• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG TERHADAP UPAYA PERMOHONAN KASASI JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG TERHADAP UPAYA PERMOHONAN KASASI JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISIS HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG TERHADAP UPAYA PERMOHONAN KASASI JAKSA PENUNTUT UMUM

DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

4.1. Faktor Penyebab Terjadinya Kesalahan Penerapan Hukum Judex Facti Dalam Putusan Hakim Pengadilan Negeri

Dalam sistem peradilan pidana hakim sangat penting peranannya dalam penegakan hukum apalagi dihubungkan dengan penjatuhan hukuman pidana terhadap seseorang harus selalu didasarkan kepada keadilan yang berlandaskan atas hukum48. Hakim dan kewajiban-kewajibannya seperti tersirat dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 48 tahun 2009 adalah sebagai 'sense of justice of the people".

Kekuasaan Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009 dalam Pasal 5 disebutkan: (1) Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

Tugas hakim bukan hanya sebagai penerap hukum (Undang-undang) atas perkara-perkara di Pengadilan atau 'agent of conflict". Tetapi seharusnya juga mencakup penemuan dan pembaruan hukum. Hakim yang ideal, selain memiliki

53

(2)

kecerdasan yang tinggi, juga harus mempunyai kepekaan terhadap nilai-nilai keadilan, mampu mengintegrasikan hukum positif ke dalam nilai-nilai agama, kesusilaan, sopan santun dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat melalui setiap putusan yang dibuatnya. Karena pada hakikatnya, mahkota seorang hakim itu bukan pada palunya, melainkan pada bobot atau kualitas dari putusan yang dihasilkan.

Pelaksanaan peran Hakim sebagai komponen utama lembaga peradilan, sekaligus sebagai bagian yang strategis dan sentral dari kekuasaan kehakiman, selain memberikan kontribusi dalam melaksanakan misi institusinya, juga menjadi kontributor dalam proses pelayanan publik dalam menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran. Di sisi yang lain, juga akan berimplikasi nyata terhadap pemenuhan tanggung jawab kelembagaan kekuasaan kehakiman. Semakin berkualitas putusan yang dihasilkannya, maka peran lembaga yudikatif ini akan semakin dirasakan kontribusi dan manfaatnya bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Perjuangan Oliver Wendel Holmes, Hakim Agung Amerika Serikat yang populer itu yang dengan perannya itu begitu gigih berupaya membebaskan dunia hukum pada umumnya, dan dunia peradilan pada khususnya, dari belenggu "formalisme-positivisme", kiranya layak untuk disimak dan ditiru aspek positifnya. Karena dengan perjuangannya, kemudian masyarakat dan terutama pencari keadilan merasakan bahwa produk hukum, termasuk putusan pengadilan dapat lebih dekat dan memihak pada rasa keadilan masyarakat. Hakim tidak lagi

(3)

memerankan dirinya sekedar "terompet Undang-undang", melainkan menempatkan posisinya sebagai "living intetpretator" dari rasa keadilan masyarakat.

Atas dasar pemikiran tersebut kinerja profesi hukum (khususnya hakim), bukan hanya dituntut untuk memiliki pengetahuan (ilmu) hukum dan mempunyai keterampilan dalam menerapkan hukum. Di samping itu, ada aspek lain yang lebih penting, yaitu memiliki integritas berkepribadian atau moralitas yang tinggi. Ilmu hukum dan profesi hukum berhubungan dengan manusia dan kemanusiaan, moral dan dunia lainnya. Ilmu hukum dan profesi hukum, dengan konsep-konsep ideal yang abstrak (yang sebagian dituangkan dalam teks-teks hukum) di satu pihak, dan dunia kenyataan, di lain pihak.

Kedudukan dan peran hakim dalam menjalankan fungsinya yang luhur dan mulia untuk hukum dan keadilan melalui badan-badan peradilan, tidaklah mudah. Mudah diucapkan, namun sukar dilaksanakan. Karena hakim dalam mengemban amanat tersebut, serta merta terbebas dari godaan-godaan duniawi. Ironisnya, tidak sedikit hakim yang gagal mengemban amanat serta kepercayaan yang diletakkan di pundaknya itu, yang selain menciderai rasa keadilan masyarakat, juga merusak citra, harkat dan martabat peradilan dan pribadi hakim itu sendiri. Karena putusan yang dibuatnya, jauh bahkan bertentangan dengan hukum, keadilan dan kebenaran.

Para pencari keadilan akan sangat kecewa apabila putusan hakim tersebut tidak rasa keadilan. Lebih-lebih jika tidak ada kepastian hukum tiada kepastian

(4)

kapan putusan hakim dijatuhkan dan kapan pula dapat dilaksanakan. "Justice delayed is justice denied". Kredibilitas semacam inilah yang kini banyak dipertanyakan. Selain tidak profesional, diduga keras terdapat indikasi Korupsi Kolusi Nepotisme dalam proses putusan hakim di semua jenjang dan tingkatan.

Untuk mendapatkan hakim yang berkualitas, profesional, bertanggung jawab, adil dan benar diperlukan juga pemberian penghargaan yang layak. Selain itu masih juga diperlukan manajemen dan kontrol terhadap kinerja hakim secara proporsional dan profesional, penerapan sistem 'reward and punishment" secara tepat, pendidikan dan pelatihan profesi secara terstruktur, terprogram dan berkelanjutan, integritas, moralitas dan dedikasi. Menurut Widjojanto diperlukan , "public complain council" agar masyarakat memiliki akses untuk memantau berbagai penyelewengan hakim yang tidak sesuai dengan peran, fungsi dan kewajiban hukumnya tersebut.

Pada Bab III di kemukakan beberapa putusan Hakim pengadilan negeri telah memutus tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Sehingga Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi Pada tingkat Mahkamah Agung, ada beberapa kasus yang diputus dan akibatnya terpidana harus menjalani masa hukumnya sesuai dengan putusan Mahkamah Agung, seperti contoh dalam

(5)

kasus penelitian ini yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 1565/K/Pid/2004, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1500/K/Pid/2006, dan putusan Mahkamah Agung Nomor. 2057/K/Pid.Sus/2009.

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Pematang Siantar Nomor: 126/Pid.B/2003/PN. PMS tanggal 19 Februari 2004, yang menyatakan :

1. Menyatakan bahwa ia Terdakwa Ir. Henry Panjaitan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan Primair dan dakwaan Subsidair Jaksa Penuntut Umum ;

2. Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari dakwaan Primair dan dakwaan Subsidair tersebut ;

3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan harkat dan martabatnya.

Dipergunakan sebagai barang bukti dalam perkara atas nama Terdakwa Ir. Johannes Napitupulu.

Setelah membaca Tuntutan Jaksa/Penuntut Umum tanggal 18 Desember 2003 yang isinya adalah sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa Ir. Henry Panjaitan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi secara bersama-sama” sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primair ;

(6)

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ir. Henry Panjaitan berupa pidana penjara selama 4 (empat) tahun, dengan perintah agar Terdakwa ditahan ;

3. Denda sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan ;

4. Membayar uang pengganti kerugian Negara sebesar Rp.247.070.000,- (dua ratus empat puluh tujuh juta tujuh puluh ribu rupiah) subsidair 2 (dua) tahun penjara.

5. Menyatakan barang bukti :

a. SK Walikota Pematang Siantar No.050-24/WK-Tahun 2002 tanggal 28 Januari 2002 tentang pengangkatan perangkat organisasi pelaksana proyek dan alokasi umum anggaran belanja pembangunan kota Pematang Siantar khusus untuk proyek pembangunan kios darurat Pasar Horas Pematang Siantar

b. Surat DPRD kota Pematang Siantar Nomor : 170/6738/DPRD/I/2002 tanggal 25 Januari 2002 tentang persetujuan prinsip DPRD kota Pematang Siantar atas Pembangunan Kios Darurat Pasar Horas ;

c. RAB Proyek Pembangunan Kios Darurat Pasar Horas Pematang Siantar senilai Rp.1.400.368.000,-

(7)

d. RAB Proyek Pembangunan Kios Darurat Pasar Horas Pematang Siantar senilai Rp.1.287.310.700,-

e. Surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan (kontrak) pembangunan kios

darurat Pasar Horas Pematang Siantar Nomor :

010/Pemb/TK/II/2002 tanggal 11 Februari 2002.

f. Dan Bukti-bukti lainnya..

Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Pematangsiantar telah mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung terhadap putusan Pengadilan Negeri Pematang Siantar. Walaupun Hakim Pengadilan Negeri Pematang Siantar telah membebaskan terdakwa Ir. Henry Panjaitan dari semua dakwaan.

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Limboto No. 52/PID.B/2005/PN. LBT. tanggal 15 Maret 2006, yang menyatakan :

1. Menyatakan Terdakwa Fransisca Sylvia Tombokan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan Primair, Subsidair dan Lebih Subsidair ;

2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan ;

3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

(8)

Setelah membaca Tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum Kejaksaan Negeri di Gorontalo tanggal 1 September 2005 sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa Fransisca Sylvia Tombokan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana " Korupsi " sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No.20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam surat dakwaan Primair kami maupun Pasal 9 UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam surat dakwaan Primair kami maupun Pasal 9 UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan dan Penambahan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan Lebih Subsidair ;

2. Menyatakan Terdakwa Fransisca Sylvia Tombokan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana " Korupsi " sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang- Undang No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam surat dakwaan Subsidair ;

3. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Fransisca Sylvia Tombokan dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dikurangi selama Terdakwa dalam tahanan sementara, dengan perintah agar Terdakwa ditahan ;

(9)

4. Membayar denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), subsidair 6 (enam) bulan kurungan ;

5. Membayar uang pengganti sebesar Rp. 431.447.730 - (empat ratus tiga puluh satu juta empat ratus empat puluh tujuh ribu tujuh ratus tiga puluh rupiah) dan jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk mmbayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 1 (satu) tahun.

6. Menetapkan Barang bukti berupa :

a. Surat Nomor : UM.01.03/PPBPP-GTO/UM/2004 tanggal 2 Agustus 2004 yang ditanda tangani oleh Pimpro Rokim Bagyo Yuwono, ST. ;

b. Surat Menteri Pekerjaan Umum Nomor : UM.03.09-Mn/70 tanggal 10 Desember 2004 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan RI. Perihal Penyampaian Rincian Alokasi ABT Sektoral ;

c. Surat Perintah Pemimpin Bagian Proyek No. SPT/ BPPBPPGTO/ 2004/ 148 tanggal 29 Desember 2004/148 tanggal 29 Desember 2004.

d. Surat Perintah Membayar dari Menteri Keuangan RI yang diterbitkan oleh KPKN Gorontalo an. Menteri Keuangan Nomor : 747653

(10)

Y/050/114 tanggal 30-12-2004 yang ditandatangani oleh Haryatno dengan nilai Rp. 3.798.765.000,- dengan lampirannya yang menyatakan proyek sudah selesai 100 %.

e. Foto copy Surat Perintah Membayar Nomor : 10143304 tanggal 30-12-2004 untuk pembayaran Angsuran Pertama Pengendalian Banjir Sungai Lemito senilai Rp. 3.384.354.272,- ;

f. Dan Bukti-bukti lainnya..

Dari fakta hukum yang dipertimbangkan oleh Majelis Hakim sebagaimana terurai di atas jelaslah bahwa Terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya, akan tetapi Majelis Hakim tidak memperoleh keyakinan bahwa perbuatan Terdakwa tersebut memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan kepadanya, atau dengan kata lain perbuatan Terdakwa telah ada, akan tetapi Majelis Hakim tidak memperoleh keyakinan bahwa perbuatan Terdakwa tersebut merupakan tindak pidana, sehingga menurut Jaksa Penuntut Umum seharusnya terhadap Terdakwa dinyatakan Ontslag Van Recht Vervolging dan bukan Vrisjpraak sebagaimana dalam amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Limboto No.52/PID.B/2005/PN.LBT. tanggal 15 Maret 2006, dengan demikian Majelis Hakim Pengadilan Negeri Limboto telah salah dalam membuat putusan dan mengadili perkara tersebut karena tidak menerapkan atau menetapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya yakni dalam hal mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan.

(11)

Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Redeb Nomor : 77 / Pid.B / 2007 / PN.Tjr. tanggal 03 April 2008 yang menyatakan sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa H. Kamrani Umar bin Adji Bangsawan tersebut di atas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Primair Penuntut Umum di atas.

2. Membebaskan Terdakwa H. Kamrani Umar bin Adji Bangsawan oleh karena itu dari dakwaan Primair Penuntut Umum di atas ;

3. Menyatakan Terdakwa H. Kamrani Umar bin Adji Bangsawan tersebut di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Turut serta melakukan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan dengan cara menyalahgunakan kesempatan yang ada padanya karena kedudukan” ;

4. Memidana Terdakwa H. Kamrani Umar bin Adji Bangsawan oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun ;

5. Menetapkan Terdakwa membayar pidana denda sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) ;

6. Menetapkan apabila pidana denda tersebut tidak dibayarkan, maka diganti dengan kurungan selama 2 (dua) bulan ;

7. Menetapkan agar Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila

(12)

Terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut untuk paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan ;

8. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 5000,- (lima ribu rupiah).

Membaca tuntutan pidana Jaksa / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tanjung Redeb tanggal 22 Januari 2008 sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa H. Kamrani Umar bin Adji Bangsawan telah terbukti melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Ir. Zainul Bahri Bin Muh. Alik melakukan tindak pidana korupsi dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya “ sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 huruf a, b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana tersebut dalam dakwaan Subsidair ;

(13)

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa H. Kamrani Umar bin Adji Bangsawan, dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan penjara, dengan perintah agar Terdakwa ditahan ;

3. Membayar denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan ;

4. Membayar uang pengganti Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah), dan jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan di lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan ;

5. Menyatakan barang bukti berupa :

a. 1 (satu) bendel Daftar Isian Proyek Daerah (DIPDA) Tahun Anggaran 2002

b. 1 (satu) lembar Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) atas nama H. Kamrani Umar ;

c. Berita Acara Penyerahan Pekerjaan atas nama H. Kamrani Umar (Direktur CV. Eka Sapta) ;

(14)

d. 1 (satu) lembar Berita Acara untuk pembayaran atas nama H. Kamrani Umar (Direktur CV. Eka Sapta) ;

e. 1 (satu) lembar Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan atas nama H. Kamrani Umar (Direktur CV. Eka Sapta) ;

f. 1 (satu) bendel Surat Perjanjian Pelaksanaan Proyek Rehabilitasi Lahan Kritis DAK-DR dengan pekerjaan pengadaan patok, ajir, papan nama dan gubuk kerja dengan pelaksana CV. Eka Sapta ;

g. 1 (satu) lembar Surat Keputusan Pimpinan Proyek tentang Surat Perintah Mulai Kerja (Gunning) ;

h. 3 (tiga) lembar Kwitansi Pembayaran dari Bendaharawan Proyek kepada CV. Eka Sapta ;

i. 1 (satu) lembar Surat dari saudara Fahmi Rizani atas nama Direktur CV. Eka Sapta.

j. 1 (satu) lembar surat dari H. Kamrani Umar kepada pimpinan proyek (Surat sedikit terbakar) ;

Tetap terlampir dalam berkas perkara ;

7. Menetapkan agar Terdakwa jika ternyata dipersalahkan dan dijatuhi pidana supaya dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah)

(15)

Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda Nomor : 31 / PID / 2009 / PT. KT. SMDA tanggal 28 Mei 2009 yang amar lengkapnya sebagai berikut :

a. Menerima permohonan banding dari Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa,

b. Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Tanjung Redeb tanggal 03 April 2008 Nomor : 77/Pid.B/2007/PN.Tjr, sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa H. Kamrani Umar bin Adji Bangsawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi.

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan.

3. Menetapkan Terdakwa membayar pidana denda sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

4. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tanjung Redeb tersebut untuk selain dan selebihnya.

(16)

5. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan yang untuk tingkat banding sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).

Mengingat akan Akta tentang Permohonan Kasasi Nomor : 77 / Pid.B /2007 / PN.Tjr. yang dibuat oleh Panitera pada Pengadilan Negeri Tanjung Redeb yang menerangkan bahwa masing-masing pada tanggal 15 dan 21 Juli 2009 Jaksa / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tanjung Redeb dan Terdakwa telah mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi tersebut.

Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Terdakwa tersebut harus ditolak. Dan Mahkamah Agung berpendapat bahwa Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi Jaksa /Penuntut Umum harus dikabulkan karena Judex Facti telah salah menerapkan hukum.

Hakim dalam pengambilan keputusan terhadap perkara yang sedang dihadapi, tidak sekedar sebagai terompet undang-undang saja. Hakim seyogianya mendasarkan putusannya sesuai dengan memperhatikan kesadaran hukum dan perasaan hukum serta kenyataan-kenyataan yang sedang hidup di dalam masyarakat, ketika putusan itu dijatuhkan. Upaya mencari hukum yang tepat dalam rangka penyelesaian suatu perkara yang dihadapkan kepadanya, Hakim yang bersangkutan dapat melakukan penemuan hukum.

(17)

4.2. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Upaya Kasasi Jaksa Penuntut Umum Dalam Putusan Bebas Judex Facti Terhadap Perkara Tindak Pidana Korupsi

Korupsi tergolong ke dalam kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime). Korupsi yang terjadi Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang sangat akut dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas ke dalam seluruh aspek masyarakat49. Setiap kali ada putusan bebas bagi terdakwa kasus korupsi apalagi yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah masyarakat langsung bereaksi. Hati nurani mereka seperti terusik mendengar ada terdakwa kasus tindak pidana korupsi ratusan miliar bebas melenggang.

Terhadap putusan bebas ini Jaksa/Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung karena Jaksa/Penuntut Umum berpendapat bahwa Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum karena putusan bebas tersebut adalah bukan pembebasan yang murni. Hal ini bertentangan dengan Pasal 244 KUHAP yang menentukan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan kasasi

56

(18)

kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas50. Namun demikian sesuai yurisprudensi yang sudah ada apabila ternyata putusan pengadilan yang membebaskan Terdakwa itu merupakan pembebasan yang murni sifatnya, maka sesuai ketentuan Pasal 244 KUHAP permohonan kasasi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Sebaliknya apabila pembebasan itu didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur perbuatan yang didakwakan, atau apabila pembebasan itu sebenarnya adalah merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum, atau apabila dalam menjatuhkan putusan itu pengadilan telah melampaui batas kewenangannya, Mahkamah Agung selaku Judex Jurist atas dasar pendapatnya bahwa pembebasan itu bukan merupakan pembebasan yang murni harus menerima permohonan kasasi tersebut.

Untuk menentukan apakah putusan Judex Facti itu merupakan putusan bebas murni atau bebas tidak murni, Judex Jurist memberikan batasan penilaian sepanjang hal-hal sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP jo. Pasal 30 ayat (1) huruf a dan b Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

57

Antonius Sudirman, Hati Nurani Hakim Dan Putusannya: Suatu Pendekatan Dari Perspektif Ilmu Hukum Perilaku (Behavioral Jurisprudensi) Kasus Hakim Bismar Siregar, Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2007.

(19)

Penilaian Judex Jurist terhadap putusan Judex Facti yang membebaskan terdakwa didasarkan pada alasan-alasan yang diuraikan Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya yang menyatakan bahwa putusan Pengadilan Tingkat Pertama/Judex Facti tersebut adalah bukan putusan bebas murni dan Pemohon Kasasi juga harus dapat memperlihatkan dan membuktikan dimana letak tidak murninya putusan pembebasan tersebut.

Beberapa fakta yuridis mengenai yurisprudensi Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan Jaksa Penuntut Umum terhadap kasasi atas putusan bebas, diantaranya adalah :

Seperti upaya hukum Jaksa Penuntut Umum Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor 1565/K/Pid/2004 :

Dalam putusan judex facti yang dimohonkan Kasasi tersebut adalah merupakan putusan bebas, oleh karena untuk dapat atau tidaknya secara formil permohonan Kasasi tersebut Maka Mahkamah Agung akan mempertimbangkan sebagai berikut:

• Menimbang, bahwa dipersidangkan di dapat fakta hukum yaitu :

a. Bahwa berdasarkan keterangan ahli dari Balai Pembinaan Wilayah II Dinas Penataan Ruang & Pemukiman Sumatera Utara di Pematang Siantar, Rencana Anggaran Biaya Proyek Pembangunan Kios Darurat Pasar Horas Pematang Siantar adalah terlaku tinggi disebabkan volume pekerjaan tidak sesuai dengan gambar yaitu terdapat kelebihan volume.

(20)

b. Bahwa RAB yang disahkan yaitu Rp.1.287.310.700,- lebih tinggi dari yang direncanakan oleh Kasi Perencanaan & Perizinan Dinas Tata Kota Pemko Pematang Siantar yaitu Rp.1.068.339.000,-

c. Bahwa dari fakta-fakta persidangan tersebut dapat disimpulkan Terdakwa telah melanggar ketentuan pasal 5 Keppres No.18 tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan pengadaan barang/jasa instansi Pemerintah.

• Dari uraian-uraian tersebut diatas terbukti putusan judex facti dikualifikasikan sebagai putusan yang tidak bebas murni karena unsur melawan hukum pada dakwaan Jaksa/Penuntut Umum terbukti secara sah & meyakinkan, sehingga Jaksa/Penuntut Umum dapat membuktikan bahwa putusan judex facti bukan putusan bebas, sehingga secara formal permohonan kasasi Jaksa/Penuntut Umum dapat diterima.

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon kasasi Jaksa/Penuntut Umum pada pokoknya adalah sebagai berikut :

1. Putusan Hakim Majelis Pengadilan Negeri Pematangsiantar yang membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan bukan merupakan pembebasan murni dengan alasan :

A. Judex Facti tidak menerapkan atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya.

a. Judex Facti telah keliru menafsirkan “yang secara melawan hukum” dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999

(21)

yang telah dirubah dengan UU No. 20 tahun 2001 sehingga Judex Facti pun keliru dalam mempertimbangkan unsur “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” dan unsur “yang dapat merugikan keuangan Negara atau Perekonomian Negara” ;

Dengan demikian, putusan Hakim Majelis Pengadilan Negeri Pematang Siantar Nomor : 126/Pid.B/2003/PN.PMS tanggal 19 Februari 2004 atas nama Terdakwa Ir. Henry Panjaitan yang membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan adalah merupakan putusan “bebas tidak murni” yang dapat dijadikan dasar bagi Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan kasasi (vide : Putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor : 275 K/Kr/1979 tanggal 15 Desember 1983 jo butir 19 Keputusan Menteri Kehakiman R.I. Nomor : M.14.PW.07.03 tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983).

2. Judex Facti melakukan hal-hal sebagaimana tersebut dalam pasal 253 ayat (1) KUHAP.

a. Bahwa Judex Facti tidak menerapkan atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya.

b. Cara mengadili Judex Facti tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang.

3. Berdasarkan uraian-uraian penulis diatas tentang Judex Facti telah tidak menerapkan atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana

(22)

mestinya dan tidak mengadili sebagaimana cara yang ditentukan Undang-Undang.

Dalam pertimbangan Mahkamah Agung Nomor. 1565/K/Pid/2004 yang bertindak sebagai “judex facti” yang menyatakan :

Berdasarkan pertimbangan hakim Mahkkamah Agung, ternyata Jaksa/Penuntut Umum telah dapat membuktikan bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini adalah putusan pembebasan yang tidak murni, sehingga oleh karenanya alasan-alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum secara formil dapat di terima ;

Bahwa dari uraian-uraian tersebut di atas maka Terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang di dakwakan pada dakwaan primair dan oleh karenanya Terdakwa harus dihukum sesuai dengan perbuatannya.

Menimbang bahwa sebelum dijatuhi pidana kepada Terdakwa, maka perlu di pertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan:

Hal yang memberatkan :

• Perbuatan Terdakwa telah mengakibatkan kerugian keuangan Negara. • Terdakwa memberikan keterangan yang berbelit-belit.

Hal yang meringankan :

(23)

Menimbang bahwa oleh karena Terdakwa terbukti bersalah dan di hukum, maka Terdakwa di bebani untuk membayar biaya perkara. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Negeri Pematang Siantar tanggal 19 Februari 2004 No.126/Pid.B/2003/PN.Pms. tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut, seperti tertera dibawah ini ;

MENGADILI SENDIRI :

b. Menyatakan Terdakwa Ir. Henry Panjaitan tersebut di atas terbukti dengan sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi” Yang Dilakukan Secara Bersama-Sama.

c. Menghukum oleh karena itu Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun, dan denda sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.

d. Menghukum pula Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp.247.070.000,- (dua ratus empat puluh tujuh juta tujuh puluh ribu rupiah) paling lambat 1 (satu) bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang guna membayar uang pengganti tersebut, dengan ketentuan dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang

(24)

pengganti tersebut, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun.

e. Membebankan Termohon Kasasi/Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dan dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

Upaya hukum Jaksa Penuntut Umum Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor 1500/K/Pid/2006:

Menimbang bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya adalah sebagai berikut :

Bahwa Pengadilan Negeri Limboto yang telah menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi seperti tersebut di atas dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut, telah melakukan kekeliruan dengan alasan antara lain :

Bahwa dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim untuk membuktikan unsur dakwaan Subsidair " dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi " di halaman 80 s/d 83 pada :

a. Alinea–4 : ……… telah terbukti bahwa benar dana SKOR sebesar Rp.3.998.700.000,- yang dicairkan dan disimpan dalam rekening bersama di Bank Sulut Cabang Limboto, dilakukan oleh Terdakwa dan Saksi Ir. Rahardjo Ari Karyanto ………..dst ;

b. Alinea–5 : ………… justru yang disimpannya dana SKOR untuk pekerjaan Penanggulangan Banjir dan Pengamanan Pantai Gorontalo di Sungai Lemito oleh Terdakwa dan saksi Ir. Rahardjo Ari Karyanto ke

(25)

dalam rekening bersama di Bank Sulut Cabang Limboto ……….. dst ;

c. Alinea–6 : ……….. juga disimpannya dana skor untuk pekerjaan Penanggulangan Banjir dan Pengamanan Pantai Gorontalo di Sungai Lemito di Bank Sulut Cabang Limboto ……… dst ;

d. Dan kemudian dalam Alinea–8 : Majelis Hakim berpendapat bahwa tidak cukup bukti dan keyakinan bagi Majelis Hakim untuk menyatakan perbuatan Terdakwadan saksi Ir. Rahardjo Ari Karyanto bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu koorporasi dengan demikian maka unsur ini tidak terpenuhi menurut hukum ;

Dari fakta hukum yang dipertimbangkan oleh Majelis Hakim sebagaimana terurai di atas jelaslah bahwa Terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan oleh Penuntut Umum dalam surat dakwaannya, akan tetapi Majelis Hakim tidak memperoleh keyakinan bahwa perbuatan Terdakwa tersebut memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan kepadanya, atau dengan kata lain perbuatan Terdakwa telah ada, akan tetapi Majelis Hakim tidak memperoleh keyakinan bahwa perbuatan Terdakwa tersebut merupakan tindak pidana, sehingga menurut kami seharusnya terhadap Terdakwa dinyatakan Onslag Van Recht Vervolging dan bukan Vrispraak sebagaimana dalam amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Limboto No. 52/PID.B/2005/PN. LBT. tanggal 15 Maret 2006, dengan demikian Majelis Hakim Pengadilan Negeri Limboto telah salah dalam membuat putusan dan mengadili perkara tersebut karena tidak menerapkan atau menetapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya yakni

(26)

dalam hal mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, antara lain :

1. Bahwa benar terbukti dana SKOR Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Gorontalo di Sungai Lemito sebesar Rp. 3.998.700.000,- telah dicairkan oleh Terdakwa dan Saksi Ir. Rahardjo Ari Karyanto dan kemudian disimpan dalam rekening bersama atas nama mereka di Bank Sulut Cabang Limboto adalah untuk menyelamatkan dana SKOR tersebut yang baru turun tanggal 29 September 2004 di KPKN Gorontalo, agar tidak hangus begitu saja karena Tahun Anggaran 2004 yang akan berakhir.

Fakta hukum ini oleh Majelis Hakim dipertimbangkan bahwa perbuatan terdakwa dan saksi Ir. Rahardjo Ari Karyanto adalah atas prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas untuk penyelamatan dana tersebut dengan tujuan dimanfaatkan sesuai peruntukannya yaitu untuk membiayai sisa pekerjaan yang belum dilaksanakan (saat itu secara fisik masih 25,59%) agar supaya keamanan dan keselamatan masyarakat, tindakan mana untuk mencegah kerugian Negara dan perekonomian Negara.

Pertimbangan Majelis Hakim semacam ini adalah tidak tepat dan keliru karena menurut keterangan di bawah sumpah Drs. Seto Utarko, M.Si., Haryatno, SE. dan Subandi yang ketiganya dari Kantor KPKN Gorontalo menyatakan bahwa di dalam proyek tidak dikenal adanya " Penyelamatan Dana ”' karena semua ada prosedurnya, yakni apabila sampai habis masa

(27)

Tahun Anggarannya maka sisa dana yang ada dilaporkan ke Pusat danakan dianggarkan pada tahun berikutnya sebagai prioritas melalui persetujuan DPR, di mana pembayarannya sesuai dengan bobot pekerjaan yang telah diselesaikan sehingga kerugian keuangan Negara danperekonomian Negara dapat dicegah.

2. Bahwa dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim halaman 81 alinea 5, menyatakan dengan disimpannya dana SKOR untuk pekerjaan Penanggulangan Banjir dan Pengamanan Pantai Gorontalo di Sungai Lemito oleh Terdakwa dan saksi Ir. Rahardjo Ari Karyanto ke dalam rekening bersama di Bank Sulut Cabang Limboto telah membuktikan bahwa ada itikad baik Terdakwa dan saksi dalam penyelamatan dana SKOR, sebab jika hanya untuk tujuan mendapatkan keuntungan berupa fasilitas dan kemudahan untuk memanfaatkan uang tersebut sesuai kebutuhan dan kehendak mereka, tentu tidaklah harus dengan cara menyimpan dana tersebut kesalah satu lembaga Perbankan Pemerintah melainkan dengan cara mencairkan dana tersebut dalam bentuk uang tunai. Menurut kami selaku Penuntut Umum, pertimbangan hukum Majelis Hakim yang demikian ini adalah keliru atau tidak tepat, karena dengan dicairkan dan disimpannya dana SKOR ke dalam rekening bersama di Bank Sulut Cabang Limboto oleh Terdakwa dan saksi Ir. Rahardjo Ari Karyanto membuktikan bahwa perbuatan Terdakwa telah selesai, delik selesai (Voltoid), di mana dengan dimasukkannya dana SKOR yang telah dicairkan 100 % ke rekening bersama antara Terdakwa

(28)

dan saksi, Terdakwa telah memperoleh keuntungan (menguntungkan) bagi dirinya yakni hak untuk memanfaatkan dana tersebut sesuai kepentingan yang diinginkan/menjadi tujuan Terdakwa dan saksi Ir. Rahardjo Ari Karyanto yang dalam perkara ini adalah mengamankan pembiayaan sisa pekerjaan Penanggulangan Banjir dan Pengamanan Pantai di Sungai Lemito Provinsi Gorontalo, di mana saat itu secara fisik baru terselesaikan sebesar 25,59 % padahal mereka telah mencairkan dana SKOR untuk 100 % pekerjaan ;

3. Bahwa menurut PAF Lamintang mengatakan bahwa" Tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi ialah suatu kehendak yang ada dalam pikiran atau alam batin si pembuat yang ditujukan untuk memperoleh suatu keuntungan (menguntungkan) bagi dirinya sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Memperoleh suatu keuntungan atau menguntungkan artinya memperoleh atau menambah kekayaan dari yang sudah ada.

Kekayaan dalam arti ini tidak semata-mata berupa benda atau uang saja, tetapi segala sesuatu dapat dinilai dengan uang termasuk hak, sehingga pertimbangan hukum Majelis Hakim di halaman 82 s/d 83 yang pada pokoknya menyatakan bahwa dengan disimpannya dana SKOR ke dalam rekening bersama di Bank Sulut Cabang Limboto merupakan itikad baik Terdakwa dan saksi Ir. Rahardjo Ari Karyanto untuk mengamankan dana SKOR yang bertujuan agar ada jaminan pembayaran Penyedia Jasa Pemborongan in casu Terdakwa Fransisca Sylvia Tombokan untuk menyelesaikan sisa pembiayaan pekerjaan yang belum

(29)

terselesaikan, bukanlah bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi adalah tidak berdasar dan telah salah menerapkan atau menetapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya.

Dalam pertimbangan Mahkamah Agung RI Nomor. 1500/K/Pid/2006 yang menyatakan:

Menimbang berdasarkan pertimbangan hakim Mahkkamah Agung, ternyata Jaksa/Penuntut Umum telah dapat membuktikan bahwa putusan judex facti telah salah menerapkan hukum atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya.

Sesuai fakta yang terungkap dipersidangan Terdakwa bersama Pimpro Penanggulangan Banjir dan Penganan Pantai Gorontalo dan Sungai Limito, telah mencairkan dana proyek yang secara phisik baru selesai ± 25,59 % akan tetapi telah dicairkan 100 %, yang kemudian disimpan di dalam rekening bersama atas nama Terdakwa selaku Dirut PT. Gaya Bhakti Putra dan Ir. Rahardjo Ari Karyanto, di Bank Sulut Cabang Limboto. Pencairan dana yang senyatanya baru 25,59 % tersebut dimaksudkan agar ada jaminan pembayaran/pembiayaan pekerjaan untuk menyelesaikan. Bahwa sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada akhir tahun anggaran 31 Desember 2004, sisa dana SKOR tersebut disetorkan kembali ke Kas Negara, akan tetapi ternyata pencairan dana sebesar Rp. 3.998.700.000,- tersebut telah tersimpan di dalam rekening bersama. Pencairan dana tersebut dilakukan dengan memalsukan surat atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan proyek tersebut.

(30)

Pencairan dana dilakukan tanggal 30 Desember 2004 dan kemudian pada tanggal 10 Januari 2005 karena ada pemeriksaan dari PU Kimpraswil Pusat yang menyatakan bahwa pencairan dana tersebut melanggar KEPPRES No. 80 Tahun 2003 dan telah ada panggilan Kajati Gorontalo tanggal 31 Desember 2004, maka uang dana tersebut disetorkan kembali ke BRI. Dengan demikian perbuatan Terdakwa telah selesai dan jika dilihat dari unsur-unsurnya Terdakwa telah terbukti melanggar dakwaan Lebih Subsidair yaitu Pasal 9 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 KUHP karena itu Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana ” Korupsi ” ;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan ;

Hal-hal yang memberatkan : • Tidak ada

Hal-hal yang meringankan :

3. Terdakwa melakukan pencairan dana tersebut dengan maksud supaya proyek dapat tetap terlaksana ;

2. Terdakwa tidak menggunakan dana tersebut untuk keperluan sendiri atau orang lain ;

3. Terdakwa telah mengembalikan dana SKOR tersebut sebesar Rp. 3.567.252.270,- ke Kas Negara ;

4. Terdakwa belum pernah dihukum ;

5. Terdakwa berterus terang dalam persidangan ; 6. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan ;

(31)

Menimbang bahwa alasan-alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum yang telah diuraikan Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Negeri Limboto No. 52/PID.B/2005/PN. LBT. tanggal 15 Maret 2006 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Jaksa/Penuntut Umum dikabulkan. Selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut, seperti tertera di bawah ini ;

MENGADILI SENDIRI :

1. Menyatakan Terdakwa Fransisca Sylvia Tombokan tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana ” Korupsi ”

2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun ;

3. Menetapkan bahwa hukuman tersebut tidak perlu dijalani, kecuali dikemudian hari ada perintah lain dengan keputusan Hakim, oleh karena Terdakwa sebelum lewat masa percobaan 2 (dua) tahun telah melakukan perbuatan yang dapat dihukum ;

4. Menetapkan barang bukti berupa ;

a. Surat Nomor : UM.0103/PPBPP-GTO/UM/2004 tanggal 2 Agustus 2004 yang ditanda tangani oleh Pimpro Rokim Bagyo Yuwono, ST. dikembalikan kepada Rohim Bagyo Yuwono, ST. atau kepada yang paling berhak ;

b. Surat Menteri Pekerjaan Umum Nomor : UM.03.09-Mn/70 tanggal 10 Desember 2004 yang diajukan kepada Menteri Keuangan RI.

(32)

Perihal Penyampaian Rincian Alokasi ABT Sektoral dikembalikan kepada Rohim Bagyo Yuwono, ST. atau kepada yang paling berhak ;

c. Surat Perintah Pemimpin Bagian Proyek No.

SPT/BPPBPPGTO/2004/148 tanggal 29 Desember 2004/148 tanggal 29 Desember 2004 dikembalikan kepada Terdakwa atau kepada yang paling berhak;

d. Surat Perintah Membayar dari Menteri Keuangan RI yang diterbitkan oleh KPKN Gorontalo an. Menteri Keuangan Nomor : 747653 Y/050/114 tanggal 30-12-2004 yang ditandatangani oleh Haryatno dengan nilai Rp. 3.798.765.000,- dengan lampirannya yang menyatakan proyek sudah selesai 100 %, dikembalikan kepada Terdakwa atau kepada yang paling berhak ;

e. Foto copy Surat Perintah Membayar Nomor : 10143304 tanggal 30-12- 2004 untuk pembayaran Angsuran Pertama Pengendalian Banjir Sungai Lemito senilai Rp. 3.384.354.272,- dikembalikan kepada Terdakwa atau kepada yang paling berhak ;

f. Dan Bukti-bukti lainnya.

Upaya hukum Jaksa Penuntut Umum Mahkamah Agung RI Nomor. 2057/K/Pid.Sus/2009 yang menyatakan:

Menimbang bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya adalah sebagai berikut :

(33)

1. Bahwa Judex Facti telah salah menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya.

Bahwa Judex Facti telah salah dalam menerapkan suatu aturan ataupun peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP bahwa di dalam Pasal 3 jo Pasal 18 huruf a, b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa “setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara dipidana seumur hidup atau pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)” namun kenyataan yang diputuskan oleh judex facti adalah pidana denda sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), ini jelas judex facti telah mengingkari hukum yang telah ada dan berlaku. 2. Bahwa putusan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan praktek

pemidanaan tanggal 23 Maret 1985 yang digariskan Mahkamah Agung RI, dimana judex facti tidak mencantumkan alasan-alasan secara lengkap dalam pertimbangannya, khususnya mengingat akibat yang ditimbulkan baik bagi masyarakat, negara dan hukum apalagi Terdakwa melakukan perbuatannya justru disaat pemerintah sedang gencar-gencarnya

(34)

memberantas Tindak Pidana Korupsi, karena putusan pidana denda judex facti kurang dari minimal ancaman pidana dendanya.

Bahwa putusan judex facti (Pengadilan Tinggi) yang dijatuhkan terhadap Terdakwa, yaitu berupa pidana denda sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) terlalu rendah jika dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidaklah mencerminkan semangat untuk memberantas korupsi, menurut hemat Pemohon Kasasi hendaklah judex facti mempertimbangkan atas putusan judex facti (Pengadilan Tinggi) sesuai TAP MPR No. XI/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Terlepas dari alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Jaksa / Penuntut Umum tersebut, Mahkamah Agung berpendapat bahwa Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi Jaksa /Penuntut Umum harus dikabulkan karena Judex Facti telah salah menerapkan hukum, dengan alasan sebagai berikut :

1. Bahwa dakwaan Jaksa / Penuntut Umum telah disusun secara Subsidairitas, maka harusnya pembuktian dimulai dengan dakwaan Primair, apabila dakwaan Primair tidak terbukti barulah dilanjutkan dengan pembuktian dakwaan Subsidair ;

Dakwaan Primair unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : 1. setiap orang

2. secara melawan hukum

3. memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi 4. dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara ;

(35)

Ad.1) Setiap orang, adalah siapapun orangnya, tanpa melihat Pejabat atau bukan asal dapat / mempunyai kemampuan bertanggung jawab secara hukum, dalam perkara ini adalah Terdakwa ;

Ad.2) Secara melawan hukum, perbuatan Terdakwa yang ternyata tidak pernah mengerjakan proyek seperti yang telah diperjanjikan dalam Kontrak Kerja No.43/PIMPRO-RLK/2002 tanggal 1 Agustus 2002. Terdakwa juga memandatangani Berita Acara Penyerahan Pekerjaan No.131/PIMPRO-RLK/2002 tanggal 16 Desember 2002, Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan No. 108/PIMPRP-RLK/2002tanggal 17 Desember 2002. Ketiga Berita Acara tersebut ditandatangani oleh Terdakwa di Bank Pembangunan Daerah Cabang Tanjung Redeb pada saat Terdakwa mencairkan dana proyek sebesar Rp. 324.000.000,- (tiga ratus dua puluh empat juta rupiah), dengan demikian dokumen-dokumen tersebut adalah fiktif;

Ad.3) Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi : Bahwa Terdakwa telah menikmati uang sebesar Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dan sisanya dinikmati oleh Pimpinan Proyek (Ir. Zainal Bahri) dan kawan-kawannya ;

Ad.4) Dapat merugikan keuangan Negara : Bahwa perbuatan Terdakwa bersama Ir. Zainal Bahri (Pimpro)dimana Terdakwa menikmati Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta adalah merupakan bahagian dari dana proyek sebesar Rp. 324.000.000,- (tiga ratus dua puluh empat juta rupiah) di mana dana proyek sebesar Rp. 324.000.000,- (tiga ratus dua puluh

(36)

empat juta rupiah) merupakan proyek yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

2. Bahwa dakwaan Primair telah dapat dibuktikan, dengan demikian dakwaan Subsidair tidak perlu dibuktikan lagi, oleh karenanya Terdakwa harus dinyatakan bersalah sebagaimana dakwaan Primair tersebut.

Dalam pertimbangan Mahkamah Agung RI Nomor. 2057/K/Pid.Sus/ 2009 yang menyatakan:

Membaca surat-surat yang bersangkutan ;

Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Tinggi tersebut telah diberitahukan kepada Terdakwa pada tanggal 09 Juli 2009 dan Terdakwa mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 21 Juli 2009 serta memori kasasinya telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tanjung Redeb pada tanggal 27 Juli 2009, dengan demikian permohonan kasasi beserta dengan alasan-alasannya telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara menurut Undang-Undang.

Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Tinggi tersebut telah diberitahukan kepada Jaksa / Penuntut Umum pada tanggal 07 Juli 2009 dan Jaksa / Penuntut Umum mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 15 Juli 2009 serta memori kasasinya telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tanjung Redeb pada tanggal 29 Juli 2009, dengan demikian permohonan kasasi beserta dengan alasan-alasannya telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara menurut Undang-Undang

(37)

Menimbang bahwa terhadap alasan-alasan Terdakwa tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

Mengenai alasan ke-1 :

Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, judex facti tidak salah menerapkan hukum, karena telah mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis dengan benar, yaitu adanya hubungan kausal antara perbuatan Terdakwa dengan adanya kerugian keuangan Negara ;

Mengenai alasan ke-2 :

Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, alasan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena dalam pemeriksaan tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang, dan apakah Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 KUHAP (Undang-Undang No. 8 Tahun 1981) ;

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Terdakwa tersebut harus ditolak.

Terlepas dari alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Jaksa / Penuntut Umum tersebut, Mahkamah Agung berpendapat bahwa Permohonan

(38)

Kasasi dari Pemohon Kasasi Jaksa /Penuntut Umum harus dikabulkan karena Judex Facti telah salah menerapkan hukum atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya.

Berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur Nomor : 31/PID/2009/PT.KT. SMDA tanggal 28 Mei 2009 yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Tanjung Redeb No. 77 / Pid.B / 2007 / PN. Tjr tanggal 03 April 2008 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut, seperti tertera dibawah ini :

MENGADILI SENDIRI :

1. Menyatakan Terdakwa H. Kamrani Umar bin Adji Bangsawan tersebut di atas terbukti dengan sah dan menyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana “Bersama-Sama Melakukan Korupsi”, sebagaimana dakwaan Primair ;

2. Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun penjara, dan denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.

3. Menetapkan masa penahan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

(39)

4. Menghukum pula Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp.75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah), dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan.

5. Menyatakan barang bukti berupa :

a. 1 (satu) bendel Daftar Isian Proyek Daerah (DIPDA) Tahun Anggaran 2002.

b. 1 (satu) lembar Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) atas nama H.Kamrani Umar.

c. Berita Acara Penyerahan Pekerjaan atas nama H. Kamrani Umar(Direktur CV. Eka Sapta).

d. 1 (satu) lembar Berita Acara untuk pembayaran atas nama H. Kamrani Umar (Direktur CV. Eka Sapta) .

e. 1 (satu) lembar Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan atas nama H. Kamrani Umar (Direktur CV. Eka Sapta).

(40)

f. 1 (satu) bendel Surat Perjanjian Pelaksanaan Proyek Rehabilitasi Lahan Kritis DAK-DR dengan pekerjaan pengadaan patok, ajir, papan nama dan gubuk kerja dengan pelaksana CV. Eka Sapta.

g. 1 (satu) lembar Surat Keputusan Pimpinan Proyek tentang Surat Perintah Mulai Kerja (Gunning).

h. 3 (tiga) lembar kwitansi pembayaran dari bendaharawan Proyek kepadaCV. Eka Sapta.

i. 1 (satu) lembar Surat dari saudara Fahmi Rizani atas nama Direktur CV.Eka Sapta.

j. 1 (satu) lembar surat dari H. Kamrani Umar kepada pimpinan proyek(Surat sedikit terbakar).

Tetap terlampir dalam berkas perkara ;

6. Membebankan biaya perkara dalam semua tingkat peradilan kepada Terdakwa yang untuk tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

Didalam Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian diamandemen melalui Undang-Undang No. 20 tahun 2001 , maka dalam Pasal 2 ayat (1) merumuskan tindak pidana korupsi adalah : “setiap orang yang secara melawan hukummelakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau oang lain atau suatu korporasi yang dapat

(41)

merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”

Dalam Pasal 3-nya dirumuskan : “setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporai, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”.

Korupsi merupakan salah satu penyakit masyarakat yang sama dengan jenis kejahatan lain, seperti pencurian dan sudah ada sejak manusia bermasyarakat di atas bumi ini. Yang menjadi masalah utama adalah meningkatnya korupsi itu seiring dengan kemajuan kemakmuran dan teknologi. Bahkan ada gejala yang memperlihatkan bahwa semakin maju pembangunan suatu bangsa, semakin meningkat pula kebutuhan dan mendorong orang untuk melakukan korupsi.

Menurut Andi Hamzah , tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia disebabkan karena faktor-faktor, yaitu :

(42)

1. kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin hari makin meningkat. Faktor ini adalah faktor yang paling menonjol, dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia;

2. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia. Dari sejarah berlakunya KUHP di Indonesia, menyalahgunakan kekuasaan oleh pejabat untuk menguntungkan diri sendiri memang telah diperhitungkan secara khususoleh Pemerintah Belanda sewaktu disusun WvS untuk Indonesia. Hal ini nyata dengan disisipkan Pasal 423 dan Pasal 425 KUHP Indonesia;

3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan kurang efisien sering dipandang pula sebagai penyebab korupsi, khususnya dalam arti bahwa hal yang demikian itu akan memberi peluang untuk melakukan korupsi. Sering dikatakan, makin besar anggaran pembangunan semakin besar pula kemungkinan terjadinya kebocoran-kebocoran;

4. Modernisasi mengembang-biakkan korupsi karena membawa perubahan nilai yang dasar dalam masyarakat , membuka sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan baru, membawa perubahan-perubahan yang diakibatkannya dalam bidang kegiatan politik, memperbesar kekuasaan pemerintah dan melipatgandakan kegiatan-kegiatan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Dari perspektif hukum positif Indonesia, yaitu dalam UU No. 31 tahun 1999, pengertian tindak pidana korupsi dibedakan dalam dua jenis, yaitu :

(43)

1. Yang diatur dalam bab II dengan judul Tindak Pidana Korupsi (Pasal 2 sampai Pasal 20);

2. Yang diatur dalam Bab II dengan judul Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi (Pasal 21 sampai Pasal 24).

3. Subyek Tindak Pidana Korupsi

Dalam UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, subyek tindak pidana korupsi terbagi dalam 2 kelompok, yaitu :

1. Manusia (Natuurlijkpersoon)

Manusia adalah pendukung hak dan kewajiban. Lazimnya dalam hukum dan pergaulan hukum dikenal dengan istilah “subyek hukum” atau subjectum juris atau subject van een recht yang berhak, berkehendak melakukan perbuatan hukum. Manusia adalah makhluk yang berwujud dan rohaniah. Dalam UU No. 31 tahun 1999, pengertian manusia sebagai subyek tindak pidana dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a) Pegawai Negeri, yang menurut Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999 meliputi : (1) pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepegawaian (UU no. 43 tahun 1000 tentang Perubahan Atas UU No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian), yaitu dalam Pasal 1 angka 1 adalah : setiap warga Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam

(44)

suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku: (2) pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 KUHP; (3) orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau daerah; (4) orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah; dan (5) orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal dan fasilitas dari Negara atau masyarakat.

Martiman Prodjohamidjoyo mencontohkan yayasan X yang memperoleh sumbangan dari masyarakat, misalnya masyarakat perkayuan. Jika pengurus yayasan itu melakukan penyelewengan dari tujuan yayasan, maka bias dikenakan sanksi pidana menurut UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001.

b) Setiap orang adalah orang perorangan dan korporasi, seperti yang terumus dalam Pasal 1 butir 3 UU No. 31 tahun 1999.

2. Korporasi

Istilah korporasi tidak bisa dilepaskan dari bidang hukum perdata, sebab korporasi merupakan terminologi yang erat kaitannya dengan badan hukum (rechtpersoon) dan badan hukum itu sendiri merupakan terminologi yang erat kaitannya dengan bidang hukum perdata.

(45)

Dalam UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 telah mengakui korporasi sebagai subyek tindak pidana, yang dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 1 yang merumuskan secara eksplisit tentang pengertian korporasi, yang berbunyi : “korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”

Upaya penanggulangan tindak pidana/kejahatan korupsi dapat melalui dua jalur, yaitu jalur penal dan jalur non penal. Penanggulangan korupsi melalui jalur penal (yaitu dengan penegakan hukum pidana), apa yang disebut dengan istilah Kebijakan/Politik Hukum Pidana (Penal Policy), yang menurut Wisnusubroto, merupakan tindakan yang berhubungan dalam hal :

a. Bagaimana upaya pemerintah untuk menanggulangi kejahatan dengan hukum pidana;

b. Bagaimana merumuskan hukum pidana agar sesuai dengan kondisi masyarakat;

c. Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengatur masyarakat dengan hukum pidana;

d. Bagaimana menggunakan hukum pidana untuk mengatur masyarakat dalam rangka mencapai tujuan lebih besar.

Sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan). Dikatakan secara kasar, karena tindakan represif juga sdapat dilihat sebagai ttindakan preventif dalam arti luas. Sasaran utama upaya penanggulangan

(46)

kejahatan melalui jalur non-penal adalah menangani factor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (korupsi). Faktor-faktor kondusif berpusat pada masalah atau kondisi politik, ekonomi, maupun social yang secara langsung atau tak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. Dengan demikian upaya non-penal seharusnya menjadi kunci atau memiliki posisi strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal.

Referensi

Dokumen terkait

Tindak Tutur dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Ujung Murung Banjarmasin Kalimantan Selatan. Tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan, sedangkan jual

Sampel dalam penelitian ini sebanyak 43 perusahaan pada sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) secara berturut- turut

= 0,000 dan nilai ini lebih kecil dari pada 0,05 berarti bahwa hipotesis Ha diterima dan Ho ditolak sehingga metode pembelajaran tutor sebaya mempunyai pengaruh yang

Tingkat kesukaan sirup bunga dan buah belimbing wuluh yang diharapkan adalah sangat suka. Panelis dapat menentukan tingkat kesukaan produk sirup belimbing wuluh

“Hal ini sangat berdampak pada keinginanku untuk mengikuti akun Instagram onlineshop dan tertarik untuk membeli barang yang digunakan oleh Aghnia. Paling sering sih aku

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan perilaku belajar antara peserta didik kelas IV di MI Muhammadiyah Salekoa dan peserta didik kelas IV di SDN Center

Analisis kebangkrutan Z-Score, adalah suatu alat yang digunakan untuk meramalkan tingkat kebangkrutan suatu perusahaan de- ngan menghitung nilai dari beberapa rasio

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang digunakan sebagai upaya penyelenggaraan dan pembangunan kesehatan dituntut untuk terus meningkatkan dan