• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN PONDASI MESIN GENERATOR SET PADA PABRIK NPK SUPER PT. PUPUK KALTIM BONTANG DENGAN PERHATIAN KHUSUS PADA PENGARUH KARET PEREDAM GETARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN PONDASI MESIN GENERATOR SET PADA PABRIK NPK SUPER PT. PUPUK KALTIM BONTANG DENGAN PERHATIAN KHUSUS PADA PENGARUH KARET PEREDAM GETARAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERENCANAAN PONDASI MESIN GENERATOR SET PADA PABRIK NPK SUPER PT. PUPUK KALTIM BONTANG DENGAN PERHATIAN KHUSUS PADA

PENGARUH KARET PEREDAM GETARAN Nama mahasiswa : Afdian Eko Wibowo

NRP : 3104 100 021

Jurusan : Teknik Sipil, FTSP ITS

Dosen pembimbing : Ir. Ananta Sigit Sidharta, M.Sc, Ph.D

ABSTRAK

Pondasi mesin secara umum berfungsi sebagai penerus dan penyalur beban yang ditopang di atasnya ke tanah dasar dibawahnya tanpa mengalami kerusakan. Mesin generator set diklasifikasikan sebagai rotating machine yang memiliki frekuensi konstan. Pada generator set, baik mesin maupun altenator harus terisolasi terhadap struktur pondasi mesin dengan baik karena baik mesin maupun altenator menghasilkan suara dan getaran yang keras sehingga dapat merusak generator set maupun peralatan lain di sekitarnya. Getaran juga dapat tersalur ke struktur pondasi mesin dan juga dapat menyebabkan kerusakan. Pada generator set terdapat karet vibration isolator atau peredam getaran yang biasa terpasang diantara mesin atau altenator dengan besi penyangga (skid). Besi penyangga biasa tehubung langsung dengan pondasi, lantai, atau lapisan dibawahnya dengan menggunakan baut.

Dalam tugas akhir ini dibahas mengenai perencanaan pondasi untuk mesin generator set pada pabrik NPK Super PT. Pupuk Kaltim Bontang dan pengaruh karet peredam getaran (vibration isolator) berdasarkan beban statis dan beban dinamis. Didalam analisa beban statis diperhitungan daya dukung pondasi. Kemudian untuk analisa beban dinamis menentukan besarnya amplitudo yang terjadi dan menentukan supaya getaran yang terjadi tidak menggangu manusia dan lingkungan disekitarnya dengan menggunakan metode lumped parameter system, serta merencanakan penulangan dari pondasi mesin generator set tersebut.

Dari hasil perencanaan didapatkan desain pondasi mesin dengan ketebalan 0,6 meter dengan panjang dan lebar 2,6 m x 2,1 m. Digunakan tulangan D19 – 200 mm untuk tulangan atas dan tulangan bawah. Sedangkan karet vibration isolator menggunakan karet berbahan neoprene dengan nilai konstanta (k) sebesar 98 kg/mm. Mesin generator set ini memiliki frekuensi 1500 rpm dan besarnya amplitudo vertikal yang terjadi sebesar 0,0003805 inch sehingga termasuk dalam kategori lingkungan ”Easily Noticeable to Persons”.

Kata kunci : Pondasi Mesin, Karet Vibration Isolator, Metode Lumped Parameter System.

(2)

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada 2010, kebutuhan pupuk NPK di Indonesia diproyeksikan sebesar 2,5 juta ton. Kebutuhan pupuk jenis ini diperkirakan mencapai 4 juta ton dalam 2-3 tahun ke depan. Oleh karena itu, PT.Pupuk Kalimantan Timur berencana mendirikan lima unit pabrik NPK berkapasitas total 1 juta ton per tahun dengan nilai mencapai US$350 juta. Pada tahun 2010, PT. Pupuk Kalimantan Timur merealisasikan investasi US$14,2 juta untuk pembangunan dua unit pabrik pupuk majemuk atau nitrogen phosphate kalium (NPK) berkapasitas 200.000 ton per tahun di Bontang, Kalimantan Timur.

Dalam upaya mengantisipasi adanya gangguan pasokan daya listrik dari pembangkit utama pada pabrik pupuk NPK Super tersebut maka di datangkanlah sebuah mesin generator set. Seperti umumnya mesin-mesin lain, mesin generator set ini menimbulkan beban statis dan dinamis yang harus dapat dipikul oleh tanah dan struktur pondasi mesin di bawahnya.

Pondasi mesin merupakan bagian dari struktur bawah yang berfungsi untuk memikul beban statis maupun dinamis yang ditimbulkan oleh mesin dan generator untuk kemudian diteruskan ke lapisan tanah.

Pada dasar mesin generator set

umumnya terdapat karet vibration

isolator yang berfungsi untuk membantu

meredam getaran yang timbul saat mesin

beroperasi agar tidak merusak struktur

pondasi mesin. Adapun ukuran dan

konfigurasi karet vibration isolator tersebut berbeda pada setiap mesin generator set tergantung dari besar dimensi dan beban yang ditimbukan oleh mesin.

Tujuan akhir dari pengerjaan Tugas Akhir ini adalah memilih tipe karet vibration

isolator yang sesuai meredam getaran yang

dihasilkan pada saat mesin beroperasi, serta desain pondasi mesin yang memenuhi persyaratan keamanan dan kestabilan struktur.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam tugas akhir ini,permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara merencanakan desain dan elemen struktur pondasi yang sesuai dengan persyaratan keamanan serta SNI 03-2847-2002. 2. Bagaimana spesifikasi karet vibration isolator

yang sesuai untuk meredam getaran saat mesin beroperasi serta berapa besar beban statis dan dinamis yang diteruskan ke struktur pondasi. 3. Bagaimana menuangkan hasil perencanaan

struktur pondasi mesin ke dalam gambar teknik dengan bantuan program AUTO CAD.

1.3. Tujuan Tugas Akhir

Adapun tujuan dari pengerjaan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan desain dan elemen struktur pondasi yang sesuai dengan persyaratan keamanan dan SNI 03-2847-2002.

2. Mendapatkan spesifikasi karet vibration

isolator yang sesuai untuk meredam getaran

saat mesin beroperasi serta besar beban statis dinamis yang disalurkan ke struktur pondasi. 3. Dapat menuangkan hasil perencanaan elemen

struktur pondasi mesin ke dalam gambar teknik dengan bantuan program AUTO CAD.

1.4. Batasan Masalah Tugas Akhir

Yang menjadi batasan masalah tugas akhir

ini adalah:

1. Pembahasan hanya dilakukan pada kasus pembangunan pondasi mesin generator set pada pabrik pupuk NPK di komplek PT. Pupuk Kaltim Bontang.

2. Data mesin menggunakan data asli spesifikasi mesin generator set.

3. Data karet vibration isolator menggunakan data asli karet vibration isolator yang sesuai untuk mesin generator set.

4. Tanah dianggap homogen dengan menggunakan satu macam data tanah dan tidak membahas permasalahan dari tanah.

5. Pemilihan dimensi pondasi dilakukan dengan metode trial and error menggunakan bantuan program excel sampai diperoleh dimensi yang memenuhi persyaratan keamanan untuk pondasi mesin.

6. Perhitungan nilai amplitudo dan frekuensi pada pondasi mesin menggunakan metode Lumped

(3)

3

Parameter System dan tidak membahas

dengan metode lain.

7. Tidak meninjau aspek pelaksanaan dan nilai ekonomis di lapangan.

1.5. Manfaat Tugas Akhir

Dengan penulisan tugas akhir ini, diharapkan akan didapat tipe karet vibration

isolator yang sesuai dengan kebutuhan,

mengetauhi pengaruh karet vibration

isolator dalam meredam getaran dan besar

beban yang diteruskan ke struktur pondasi mesin, serta mendapat desain dan elemen pondasi mesin yang sesuai dengan persyaratan keamanan dan SNI 03-2847-2002.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pondasi Mesin

Pada dasarnya fungsi pondasi adalah untuk menyalurkan beban-beban yang bekerja pada struktur diatasnya ke struktur yang ada dibawahnya dalam hal ini adalah tanah dimana struktur itu berada, tanpa kerusakan yang dianggap membahayakan struktur bangunan itu sendiri ataupun lingkungan sekitarnya.

Untuk pondasi yang menahan beban dinamis ini cara perhitungannya jelas berbeda dengan pondasi yang hanya menahan beban statis, dimana harus memperhatikan adanya beban dinamis akibat kerja mesin selain beban statis yang ada.

2.1.1 Pondasi Dangkal

a. Pondasi mesin tipe Mat Slab

Fleksibel slab beton yang diletakkan pada tanah dan digunakan untuk mendukung mesin.

Gambar 2.1 Pondasi Mesin Tipe Mat Slab

b. Pondasi mesin tipe Portal

Pondasi mesin yang berupa struktur beton bertulang dengan ketinggian tertentu yang terdiri dari balok dan kolom yang ditumpu oleh pondasi slab. Bagian atas dari kolom dihubungkan dengan top slab sehingga membentuk lantai untuk meletakkan mesin. Pondasi tipe ini biasanya didukung oleh beberapa pile.

Gambar 2.2 Pondasi Mesin Tipe Portal c. Pondasi Mesin Tipe Blok

Pondasi mesin yang berupa blok beton rigid yang relatif tebal sehingga deformasi struktur akibat beban-beban yang bekerja bisa diabaikan.

Gambar 2.3 Pondasi Mesin Tipe Blok

2.1.2 Pondasi Dalam

Pondasi dalam biasanya menggunakan tiang pancang atau menggunakan bore pile, pondasi tiang bisa tertanam seluruh atau tertanam sebagian. Pondasi tiang dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

• Pondasi tiang yang digunakan untuk memikul beban struktur pondasi di atasnya. Hal ini dilakukan jika daya dukung tanah tidak dapat memikul seluruh beban yang

(4)

4

ada, sehingga diperlukan bantuan

tiang pancang .

• Pondasi tiang yang digunakan untuk menambah kekakuan sehingga menaikkan frekuensi natural dan memperkecil amplitudo.

2.1.3 Derajad Kebebasan Pondasi

Akibat gaya-gaya dan moment yang bekerja secara dinamis, maka pondasi blok dapat bergetar dalam enam mode yaitu:

1. Translasi searah sumbu z (vertikal) 2. Translasi searah sumbu x (lateral) 3. Translasi searah sumbu y

(longitudinal)

4. Rotasi terhadap sumbu x (pitching) 5. Rotasi terhadap sumbu y (rocking) 6. Rotasi terhadap sumbu z

(yawing/torsi)

Setiap gerakan dari pondasi blok dapat dipecah kedalam enam displacement secara terpisah. Oleh karena itu pondasi blok mempunyai enam derajat kebebasan dengan enam natural frekuensi.

Gambar 2.4 Derajat kebebasan pondasi mesin tipe blok

Dari keenam mode getaran, translasi arah sumbu z dan rotasi terhadap sumbu z dapat terjadi secara independent terpisah dari mode lainnya. Sedangkan translasi arah sumbu x dengan rotasi terhadap sumbu y atau translasi arah sumbu y dengan rotasi terhadap sumbu x selalu terjadi secara simultan dan saling mempengaruhi sehingga disebut coupled mode. Jadi pada

kenyataannya pondasi blok memiliki empat mode getaran yaitu dua mode tunggal (vertikal dan yawing) dan dua mode kopel

(rocking + lateral dan pitching + longitudinal). 2.1.4 Metode Analisa Akibat Beban Dinamis

Ada 3 metode yang dapat digunakan dalam perhitungan amplitudo dan frekuensi pada pondasi mesin (Novak, 1977) yaitu:

1.

Metode Linear Elastic Weightless Spring

Method.

2.

Metode Elastic Half – Space.

3.

Metode Lumped Parameter System.

Pada metode Linear Elastic Weightless

Spring Method, tanah dianggap pegas. Redaman

dimasukkan sebagai nilai yang belum dicari (diabaikan), walaupun redaman tidak begitu mempengaruhi terhadap frekuensi resonansi dari sistem tetapi redaman memberi pengaruh yang cukup signifikan pada aml itudo saat terj adi resonansi. Selama zona resonansi dapat di hindar kan dalam perencanaan pondasi, pengaruh redaman pada amplitudo saat frekuensi kerja juga kecil bila dibanding dengan amplitudo yang ada saat resonansi.

Metode Elastic Half-Space menggunakan pendekatan teori elastisitas, terlihat lebih rasional tetapi lebih rumit. Dalam pemakaiannya untuk efek penanaman, kerusakan tanah yang terjadi akibat penggalian dan penimbunan, banyak massa tanah yang turut menyebabkan getaran dan ketidaklinearan dari tanah akan membuat perhitungan makin rumit.Pada teori ini pondasi dianggap homogen isotropik. Teori ini hanya untuk amplitudo yang kecil.

Metode Lumped Parameter System merupakan hasil penelitian dan pengembangan dari metode

Elastic Half-Space, dimana untuk mendapatkan

harga suatu parameter dengan mengunakan cara atau rumus dari teori Elastic Half-Space. Teori Lumped

Parameter System adalah sistem yang digunakan

untuk memperkaku blok pondasi dengan menggunakan massa, pegas, dan dashpot. Sistem ini menerapkan semua komponen massa, pegas, dan redaman. Metode ini dikembangkan oleh Lysmer dan Richart (1966) yang bersumber dari ” Dynamic Boussinesq Problems”. Metode ini dikembangkan untuk pondasi lingkaran dengan radius r0

 Pegas / spring dengan harga kekakuan ”k”, .dimana pondasi berada diatas tanah (tidak tertanam). Dalam teori Lumped Parameter System, respon dinamis tanah terhadap pondasi dan beban dinamis dapat dimodelkan sebagai:

(5)

5

koefisien damping ”c”.

Model pegas dan damping tersebut bisa untuk memodelkan baik respons vertikal, horisontal, torsi, maupun rocking. Berikut adalah pemodelan sistem pondasi mesin dan tanah pada metode Lumped Parameter System:

Gambar 2.5 Model Lumped

Parameter System

(Sumber: Wood 1997) 2.2 Teori Getaran

Berbicara mengenai pondasi mesin yang merupakan bagian dari pondasi beban dinamis maka tidak lepas dari teori mengenai getaran harmonik. Getaran harmonik didefinisikan sebagai perpindahan bolak balik suatu titik didalam suatu garis sedemikian rupa sehingga percepatan dari titik tersebut proporsional terhadap jarak dari suatu posisi setimbang dan selalu mengarah menuju posisi setimbang tersebut (Bowles, 1977). Hal ini digambarkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.6 Kurva getaran harmonik

(Sumber:Bowles,1977) Jika suatu sistem massa-pegas digetarkan oleh suatu gaya external sehingga

mengalami getaran harmonik, kemudian gaya external tersebut dihilangkan maka sistem akan bergetar secara harmonik terus menerus dengan amplitudo dan frekuensi getaran yang sama. Getaran tersebut akan berkurang sedikit demi sedikit yang pada akhirnya akan berhenti jika pada sistem tersebut terdapat peredam yang berfungsi sebagai pereduksi getaran.

A. Getaran Bebas (Transient)

Getaran bebas atau transient vibration adalah getaran tanpa gaya eksternal. Jika terdapat unsur peredam pada getaran ini, maka getaran akan hilang perlahan-lahan seiring dengan berjalannya waktu. Pernyataan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.7 Pemodelan sistem massa, pegas, redaman

(Sumber: Arya,1979)

Pada pemodelan diatas W adalah berat total dari system yang bergetar, k adalah koefisien pegas sedangkan c adalah koefisien peredaman atau damping. Akibat berat W pegas mengalami peregangan sebesar

δ

st= W/k. Pada awalnya system berada pada posisi statis dengan berat W diimbangi dengan gaya pegas k

δ

st, kemudian system digetarkan dan bergetar bebas dengan amplitudo ±y. Pada getaran ini maka akan timbul gaya-gaya yang bekerja pada sistem yaitu reaksi pegas k

(

yst

)

, reaksi peredam cy dan gaya inersia m y. Dengan menjumlahkan gaya-gaya ini maka didapat persamaan

(

y

)

W k y c y m+ + +δst = (2-1)

karena kδst= W maka persamaan menjadi 0 = + +cy ky y m  (2-2)

(6)

6

jika dimisalkan y=est dimana s adalah

konstan dan t adalah variabel waktu sehingga y =sest dan y=s2estmaka persamaan menjadi 0 2 =      + + st e m k m c s s (2-3)

karena est selalu lebih besar dari 0, maka 0 ) ( ) ( 2 + + = m k s m c s (2-4)

yang merupakan persamaan kuadrat dalam s dengan akar-akarnya 2 ) ( 4 ) ( ) ( 2 2 , 1 m k m c m c s − ± − = (2-4)

(

( )

)

      ±       = c c km m 4 2 1 2 Critical damping (cc

( )

(

c2 −4km

)

) terjadi bila : = 0 atau c=2 km. misal : c c c

D= didefinisikan sebagai damping ratio sehingga km c D 2 = dan c=2D km maka ) 1 ( 2 2 , 1 = −D± Ds ωn (2-5)

dimana ωn = frekuensi natural tanpa

redaman =

m k

sedangkan frekuensi natural

teredam dirumuskan dengan

2

1 D

n

nd =ω −

ω .

Dari persamaan (2-1) terlihat bahwa getaran sangat dipengaruhi oleh kondisi redamannya. Hal ini menyebabkan setiap getaran memiliki satu dari tiga kondisi sebagai berikut:

1. Kondisi kritis (D=1) yaitu kondisi dimana getaran cepat berhenti. Kondisi ini terjadi bila c2

2. Kondisi underdamped

(D<1) yaitu kondisi dimana masih ada getaran untuk selang waktu

= 4km.

tertentu. Kondisi ini terjadi bila c2

3. Kondisi overdamped (D>1) yaitu kondisi dimana tidak terjadi getaran. Kondisi ini terjadi bila c

< 4km.

2

Ilustrasi dari ketiga kondisi tersebut digambarkan sebagai berikut:

> 4km.

Gambar 2.8 Getaran bebas dengan viscous

damping

(Sumber: Richart and Wood,1970) Kondisi yang ideal untuk pondasi mesin adalah D=1 tetapi dalam kenyataannya semua pondasi mesin memiliki D<1.

B. Getaran Dengan Gaya Penggerak (Forced

Vibration)

Forced vibration adalah getaran dengan

gaya eksternal yang bekerja pada sistem. Getaran pada pondasi mesin merupakan forced

vibration. Karena terdapat gaya eksternal yang

bekerja maka persamaan (2-2) menjadi

t F ky y c y m+ + = 0sinω (2-6)

dimana

ω

adalah frekuensi kerja dari gaya. Jika dimisalkan:

(

ω −ϕ

)

=

(

+ω −ϕ

)

=y t y t y osin osin0o maka,

(

ω ϕ

)

ω

(

ω ϕ

)

ω − = + − =y t y t y o o 0 90 sin cos 

(

ω ϕ

)

ω

(

ω ϕ

)

ω − =+ + − − = y t y t y o o 0 2 2 180 sin sin  

Persamaan diatas jika digambarkan dalam bentuk vector maka akan seperti di bawah ini:

(7)

7

Gambar 2.9 Diagram vektor dari gaya,

massa, pegas dan redaman Dari gambar diatas terlihat bahwa

(

ω

)

2

(

ω2

)

o o o O cy ky my F = + − (2-7) 2 2 2 0 0 1       − +       = k m k c ky F ω ω

sehingga amplitudo dinamis (yo

( )

2

(

2

)

2 0 0 ω ω k m c F y − + = ) dirumuskan dengan (2-8)

jika amplitudo dinamis dibagi dengan ampliudo statis maka didapat pembesaran dinamis M M = statis dinamis ∆ ∆ = 2 2 2 1 1 /       − +       = k m k c k F y o o ω ω (2-9)

Misalkan r = ratio frequensi, dimana r = n ω ω maka r2 2 2 n ω ω = = m k / 2 ω = k mω2 k cω = 2 n c c m c c c ω ω ⋅ = 2 n c m D c ω ω = 2 2 n m D km ω ω sedangkan n ω = m k = 2 m km = km m 1 sehingga km = n mω maka k cω = 2 2 n n m D m ω ω ω = 2Dr. sehingga pembesaran dinamis M =

(

)

2

(

2

)

2 1 2 1 r Dr + − (2-10)

Persamaan 2-10 versus r digambarkan dalam grafik berikut

Gambar 2.10 Plot pembesaran dinamis N=xok/Fo

ω

vs. frequensi ratio r untuk getaran vertikal konstan

(Sumber: Thomson, 1981)

Kondisi puncak pada grafik diatas adalah kondisi resonansi yaitu apabila =ωn. Dalam suatu persamaan dengan sumbu koordinat x dan y, harga ymax

x y

d d

akan diperoleh jika = 0

0 / =       dr k F x d o o

diperoleh harga r agar

k F x o o / maksimum yaitu : 0 2 1 2 2 2 = − − D n ω ω atau

(

D

)

r n = − = 2 2 1 ω ω

ky

o

m

ω2

y

o

c

ω2

y

o

Fo

R

(8)

8

2 2 1 D n res =ω − ω (2-11)

Jika gaya getar pada persamaan (2-6) berupa moment yang berasal dari massa eksentris yang berputar dengan frekuensiω(rotating unbalanced) sehingga F0= meω 2 t me ky y c y m+ + = ω2sinω

, maka persamaan 2-6 menjadi

(2-12)

Sedangkan amplitudo dinamisnya menjadi yo

(

)

2

(

2

)

2 2 1 2 / r Dr k me − + ω = (2-13)

sehingga pembesaran dinamisnya

k me yo / 2 ω =

(

)

2

(

2

)

2 1 2 1 r Dr + − atau me Myo =

(

)

2

(

2

)

2 2 1 2Dr r r − + (2-14)

dimana M adalah massa total dari sistem. Persamaan 2-14 versus r digambarkan pada grafik berikut:

Gambar 2.11 Plot Mxo

C. Transmissibility Factor

/me vs. frequensi ratio r untuk rotating unbalance

(Sumber: Thomson, 1981)

Transmissibility factor (Tr )

adalah rasio antara besarnya gaya dinamis dari mesin yang disalurkan ke bangunan bawah dengan gaya dinamis dari mesin. Besarnya gaya yang disalurkan ke bangunan bawah (FT)

merupakan penjumlahan dari besarnya

gaya yang melalui pegas dan gaya yang melalui redaman.

Gaya melalui pegas = k .y

ω

0

Gaya melalui redaman = c . .y0

karena fektor dari gaya yang melalui pegas dan redaman saling tegak lurus, maka FT

( ) (

2

)

2 o o T ky c y F = + ω dirumuskan dengan: (2-15) atau 2 1       + = k c ky FT o ω sebelumnya untuk F0 2 2 2 1       +       − = k c k m ky Fo o ω ω konstan, maka Tr o T F F = = 2 2 2 2 1 1       +       −       + k c k m ky k c ky o o ω ω ω Dengan mensubtitusikan k cω = 2Dr dan k mω2 = r2 maka diperoleh Tr

(

)

(

2

)

(

)

2 2 2 1 2 1 Dr r Dr + − + = (2-16)

Untuk rotating unbalanced tranmissibility dirumuskan dengan Tr

(

)

(

2

)

(

)

2 2 2 2 1 2 1 Dr r Dr r + − + = = r2 Tr (2-17)

Dengan menganggap D=0 maka nilai r untuk Tr=1 bisa diperoleh Tr

(

2

)

1 0 0 1 r − + + = 1 = =

(

2

)

1 1 r − ± Ada dua kemungkinan

bila dipilih tanda + maka 1 =

(

2

)

1

1

r

− , didapat r=0

bila dipilih tanda - maka 1 =

(

2

)

1 1 r − − , didapat r= 2

untuk nilai r= 2 pada rotating unbalanced didapat Tr=2

Plot transmissibility factor dalam bentuk grafik seperti berikut:

(9)

9

Gambar 2.12 Transmissibility factor vs

frequency ratio untuk beberapa damping

factor untuk constant force (Sumber: Arya,1979)

Gambar 2.13 Transmissibility factor vs

frequency ratio untuk beberapa damping factor

untuk Rotating Unbalanced (Sumber: Arya,1979)

Dari grafik tersebut terlihat bahwa semua kurva melalui r= 2 . Pada constant force ketika r lebih besar dari 2 semua kurva mendekati sumbu x secara asimtot. Semakin besar frekuensi rasio maka semakin baik dalam mengisolasi gaya getar.

2.3 Persyaratan Pondasi Mesin

Agar mesin yang ditopang bisa berfungsi sebagai mana mestinya dan getarannya tidak membahayakan maka setiap pondasi mesin harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut (Prakash,1981)

Untuk beban statis :

1. Mampu menahan atau memikul beban statis yang ditimbulkan oleh mesin tanpa menyebabkan keruntuhan geser atau keruntuhan total.

(10)

10

2. Penurunan pondasi akibat beban

harus berada dalam batas-batas yang diijinkan.

Untuk beban dinamis :

1. Tidak boleh terjadi resonansi, yaitu frekuensi natural sistem tanah-pondasi-mesin tidak boleh sama dengan frekuensi operasi mesin.

2. Amplitudo pada frekuensi operasi tidak boleh melebihi amplitudo batas yang umumnya ditentukan oleh pembuat mesin tersebut.

3. Bagian-bagian mesin yang bergerak atau bergetar harus sedapat mungkin setimbang

untuk mengurangi ketidakseimbangan dari

gaya-gaya dan momen.

4. Getaran yang terjadi tidak boleh mengganggu orang-orang yang bekerja atau merusak mesin-mesin lainnya.

Kegagalan pondasi mesin terjadi ketika getaran telah melampaui batas yang telah ditentukan. Batasan pondasi mesin biasanya merujuk pada amplitudo dan kecepatan dari getaran pada operasi kerja mesin. Berikut adalah grafik yang berisi batasan-batasan amplitudo pada pondasi mesin.

Gambar 2.14 Batasan amplitudo vertikal (Sumber:Richart, 1962)

Batasan amplitudo vertikal: maksimal masuk zona “Troublesome to Persons”

(11)

11

Gambar 2.15 Batasan percepatan amplitudo

(Sumber: Blake, 1964)

Batasan percepatan amplitudo: maksimal masuk zona B

Kecepatan amplitudo dirumuskan dengan v=2

π

f(cps)xA. Sedangkan percepatan amplitudo a=4

π

2f2xA.

Gambar 2.16 Respon spektrum untuk limit getaran (Sumber: Richart, 1962)

Karena tingkat kepentingan dari setiap mesin berbeda-beda maka diperlukan angka keamanan untuk menjaga keberlangsungan dari mesin dan pondasinya. Istilah angka keamanan dalam pondasi mesin lebih dikenal dengan sebutan service faktor. Penggunaan angka keamanan ini dengan cara mengalikannya dengan amplitudo dan hasilnya digunakan untuk pembacaan pada grafik sebagai amplitudo.

Tabel 2.1

Kriteria kecepatan amplitudo

(12)

12

Tabel 2.2

Service Factor

(Sumber: After Blake,1964) Pondasi mesin yang telah direncanakan harus sesuai dengan kriteria-kriteria atau batasan-batasan sehingga pondasi tersebut dianggap layak dan efisien, yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.3

Kriteria Cek Keamanan Pondasi Mesin

Item Kriteria

Daya dukung statis 50% σ ijin

Daya dukung statis + dinamis 75% σ ijin

Amplitudo vertikal < Troublesome (gambar 2.14) Amplitudo horizontal Masuk A atau B (gambar 2.15) Pembesaran dinamis vertikal < 1.5

Kecepatan Amplitudo < Good (tabel 2.1)

Frekuensi operasi ± 20% Dari frek. resonansi

Resonansi

(Sumber: Sidharta, Ananta S., 2009) 2.4 Peredam Getaran (Vibration

Isolator)

Pada generator set, bagian mesin dan altenator harus terisolasi dari struktur pendukung dibawahnya. Hal ini di sebabkan karena mesin dan altenator menghasilkan getaran yang dapat merusak struktur pendukung dibawahnya. Oleh karena itu, dibutuhkan komponen peredam getaran yang memiliki redaman cukup untuk meredam getaran dan membatasi gaya yang ditransmisikan pada struktur pondasi. Dalam hal ini, peredam getaran berbahan karet jenis

neoprene merupakan material yang

memenuhi hal tersebut dan sering digunakan untuk mengisolasi getaran pada generator set.

2.4.1 Karet Peredam Getaran

Peredam getaran berbahan karet jenis

neoprene umum digunakan pada generator set,

komponen peredam getaran ini terdiri dari lapisan yang fleksibel yang dirancang untuk meredam getaran yang ditimbulkan genarator set. Berikut akan disajikan bentuk karet peredam getaran dan perbadingan peredam getaran berbahan karet

neoprene dengan bahan karet lainnya dapat dilihat

pada lampiran tabel 1.

Gambar 2.17 Karet Peredam Getaran 2.5 Perhitungan Struktur Beton Bertulang

Perhitungan elemen-elemen struktur yang berupa struktur beton bertulang dilakukan berdasarkan SNI 03-2847-2002 Metode Alternatif (Pasal 25) di mana perhitungan direncanakan berdasarkan beban kerja (tanpa faktor beban), atau dengan kata lain, bahwa faktor beban dan faktor reduksi kekuatan harus diambil = 1,0. Khusus untuk komponen struktur lentur, harus memenuhi ketentuan untuk kontrol retak akibat lendutan yang terdapat dalam Pasal 11.5 dan 12.4 – 12.7 dari SNI 03-2847-2002 tersebut. Ada dua tipe penulangan yang utama yaitu penulangan lentur dan penulangan geser sebagai berikut :

2.5.1 Penulangan Lentur

Kebutuhan tulangan tarik untuk menahan lentur, As, pada dasarnya dihitung sebagai berikut :

As = ρperlu × b × d

 Di mana : ρperlu = rasio luas tulangan tarik yang dibutuhkan

b = lebar dari elemen struktur d = tinggi efektif dari elemen struktur

= D (tinggi total) – decking – φ tul. sengkang – ½ φ tul. lentur

(13)

13

Adapun penentuan rasio luas tulangan tarik

yang dibutuhkan (ρperlu) adalah sebagai berikut : n = Ec Es (2-18) m =

fc

fs

×

85

,

0

(2-19) ρbalance       + × fs 600 600 fc fs = (2-20) ρ max = 0,75 x ρbalance (2-21) ρ min fs 4 , 1 = (2-22) Rn = 2

d

b

M

×

(2-23) ρperlu





×

×

fs

Rn

m

m

2

1

1

1

= (2-24) ρ min ≤ ρ ≤ ρ max

Khusus untuk struktur yang luas dan masif, dapat dicoba : ρ alt = 1,3×ρperlu

c f '

(SNI-03-2847 Ps. 12.5.3).

 Di mana : Es = modulus elastisitas tulangan baja non prategang

= 200.000 Mpa (SNI

03-2827-2002 Ps.10.5.2)

Ec = modulus elastisitas beton normal

= 4.700 Mpa (SNI

03-2847-2002 Ps.10.5.1)

fc’ = mutu beton berdasarkan benda uji silinder (Mpa) fc = tegangan ijin dari beton

dalam kondisi lentur = 0,45 f’c (SNI

03-2847-2002 Ps. 25.3.1)

fy = kuat leleh dari baja tulangan (Mpa)

fs = tegangan tarik yang diperbolehkan tergantung mutu baja,

untuk tulangan mutu 300 atau mutu 350

 fs = 140 Mpa;

untuk tulangan mutu 400 atau lebih dan wire mesh

 fs = 170 Mpa. (SNI

03-2847-2002 Ps. 25.3.2)

M = Momen lentur akibat beban kerja

Sedangkan kebutuhan luas tulangan tekan(As’) untuk komponen lentur dapat diambil sama dengan luas tulangan tarik atau setidaknya 50 % dari luas tulangan tarik (As’ = 50% As).

2.5.2 Penulangan Geser

Untuk struktur balok, pelat satu arah, maupun pondasi telapak, di mana geser hanya dipikul oleh beton saja, maka tegangan geser rencana (v) harus dihitung dengan : v = D B V w × (SNI 03-2847-2002 Ps. 25)

 Di mana : V = gaya geser akibat beban kerja yang terjadi pada struktur. Bw ' fc 11 1

= lebar badan dari elemen struktur.

D = tinggi total elemen struktur.

Adapun tegangan geser ijin, Vc = . Apabila v > 0.5 Vc, maka perlu dipasang tulangan geser minimum dengan luas, Av

dihitung dengan : Av fy S b c f w× × 1200 ' 75 = (SNI 03-2847-2002 Ps. 25.7.5.4c.). S = w

b

c

f

fy

Av

×

×

×

'

75

1200

tetapi Av

fy

S

B

w

×

×

3

1

tidak boleh kurang dari , dengan Bw

(

v Vc

)

B fs Av × − ×

dan S (jarak antar tulangan geser) dalam millimeter.

Apabila v > Vc, maka jarak antar tulangan geser yang tegak lurus sumbu komponen struktur diambil sebesar :

S ≤

(SNI 03-2847-2002 Ps. 25.7.5.6b).

(14)

14

OK NOT OK

BAB III

METODOLOGI

BAB IV

PERENCANAAN PONDASI MESIN

4.1 Data Perencanaan

Perencanaan perhitungan pondasi mesin yang baik memerlukan data-data penunjang yang digunakan untuk mengetauhi sifat-siat pembebanan pada pondasi mesin. Data-data penunjang tersebut antara lain adalah data mesin, data tanah, serta data-data lain yang menunjang untuk

membantu penyelesaian perhitungan. Adapun data yang digunakan penyelesaian perhitungan pondasi mesin ini adalah sebagai berikut:

1. Data Mesin Generator Set

Data mesin generator set untuk pedoman perencanaan yang diperoleh dari spesifikasi produk yang dikeluarkan oleh pabrik asal mesin. Adapun data-datanya adalah sebagai berikut:

Data Mesin Generator Set Model mesin : Mitshubishi S6K Bahan bakar : Solar (diesel)

Type : 4 cycle, water cooled Jumlah silinder : 6 silinder

Dimensi (mm) : 2041 x 824 x 1247 Berat kosong mesin : 1.100 kg Engine speed : 1500 rpm Engine output : 84,5 HP

Data Altenator

Model generator : UCI 224 F Berat total altenator : 467,69 kg Speed Operation : 1500 rpm

Frequency : 50/60 Hz Daya max : 88.8 KVA /

71.0 KW

2. Data Rencana Konstruksi Pondasi Mesin Pondasi Mesin direncanakan menggunakan konstruksi beton bertulang. Adapun rencana kekuatan konstruksi beton yang digunakan adalah sebagai berikut:

a) Kekuatan beton karakteristik (fc’) =30 Mpa b) Kekuatan leleh baja (fy) = 400 Mpa c) γbeton = 2400 kg/m³

= 2,4 ton/m³

4.2 Perencanaan Pondasi Mesin Tipe Blok

Berikut ini adalah rencana awal bentuk pondasi mesin tipe blok yang akan digunakan untuk menopang mesin generator set:

Start

Studi Literatur

 Metode Lumped Parameter System  Desain dan Persyaratan Pondasi Mesin

Pengumpulan Data  Data Tanah

 Data Mesin

 Data Karet Vibration isolator

Perencanaan Pondasi Mesin

Cek Syarat keamanan

Perhitungan dan Analisa pengaruh karet

vibration isolator

Analisa Hasil Perencanaan

(15)

15

Gambar 4.1 Rencana Bentuk Pondasi

Mesin Tipe Blok (Tampak Samping)

Gambar 4.2 Rencana Bentuk Pondasi Mesin

Tipe Blok (Tampak Depan)

4.2.1 Analisa Rencana Dimensi Pondasi Mesin Tipe Blok

Pada perhitungan ini akan dicari tebal pondasi mesin, kedalaman tanam pondasi mesin, besar amplitudo maksimum yang terjadi pada pondasi mesin, serta cek keamanan. Perhitungan dilakukan dengan sistem trial and error dengan dimensi awal pondasi ditetapkan panjang pondasi 2,5 meter dan lebar pondasi 2 meter, adapun contoh perhitungan secara manual disajikan seperti berikut:

Gambar 4.3 Sketsa Pondasi Mesin

a) Berat dan Massa

Dicoba tebal pondasi (h) = 0,2 m

Titik berat total:

m cm x=100 =1,0 m cm y=125 =1,25 z =31,8344cm=0,318344m Berat Pondasi = 2,4 ton Berat mesin = 1,56769 ton Berat total = 3,96769 ton Massa total = 0,404739 ton Luas dasar pondasi = 5 m²

b) Parameter Tanah

Parameter tanah dimana pondasi berada adalah sebagai berikut:

• Berat jenis tanah, γt = 1,9 t/m³ • Modulus geser tanah, G = 5000 t/m² • Poisson ratio, v = 0,33

c) Gaya Dinamis

Rotor pada mesin berputar terhadap sumbu y sehingga menghasilkan gaya dinamis arah sumbu x dan z sebesar F0 = meω

α

2

dimana m adalah massa rotor. m = 337 kg = 0,337 t

e = eksentrisitas dari rotor, didapat dari perumusan oleh American Petroleum Institute Standard for

Centrifugal Compressors (API Standard)

e (mil) = 12000/rpm < 1.0 mil e = 1.0

12000

/

1500

= 2,828 mil > 1 (diambil 1 mil)

= 1 x 0,001 x 0,0254

= 2,54x10

-5 ω

m

= 1500 rpm = 157,08 rad/sec Fo = 0,337 x 2,54x10-5 x 157,082 = 0,211 t

Gaya horizontal Fo bekerja tidak pada titik berat

total melainkan diatasnya yaitu pada titik berat mesin setinggi ez = h rotasi = 45,3 cm = 0,453 m.

sehingga timbul momen yang bekerja terhadap sumbu y sebesar:

My = Fo.(tebal pondasi + ez – z)

d) Perhitungan Besar Amplitudo Akibat Getaran Vertikal

Gambar

Gambar 2.1 Pondasi Mesin Tipe Mat  Slab
Gambar 2.4 Derajat kebebasan pondasi  mesin tipe blok
Gambar 2.5 Model Lumped  Parameter System
Ilustrasi dari ketiga kondisi tersebut  digambarkan sebagai berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait