• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sadri 1 1 Dosen Politeknik Negeri Pontianak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sadri 1 1 Dosen Politeknik Negeri Pontianak."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN TINGKAT SEDIMENTASI ANTARA KONDISI EKSISTING DENGAN ALTERNATIF KONDISI LAINNYA

PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEMANGKAT KALIMANTAN BARAT

Sadri 1 1

Dosen Politeknik Negeri Pontianak cadrie_kobar@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini memodelkan dan membandingkan kondisi eksisting dengan kondisi alternatif pola arus dan sedimentasi di PPN Pemangkat. Pola arus dimodelkan dengan model dua dimensi RMA2 dan pola sedimentasi dimodelkan dengan SED2D. Sadri dkk (2009) telah memodelkan kondisi eksisting yang merupakan kondisi terkini pelabuhan dimana terdapat groin di dalam pelabuhan. Kondisi alternatif lainnya yang dimodelkan adalah dengan membongkar groin (kondisi 1) dan membangun groin di sebelah luar pelabuhan (kondisi 2). Sebelum dilakukan pemodelan, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi kecepatan arus dan elevasi muka air terhadap hasil pengukuran. Kondisi PPN ini dimodelkan dengan tiga skenario yaitu skenario ‘a’ yang mewakili musim kemarau, skenario ‘b’ mewakili musim peralihan antar musim kemarau dan hujan, skenario ‘c’ mewakili musim hujan dengan asumsi lamanya musim kemarau dan musim hujan masing-masing lima bulan dan musim peralihan dua bulan. Dari hasil pemodelan, diketahui bahwa kondisi 1 mampu mereduksi tingkat sedimentasi hingga 36,72% pada area A, 0,49% pada area B dan 0,30% untuk pada C., sedangkan kondisi 2 mampu mereduksi tingkat sedimentasi hingga 24,22% pada area A, 0,12% untuk pada area B dan 0,26% pada area C. Kondisi 1 lebih efektif daripada kondisi 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jarak dan bentuk struktur yang lebih efektif untuk mengurangi sedimentasi di PPN Pemangkat.

Kata kunci: p e l a b u h a n , p o l a a r u s , s e d i m e n t a s i , R M A 2 , S E D 2 D . PENDAHULUAN

Pola sirkulasi yang terjadi di dalam pelabuhan harus dapat mengeliminasi area air tenang yang merupakan area timbunan sedimen. Area pusaran air juga harus dapat dikurangi karena dapat menyebabkan penumpukan sedimen di area tersebut (USACE, 2002). Pendangkalan akibat sedimentasi merupakan masalah yang serius dan kerap terjadi di pelabuhan (Winterwerp, 2005; Hofland, tahun tidak disebutkan). Menurut Hofland dkk (tahun tidak disebutkan), pelabuhan yang terletak di sungai dan muara sangat rentan terhadap laju pengendapan sedimen daripada pelabuhan yang langsung menghadap ke laut. Akan tetapi, pelabuhan yang berada di muara sungai lebih tenang dan tidak memerlukan pemecah gelombang (breakwater) untuk melindungi kolam pelabuhan.

PPN Pemangkat mengalami sedimentasi yang cukup tinggi. Sedimentasi ini menyebabkan pendangkalan yang mengganggu kinerja pelabuhan. PPN Pemangkat diapit oleh tiga sungai, antara lain Sungai Sambas Besar, Sungai Penjajap dan Sungai Prapakan Tanjung. PPN Pemangkat merupakan daerah paling hulu dari Sungai Penjajap dan Sungai Prapakan Tanjung yang bertemu dengan Sungai Sambas Besar. Sedangkan Sungai Sambas Besar bermuara ke laut. PPN Pemangkat berjarak ± 3 km dari muara Sungai Sambas Besar. Pelabuhan tidak dapat melakukan aktifitas terutama pada saat surut. Sedimentasi ini diakibatkan oleh sirkulasi air yang tidak efektif di dalam pelabuhan. Perairan dalam pelabuhan tidak cukup mampu untuk mendorong sedimen keluar dari pelabuhan sehingga mengendap di dalam pelabuhan. Sedimen banyak terperangkap di sekitar groin.

Sadri dkk (2009) menyimpulkan bahwa groin yang berada di dalam PPN Pemangkat menyebabkan tingkat sedimentasi semakin tinggi. Groin justru menghalangi sirkulasi arus sehingga sedimen tidak bisa keluar dari pelabuhan. Studi ini merupakan lanjutan studi yang telah dilakukan Sadri dkk (2009).

Studi ini menggunakan pemodelan dua dimensi RMA2 dan SED2D dengan tiga skenario, yaitu skenario ’a’, ’b’ dan ’c’. skenario ‘a’ yang mewakili musim kemarau, skenario ‘b’ mewakili musim peralihan antar musim kemarau dan hujan, skenario ‘c’ mewakili musim hujan dengan asumsi lamanya musim kemarau dan musim hujan masing-masing 5 (lima) bulan dan musim peralihan 2 (dua) bulan. Sedangkan kondisi alternatifnya adalah dengan pembongkaran groin (kondisi 1) dan pembangunan groin di luar pelabuhan (kondisi 2).

METODE PENELITIAN

Sebelum dilakukan pemodelan untuk berbagai skenario pola arus dan sedimentasi, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi model. Data-data untuk proses kalibrasi diambil dari data hasil pengukuran langsung di lapangan. Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan hasil keluaran model dengan hasil pengukuran kecepatan arus dan elevasi muka air pada titik-titik koordinat yang telah ditentukan di lapangan. Pengukuran kecepatan arus dan pasang surut dilakukan selama 13 jam dengan interval waktu 30 menit. Pemodelan pola arus untuk kalibrasi menggunakan data-data hasil pengukuran langsung (data primer). Validasi kecenderungan pola sedimentasi telah dilakukan oleh Sadri dkk (2009) dengan cara overlay peta bathimetri PPN Pemangkat tahun 2004 dengan peta bathimetri tahun 2008 yang merupakan hasil pengukuran langsung dengan pola sedimentasi yang dihasilkan model.

Setelah kalibrasi sesuai, maka dilakukan pemodelan berbagai skenario pola arus dan sedimentasi menggunakan model dua dimensi RMA2 dan SED2D. Input data pasang surut menggunakan data peramalan pasang surut tanggal 1-15 Oktober 2008 yang dikeluarkan oleh Jawatan Hidrooseanografi TNI AL. Sedangkan input debit sungai merupakan debit rata-rata hasil pengukuran. Selanjutnya,

(2)

perlakuan pasang surut dan debit pada masing-masing musim dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 1. Diagram alir penelitian

Untuk mengukur tingkat sedimentasi, dilakukan overlay hasil running SED2D pada time step 360 (2 minggu) dengan time step 0 (sebelum running). Selanjutnya, tingkat sedimentasi dianggap linear selama setahun. Area pengamatan dibagi menjadi 3 area yaitu area A, B

dan C sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Pada gambar tersebut juga ditunjukkan titik pengukuran arus (notasi A, B, C dan D) dan titik pengambilan sampel sedimen (notasi 1, 2, 3 dan 4).

Tabel 1. Input data pasang surut dan debit sungai

Kondisi Skenario Input Data

Muara S. Sambas Besar S. Penjajap S. Prapakan Tanjung

Kondisi 1 dan Kondisi 2

a Pasut Pasut musim

kemarau Debit ukur rerata Debit ukur rerata b Pasut Pasut musim

peralihan 2 kali debit ukur rerata 2 kali debit ukur rerata c Pasut Pasut musim hujan 2.5 kali debit ukur

rerata 2.5 kali debit ukur rerata

Mulai

Studi pustaka dan kajian teori

INPUT DATA Bathimetri, pasang surut, debit

Pemodelan pola arus Tidak sesuai

Kalibrasi Sesuai Pemodelan pola arus dan sedimentasi

kondisi 1 dan kondisi 2 skenario ‘a’, ‘b’, dan ‘c’

Kesimpulan dan saran Analisa perbandingan pola arus dan sedimentasi kondisi 1 dan kondisi 2

dengan kondisi eksisting skenario ‘a’, ‘b’, dan ‘c’

Overlay peta bathimetri PPN Pemangkat 2004 dengan bathimetri

hasil pengukuran langsung (2008) Olah data hasil pengukuran bathimetri Pengukuran bathimetri PPN Pemangkat

(3)

Gambar 2. Layout daerah studi PPN Pemangkat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pasang surut Muara Sungai Sambas Besar

Berdasarkan nilai indeks Formzahl (F) 0.775, maka tipe pasang surut di Pemangkat (Muara Sungai Sambas Besar) termasuk pasang surut campuran/semidiurnal (ganda dominan), artinya dalam satu hari terdapat dua kali pasang surut tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Pengukuran pasang surut yang dilakukan selama 13 jam, didapat beda tinggi pasang surut pengukuran sebesar 0.77 m. Pengukuran selama 13 jam ini telah memenuhi syarat minimal dalam pengukuran pasang surut untuk tipe semidiurnal untuk keperluan kalibrasi karena memenuhi satu kali pasang dan satu kali surut. Metode Admiralty mensyaratkan pengamatan selama 15 piantan (15 hari

x 24 jam) atau 360 jam (time step) untuk menentukan acuan elevasi pasang surut. Karena keterbatasan waktu di lapangan hanya dilakukan pengamatan selama 13 jam saja. Data yang tidak dapat diukur diperoleh dari data sekunder, yaitu Buku Peramalan Pasang Surut yang dikeluarkan Jawatan Hidrooseanografi TNI AL. Pengukuran pasang surut Muara Sungai Sambas Besar dilakukan pada time step ke 254-267. Pemodelan pola arus dan sedimentasi untuk berbagai skenario dilakukan selama 360 jam (time step) yaitu tanggal 1-15 Oktober 2008 dengan input data sekunder. Dalam proses kalibrasi, hasil pemodelan dengan data sekunder ini akan dibandingkan dengan pengukuran lapangan sebagai data primer. Overlay data sekunder dan data primer ditunjukkan dalam Gambar 3.

Tabel 2. Elevasi acuan pasang surut di Pemangkat (Muara Sungai Sambas Besar)

No. Elevasi Penting Elevasi (m)

Elev. Disurutkan Terhadap LLWL (m)

1 HHWL Highest high water level 1.36 1.42

2 MHWL Mean high water level 1.05 1.11

3 MSL Mean sea level 0.65 0.71

4 MLWL Mean low water level 0.25 0.31

5 LLWL Lowest low water level -0.06 0 Sumber: data diolah dari Jawatan Hidrooseanografi TNI AL, 2008

dermaga

groin

Kolam labuh utara

(4)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 40 80 120 160 200 240 280 320 360

Time step (jam ke-)

El ev a si ( m )

Pasut Dishidros Pasut Ukur

Gambar 3. Peramalan pasang surut yang dikeluarkan Jawatan Hidro-Oseanografi TNI AL untuk tanggal 1-15 Oktober 2008 dan pasang surut hasil pengukuran Pemangkat (Muara Sungai Sambas Besar)

Kalibrasi current meter

Alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan arus adalah current meter. Sebelum digunakan untuk pengukuran di lapangan, dilakukan kalibrasi pembacaan kecepatan arus tiap putaran baling-baling. Kalibrasi dilakukan di Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidraulika Universitas Tanjungpura Pontianak. Hasil kalibrasi current meter tersebut adalah:

) 116 . 0 ( 034 . 0 n V = + dengan:

V : kecepatan arus (m/detik)

n : jumlah putaran baling-baling per satuan

waktu (rotasi/detik)

Kecepatan arus

Kecepatan arus diukur bersamaan dengan pengukuran pasang surut yaitu selama 13 jam dengan selang waktu pengukuran setiap 30 menit. Kecepatan arus diukur untuk keperluan kalibrasi pemodelan pola arus dan sedimentasi di PPN Pemangkat. Kecepatan arus ini merupakan kecepatan rata-rata dari kecepatan arus pada 0.2, 0.6 dan 0.8 kedalaman pada tiap-tiap titik lokasi pengukuran (titik pengukuran arus dapat dilihat pada Gambar 2, dinotasikan dengan +A, +B, +C dan +D).

Debit sungai

Debit sungai yang diukur adalah debit Sungai Penjajap dan Sungai Prapakan Tanjung. Lokasi pengukuran dilakukan pada bagian sungai yang lurus sehingga penampang melintangnya simetris/mendekati simetris. Lebar Sungai Penjajap adalah 15.75 m dan Sungai Prapakan Tanjung adalah 13.3 m. Debit sungai diukur pada saat air surut saja karena Sungai Penjajap dan Prapakan Tanjung menyumbangkan debitnya pada saat surut. Debit rata-rata Sungai Penjajap adalah 1.8752 m3 dan debit Sungai Prapakan Tanjung adalah 2.55297 m3.

Konsentrasi dan ukuran partikel sedimen

Berdasarkan hasil uji sampel sedimen dasar, bahwa distribusi ukuran partikel tanah di sekitar PPN Pemangkat adalah halus (lanau dan lempung) menurut klasifikasi USCS. Nilai d50 berarti 50% berat contoh sedimen memiliki ukuran butir yang sama dengan atau lebih kecil dari d50 tersebut. Ukuran partikel tanah ini merupakan sedimen melayang (suspended). Titik pengambilan sampel sedimen dapat dilihat pada Gambar 2, dinotasikan dengan +1, +2, +3 dan +4.

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 14:0015:00 16:0017:0018:00 19:0020:0021:00 22:0023:00 0:00 1:00 2:00 3:00 Jam El e v a si ( m ) 0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120 0.140 K e cep at a n ar u s (m/ s) Pasang surut A B C D

(5)

Tabel 3. Lokasi dan hasil uji sampel sedimen di PPN Pemangkat

No

Sampel/Titik Koordinat Lokasi

Konsentrasi sedimen layang (Cs) (mg/l) Sedimen dasar (d50) +1 49N 276727 132867 Timur luar PPN 4.73 0.019 +2 49N 276440 132905 Barat luar PPN 4.05 0.022 +3 49N 276450 132605 Sungai Penjajap 4.76 0.018 +4 49N 276602 132446 Sungai Prapakan Tanjung 3.84 0.017

Sumber: hasil pengukuran

Pemodelan pola arus dan sedimentasi

Pemodelan pola arus dan sedimentasi dilakukan dengan model dua dimensi RMA2 dan SED2D. Input data kondisi batas RMA2 yang digunakan adalah pasang surut untuk muara dan Sungai Sambas Besar serta debit aliran untuk Sungai Penjajap dan Prapakan Tanjung, sedangkan untuk SED2D adalah konsentrasi sedimen layang. Sebelum dilakukan pemodelan pola arus dan sedimentasi, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi untuk mendapatkan nilai-nilai kontrol model dan properti material yang akan digunakan dalam pemodelan. Pola pergerakan arus dikaitkan dengan pasang surut. Kondisi air pasang adalah kondisi dimana elevasi muka air Muara Sungai Sambas Besar lebih tinggi daripada Sungai Sambas Besar.

Kalibrasi model

Kalibrasi ini dilakukan dengan cara trial

and error sehingga didapat kecepatan arus dan

elevasi muka air dapat mendekati nilai/hasil pengukuran di lapangan (Donnell dkk, 2006). Selanjutnya, nilai-nilai kontrol model dan properti material yang diperoleh dalam kalibrasi akan digunakan untuk pemodelan pada berbagai skenario yang telah ditentukan.

Kalibrasi dilakukan pada titik-titik A, B, C, dan D, yaitu titik-titik pengukuran arus di lapangan. Dari hasil pemodelan RMA2 untuk kalibrasi, kecepatan arus di titik A dan B mengikuti trend pasang surut. Sedangkan di titik C dan D, kecepatan arus tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap pasang surut. Hal ini dikarenakan input debit dari Sungai Penjajap dan Sungai Prapakan dianggap konstan, yaitu debit rata-rata pada saat air surut.

Selisih kecepatan arus pengukuran dengan arus pemodelan RMA2 untuk kalibrasi bervariasi. Error terbesar terjadi pada akhir pemodelan. Kecepatan arus pada akhir pemodelan tidak bergerak turun secara signifikan seperti pada hasil pengukuran. Selisih pasang surut (elevasi muka air) antara pengukuran dan pemodelan berkisar antara -0.72%-0.79%.

Dari hasil kalibrasi didapatkan nilai koefisien kekasaran manning 0.045, angka Peclet Number adalah 15 dan rasio

E

xx

,

E

yy

,

E

xy

,

E

yx adalah 20. Dari hasil kalibrasi juga didapatkan selisih elevasi pasang surut Sungai Sambas Besar adalah ±0.004 m terhadap elevasi pasang surut Muara Sungai Sambas Besar.

Gambar 5. Input kondisi batas pemodelan dan bathimetri Sungai Sambas Besar

Sungai Penjajap

Sungai Sambas Besar Muara Sungai Sambas Besar

(6)

Kalibrasi Kecepatan Arus di Titik A 0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 14:0 0 15:0 0 16:0 0 17:0 0 18:0 0 19:0 0 20:0 0 21:0 0 22:0 0 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 Jam K e c e pa ta n ( m /s ) Pengukuran RM A2

Kalibrasi Kecepatan Arus di Titik B

0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 14:0015:0016:0017:0018:0019:0020:0021:0 0 22:0023:00 0:00 1:00 2:00 3:00 Jam K ecep at an ( m /s ) Pengukuran RM A2

Kalibrasi Kecepatan Arus di Titik C

0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 14:0015:0016:0 0 17:0018:0019:0 0 20:0 0 21:0 0 22:0 0 23:0 0 0:00 1:002:00 3:00 Jam K ece p a ta n ( m /s ) Pengukuran RM A2

Kalibrasi Kecepatan Arus di Titik D

0.000 0.040 0.080 0.120 0.160 14:0 0 15:0 0 16:0 0 17:0 0 18:0 0 19:0 0 20:0 0 21:0 0 22:0 0 23:0 0 0:00 1:00 2:00 3:00 Jam Ke c e p a ta n (m /s ) Pengukuran RM A2

Kalibrasi Pasang Surut (Pasut)

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 14 :0 0 15:3 0 17:0 0 18 :3 0 2 0 :0 0 2 1:3 0 2 3 :0 0 0 :3 0 2 :0 0 J am Pasut Ukur Pasut RMA2

Gambar 6. Perbandingan kecepatan arus pengukuran dengan arus pemodelan RMA2

Hasil pemodelan pola arus dan sedimentasi

Elevasi muka air saat pasang tertinggi periode pasang surut 1-15 Oktober 2008 adalah 1.1 m dan surut terendah pada elevasi 0.1 m.

Pasang tertinggi terjadi pada time step (jam ke-) 29, 54, 79, 103, 128 dan 153. Sedangkan surut terendah terjadi pada time step 11, 36 dan 347.

(kondisi eksisting) (kondisi 1)

(kondisi 2)

(7)

Gambar 7. Pola arus skenario ’a’ pada time step 29. Pada kondisi eksisting sirkulasi arus didalam pelabuhan terhambat oleh groin, sedangkan turbulensi terjadi pada kondisi 2

(kondisi eksisting) (kondisi 1)

(kondisi 2)

Grafik pasang surut

Gambar 8. Pola arus skenario ’b’ pada time step 29. Pada kondisi eksisting sirkulasi arus didalam pelabuhan tetap terhambat oleh groin, sedangkan turbulensi terjadi pada kondisi 2

Kondisi eksisting merupakan kondisi PPN Pemangkat terkini dimana terdapat bangunan groin di depan pelabuhan. Tujuan dari pembangunan groin ini adalah untuk menahan arus dan menangkap sedimen dari arah Sungai Sambas Besar. Akan tetapi, groin tersebut justru

menghambat sirkulasi pertukaran air PPN Pemangkat yang merupakan pelabuhan terbuka. Arus akan dipantulkan dan tertahan di sekitar groin. Pada saat pasang, groin justru menahan arus yang membawa sedimen sehingga sedimen tidak bisa keluar dari pelabuhan dan tertumpuk di sekitar groin.

(kondisi eksisting) (kondisi 1)

(kondisi 2)

Grafik pasang surut

Gambar 9. Pola arus skenario ’b’ pada time step 29. Pada kondisi eksisting sirkulasi arus didalam pelabuhan lancar karena peningkatan kecepatan arus, sedangkan turbulensi terjadi pada kondisi 2

(8)

(kondisi eksisting) (kondisi 1)

(kondisi 2)

Gambar 10. Bed Change skenario ‘a’ PPN Pemangkat setelah running SED2D selama 360 time step

RMA2 merupakan input dari SED2D (Letter dkk, 2006). Input kondisi batas adalah konsentrasi sedimen layang di PPN Pemangkat saat dilakukan survey dan jenis dasar perairannya adalah halus (lanau dan lempung). Sedimentasi yang dihasilkan SED2D merupakan sedimentasi yang terjadi karena jatuhnya sedimen layang. Sehingga kecepatan arus sangat mempengaruhi hasil output SED2D.

Peningkatan kecepatan arus akan memperlambat kecepatan jatuh sedimen. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan perubahan dasar perairan (bed change) antara skenario ’a’, ’b’ dan ’c’ pada Gambar 9-Gambar 12. Dari hasil pemodelan SED2D, tampak bahwa konsentrasi

penumpukan sedimen terjadi di sekitar groin dan dermaga pada kondisi eksisting (Gambar 10). Sedangkan pada kondisi 1 (Gambar 11), sedimentasi dapat dikurangi karena sirkulasi arus yang lancar di dalam pelabuhan. pada kondisi 2 (Gambar 12), sedimentasi terbesar terjadi di dalam groin diluar area pelabuhan.

Pada kondisi 1, sedimentasi terjadi secara alamiah karena walaupun bagaimana pengendapan sedimen akan tetap terjadi. Teknik yang digunakan pada kondisi 2 cukup efektif menahan pergerakan sedimen dari arah Sungai Sambas Besar, akan tetapi lama-kelamaan ’tembolo’ yang terjadi di belakang groin tentunya akan sampai di area pelabuhan.

(kondisi eksisting) (kondisi 1)

(9)

Gambar 11. Bed Change skenario ‘b’ PPN Pemangkat setelah running SED2D selama 360 time step

(kondisi eksisting) (kondisi 1)

(kondisi 2)

Gambar 12. Bed Change skenario ‘c’ PPN Pemangkat setelah running SED2D selama 360 time step

Tingkat sedimentasi

Tingkat sedimentasi di PPN Pemangkat dilakukan dengan overlay di area kolam labuh. Tingkat sedimentasi dihitung berdasarkan

perbedaan volume area di bawah titik 0 antara time step 0 (sebelum pemodelan dilakukan) dengan time step 360. Selanjutnya, sedimentasi diasumsikan meningkat secara linear. Area overlay dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 4. Area overlay hasil pemodelan SED2D

Area Panjang (m) Lebar (m) Luas (m2)

A 224 212 47488

B 92 58 5336

C 112 64 7168

Tabel 5. Tingkat sedimentasi hasil pemodelan di PPN Pemangkat

Area Luas (m2) Volume Sedimentasi/tahun (m

3

)

Eksisting Kondisi 1 Kondisi 2

A 47488 18782,96 11885,80 14234,01

B 5336 2084,83 2074,56 2082,40

C 7168 4048,08 4035,87 4037,53

(10)

Volume Sedimentasi Per Tahun di PPN Pemangkat 2084,83 4048,08 11885,80 2074,56 4035,87 14234,01 2082,40 4037,53 18782,96 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 A B C Area Vo lu m e ( m 3 ) Eksisting Kondisi 1 Kondisi 2

Gambar 13. Volume sedimentasi tiap kondisi di PPN Pemangkat

Tabel 6. Perbandingan tingkat reduksi sedimentasi kondisi 1 dan kondisi 2 terhadap kondisi eksisting

Area Reduksi Sedimentasi

Alternatif-1 Alternatif-2

A 36,72% 24,22%

B 0,49% 0,12%

C 0,30% 0,26%

Tingkat sedimentasi tertinggi terjadi pada kondisi eksisting. Tingkat sedimentasi area A lebih tinggi dibandingkan dengan area B dan C karena sedimen yang terbawa arus terperangkap di area tersebut serta luasan yang lebih daripada area B dan area C. Kondisi 1 ternyata lebih efektif daripada kondisi 2 dimana sedimentasi terjadi secara alamiah tanpa pembuatan struktur bangunan penahan sedimen. Kondisi 1 mampu mereduksi sedimentasi terhadap kondisi eksisting hingga 36,72% pada area A, 0,49% pada area B dan 0,30% pada area C dibandingkan dengan kondisi 2 yang hanya mampu mereduksi 24,22% pada area A, 0,12% pada area B dan 0,26% pada area C.

KESIMPULAN

Hasil pemodelan menunjukkan peningkatan kecepatan arus dapat memperkecil tingkat sedimentasi di PPN Pemangkat. Peningkatan kecepatan arus akan memperlambat kecepatan jatuh sedimen. Groin yang berada di dalam PPN Pemangkat justru mengakibatkan pola arus menjadi tidak efektif. Sedimen yang terbawa arus akan terperangkap di sekitar groin dan dermaga pada kolam labuh utara. Studi selanjutnya sebaiknya memperhitungkan bentuk dan jarak struktur penahan sedimen yang lebih efektif dan memodelkan perbandingan pola arus dan sedimentasi antara kondisi eksisting dan kondisi alternatif lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2004), Laporan Survei

Hidrooseanografi Penyusunan Review Master Plan dan Detail Desain PPN

Pemangkat-Kalimantan Barat, Laporan

Penunjang.

Donnell, B.P., Letter, J.V., McAnally W.H. (2006), User’s Guide for RMA2 Version

4.5, WexTech System Inc., New York.

Hofland B., Christiansen H., Crowder R.A., Kirby R., Van Keeuwen C.W., Winterwerp J.C., Tahun tidak disebutkan, The Current

Deflecting Wall In An Estuarine Harbour.

http://www.wldelft.nl/rnd/publ/docs/Ho_C h_2001p.pdf, diakses tanggal 18 Juli 2008. Jawatan Hidro-Oseanografi TNI AL (2008),

Daftar Pasang Surut Kepulauan Indonesia Tahun 2008, Jawatan Hidrooseanografi

TNI AL, Jakarta.

Letter, J.V., Teeter, T., Allen, M., Donnell, B.P. (2006), User’s Guide for SED2D Version

4.5, WexTech System Inc., New York.

Sadri, Armono H.D., Sholihin (2009), “Studi Sedimentasi Kondisi Eksisting Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pemangkat Kalimantan Barat”, Prosiding Seminar

Nasional Kelautan V, “Dampak Krisis Global Terhadap Pembangunan Kelautan dan Perikanan dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Maritim,

Universitas Hang Tuah Surabaya, 23 April 2009, hal. III-9-III-18.

USACE (2002), Coastal Engineering Manual, U.S. Army Corps of Engineers.

Winterwerp, J.C. (2005), “Reducing Harbor Siltation. I: Metodology”, Journal of

Waterway, Port, Coastal and Ocean Engineering, Vol. 131, No. 6, 1 November

Gambar

Gambar 1. Diagram alir penelitian  Untuk mengukur tingkat sedimentasi,
Gambar 2. Layout daerah studi PPN Pemangkat  HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 3. Peramalan pasang surut yang dikeluarkan Jawatan Hidro-Oseanografi TNI AL untuk tanggal 1-15 Oktober  2008 dan pasang surut hasil pengukuran Pemangkat (Muara Sungai Sambas Besar)
Gambar 5. Input kondisi batas pemodelan dan bathimetri Sungai Sambas Besar Sungai Penjajap
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat pola sebaran padatan tersuspensi di Muara Sungai Kampar pada saat pasang menuju surut dan surut menuju pasang Metode

Suplai padatan tersuspensi yang masuk melalui debit sungai pada stasiun 3 (Muara Sungai Pabrik) adalah 1.322,764 gr/detik saat pasang menuju surut dan 340,844

Data-data pengukuran dilapangan (data primer) yang digunakan adalah debit aliran sungai dan sedimen, sedangkan data-data sekunder adalah batimetri, gelombang pasang surut

Sedangkan waktu pembilasan yang didapat di Muara Sungai Nerbit Besar pada saat pasang perbani adalah 1,137 hari, dimana apabila dihubungkan dengan kondisi pasang surut

Feliatra (2002), menyatakan saat surut aliran air sungai mengarah ke hilir atau menuju ke laut sehingga ketinggian dan debit air sungai mengalami penurunan yang

Sedangkan waktu pembilasan yang didapat di Muara Sungai Nerbit Besar pada saat pasang perbani adalah 1,137 hari, dimana apabila dihubungkan dengan kondisi pasang surut

Pengukuran kecepatan arus pada saat air laut sedang surut dilakukan untuk melihat aliran air yang keluar dari hilir menuju ke muara sungai yang membawa partikel -

Saat kondisi pasang konsentrasi material padatan tersuspensi lebih tinggi dikarenakan saat pasang terjadi pertemuan debit sungai dan arus laut di muara sungai sehingga proses pengadukan