan mengeluarkan gas karbondioksida dari alveoli ke udara atmosfer.

2) Menyaring bahan beracun dari sirkulasi. 3) Reservoir darah.

4) Fungsi utamanya adalah pertukaran gas.

4. Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0,3 – 0,6 μm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA) (Suyono, etal 2001). Bakteri ini sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik dan bersifat anaerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, Mycobacterium Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru yang kandungan oksigennya tinggi, daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis.

5. Pathofisiologi

Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas).

Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil

(8)

dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri dari makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Smeltzer & Bare, 2001).

(9)

6. Manifestasi klinis

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik.

1) Gejala respiratorik meliputi: a. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak napas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain

d. Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2) Gejala sistemik, meliputi: a. Demam

(10)

Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

b. Gejala sistemik lain

Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

7. Penatalaksanaan 1) Pengobatan

Menurut Dep.Kes (2003) tujuan pengobatan TB Paru adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Salah satu komponen dalam DOTS (Directly Observed Treatment Shourtcourse chemotherapy) adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung dan untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pemberian paduan OAT didasarkan pada klasifikasi TB Paru. Prinsip pengobatan TB Paru adalah obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis (Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin, Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

(11)

pada akhir pengobatan intensif. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadi kekambuhan. Pada anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB Paru BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan. Bila anak mempunyai gejala seperti TB Paru maka dilakukan pemeriksaan seperti alur TB Paru anak dan bila tidak ada gejala, sebagai pencegahan diberikan Izoniasid 5 mg per kg berat badan perhari selama enam bulan. Pada keadaan khusus (adanya penyakit penyerta, kehamilan, menyusui) pemberian pengobatan dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi khusus tersebut (Dep.Kes, 2003) misalnya: 1) Wanita hamil: Pinsip pengobatan pada wanita hamil tidak berbeda dengan orang dewasa. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil kecuali Streptomycin, karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier plasenta yang akan mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang dilahirkan; 2) Ibu menyusui: Pada prinsipnya pengobatan TB Paru tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi sesuai dengan berat badannya; 3) Wanita pengguna kontrasepsi: Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Penderita TB Paru seyogyanya menggunakan kontrasepsi non hormonal; 4) Penderita TB Paru dengan kelainan hati kronik: Sebelum pengobatan TB, penderita dianjurkan untuk pemeriksaan faal hati. Apabila SGOT dan SGPT meningkat 3 kali, OAT harus dihentikan. Apabila peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan diteruskan dengan pengawasan ketat. Penderita kelainan hati, Pirazinamid tidak boleh diberikan; 5) Penderita TB Paru dengan Hepatitis Akut: Pemberian OAT ditunda sampai Hepatitis Akut mengalami

(12)

penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TB Paru sangat diperlukan, dapat diberikan Streptomycin dan Ethambutol maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampicin dan Isoniasid selama 6 bulan; 6) Penderita TB Paru dengan gangguan ginjal: Dosis yang paling aman adalah 2 RHZ/6HR. apabila sangat diperlukan, Etambutol dan Streptomicin tetap dapat diberikan dengan pengawasan fungsi ginjal; 7) Penderita TB paru dengan Diabetes Mellitus: Dalam keadaan ini, diabetesnya harus dikontrol. Penggunaan Rifampicin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Penggunaan Etambutol pada penderita Diabetes harus diperhatikan karena mempunyai komplikasi terhadap mata. Penggunaan OAT mempunyai beberapa efek samping diantaranya:

a) Rifampicin: tidak nafsu makan, mual, sakit perut, warna kemerahan pada air seni, purpura dan syok (Dep.Kes, 2003), sindrom flu, hepatotoksik

b) Pirasinamid: nyeri sendi, hiperurisemia

c) INH: kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki (Dep.Kes, 2003), neuropati perifer hepatotoksik

d) Streptomisin: tuli, gangguan keseimbangan (Dep.Kes, 2003), nefrotoksik dan gangguan Nervus VIII

e) Ethambutol: gangguan penglihatan, nefrotoksik, skinrash/dermatitis f) Etionamid: hepatotoksik, gangguan pencernaan (Soeparman, 1990).

(13)

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.

Panduan obat TB pada anak

Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan.

Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z); sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).

Dosis

 INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari

 Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari  Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari  Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari  Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis Tetap = KDT (Fixed Dose Combination = FDC). Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:

(14)

 Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid) dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.

 Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H (Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan

Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan komposisi dari tablet KDT tersebut.

Tabel berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi tablet RHZ adalah R = 75 mg, H = 50 mg, Z = 150 mg dan komposisi tablet RH adalah R = 75 mg dan H = 50 mg,

Tabel 14. Dosis KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak

BERAT BADAN (KG) 2 BULAN TIAP HARI

RHZ (75/50/150)

4 BULAN TIAP HARI RH (75/50) 5-9 1 tablet 1 tablet 10-14 2 tablet 2 tablet 15-19 3 tablet 3 tablet 20-32 4 tablet 4 tablet Keterangan:

 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit  Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa  Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

 OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.

Bila paket KDT belum tersedia, dapat digunakan paket OAT Kombipak Anak. Dosisnya seperti pada tabel berikut ini.

(15)

Tabel 15a. Dosis OAT Kombipak-fase-awal/intensif pada anak

JENIS OBAT BB<10 KG BB 10-20 KG(KOMBIPAK) BB 20-32 KG

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel 15b. Dosis OAT Kombipak-fase-lanjutan pada anak

JENIS OBAT BB<10 KG BB 10-20 KG

(KOMBIPAK) BB 20-32 KG

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB sendi dan tulang, dan lain-lain.

 Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat (INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol atau Streptomisin).

 Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin selama 10 bulan.

 Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1–2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2–4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu 2–6 minggu. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan.

Perhatian: Hindarkan pemakaian streptomisin pada anak bila memungkinkan, karena penyuntikan terasa sakit, dapat terjadi kerusakan permanen syaraf pendengaran, dan terdapat risiko penularan HIV akibat perlakuan yang tidak benar terhadap alat suntikan.

(16)

Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.

3) Pencegahan

Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis, mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.

8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita TB paru antara lain:

1) Pendarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

Gambar

Tabel 15a. Dosis OAT Kombipak-fase-awal/intensif pada anak JENIS OBAT BB&lt;10 KG BB 10-20 KG (KOMBIPAK) BB 20-32 KG Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Referensi

Dokumen terkait

karakter pada diri siswa yang diharapkan di Sekolah Dasar Islam AL-. IKHLAS Karangrejo Kecamatan Karangrejo

Keutamaan ini, tidak diragukan lagi merupakan keutamaan yang besar bagi penuntut ilmu, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendo'akannya dengan kemuliaan dan

Subjek penelitian ini adalah Pendiri Pondok Pesantren At-Tauhid Gayamsari Semarang, Guru Agama Pondok Pesantren At-Tauhid Gayamsari Semarang, santri Pondok Pesantren

Seiring dengan kebijakan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bintan yang menggalakkan usaha budidaya maka di Kecamatan Mantang telah bermunculan usaha-usaha

This is why, this book The Problem With Levinas By Simon Critchley is truly right to check out. Nevertheless, the idea that is given up this book The Problem With Levinas By

Hasil belajar yang baik hanya dapat dicapai dengan pembelajaran yang baik dan optimal, hasil belajar juga merupakan wujud dari kemampuan yang diperoleh siswa dari suatu

Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang semakin membaik dan penguasaan konsep bentuk geometri anak mengalami peningkatan berdasarkan presentase observasi

Metode yang digunakan guru untuk mengembangkan kemandirian anak dengan menggunakan pembiasaan, dalam menggunakan metode ini guru melakukannya secara berulang-ulang dan