• Tidak ada hasil yang ditemukan

corrective revision atau upaya revisi atas suatu ketentuan yang telah mendapat BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "corrective revision atau upaya revisi atas suatu ketentuan yang telah mendapat BAB IV"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISIS IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP PELUANG KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA LEGISLATIF

DALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA ISLAM

A. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Peluang Keterwakilan perempuan di Lembaga Legislatif

Dibalik pembatalan suatu produk legislasi baik secara sebagian atau keseluruhan tentu dapat menimbulkan berbagai implikasi. Setidaknya terdapat tiga implikasi jika hal tersebut dilakukan, yakni implikasi yuridis, implikasi politis, dan implikasi sosiocultural. Pembatalan pasal 214 UU 10/2008 selain menyebabkan berubahnya mekanisme pemilihan umum anggota legislatif, juga berimplikasi tehadap tiga aspek tersebut.

Pada dasarnya setelah pembatalan secara sebagian atau keseluruhan dari suatu ketentuan yang dianggap bermasalah atas suatu undang-undang, maka akan timbul peluang baru yang terjadi pada tahap berikutnya, yakni tahap

corrective revision atau upaya revisi atas suatu ketentuan yang telah mendapat koreksi .102 Revisi yang dilakukan terhadap UU 10/2008 setelah pembatalan pasal 214 beberapa saat menjelang pemilu legislatif lalu ternyata menyisakan

102 Syahrizal, Ahmad, Peradilan Konstitusi: suatu studi tentang ajudikasi konstitusional sebagai

(2)

masalah yuridis terkait implementasi kebijakan affirmative action yang terkandung di dalamya.

Implementasi kebijakan affirmative action yang diatur secara koheren dalam pasal 53, 55, dan 214 UU 10/2008 harus terpatahkan karena pasal 214 yang berperan sebagai faktor penentu regulasi tersebut dianggap inkonstitusional dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah. Walaupun di dalam putusanya Mahkamah tidak secara langsung membatalkan pasal 55, namun secara substansial ruh pasal 55 ini tidak berlaku lagi.

Meskipun demikian secara yuridis keberadaan pasal 55 ini juga tidak dapat dinyatakan batal dengan sendirinya. Hans Kelsen menyatakan bahwa suatu norma hukum tidak dapat dinyatakan batal dengan sendirinya kecuali jika norma tersebut dibatalkan oleh lembaga yang berwenang (Mahkamah Konstitusi), lebih lengkap pernyataan Hans Kelsen tersebut adalah sebagai berikut:

Norma hukum selalu valid, norma hukum ini tidak bisa batal(null), tetapi dapat dibatalkan (annulabble). Tatanan hukum dapat memberi wewenang kepada organ tertentu untuk menyatakan batalnya (tidak berlakunya) suatu norma, itu berarti untuk membatalkan norma tersebut dengan kekuatan berlaku surut, sehingga akibat-akibat hukum yang sebelumnya telah ditimbulkan oleh norma tersebut dapat dihapuskan karenanya. Ini biasanya dicirikan dengan pernyataan bahwa norma itu tidak berlaku secara ab initio atau telah dinyatakan batal dan tidak berlaku. Namun demikian penyataan yang dimaksud tidak mempunyai karakter deklaratif, tetapi karakter konstitutif. Tanpa pernyataan dari organ yang kompeten ini norma tersebut tidak dapat dianggap tidak berlaku.103

(3)

Dengan demikian walaupun secara yuridis pasal 55 UU 10/2008 masih berlaku, namun secara esensial keberadaan pasal tersebut tidak memiliki pengaruh apapun, terlebih berkaitan dengan implementasi kebijakan affirmative action yang terkandung di dalamnya.

Tentu saja apa yang terjadi pada kebijakan affirmative action ini secara signifikan juga berpengaruh terhadap upaya peningkatan keterwakilan perempuan di Indonesia. Sebab sejak awal regulasi kebijakan affirmative action memang dimaksudkan untuk memperbesar akses perempuan masuk kedalam lembaga legislatif. Jika pada saat ini akses tersebut tereliminir akibat adanya putusan mahkamah Konstitusi, maka pada hakikatnya secara otomatis peluang keterwakilan perempuan di lembaga legislatif juga semakin kecil.

Hal ini secara politis tentu berakibat buruk bagi laju perempuan untuk turut berpartisipasi di dalam memenangkan persaingan memperebutkan suara pada pemilihan umum. Model pemilihan langsung dengan mekanisme penetapan anggota DPR dan DPRD melalui suara terbanyak membuat perempuan menemui hambatan-hambatan yang cukip berat. Nilai dan budaya patriarkhi yang masih mengakar di Indonesia jelas akan mempersulit laju perempuan untuk bertarung memperebutkan kursi di lembaga legislatif. Karena pandangan masyarakat yang masih under estimate terhadap perempuan akan menyulitkan perempuan untuk menaikkan nilai jual mereka sebagai wakil yang dipercaya oleh masyarakat.104

(4)

Kualitas ekonomi perempuan yang relatif lebih rendah dibanding laki-laki juga dipastikan akan menjadi masalah yang serius ketika mereka harus sama-sama bertarung di dalam kompetisi terbuka dalam sistem suara terbanyak. Sebab lemahnya sumber dana celeg permpuan akan berimplikasi pada rendahnya kemampuan untuk memperkuat infrastruktur mereka pada saat pencalonan. Sedangkan model pemilihan dengan suara terbanyak jelas memakan banyak biaya, misalnya biaya konsolidasi tim sukses mereka, biaya transport untuk mengunjungi konstituen mereka secara langsung di daerah-daerah, biaya media promosi diri mereka seperti cetak stiker, baliho, souvenir-souvenir untuk menarik minat masyarakat dan lain sebagainya.105

Selain itu harus diakui bahwa akses perempuan untuk memperoleh pendidikan politik masih sangat terbatas. Sehingga perempuan harus bekerja ekstra keras untuk menghadapi saingan-saingan politiknya yang lebih berpengalaman dalam berbagai hal menyangkut persiapan pemilu. Misalnya tentang stategi berkampanye, tentang bagaimana membangun argumentasi politik, melakukan lobi-lobi politik dan sebagainya.106

Berbagai realitas diatas menunjukkan bahwa proses pemilihan anggota legislatif dengan mekanisme penetapan melalui suara tebanyak sangat tidak menguntungkan perempuan. Pada pemilu legislatif 2009 lalu mereka harus bekerja ektra keras untuk memperoleh kedudukan di lembaga legislatif. Data

105 ibid 106 Ibid

(5)

yang diperoleh dari KPU menunjukkan bahwa jumlah caleg perempuan ynag lolos ke senayan adalah 110 orang, atau sekitar 18,03 persen dari total 560 orang.107 Jumlah tersebut meningkat tipis dari hasil pemilu legislatif tahun 2004, namun masih relatif kecil dan jauh dari target 30% yang diinginkan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa keterwkilan perempuan di lembaga legislatif merupakan hal yang sangat penting. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan diharapkan lebih mampu mengakomodir kepentingan perempuan jika proporsi keterwakilan permpuan di lembaga legislatif berada di level yang seimbang dengan jumlah perempuan yang lebih dari separuh penduduk Indonesia. Nyatanya angka critical mass (30%) hingga saat ini belum dapat dicapai, bahkan semakin diperparah dengan hilangnya regulasi affirmative action akibat pembatalan pasal 214 UU 10/2008 melalui putusan mahkamah konstitusi.

Hal serius dari kenyataan ini yang perlu juga diperhatikan adalah implikasinya terhadap perkembangan sosiocultural masyarakat. Jika pada beberapa saat lalu perjuangan pengarustamaan gender dianggap mendapatkan angin segar dengan diterapkanya kebijakan affirmative action pada undang-undang pemilu untuk pertama kalinya di tahun 2003.108 Maka kini kedaan menjadi berbalik dan kembali mengalami kemunduran sebab langkah strategis

107 KPU Umumkan 101 Caleg Yang Lolos Ke Senayan, http://www.itcwomen.com, Diakses 15

juli 2009,14.52 Wib

(6)

yang terkandung dalam undang-undang pemilu secara dramatis harus tereliminir akibat adanya putusan Mahkamah Konstitusi.

Tentu saja realitas ini dengan mudah mematahkan perjuangan kaum perempuan untuk melawan budaya patriarkhi yang masih sangat kental di Indonesia. Terlebih, pandangan masyarakat yang masih negatif terhadap kemampuan politik perempuan akan makin sulit untuk dibantah jika kenyataan partisipasi politik perempuan tetap barada di level kecil. Maka, tentu saja masyarakat akan tetap beranggapan bahwa kehidupan politik merupakan wilayah laki-laki dan perempuan tidak akan bisa bertahan di dalamnya.

Jika tidak segara dilakukan tindakan untuk menyelamatkan kebijakan affirmative action, maka di masa-masa mendatang peluang keterwakilan perempuan di lembaga legislatif terancam semakin kecil. Keseluruhan implikasi baik yuridis, politis, maupun sosiocultural dari adanya putusan ini mengarah kepada semakin kecilnya peluang keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.

B. Analisis Hukum Tata Negara Islam Atas Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Peluang Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Pada hakikatnya di dalam lembaga legislatif terkandung dua prinsip dasar yang melandasi keberadaanya. Kedua prinsip tersebut adalah prinsip musyawarah dan amar ma’ru>f nahiy munkar. Prinsip musyawarah dalam lembaga legislatif tercermin pada saat lembaga ini menjalankan fungsinya sebagai

(7)

penentu kebijakan publik (pembuat undang-undang). Seluruh elemen masyarakat dilibatkan dalam proses ini melalui perwakilan-perwakilan yang dipercaya dengan standar dan persyaratan tertentu. Jika menilik asal didirikanya lembaga ini kita juga akan menemukan bahwa latar belakang sejarah pembantukanya dilandaskan pada praktek musyawarah yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat, khususnya pada proses pemilihan Abu Bakr sebagai khalifah.109

Sedangkan prinsip amar ma’ru>f nahiy munkar termanifestasi ketika lembaga ini menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah. Fungsi pengawasan yang dimaksud mencakup kewenangan untuk melakukan pengawasan atas kewenangan legislatif (Khalifah) sebagai bentuk pengawasan yang di lakukan oleh rakyat kepada pemerintah110 Kewenangan tersebut jika dianalisis dengan seksama maka akan mengacu pada terminology amar ma’ru>f nahi munkar. Pada hakikatnya mengawasi apa yang dijalankan oleh pemerintah bertujuan untuk mencegah hal-hal buruk yang mungkin bisa terjadi. Pengawasan juga bisa berperan sebagai penyeimbang sehingga tidak terjadi otoritas pemerintah yang berlebihan.

Allah SWT telah menyerukan musyawarah kepada hambaNya untuk menyelesaikan segala urusan dan permasalahan yang dihadapi. Firman Allah tersebut tertuang dalam surat as-Syu>ra ayat 38 yang berbunyi:111

109 Mawardi,al, Al- Ahkam Al-Shultthoniyah, h.5 110 Khaliq, Fikih Politik Islam, h.80

(8)

tÏ%©!$#uρ

(#θç/$yftGó™$#

öΝÍκÍh5tÏ9

(#θãΒ$s%r&uρ

nο4θn=¢Á9$#

öΝèδãøΒr&uρ

3“u‘θä©

öΝæηuΖ÷t/

$£ϑÏΒuρ

öΝßγ≈uΖø%y—u‘

tβθà)ÏΖãƒ

∩⊂∇∪

Artinya:

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.”

Sedangkan amar ma’ru>f nahiy munkar dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat at-Tawbah ayat 71 yang berbunyi:112

tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$#uρ

àM≈oΨÏΒ÷σßϑø9$#uρ

öΝßγàÒ÷èt/

â!$uŠÏ9÷ρr&

<Ù÷èt/

4

šχρâß∆ù'tƒ

Å∃ρã÷èyϑø9$$Î/

tβöθyγ÷Ζtƒuρ

Çtã

Ìs3Ζßϑø9$#

šχθßϑŠÉ)ãƒuρ

nο4θn=¢Á9$#

šχθè?÷σãƒuρ

nο4θx.¨“9$#

šχθãèŠÏÜãƒuρ

©!$#

ÿ…ã&s!θß™u‘uρ

4

y7Íׯ≈s9'ρé&

ãΝßγçΗxq÷zy™

ª!$#

3

¨βÎ)

©!$#

͕tã

ÒΟŠÅ3ym

∩∠⊇∪

Artinya:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

112 Ibid, h.291

(9)

Hal menarik dari kedua prinsip tersebut adalah keduanya sama-sama diserukan kepada hambanya secara umum. Allah SWT tidak membedakan sasaran seruan-Nya apakah ia laki-laki atau perempuan. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kedua prinsip tersebut merupakan kewajiban bagi umat Islam baik laki-laki maupun perempuan.113

Perempuan sebagai bagian dari elemen masyarakat tentu memiliki kewajiban untuk turut serta memberikan kontribusinya bagi kesejahteraan masyarakat. Kontribusi yang dapat ia berikan tentu bervariasi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Salah satu yang dapat ia lakukan sebagai warga negara adalah dengan turut serta di dalam proses pemilihan umum untuk menentukan perwakilan yang akan duduk di lembaga legislatif. Partisipasi yang dimaksud baik sebagai pihak yang memilih maupun pihak yang dipilih.

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa prinsip musyawarah dan

amar ma’ru>f nahiy munkar yang diserukan oleh Allah terkandung di dalam lembaga legislatif, maka perempuan pun memiliki hak untuk turut serta di dalam lembaga tersebut. Keadaan kaum perempuan yang semakin maju dan responsif terhadap realitas politik semakin memperbesar kompetensi mereka untuk turut serta mengambil bagian di dalamnya. 114

Keanggotaan perempuan di dalam lembaga legislatif erat kaitanya dengan berbagai kepentingan dan permasalahan khusus yang dihadapinya. Tentu

113 Syuqqah, Kebebasan Wanita, h.541 114 Ibid, h.525-526

(10)

saja kepentingan dan pemasalahan tersebut tidak dapat diserahkan begitu saja kepada pihak lain tanpa melibatkan perempuan secara langsung di dalamnya. Sebab walau bagaimanapun yang paling memahami masalah perempuan adalah perempuan itu sendiri.

Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebabkan peluang keterwakilan perempuan di lembaga legislatif semakin kecil secara otomatis akan mempengaruhi tingkat partisipasi perempuan pada lembaga tersebut. Jika keadaan di masa mendatang tidak diperbaiki dengan kembali membuka peluang bagi keterwakilan perempuan melalui pengaturan yang tepat, maka kemungkinan terburuk yang bisa terjadi adalah kepentingan perempuan terancam tidak terakomodir. Selain itu partisipasi perempuan pada lembaga tersebut juga terancam mengecil. Sehingga andil perempuan sebagai warga Negara untuk turut serta melaksanakan amar ma’ru>f nahiy munkar dan musyawarah yang diserukan oleh Allah juga semakin kecil. Hal ini jelas tidak mencerminkan konsep persamaan hak dalam Islam. Karena sesungguhnya Islam telah membut dasar-dasar sistem musyawarah yang menerapkan prinsip persamaan.115

Oleh karena itu seyogyanya pada masa-masa mendatang keterwakilan perempuan di lembaga legislatif diapresiasi dengan baik. Hal ini dilandaskan pada asas kemaslahatan bagi perempuan yang dipandang cukup jika keterlibatanya di dalam lembaga legislatif berada dalam kapasitas yang

115 Khaliq, Fikih Politik Islam,h.231

(11)

mencukupi sesuai kebutuhanya. Dan di Negara Indonesia kuota yang dianggap mencukup bagi keterwakilan perempuan adalan minimal 30%.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada dan sudah ditetapkan, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur antara bayi yang

Fungsi ceiling memiliki berbagai kegunaan yang lebih besar dibandingkan dengan unsur-unsur pembentuk ruang (space) yang lain (seperti dinding atau lantai).. 1) Pelindung kegiatan

Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan

MODEL PEMBINAAN KEBERAGAMAAN PADA SISWA SMA BINA MUDA CICALENGKA BANDUNG SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN GENERASI YANG BERAKHLAK MULIA.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Kebijakan program GERBANGKU di Kabupaten Merauke yang merupakan wilayah terpencil, tertinggal, khusus, perbatasan telah menjadi salah satu fokus dan program prioritas dalam

Perubahan budaya merupakan variasi terhadap cara-cara hidup yang telah baku. Perubahan ini dapat disebabkan oleh pengaruh geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk,

Menurut petikan yang  bertarikh 16 Mei 2010, Tun Hamdan telaha menyatakan Laporan Razak sejumlah 20 cadangan  penting di mana laporan tersebut mengutamakan bahasa Melayu

sudah terasa agak remah sejak hari ke-25. Sangat berbeda dengan kompos P3, kompos kontrol yang dibuat dengan campuran 1 Kg daun jati kering dengan air sumur ini