BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Defenisi Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung sebagai respon terhadap jejas (injury) yang dapat bersifat akut maupun kronik.1
Gastritis adalah inflamasi mikroskopis yang merupakan diagnosis histologis, bukan klinis. Sejak tahun 1761, Morgagni menggunakan istilah erosi untuk mendeskripsikan gastritis. Gastritis (erosi gaster) didefinisikan adanya kerusakan mukosa yang tidak menembus mukosa muskularis. Perbedaan antara gastritis dan ulkus gaster berdasarkan kedalaman rusaknya mukosa, sementara ulkus gaster menembus sampai mukosa muskularis. Dari endoskopi, kedalaman rusaknya mukosa hanya bisa diperkirakan. Durasi gastritis bisa akut, kronik, maupun rekuren. Gastritis sering ditemukan pada 3-12% subjek penelitian yang asimtomatik dan 4-49% pada pasien klinis.9
Gambar 2.1. Struktur potong lintang dinding gaster.9
2.2 Epidemiologi Gastritis
Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi, hampir 10% dari orang-orang yang dirawat dibagian unit gawat darurat rumah sakit datang dengan kasus gastritis. Berdasarkan penelitian WHO ( Word Health Organitation ) dilaporkan prevalensi gastritis dibeberapa negara sebagai berikut: Inggris 22%, China 31%, Kanada 3%, dan Perancis 29,5%. Sekitar 1,8-2,1 juta penduduk mengalami gastritis setiap tahunnya. 10
Angka kejadian gastritis menurut WHO adalah 40,8%, dan merupakan salah satu dari sepuluh penyakit terbanyak pada passien rawat inap di rumah sakit.10
2.3 Klasifikasi Gastritis
Sampai saat ini tidak didapati sebuah klasifikasi gastritis yang diterima secara luas. Salah satu klasifikasi yang digunakan oleh banyak ahli adalah The Sydney System yang diperbaharui. Seperti terlihat pada tabel1:
Tabel 2.1: Klasifikasi Gastritis Menurut Sydney Sistem yang Diperbaharui . 11 Type of gastritis Etiologic factors Gastritis
Synonyms Nonatrophic
Atropic
Helicobacter pylori?other factor
Autoimunity
Superficial
Diffuse antral gastritis(DAG)
Chronic antral gastritis(CAG)
Parasites Alergic
Phiegmoncus
Gastritis dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu berdasarkan ada tidaknya atropi dan distribusi topografi dari atrofi seperti terlihat pada gambar 2 :
Gambar 2.2: Representasi dari distribusi inflamasi dan atropi .11
Terdapat beberapa klasifikasi dari gastritis antara lain klasifikasi berdasarkan infiltrat inflamasi yang membagi menjadi akut dan kronik; klasifikasi secara makroskopis yang membagi menjadi gastritis erosiva dan non erosiva; klasifikasi berdasarkan endoskopi yang membagi menjadi gastritis komplit, inkomplit, dan erosif hemoragik; serta klasifikasi menurut ICD-10.
2.3.1 Klasifikasi secara Histopatologis
berfungsi untuk menilai respon terapi setelah pengobatan, khususnya proton pump inhibitor.
Sistem grading untuk gastritis yang paling banyak digunakan adalah updated Sydney system. Protokol biopsi yang direkomendasikan adalah spesimen di 3 kompartemen yaitu antrum, insisura angularis, dan korpus yang diserahkan terpisah ke laboratorium patologi. Masing-masing tampilan patologi yang relevan (kepadatan H.pylori, intensitas neutrofil, inflamasi mononuklear, atrofi antrum dan korpus, dan metaplasia intestinal) digradasikan menurut standardized visual analogue scale seperti gambar di bawah ini .11
Gambar 2.3. The Updated Sydney System visual standardized visual analogue scale.11
Tabel 2.2. Kriteria Grading Biopsi Gaster menurut revised Sydney System
oleh Aydin.
12Type of Feature
Density Of The Histological Feature
Grade
Chronic
Inflammation
(Lymphocytes and
plasma cells)
randomly in the biopsy
10-15 chronic inflammatory cells/hpf
Some areas with dense cronic inflammatory
cells
Diffuse infiltration with dense chronic
inflammatory cells
No neutrophils any where in the biopsy
Scattered neutrophils in the biopsy
Foci of dense neutrophilic infiltrate with
scattred neutrophils in the rest if the biopsy
Several foci of dense inflammatory
infiltrate in the biopsy with involvement of
crypts
Nil (0)
Mild (1)
Moderate (2)
Marked (3)
Atrophy
No evidence of gastric gland loss
Small areas where gastric glands have
disappeared(<25%)
25-50% of the biopsy shows loss of gastric
glands
>50% of the biopsy shows loss of gastric
glands
Focal areas intestinal metaplasia (1-4
crypts)
Multiple foci involving > 4 crypts but <
Nil (0)
50% of the biopsy
Intestinal metaplasia involving > 50 % of
the biopsy specimen
Moderate (2)
Marked (3)
Masing-masing variabel diberi skor numerik atau deskriptif: 0 untuk absen, 1 untuk ringan, 2 untuk moderate, 3 untuk berat. Nilai masing-masing spesimen dirata-rata secara terpisah untuk masing-masing kompartemen (antrum dan korpus). Langkah selanjutnya adalah menentukan derajat inflamasinya di 2 kompartemen gaster (antrum dan korpus) dan untuk menentukan apakah inflamasi sama beratnya (pangastritis) atau lebih berat pada antrum (antrum-predominant gastritis) atau korpus (corpus-predominant gastritis). 11
2.3.2 Klasifikasi secara Makroskopis
2.3.3 Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Endoskopi
Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis komplit dengan tipe matur dan imatur, gastritis inkomplit, serta gastritis erosif hemoragik.
Sistem diagnosis gastritis yang dikembangkan sekarang adalah gabungan antara temuan endoskopi dan histologis yang dikenal dengan nama Sydney System. Klasifikasi Sydney dari gastritis per endoskopi bertujuan untuk menstandarisasi laporan klasifikasi gastritis per endoskopi berdasarkan tampilan mukosa seperti edema, punctuate and confluent erythema, friability, punctuate and confluent exudate, flat and raised erosion, rugal hyperplasia and atrophy, visibility of vascular pattern, punctuate and confluent intramural bleeding spots, dan coarse nodularity. Semua hasil endoskopi dilaporkan termasuk penilaian subjektif dari tingkat keparahan seperti ringan, sedang, berat, lalu diklasifikasikan ke salah satu dari 8 kategori yaitu gastritis superfisial, gastritis hemoragik, gastritis erosiva, gastritis verukosa, gastritis atrofik, gastritis metaplastik, gastritis hiperplastik, dan gastritis khusus.14
Tabel 2.4. Temuan gastritis dari endoskopi dan kriteria diagnosisnya. 14
Fundamental types Definition according to endoscopic findings
Superficial Gastritis Findings including edema and redness (spotted, patchy, linear), friabililty and/or exudate are observed
Hemorrhagic Gastritis
Hemorrhage is evidenced
Erosive Gastritis Erosive changes including flat or depressed types Verrucous Gastritis Erosive changes including elevated type
Metaplastic Gastritis Intestinal metaplasia was defined as the lesion visualized as an ash-colored nodular change by conventional endoscopy alone dyeing
Hyperplastic Gastritis
Remarkable irregularity of mucosa or rugal hypertrophy of greater curvature in corpus
Special Gastritis Congestive gastropathy: the term “portal hypertensive gastropathy” refers to the mosaic-like pattern, congestion and edema of the mucosa with or without red spots seen endoscopically in patients with portal hypertension
Dengan masih menggunakan kerangka sistem Sydney, dikembangkan juga skema grading dan staging dari gastritis.
Sydney system adalah klasifikasi dan grading gastritis yang dihasilkan oleh para ahli di 9th World Congress of Gastroenterology di Sydney, Australia pada tahun 1990. Para ahli mengemukakan pentingnya menggabungkan informasi topografi, morfologi, dan etiologi untuk evaluasi diagnosis gastritis. Pada tahun 1994 di Houston, Texas, dihasilkan The new updated Sydney system.11
2.3.4 Klasifikasi Berdasarkan Infiltrat Inflamasi
superfisial.Perdarahan pada lamina propria dan ditemukan. Sel-sel inflamasi dijumpai dalam jumlah kecil meskipun netrofil ditemukan lebih dominan. Pada kasus ringan pasien biasanya asimtomatik atau hanya memiliki gejala dispepsia ringan. Pada kasus sedang sampai berat, biasanya pasien dengan nyeri ulu hati, mual, muntah, hematemesis dan melena. Pada kasus berat biasanya pasien telah mengalami ulkus yang dalam dan komplikasi berupa perforasi.
Sedangkan gastritis kronik didefenisikan secara histologi berupa peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Berdasarkan etiologi gastritis kronik dikelompokkan menjadi tipe A, yaitu berasal dari autoimun, tipe B yaitu berasal dari infeksi H. pylori dan beberapa kasus lain dengan etiologi yang belum jelas. Secara endoskopi mukos menunjukkan gambaran atropi. Sedangkan secara histology ditemukan infiltrasi sel limfosit-plasma pada daerah mukosa sel-sel parietal. Neutrofil jarang ditemukan. Mukosa dapat menunjukkan perubahan kea rah metaplasia intestinal. Pada stsdium akhir mukosa atropi dan sel-sel parietal tidak ditemukan namun H. pylori dapat ditemukan. Gejala gastritis kronik dapat asimtomatik, beberapa gejala yang dapat ditemukan berupa nyeri epigastrium ringan, mual, tidak nafsu makan. Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan oleh karena gastritis kronik beresiko terhadap terjadinya ca gaster. Pasien gastritis tipe A memiliki kelainan autoimun pada organ lain khususnya penyakit tiroid.16
Tabel 2.5. Klasifikasi Gastritis Akut dan Kronik 1
Klasifikasi Tipe Subtipe
Kronik H.pylori related
Pernicious anemia (auto-immune) Granulomatous
Antral predominant gastritis Pan gastritis
Atrophic gastritis Lymphocytic gastritis Granulomatous
Corpus predominant gastritis
Miscellaneous Collagenous gastritis (same question: acute or chronic?)
Gastritis cystica profunda Bile reflux
Akut Granulomatous Infectious
Eosinophilic Drug Induced Miscellaneous
Foreign body
Bacterial (eg Helicobacter heilmanni, Enterococcus, Syphilis, and Typhoid), viral, tubercular, fungal
Alcohol, cocaine, radiation, ischaemia
Stress, bile reflux (chemical gastropathy, acute or chronic?)
2.4 Etiologi Gastritis
Berikut akan dijelaskan etiologi gastritis. Rugge, 2011 membagi etiologi gastritis berdasarkan agen yang ditransmisikan, kimiawi, fisik, faktor imun, dan idiopatik. Rugge juga membagi etiologi gastritis berdasarkan 3 bentuk utama antara lain gastritis Helicobacter pylori, gastritis kimiawi, dan gastritis autoimun. Lalu Toljamo, 2012 mengelompokkan berbagai etiologi gastritis menjadi 3 kelompok yaitu agen kimiawi, penyakit, dan faktor fisik/ mekanik. Adapun Adibi, 2014 menuliskan etiologi gastritis menjadi 2 bagian besar yaitu gastritis Helicobacter pylori dan gastritis non Helicobacter pylori.
2.4.1 Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang ditransmisikan, Kimiawi, Fisik, Imun, dan Idiopatik
Berikut ditampilkan tabel etiologi gastritis yang ditulis oleh Rugge, 2011.
Tabel 2.6. Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan,
Kimiawi, Fisik, Imun, dan Idiopatik.
2Agen
Radiasi
Akut/kronik Non atrofik &
Sensitivitas makanan
Keterangan: prevalensi : *** tinggi, ** rendah, * sangat rendah2.4.2. Etiologi Utama menurut Adibi 2014
Adibi menulis ada 2 etiologi utama dari gastritis yaitu gastritis H.pylori dan gastritis non H.pylori .15
Berbagai macam penyebab terjadinya gastritis non H.pylori antara lain:
1.Gastritis kimiawi
i.Gastritis alkoholik
ii.Gastritis yang diinduksi obat
Obat yang berhubungan dengan gastritis antara lain acarbose, alkohol, antibiotik
(eritromisin oral), bifosfonat, herbal (garlic, ginkgo, saw palmetto, feverfew,
chaste tree berry, white willow), zat besi, metformin, miglitol, NSAID (termasuk
COX-2), opiat, orlistat, potasium klorida (KCl), teofilin.
19iii.Gastritis refluks (empedu atau duodenal juice)
2.Gastritis radiasi
3.Gastritis alergi
4.Gastritis autoimun
5.Bentuk khusus gastritis, gastritis NOS/ unspecified
6.Duodenitis
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Patofisiologi Gastritis secara Umum
Terjadinya gastritis secara umum karena ketidakseimbangan faktor agresif dan defensif, di mana faktor agresif lebih dominan daripada faktor defensif. Yang termasuk faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks bilier, nikotin, alkohol, NSAID, kortikosteroid, H.pylori, dan adanya radikal bebas. Yang termasuk faktor defensif antara lain mikrosirkulasi mukosa, sel epitel permukaan, prostaglandin, fosfolipid, mukus, bikarbonat, dan motilitas saluran pencernaan.17
Keterangan : (A) mukosa gaster normal akibat adanya keseimbangan antara faktor agresif dan pertahanan mukosa. (B) pembentukan ulkus gaster karena ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor pertahanan mukosa.
Gambar 2.5 Perjalanan alamiah infeksi Helicobacter pylori 20
2.5.2 Patofisiologi Gastritis akibat NSAID
Aspirin, salah satu NSAID yang digunakan secara luas di klinis bisa menyebabkan stres ulcer dan mengeksaserbasi ulkus gaster sebelumnya. Interaksi NSAID dan stres dapat menyebabkan lesi pada gaster dengan salah satu mekanismenya adalah dengan meningkatkan sitokin inflamasi salah satunya TNF-α .22
Gambar 2.6. Pembentukan lesi gaster akibat aspirin 22
Penggunaan analgetik berhubungan dengan erosi gaster. Dilaporkan juga jumlah erosi gaster yang sama antara penggunaan COX-2 selektif dengan NSAID non selektif, yaitu celecoxib vs diklofenak (Cheung et al., 2010). Banyak studi yang melaporkan ada hubungan signifikan terjadinya gastritis dengan penggunaan NSAID. Mekanisme NSAID menginduksi erosi antara lain dengan menghambat sintesis prostaglandin dan fosforilasi oksidatif, mengganggu mikrosirkulasi lokal, yang berdampak terjadinya nekrosis iskemik. Penggunaan NSAID jangka panjang pada pasien H.pylori secara signifikan menyebabkan erosi yang lebih berat dibandingkan pada pada pasien yang tidak terinfeksi H.pylori, namun hal ini masih kontroversi.9
Helicobacter pylori
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif, bentuk heliks, mikroaerofilik, dengan panjang 3 mikrometer dan diameter sekitar 0,5 mikrometer. yang ditemukan digaster. Pertama kali diidentifikasikan tahun 1982 oleh ilmuwan Australia Barry Marshall dan Robin Warren, yang saat itu ditemukan pada pasien gastritis kronik dan ulkus gaster. 23
Gambar 2.7 H. pylori merupakan bakteri gram-negatif dengan bentuk batang melengkung. mempunyai flagela, yang membantu menembus lapisan mucous lambung yang tebal. 20
Berikut akan dijelaskan mengenai faktor virulesi utama dari H.pylori a.Cytotoxin-associated gene (cag) pathogenicity island (cagPaI)
CagPaI adalah regio DNA yang disusun oleh 30 gen yang mengkode Type IV Secretion System (T4SS). Infeksi strain H.pylori dengan cagPaI sekitar 2x beresiko terkena ulkus peptikum dan adenokarsinoma gaster .24
sitokin proinflamasi seperti IL-8. IL-8 merupakan kemoatraktan penting untuk neutrofil dan limfosit. Infiltrasi neutrofil pada mukosa gaster lebih berat secara signifikan pada pasien yang terinfeksi strain cag(+) dibandingkan yang (-). Kondisi ini menunjukkan adanya cagPaI berperan besar menginduksi inflamasi. Banyak penelitian melaporkan adanya hubungan antara prognosis klinis dengan adanya cag. CagA meningkatkan produksi reactive oxidative species (ROS) dan dapat menginduksi stres oksidatif terhadap mukosa gaster .25,26,27
Gambar 2.8. Interaksi CagA dengan molekul pejamu
28b.Vacuolating cytotoxin A (VacA)
pH dengan mengubah urea menjadi amonia sehingga membantu H.pylori untuk tumbuh. VacA juga berperan melonggarkan tight junction antara sel-sel dan menyebabkan kerusakan epitel.29,30
c.Duodenal ulcer promoting gene A (dupA)
Gen dupA terutama berhubungan dengan ulkus peptikum. Pada penelitian di China menunjukkan pasien ulkus duodenum memiliki prevalensi strain dupA positif dibandingkan pasien Ca gaster dan ulkus gaster.Penelitian Lu et al menemukan bahwa infeksi strain dupA+ berkaitan dengan peningkatan kadar IL-8 pada mukosa gaster dan infiltrasi neutrofil yang lebih berat. 31,32
d.Outer inflammatory protein (oipA)
Gen oipA juga dapat menginduksi ekspresi IL-8 dari sel epitel gaster. Adanya oipA berkorelasi dengan ulkus duodenum dan Ca gaster .33
e.Protein membran luar lainnya
Banyak protein membran luar H.pylori memungkinkan perlekatan H.pylori terhadap sel epitel gaster, seperti BabA, SabA, HpaA, Omp18, AlpA, AlpB, dan HopZ. BabA (blood group antigen binding adhesion A), salah satu faktor yang paling banyak dipelajari, ditemukan pada sel epitel dan memfasilitasi kolonisasi H.pylori dan meningkatkan respons IL-8, yang menyebabkan inflamasi mukosa.34
HP-NAP adalah faktor lain yang dapat mengaktivasi neutrofil. HP-NAP mengaktivasi sel mast sehingga menyebabkan pelepasan isi granul dan sitokin proinflamasi IL-6. Faktor ini dapat menyebabkan datangnya monosit dan neutrofil ke lokasi infeksi. HP-NAP juga dapat menginduksi respons Th1 yang kuat, induksi neutrofil untuk memproduksi ROS dan menyebabkan inflamasi dan kerusakan sel. 35,64
H.pylori tinggal di lapisan mukus yang melapisi epitel gaster. H.pylori mensekresikan faktor-faktor, peptida, dan lipopolisakarida yang bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan monosit. In vivo, infeksi H.pylori di mukosa gaster menginduksi produksi sitokin-sitokin IL-1β, IL-6, IL-8 dan TNF-α. IL-1 atau TNF-α saja, maupun TNF-α bersinergis dengan IFN-γ menginduksi produksi IL-8 di sel gaster. Peningkatan produksi IL-8 bisa disebabkan infeksi H.pylori maupun sekunder dari peningkatan kadar IL-1 atau TNF-α. Produksi IL-8 oleh sel epitel gaster berkepanjangan dapat menyebabkan rekruitmen neutrofil dan limfosit ke jaringan yang terinfeksi. 13
Gambar 2.9. Imunopatogenesis Infeksi H.pylori 13
H.pylori menginduksi sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1β, IL-6,
melalui imunosupresi. Beberapa studi menyebutkan peningkatan dari TH1, TH2, Treg, mengindikasikan keseimbangan imunomodulasi pejamu untuk inflamasi. Infeksi H.pylori memiliki respon TH1 yang kuat yang dimediasi oleh sitokin TH1 termasuk IFN-γ, IL-12, TNF-α, dll. Kondisi inflamasi ini diseimbangkan dengan IL-10 dari Treg untuk menyebabkan infeksi kronik dengan imunosupresi parsial. 36
Gambar 2.10. Respons Inflamasi akibat Helicobacter pylori 36
Tabel 2.7. Faktor-faktor pejamu yang diregulasi oleh aktivasi NF-κB sebagai respons terhadap infeksi H.pylori 37
H.pylory-induced
Host factors
regulated by
NF-kB activation
Role
References
IL-8
Chemotaxis for neurotrophil
and lymphocytes
iNOS
Enzyme that generates cell
damaging NO
(Lim et al., 2001)
COX-2
The rate limiting enzyme in the
synthesis of prostaglandins
(Kim et al., 2001)
hBD-2
Anti-bacterial peptide
(Wada et al., 2001)
MMP-9 and -7
Matrix metalloproteinases
tumour invasiveness
(Mori et al., 2003;
Wroblewski
et al.,
2003)
IAP and Mel-1
Anti-apoptotic genes
(Chang et al., 2004;
Maeda et al., 2002)
IL-12p40.TNF-
α.
IFN-
γ. IL
-2.IL-6
Pro-inflammatory cytokines
(Lu et al., 2005;
Takesima et al., 2009;
Toyoda et al., 2009)
VEGF.HIF-
α
Angiogenic growth factors
(Yeo et al., 2006)
Bax
Apoptotic gene
(Cha et al., 2009)
PAI-2
Inhibit fibrinolysis (degradation
Of blood clots
(Varro et al., 2004)
2.6. Metode diagnostic Helicobacter pylori
Metode diagnostik untuk mendeteksi kuman H.pylori dibagi menjadi pemeriksaan invasif dan pemeriksaan non invasif. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan infeksi kuman H.pylori, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Serologi ELISA 85 79 Detect exposure to H.pylori but cannot be used to confirm succesfull cure after treatment
Urea breath test 95-100 91-98 Recommended for Both screening and confirming cure, Recent use of antibiotics and PPIs can increase false-negative results.
H.pylori stool 91-98 91-99 Can be used for initial Antigen test diagnosis and to Confirm succesfull cure
Invasive
Endoscopy with Biopsy
From body of stomach
*Rapid urease test 93-97 95-100 Reduce accuracy CLO Reported among patients with GI Bleeding *Culture 70-80 100 Technically
Demanding,sensitiviti Varies among
laboratories
H.pylori dapat dideteksi dari endoskopi melalui histologi, kultur, maupun tes urease, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Semua metode berbasis biopsi tersebut dapat mengalami kesalahan pengambilan sampel karena infeksi tersebut bersifat patchy. Sekitar 14% pasien tidak mengalami infeksi di antrum namun memiliki H.pylori di suatu tempat di lambung, terutama jika pasien tersebut mengalami atrofi gaster, metaplasia intestinal, ataupun refluks empedu. Selain itu, pasca-eradikasi dengan efektivitas parsial, infeksi dalam kadar rendah dapat terlewatkan pada biopsi melalui endoskopi. Hal ini menimbulkan overestimasi efikasi eradikasi dan tingkat reinfeksi. Penghambat pompa proton mempengaruhi pola kolonisasi H.pylori di lambung dan mengurangi akurasi biopsi di antrum. Oleh karena itu, pedoman konsensus merekomendasikan untuk dilakukan biopsi multipel dari antrum dan korpus untuk histologi dan satu untuk metode lain (baik kultur maupun pemeriksaan urease). 39
2.6.1Pemeriksaan invasive
dapat diperiksa kapanpun; dan adanya gastritis, atrofi, ataupun metaplasia
intestinal dapat pula diperiksa. Spesimen biopsi dari bagian lain lambung dapat
disimpan dalam formalin untuk diproses hanya jika histologi antrum tidak dapat
disimpulkan.
392. Kultur. Isolasi mikrobiologi adalah baku emas teoritis untuk identifikasi infeksi
bakteri, namun kultur H.pylori kurang dapat dipercaya. Risiko pertumbuhan
berlebih maupun kontaminasi membuatnya kurang sensitif, dan metode ini adalah
metode yang paling tidak mudah dikerjakan bersama endoskopi. Meskipun hanya
sedikit pusat kesehatan yang secara rutin menawarkan isolasi mikrobiologis
H.pylori, prevalensi strain multiresisten membuat metode kultur dan uji
sensitivitas terhadap antibiotik menjadi persyaratan bagi pasien dengan infeksi
persisten dengan kegagalan terapi.
393. Uji urease. Metode ini bersifat cepat dan sederhana untuk deteksi infeksi
H.pylori namun hanya menunjukkan ada atau tidaknya infeksi. Pemeriksaan CLO
dan pemeriksaan urease yang lebih murah ternyata memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang serupa. Namun, sensitivitas pemeriksaan urease seringkali lebih
tinggi dibanding metode berbasis biopsi karena seluruh spesimen biopsi
ditempatkan di dalam media sehingga dapat menghindari sampel tambahan
ataupun kesalahan proses terkait histologi maupun kultur. Sensitivitas
pemeriksaan urease biopsi terlihat jauh lebih rendah (sekitar 60%) pada pasien
dengan perdarahan saluran cerna atas. Namun kondisi tersebut dapat diperbaiki
dengan menempatkan beberapa sampel biopsi di dalam satu vial untuk
pemeriksaan.
392.6.2 Pemeriksaan non-invasif
studi epidemiologi, termasuk studi retrospektif untuk menentukan prevalensi
maupun insiden infeksi. Individu sangat bervariasi terkait respon antibodi
terhadap antigen H.pylori, dan tidak ada antigen yang sama yang dapat dikenali
melalui serum dari semua subyek. Oleh karena itu akurasi pemeriksaan serologis
bergantung kepada antigen yang digunakan sehingga penting untuk melakukan
validasi lokal terhadap ELISA H.pylori. Pada orang tua dengan infeksi yang telah
berlangsung lama, gastritis atrofi dikaitkan dengan hasil negatif palsu. Konsumsi
obat anti-inflamasi non-steroid juga dilaporkan mempengaruhi akurasi ELISA.
Titer antibodi turun secara perlahan pasca-keberhasilan eradikasi sehingga
serologi tidak dapat digunakan untuk menentukan eradikasi H.pylori ataupun
untuk menentukan tingkat reinfeksi. Meskipun titer antibodi IgM terhadap
H.pylori menurun seiring bertambahnya usia, tidak ada assay yang menunjukkan
akuisisi baru. Karena infeksi ini biasanya asimtomatik, sulit untuk
mengidentifikasi dan menegakkan jalur transmisi. Keuntungan metode serologi
adalah perkembangan uji finger prick yang menggunakan assay fase solid terfiksir
untuk mendeteksi adanya imunoglobulin H.pylori. Near patient test (NPT) dapat
dilakukan di pusat kesehatan primer dan lebih sederhana dibanding
13C-urea
breath test yang merupakan satu-satunya NPT yang digunakan saat ini. Namun
akurasi NPT serologis lebih rendah dibanding yang dilaporkan untuk pemeriksaan
ELISA standar menggunakan preparat antigen yang sama. Pemeriksaan ini sering
digunakan untuk menenangkan pasien, namun saat ini belum ada studi yang
membandingkan akurasi, efektivitas biaya, dan nilai jaminan dari
13C-urea breath
test dengan NPT serologis di pusat kesehatan primer.
39Tabel 2.9 Perbandingan ketersediaan, dan biaya pemeriksaan infeksi
Helicobacter pylori
39Tes
Ketersediaan
Biaya
14
2. Urea breath test (UBT). Deteksi non-invasif terhadap H. pylori melalui uji
13C-urea breath test memiliki prinsip dasar yaitu larutan yang dilabel C-urea dengan
karbon-13 akan dihidrolisasi secara cepat di sepanjang mukosa lambung dan
melalui sirkulasi sistemik, diekskresikan sebagai
13CO2 dalam udara ekspirasi.
Pemeriksaan ini mendeteksi infeksi saat ini dan tidak bersifat radioaktif, dapat
digunakan sebagai uji skrining untuk H.pylori, menilai eradikasi, dan mendeteksi
infeksi pada anak. Pemeriksaan
14C-urea breath test mirip dengan
13C-urea breath
test namun bersifat radioaktif dan tidak dapat dilakukan di pusat kesehatan primer.
39
3. Faecal antigen test. Dalam pemeriksaan antigen di feses, ELISA sandwich
sederhana digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen H. pylori yang
terbungkus feses. Studi melaporkan sensitivitas dan spesifisitas yang mirip dengan
13
C-urea breath test (>90%), dan teknik ini berpotensi untuk dikembangkan
sebagai NPT. Keutungan utama dari pemeriksaan ini adalah dalam studi
epidemiologi berskala besar terhadap akuisisi H. pylori pada anak.
392.7 Hubungan Sitokin Inflamasi dengan Gastritis 2.7.1 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis non H.pylori
TNF-α merupakan sitokin yang terlibat dalam inflamasi sistemik dan termasuk kelompok sitokin yang menstimulasi reaksi akut. TNF-α menginduksi apoptosis dan inflamasi. IL-6 dan TNF-α berperan dalam lesi di lambung. 41
Injuri gaster akibat kimiawi seperti NSAID bisa menyebabkan peningkatan ekspresi mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1β, maupun IL-8. Penelitian Lee et al pada tikus menemukan pemberian indometasin secara signifikan meningkatkan ekspresi
TNF-α, IL-1β, IL-8 pada sel epitel gaster. Hal ini mengkorfirmasi mediator inflamasi berperan dalam kerusakan sel epitel gaster akibat indometasin. Menurut Tanigawa T, et al pemberian PPI bisa menurunkan produksi TNF-α dan IL-1β. Jadi PPI memiliki efek anti inflamasi dengan menekan secara langsung induksi TNF-α dan IL-1β melalui inhibisi NF-κB dan aktivasi ERK pada sel-sel inflamasi. Penelitian Tanigawa T, et al dan Lee HJ, et al mengkonfirmasi bahwa pada erosi gaster terjadi peningkatan sitokin-sitokin inflamasi. 42,43
Gastritis kimiawi/ gastropati seperti NSAID memiliki berbagai patogenesis/ mekanisme yang menyebabkan cedera seperti inhibisi prostaglandin, efek toksik langsung dari NSAID, dan stimulasi sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, IFN-γ dan infiltrasi sel-sel inflamasi di lamina propria yang menyebabkan penurunan aliran darah mukosa, hipoksia, dan penurunan pertahanan mukosa. 44
Pada percobaan terhadap model tikus yang terkena gastritis akibat diinduksi oleh HCl/etanol, terjadi peningkatan kadar serum dari IL-6 dan TNF-α. Adanya penurunan sitokin proinflamasi ini setelah mendapatkan gastroprotektor.41
Naito Y, et al dan Jainu M, et al melaporkan bahwa inflamasi gaster mukosa akibat aspirin akibat peningkatan produksi TNF-α dan IL-1 yang berdampak pada akumulasi neutrofil. 47,48
Iskemiapun menginduksi lesi gaster, kemungkinan akibat banyak pembentukan radikal bebas, tetapi peranan sitokin proinflamasi seperti IL-1β dan TNF-α dalam proses penyembuhan lesi ini belum dipelajari mendalam. Konturek PC, et al melakukan percobaan pada tikus menemukan bahwa lesi gaster dimediasi oleh pembentukan radikal bebas, menyebabkan supresi mikrosirkulasi gaster dan aktivitas sekresi dari gaster. Serta terjadi peningkatan superoksida dismutase dan pelepasan IL-1β dan TNF-α bisa mengaktivasi ekspresi ICAM-1 dan infiltrasi neutrofil, yang berperan penting dalam progresivitas iskemia yang menginduksi erosi gaster akut menjadi ulkus kronis. 65
2.7.2 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis H.pylori
H. pylori yang menginfeksi kurang lebih 50% penduduk di seluruh dunia, yang menyebabkan inflamasi lambung kronis yang akan menjadi atrofi, metaplasia, displasia dan akhirnya kanker lambung. 50
Gambar 2.11. Respons Inflamasi akibat Helicobacter pylori 53
Tabel 2.10. Sitokin yang dihasilkan sebagai implikasi dari gastritis H.
pylori 52
Mediator Usual actions Cytokines
TNFα Pro-inflamatory (activation of leukocytes) IL-1αβ Pro-inflamatory (activation of leukocytes)
IL-7 T- and B-cell regulation IL-10 Immune down-regulation IL-12 Stimulation of Th 1 response
IFN-γ Pro-inflamatory, especially cellular immunity GM-CSF Pro-inflamatory, maturation factor
Chemokines
IL-8 Nuetrophil recruitment and activation GRO-α Nuetrophil recruitment and activation RANTES Mononuclear cell recruitment and activation MIP-1α Mononuclear cell recruitment and activation
TNF-α berperan untuk meningkatkan reaksi inflamasi dan diyakini berperan penting dalam kerusakan mukosa gaster akibat H.pylori. TNF-α menyebabkan kaskade inflamasi terhadap infeksi, respons inflamasi berlebihan di mukosa gaster yang berhubungan dengan inhibisi sekresi asam lambung dan kerentanan yang lebih tinggi terhadap Ca gaster. 54
Infeksi H.pylori berkontribusi terhadap rekrutmen neutrofil dan limfosit yang menyebabkan kerusakan epitel melalui pelepasan sitokin, salah satunya TNF-α. Bodger K, et al melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara IL-6, IL-8, TNF-α pada pasien yang terinfeksi H.pylori. Sitokin ini berkorelasi dengan derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil, di mana makin tinggi kadar sitokin sebanding dengan peningkatan derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil. 52
diketahui bekerja menurunkan aktivitas sel imun dan inflamasi seperti sel T dan
neutrofil. Semua data ini menunjukkan IL-10 potensial menekan inflamasi dan
mendukung kolonisasi H.pylori yang lebih lama pada mukosa gaster.
37,55,562.7.3 Interleukin 8
IL-8 adalah kemokin yang diproduksi oleh monosit, limfosit T, neutrofil, sel endotel vaskular, fibroblas dermis, keratinosit, hepatosit dan sel kanker gaster manusia. Pada manusia IL-8 ini dikode oleh gen IL-8. IL-8 bersifat kemotaktik terhadap limfosit T dan basofil serta neutrofil in vitro. Selain itu, IL-8 dapat menginduksi neutrofil untuk melepaskan enzim lisosom. IL-8 ini tidak terdeteksi pada plasma orang dewasa normal .57
IL-8 merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan influks neutrofil menuju sel-sel yang terinfeksi dan jumlah IL-8 diekspresikan oleh sel epitel gaster sebagai respons terhadap H.pylori yang cukup untuk menginduksi kemotaksis neutrofil.58 Penelitian in vivo dan in vitro menunjukkan adanya peningkatan kadar IL-8 yang berhubungan dengan infeksi H.pylori.59,60,61 Induksi ekspresi IL-8 dimediasi melalui
NF-κB dan proten activator-1 (AP-1).62 H.pylori secara langsung akan melakukan up regulasi ekspresi mesenger RNA dari IL-8 dan protein IL-8 pada sel epitel.63
2.8 Hubungan IL-8 dengan gastritis H.pylori
Galur H. pylori mengekspresikan tiga faktor virulensi. Salah satu faktor virulensi yang banyak diteliti adalah protein CagA yang disandi oleh gen cagA. Infeksi oleh galur yang menghasilkan cagA berhubungan dengan produksi interleukin 8 ( IL-8 ) yang lebih banyak dan menimbulkan derajat inflamasi yang lebih berat.63
Galur H pylori yang mengandung cag-PAI ( menghasilkan cag A ) menimbulkan respon IL-8 yang lebih kuat dibandingkan yang tidak.64
Beberapa penelitian tentang hubungan status CagA, kadar IL-8 mukosa gaster dan derajat inflamasi mukosa menunjukkan hasil yang beragam. Penelitian yamaoka,et al. menunjukkan derajat severitas yang lebih berat pada H. pylori positif daripada yang negatif. Infiltrasi PMN dan MN lebih berat pada galur dengan CagA positif. Kadar IL-8 mukosa gas berhubungan derajat severitas yang lebih berat secara signifikan pada galur dengan CagA positif. CagA positif berhubungan kuat dengan tingginya kadar IL-8 mukosa gaster. Infiltrasi sel MN berkolerasi signifikan ddengan kadar IL-8. 33
Infeksi H.pylori berkontribusi terhadap rekrutmen neutrofil dan limfosit yang menyebabkan kerusakan epitel melalui pelepasan sitokin, salah satunya TNF-α. Bodger K, et al melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara IL-6, IL-8, TNF-α pada pasien yang terinfeksi H.pylori. Sitokin ini berkorelasi dengan derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil, di mana makin tinggi kadar sitokin sebanding dengan peningkatan derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil .52
Xuan, et al. tahun 2005 mendapatkan kadar IL-8 mukosa metode ELISA yang lebih tinggi pada derajat gastritis yang lebih berat (infiltrasi neutrofil, infiltrasi mononuklear dan atrofi. 7
Penelitian Andersen et al mendapatkan bahwa IL-8 dan IL-10 meningkat secara signifikan pada derajat inflamasi yang lebih berat dan tingkat kepadatan H.pylori yang makin banyak .8
Gambar 2.12 Interaksi antara pathogen-host di dalam patogenesis infeksi
Pasien Abdominal
Dispepsia
Gastritis
CLEndoskopi: mukosamengalami
edema, eritema (spotted, patchy,
Biopsi
CLO test: gel tetapkuning (negatif)/
berubahwarnamenjadimer ah (positif)
Hubungan IL-8pada gastritis H. pylori (+) Hubungan IL-8padagastritis H. pylori (-)Hubungan IL-8padagastritis H. pylori (+)
Wawancara PADYQ: kuesioner dengan 11 pertanyaan yang mengevaluasi gejala nyeri epigastrium, mual, muntah, perut kembung,
dan early satiation. Gejala nyeri epigastrium, mual, perut kembung bagian atas dinilai intensitas, durasi, dan frekuensi; sementara muntah dan early satiationdinilai frekuensi.
Biopsi dilakukan pada tempat kurvatura mayor dan minor antrum.
H. pylori
(+)
H. pylori
(-)
IL-8 IL-8
Bakteri gram (-), berkolonidi
gastermanusia,,memi