• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi Fitur Haralick Menggunakan Citra Mikroskop Digital Trinocular Untuk Proses Identifikasi Cacing Penyakit Kaki Gajah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekstraksi Fitur Haralick Menggunakan Citra Mikroskop Digital Trinocular Untuk Proses Identifikasi Cacing Penyakit Kaki Gajah"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikroskop Digital

Mikroskop digital umumnya merupakan mikroskop optik biasa yang dilengkapi dengan kamera digital. Mikroskop digital merupakan variasi dari mikroskop optik yang menggunakan kamera ke output berbentuk gambar digital yang dapat disambungkan ke perangkat multimedia.

2.1.1. Jenis mikroskop digital

Banyak macam atau jenis dari mikroskop digital. Mikroskop digital dibuat bervariasi dengan spesifikasi masing-masing dari perusahaan produsen mikroskop. Kebanyakan mikroskop cahaya memiliki satu lensa mata yang pada umumnya yang disebut monokuler. Terdapat juga model mikroskop stereo, yang memiliki dua lensa pandang (eyepieces) yang dikenal dengan binokuler. Teknologi mikroskop saat ini memiliki 3 lensa pandang, dua lensa untuk pengamatan mata dan satu lensa untuk pengamatan kamera yang dikenal dengan mikroskop trinokuler.

(2)

Table 2.1 Jenis-Jenis Mikroskop Digital

No Mikroskop Digital Keterangan

1. Mikroskop

Monokuler dengan Kamera Digital

Mikroskop monokuler yang terkoneksi kamera digital merupakan versi ekonomis tetapi tidak menampilkan kualitas gambar yang bagus.

2. Mikroskop

Binokuler yang Terkoneksi LCD dan kamera

Kamera digital dan LCD dapat dihubungkan dengan mikroskop. Kelebihan alat ini adalah resolusi gambar yang dihasilkan mengikuti resolusi kamera digital.

4. Mikroskop

Trinokuler yang Terhubung Display LCD

Sistem ini merupakan mikroskop Trinokuler dengan display LCD. Kamera dipasang pada lensa okuler yang ketiga. Kelebihan alat ini adalah pengamatan langsung dengan mata masih dapat dilakukan melalui kedua okuler di depan, yang memungkinkan pengamatan lebih praktis. Display LCD terpasang langsung dengan mikroskop. 5. Mikroskop

Monokuler yang Terhubung Display LCD

Sistem ini merupakan mikroskop dengan display LCD, yang memungkinkan pengamatan lebih praktis dan alat dapat dibawa ke tempat lain dengan mudah. Display LCD terpasang langsung dengan mikroskop.

6. Mikroskop

berkamera yang Terhubung TV

Sistem ini menghubungkan mikroskop ke Komputer melalui input Card video. Mikroskop tersebut mempunyai sistem pencahayaan elektrik, bukan menggunakan cermin sebagai sumber cahaya. Kelebihan sistem ini adalah fasilitas penampilan data lebih real time (karena menggunakan Video Card), dan penyimpanan data lebih baik (data dapat disimpan dalam komputer dalam bentuk ganbar maupun video).

7. Mikroskop yang terhubung

PC/Laptop melalui USB

(3)

2.1.2. Konstruksi mikroskop digital compound trinocular

Sistem pencitraan mikroskop digital terdiri dari tiga bagian utama, yaitu sistem mekanik, sistem elektronik dan kamera sebagai sensor. Sistem mekanik mikroskop berfungsi menggerakan penggerak kasar dan halus pada mikroskop untuk mendapatkan titik focus. Kamera digital berfungsi menggantikan mata untuk akuisisi citra sampel yang dapat disimpan dalam bentuk data digital.

Fungsi mikroskop adalah memperoleh citra yang besar dari obyek yang sangat kecil (orde mikro). Secara umum, komponen utama mikroskop optik terdiri dari lensa obyektif dan lensa okuler. Lensa obyektif berfungsi membentuk bayangan riil obyek yang diamati. Bayangan riil tersebut kemudian jatuh di depan lensa okuler yang jaraknya lebih kecil dari fokus lensa okuler, sehingga terbentuk bayangan maya (Adi dkk, 2012). Secara umum, proses pembentukan bayangan oleh kedua lensa mikroskop dapat dijelaskan pada Gambar 2.1.

(4)

Dengan memperlakukan cahaya sebagai gelombang, maka dapat disederhanakan bahwa terdapat dua bidang pada mikroskop digital yang digunakan untuk menghitung amplitudo kompleks dari intensitas cahaya. Bayangan yang ditimbulkan oleh pembiasan cahaya pada objek akan ditangkap oleh kamera untuk disimpan atau ditampilkan. Mikroskop digital mampu merekam data objek dalam bentuk digital, baik dalam bentuk foto maupun video. Sehingga data tersebut dapat dianalisis menggunakan komputasi digital.

2.2. Cacing Penyebab Penyakit Kaki Gajah 2.2.1. Jenis cacing penyebab penyakit kaki gajah

Penyakit kaki gajah atau Lymphatic Filariasis merupakan penyakit yang menginfeksi kelenjar dan saluran limfa yang umumnya disebabkan oleh parasit golongan nematoda yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori, yang umumnya ditularkan pada manusia melalui nyamuk (Nutman dalam Guerrant RL, 2006). Penyakit kaki gajah di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing/mikrofilaria, yaitu :

a. Wuchereria bancrofti

(5)

b. Brugia malayi

Menurut Tomio Yamaguchi (1992), Brugia malayi adalah jenis cacing filaria yang ditemukan dari Asia Tenggara sampai Pasifik Barat Daya. Namun pernah juga ditemukan di Korea Selatan. Cacing jantan panjangnya 22 – 23 mm dan lebarnya 0,88 mikron, dan yang betina mempunyai panjang 55×0,16 mm. Berbeda dengan W.bancrofti, jenis Brugian Malayi memiliki nuklei di ekornya.

c. Brugia timori

Brugian Timori dapat menyebabkan penyakit kaki gajah. Brugian Timori menyebar melalui nyamuk Anopheles Barbirostris sebagai vektor. Cacing Brugian Timori banyak ditemukan dalam darah pada malam hari dengan intensitas yang

tinggi (John et al, 2006). Mikrofilaria dari B.timori lebih panjang dari B.malayi, dengan ukuran rata-rata 310 mikron.

2.2.2. Pengamatan cacing penyebab penyakit kaki gajah

(6)

Serum ini mampu mendeteksi 4,6 kali lebih akurat dibandingkan dengan metode deteksi serum lainnya.

Diagnosis cacing penyebab penyakit kaki gajah dapat dilakukan melalui pengamatan menggunakan mikroskop. Dengan perkembangan teknologi saat ini, mikroskop telah dilengkapi dengan kamera digital. Sehingga, data hasil pengamatan mikroskop dapat disimpan dalam bentuk citra (image). Hal ini memungkinkan pengamatan cacing dapat dilakukan dengan teknik analisis citra.

Sudaraka Mallawaarachchi et al. (2013) menggunakan pendekatan analisis citra dalam mendeteksi cacing penyebab penyakit kaki gajah. Metode yang digunakan adalah Connected Component Analysis dan Dynamic Thresholding untuk mendeteksi adanya cacing (microfilariae) dalam citra darah. Hasil yang diperoleh mampu mendeteksi cacing penyebab penyakit kaki gajah dalam darah dengan tingkat sensitivitas 91,42% dan specificity 88,57% dari 70 citra uji.

2.3. Pengolahan Citra Digital

(7)

Citra dapat dikatakan sebagai sinyal dua dirnensi, yang digambarkan dalarn bentuk fungsi kontinu dari dua peubah f(x,y). Dengan memperlakukan intensitas cahaya sebagai gelombang rnaka citra hasil pengamatan optik mikroskop dapat diubah dalam sebuah fungsi kontinu.Secara matematis fungsi intensitas cahaya pada bidang dwimatra disimbolkan dengan f(x,y). Nilai f(x,y) sebenarnya adalah hasil kali i(x,y) dengan r(x,y). Dimana i(x,y) adalah jumlah cahaya yang berasal dari sumbernya

(illumination) dengan nilai antara 0 sampai tidak berhingga dan r(x,y) adalah derajat kemampuan obyek memantulkan cahaya (reflection) yang nilainya antara 0 dan 1.

Agar citra dapat dianalisis menggunakan komputer secara digital, maka citra harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai yang diskrit atau diistilahkan sebagai nilai intensitas cahaya. Nilai-nilai intensitas cahaya tersebut direpresentasikan sebagai nilai-nilai kanal pada citra digital. Untuk citra 8 bit akan memiliki satu kanal yang mengandung sekumpulan nilai berkisar dari 0 – 255, dan citra 24 bit akan memiliki tiga kanal yang dikenal sebagai kanal R (red), G(green), dan B (blue) (Fadlisyah, 2013).

(8)

2.3.1 Citra grayscale

Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) berukuran M baris dan N kolom. Dengan x dan y adalah sebagai koordinat spasial yang berada di titik koordinat x,y pada fungsi f (x,y). Titik ini dinamakan tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x,y dan nilai keabuan suatu citra secara keseluruhan memiliki batas nilai atau berhingga, maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut merupakan citra digital (Putra, 2010).

Citra digital yang berukuran M x N, umumnya dinyatakan dengan matriks yang berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut:

f (x,y) =

Indeks baris (x) dan indeks kolom (y) menyatakan suatu koordinat titik pada citra, sedangkan f(x,y) merupakan nilai derajat keabuan pada suatu titik (x,y). Masing-masing elemen pada citra digital (elemen pada matriks) disebut image element, picture element, pel atau pixel (Putra, 2010).

(9)

Pixel pertama pada koordinat (0,0) mempunyai nilai intensitas 0 yang berarti warna piksel tersebut hitam, pixel kedua pada koordinat (0,1) mempunyai intensitas 130 yang berarti warnanya antara hitam dan putih, dan seterusnya (Munir, 2004). Setiap koordinat pada matriks di atas memiliki nilai yang menggambarkan derajat keabuan citra. Indeks pada tiap pixel inilah yang mewakili warna pada citra (Putra, 2010).

Konversi dari citra warna RGB menjadi citra hitam putih dapat dilakukan dengan cara membagikan nilai RGB dari warna citra asli dan kemudian dibagi 3. Nilai RGB dari setiap piksel akan menjadi sama setelah dilakukan perhitungan tersebut. Hasil yang diperoleh dari perhitungan warna piksel citra ini akan membuat warna citra menjadi keabuan. Setiap piksel memiliki nilai yang merepresentasikan tingkat keabuan dari setiap piksel citra.

(10)

(a) (b)

Gambar 2.2 Citra Cacing [(a) RGB dan (b) Grayscale] Sumber : Mallawaarachchi et al, 2013

2.3.2 Deteksi tepi sobel

Daerah tepi suatu citra merupakan posisi dimana intensitas pixel dari citra berubah dari nilai yang rendah ke nilai yang lebih tinggi dan atau sebaliknya (Putra, 2010). Tepian citra dapat dilihat melalui perubahan intensitas pixel citra pada suatu area. Deteksi tepi Sobel merupakan salah satu metode deteksi tepi yang menggunakan operator Sobel dalam perhitungannya. Operator ini menggunakan dua buah kernel yang berukuran 3 x 3 piksel untuk perhitungan gradient sehingga perhitungan gradient berada tepat ditengah (Soetoyo dkk, 2009). Operator sobel mengggunakan matrik konvolusi 3 X 3 dan susunan pikselnya di sekitar pixel citra referensi (x, y).

P0 P1 P2

P7 x,y P3

P6 P5 P4

(11)

=

=

Sx + Sy

……….… (2.2)

Sehingga besar gradient dapat di hitung dengan menggunakan persamaan:

Sx = (a2 + ca3 + a4) – (a0 + ca7 + a6) ……… (2.3) Sy= (a4 + ca5 + a6) – (a0 + ca1 + a2) ………..…. (2.4) Dengan memberikan nilai konstanta c = 2, maka bentuk matrix Sobel Sx dan Sy:

Sx = Sy =

Umumnya operator sobel menempatkan penekanan atau pembobotan pada piksel yang lebih dekat dengan titik pusat jendela, sehingga pengaruh piksel-piksel tetangga akan berbeda sesuai dengan letaknya terhadap titik di mana gradien dihitung. Dari susunan nilai-nilai pembobotan pada kernel juga terlihat bahwa perhitungan terhadap gradien juga merupakan gabungan dari posisi mendatar dan posisi vertikal.

2.3.3 Ekstraksi fitur haralick

Ekstraksi fitur merupakan suatu proses pengambilan ciri/feature dari suatu

bentuk pada citra. Ekstraksi Fitur dilakukan dengan cara menghitung frekuensi kedekatan titik atau pixels yang ditemui dalam pengujian. Pengujian dilakukan dari

-1 -2 -1

0 0 0

1 2 1

-1 0 1

-2 0 2

(12)

berbagai arah (tracing) pada koordinat kartesian dari citra digital yang dianalisis, yaitu vertikal, horizontal, diagonal kanan, dan diagonal kiri.

Pada ekstraksi fitur tekstur, fitur pembeda adalah tekstur yang merupakan karakteristik penentu pada citra. Salah satu teknik statistik yang terkenal untuk ekstraksi fitur tekstur adalah Haralick’s Feature Teksture. Metode ini dikenalkan oleh Roberts M. Haralick dkk pada tahun 1973. Mereka mengemukakan suatu perhitungan komputasi untuk fitur tekstur yang dipandang dapat digunakan secara umum pada berbagai jenis data citra (Haralick dkk, 1973). Diantara banyaknya pendekatan statistik mengenai pengukuran dan karakterisasi dari tekstur citra, pendekatan Haralick merupakan metode yang paling popular (Akoushideh, 2010).

Pada tahun 1979, Haralick mendefinisikan matrik Co-occurance sebagai statistic histogram turunan kedua. Algoritma ini dikenal dengan Gray Level Co-occurance Matriks (GLCM). Matriks tersebut mendefinisikan kemungkinan dari

penggabungan dua buah piksel Pd,θ (i, j) yang memiliki nilai i dan j, memiliki jarak d

dan θ sebagai arah dari sudutnya (Akoushideh, 2010). Haralick dkk menghadirkan sebuah fitur berdasarkan asumsi bahwa informasi tekstur pada sebuah citra terisi di keseluruhan hubungan jarak dengan derajat keabuan yang dimiliki piksel tetangga dengan piksel lainnya (A. Gebejes, 2013).

(13)

piksel bertetangga. Piksel citra dipisahkan oleh d dan ditentukan dengan arah (θ) yang berada dalam empat arah (0ᵒ, 45ᵒ, 90ᵒ, dan 135ᵒ) (Akoushideh, 2010). Arah untuk melakukan perhitungan Matriks Co-occurance (GLCM) terdapat pada gambar 2.3.

P(i-1, j-1)

135o

P(i, j-1)

90o

P(i+1, j-1)

45o

P(i-1, j) P(i, j) P(i+1, j)

0o

P(i-1, j+1) P(i, j+1) P(i+1, j+1)

Gambar 2.3 Arah Perhitungan Co-occurance Matriks Pada GLCM

Metode Fitur Haralick diekstrak dari sebuah tekstur citra yang diperoleh dari Gray Level Co-occurrence Matric (GLCM). GLCM berisi informasi tentang frekuensi kejadian dari kombinasi dua pixel tetangga dalam sebuah citra. Matriks tersebut harus dinormalisasi sedemikian rupa sehingga setiap elemen dari matriks dapat R yang merupakan jumlah dari seluruh elemen dalam matriks. Berdasarkan pada GLCM yang telah dinormalisasi, Haralick mengusulkan 14 fitur statistic yang dikenal dengan Fitur Haralick (Haralick, 1973).

(14)

1. Angular Second Moment (ASM); ASM juga dikenal sebagai Energy atau keseragaman, ASM ini menghitung homogenitas citra. Nilai ASM akan tinggi ketika piksel citra sangat mirip.

……… (2.5)

Dimana n,p(i, j) merupakan elemen ke (i, j) dari GLCM yang telah dinormalisasi.

2. Contrast (CON); Contrast merupakan sebuah pengukuran intensitas atau variasi dari derajat keabuan antara piksel yang berbeda dan piksel tetangganya. Penglihatan visual mungkin berbeda dengan munculnya dua bidang atau lebih yang terlihat secara serempak.

……..

(2.6)

3. Correlation (COR); Correlation menghitung kawasan linier dari derajat keabuan dalam co-occurrence matriks. Ini menunjukkan bagaimana piksel yang menjadi referensi dihubungkan dengan tetangganya.

……… (2.7)

Dimana:

4. Variance; Rumus menghitung variasi warna keabuan.

(15)

Dimana:

5. Inverse Difference Moments (IDM); IDM sering disebut juga sebagai homogenitas, yang menghitung homogenitas lokal sebuah citra digital. IDM membalik pengukuran jarak kedekatan dari penyebaran elemen-elemen GLCM menjadi GLCM diagonal.

……… (2.9)

6. Sum Average (Mean);

………... (2.10)

Dimana: , dengan k = 0, …(2 x Ng–2)

7. Sum Variance;

………. (2.11)

8. Sum Entropy;

………. (2.12)

(16)

9. Entropy (ENT);

Entropy menunjukkan sejumlah informasi dari citra yang dibutuhkan untuk

kompresi citra.

……… (2.13)

Citra Entropy tinggi memiliki contrast yang bagus dari 1 piksel ke piksel tetangganya dan tidak dapat dikompres seperti citra yang memiliki Entropy rendah (M. V. Boland,1999).

10.Difference Variance;

………

(2.14)

Dimana:

11.Difference Entropy ;

……… (2.15)

12.Information Measure of Correlation 1;

………. (2.16)

(17)

13.Information Measure of Correlation 2;

………. (2.17)

14.Maximal Correlation Coeficient :

………..

(2.18)

Dimana ;

2.4 Penelitian Terkait

(18)

Table 2.2 Penelitian Terkait Metode Ekstraksi Fitur Haralick

No. Metode Peneliti Hasil

1. Ekstraksi fitur pada pengenalan pola leukosit

D. R. Fifin (2010) Prediksi kesalahan sebesar 30 %.

2. Analisis tekstur dan ekstraksi fitur warna untuk Klasifikasi apel

Arie Qur‟ania, Lita

Karlitasar, Sufiatul Maryana (2012)

Tingkat akurasi sebesar 93,33% untuk fitur yang memiliki persepsi informasi paling penting 5. Fitur haralick dan gabor

filter untuk deteksi organ tubuh

Tingkat akurasi, presisi, sensitivitas dan ciri khas untuk tiap organ rata-rata 96.66%, 96.33%, 87.16% dan 99.31%. 6. Parameter haralick dan

jaringan saraf tiruan untuk evaluasi tingkat kekasaran

permukaan suatu benda tanpa kontak. dengan wavelet, gabor filter atau markov. 8. Ekstraksi fitur haralick

untuk klasifikasi tekstur warna

Alice Porebski,Nicolas Vandenbroucke, L. Macaire (2008)

(19)

Tabel 2.2 Penelitian Terkait Metode Ekstraksi Fitur Haralick (Sambungan) 10 Ekstrakasi fitur haralick

pada klasifikasi gambar ultrasound hati

Fifin (2010) menggunakan ekstraksi fitur untuk melakukan pengenalan pola leukosit pada citra darah yang diambil melalui mikroskop digital. Analasis tekstur dan ekstraksi fitur warna dilakukan untuk melakukan klasifikasi pada buah apel (Qur‟ania dkk, 2012). Akoushideh dkk (2010) menggunakan arsitektur FPGA untuk

peningkatan kemampuan ekstraksi fitur tekstur. Gebejes (2013) melakukan seleksi fitur terbaik dalam karakteristik tekstur, diperoleh 5 fitur yang terpenting dari 22 fitur dalam karakteristik tekstur.

Gambar

Gambar 2.1 Pembentukan Bayangan Mikroskop
Gambar 2.2 menunjukkan perubahan pada suatu citra digital dengan warna
Gambar 2.2 Citra Cacing [(a) RGB dan (b) Grayscale]
Gambar 2.3 Arah Perhitungan Co-occurance Matriks Pada GLCM
+3

Referensi

Dokumen terkait