• Tidak ada hasil yang ditemukan

MP3EI Negara dan Rencana Pembangunan di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MP3EI Negara dan Rencana Pembangunan di"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MP3EI; Transformasi Perencanaan Pembangunan Indonesia

1

Perencanaan pembangunan suatu wilayah adalah hal yang harus dimiliki oleh setiap negara. Hal ini bertujuan agar tidak terjadinya “tabrakan” antar rencana pembangunan. Sejak dihapuskannya kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam menetapkan GBHN, maka sejak saat itu pula, Bangsa Indonesia seolah kehilangan acuan dalam menjalankan roda pemerintahan, khususnya roda pembangunan. Hilangnya GBHN telah mengakibatkan hilangnya sarana pemandu pelaksanaan pembangunan nasional yang telah terbukti mampu memandu pemerintahan orde baru dalam melaksanakan kegiatan pembangunan berturut-turut sejak tahun 1973-1998.

GBHN adalah merupakan haluan negara tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. Sebagai haluan negara, maka tentu dapat dipahami bahwa keberadaan GBHN itu sendiri dalam

pelaksanaan roda pemerintahan sangatlah dibutuhkan. Melalui GBHN, maka arah dan tujuan perjalanan roda pemerintahan akan dapat lebih mudah dipahami sehingga cukup memudahkan dalam mengoreksi tingkat keberhasilan dan pencapaian yang ditorehkan oleh suatu pemerintahan yang sedang berkuasa.

Namun bukan tanpa upaya, pemerintah mencoba merumuskan kembali haluan negara yang sudah dihapuskan itu kedalam suatu masterplan. Dengan mengeluarkan apa yang dinamakan dengan Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau biasa disingkat dengan (selanjutnya menggunakan MP3EI), merupakan suatu upaya pemerintah untuk menentukan pembangunan nasional.

Sejarah Kemunculan Perencanaan Pembangunan

Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai perencanaan wilayah di Indonesia, sebaiknya kita perlu mengetahui sejarah perencanaan kota di dunia mulai di Eropa hingga di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Sebelum Perang Dunia I, perencanaan kota (urban planning) merupakan kepanjangan dari pekerjaan seorang arsitek, atau dengan kata lain adalah arsitektur dalam skala yang besar. Produk dari urban planning pada periode itu biasanya terbatas pada desain-desain ruang terbuka dan jalan-jalan.

1

(2)

Saat terjadi revolusi Industri yang dilandasi semangat rasionalisasi dan liberalisasi dari kekuatan pasar bebas pada awal abad 19, berhasil mendorong pelaku ekonomi untuk memaksimalkan hasil produksi dengan meminimalkan biaya produksi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggantikan tenaga manusia dan hewan dengan mesin. Hal ini telah menyebabkan terjadinya surplus besar-besaran dari hasil-hasil produksi karena adanya percepatan proses produksi. Di sisi lain, pengurangan tenaga manusia dalam proses produksi telah menyebabkan tingginya angka pengangguran sehingga daya beli masyarakat menjadi sangat terbatas sehingga telah menyebabkan adanya kesenjangan yang pada gilirannya menyebabkan munculnya ketidakadilan sosial.

Selain dari segi kegiatan ekonomi, efisiensi biaya produksi juga dilakukan di penataan ruang dengan cara memperpendek jarak tempuh dari masing-masing unsur produksi, yaitu dengan disatukannya hunian, produksi/pabrik, pergundangan dan pemasaran dalam sebuah kawasan. Semakin maraknya produk efisiensi ini menghasilkan banyaknya kawasan campuran yang saling berdekatan antara industri sekaligus permukiman. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan kekumuhan ruang kota karena kota-kota Eropa. Apalagi pada masa itu, arsitektur kota-kota di Eropa dibangun dengan gaya klasik dengan gang-gang

sempit tanpa adanya sistem drainase dan sanitasi yang direncanakan untuk dapat menampung kegiatan industri skala besar. Bisa dikatakan bahwa saluran-saluran air menjadi mampet dan sarang bagi berbagai penyakit.

Permasalahan ruang ini kemudian mendorong munculnya teori zonasi (zoning) yang menekankan pada usaha untuk membagi lahan menjadi beberapa fungsi tertentu yang spesifik. Teori zonasi inilah yang menjadi titik tolak bagi sejarah perencanaan kota di dunia yaitu kristalisasi modern planning dan urban planning di Eropa.

(3)

pemerintahan di daerah jajahan. Keberadaan bangunan-bangunan kolonial ini telah mengenalkan negara-negara dunia ketiga dengan proses urban planning tahap kesatu.

Ketika kolonialisme mulai surut, negara-negara Eropa memasuki dunia ketiga dengan membanjiri pasar di negara berkembang dengan berbagai produk sisa dari surplus besar-besaran di Eropa Barat sehingga negara berkembang/terbelakang telah menjadi pasar potensial bagi negara maju.

Fenomena lain adalah terjadinya proses industrialisasi yang dilandasi dengan second hand technology yang diimpor dari negara maju dan dipusatkan di kota-kota besar di negara berkembang sehingga menjadikan negara berkembang/terbelakang menjadi semakin konsumtif, terutama hal ini terjadi di daerah perkotaan.

Pertumbuhan kota di dunia ketiga sangat pesat yang didorong oleh adanya berbagai second hand technology dari negara maju telah menyebabkan kota memiliki daya tarik bagi masyarakat desa. Dampak yang paling nyata dari hal ini adalah terjadinya proses urbanisasi besar-besaran. Hal ini telah menyebabkan beban kota menjadi pesat dan memunculkan berbagai masalah tata ruang seperti kampung kumuh, kurangnya infrastruktur kota, munculnya sektor informal dan terjadinya urban primacy. Berbagai permasalahan

tersebut kemudian mendorong munculnya urban planning kedua. Proses urban planning pada tahap ini ditandai dengan munculnya perencanaan komprehensif, pendekatan-pendekatan ilmiah dalam perencanaan kota, dan perkembangan sistem kelembagaan di negara-negara dunia ketiga.

Dengan meningkatnya kelembagaan di setiap negara pasca memasuki era dunia ketiga, maka mengharuskan negara-negara berkembang pun mau tidak mau mempersiapkan perencanaan tata ruang atau bisa juga disebut sebagai rencana pembangunan di negara masing-masing. Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang pun tidak ketinggalan menentukan sebuah kebijakan terkait dengan perencanaan pembangunan. Dengan kemerdekaan yang sudah cukup lama diraih, namun Indonesia masih saja berkutat menjadi negara berkembang. Kalah jauh apabila dibandingkan dengan Singapura maupun Malaysia.

Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, pemerintah mencoba untuk melakukan perubahan pada formula perencanaan pembangunan di Indonesia.

Perencanaan Pembangunan Dari Masa ke Masa

(4)

terarah kepada hal-hal yang mendasar mengenai kenegaraan, seperti dasar negara berupa pancasila, peraturan dasar negara berupa Undang-Undang Dasar, bentuk negara menjadi negara kesatuan republik, dan sistem kenegaraan berbentuk presidensial. Semenjak kemerdekaan hingga berakhirnya kekuasaan Soekarno, perdebatan yang terjadi saat itu hanya pada ranah konsepsi pembangunan pondasi untuk menyiapkan Indonesia menjadi negara yang disegani oleh dunia.

Pada era Orde Lama, masa pemerintahan presiden Soekarno antara tahun 1959 1967, pembangunan dicanangkan oleh MPR Sementara (MPRS) yang menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional:

1. TAP MPRS No.I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara

2. TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969,

3. Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.

Hal yang cukup disayangkan pada era Orde Lama sebelum peraturan tersebut

dilaksanakan, Soekarno sudah dikudeta oleh rakyat Indonesia dikarenakan kondisi politik di tahun 1960-1965 memanas. Hal ini dikarenakan konsep politik NASAKOM (Nasionalis-Agamis-Komunis) yang diusung oleh Soeharto selaku presiden terpilih. Alih-alih merangkul 3 aliran yang mendominasi keadaan politik saat itu, namun yang terjadi adalah perbenturan antara orang-orang beraliran komunis dan orang-orang yang beraliran nasionalis yang bergabung dengan kaum agamis.

Karena pertentangan yang terus terjadi dan situasi terus memanas, maka Soekarno pun mengundurkan diri dan kekuasaannya beralih ke Soeharto. Inilah babak baru pembangunan negara Indonesia. Pada zaman Soeharto ini geliat pembangunan infrastruktur sangat berkembang pesat. Karena pada era Orde Baru ini, Soeharto menerapkan strategi bernama REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).

(5)

dituangkan dalam TAP MPR dan dimandatkan kepada Presiden Soeharto selaku eksekutif pada saat itu.2

Pada masa ini juga proses pembangunan nasional terus digarap untuk dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dan menciptakan lapangan kerja. Pendapatan perkapita juga meningkata dibandingkan dengan masa orde lama.

Kesemuanya ini dicapai dalam blueprint nasional atau rencana pembangunan nasional. Itulah sebabnya di jaman orde lama kita memiliki rencana-rencana pembangunan lima tahun (Depernas) dan kemudian memiliki pula Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan-Tahun (Bappenas). Di masa orde baru kita mempunyai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I, Repelita II, Repelita III, Repelita IV, Repelita V,dan Repelita VII.

Berkat rencana pembangunan yang jelas serta taktik politik “tangan besi” yang dijalan saat Order Baru, maka tidak sulit Soeharto untuk melanggengkan kekuasaannya di Indonesia selama 32 Tahun. Namun dikarenakan menerapkan taktik politik “tangan besi” pula akhirnya Soeharto tumbang pada tahun 1998. Selain faktor tersebut, ada juga penyebab paling kuat runtuhnya kekuasaan Orde Baru, adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda

Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Dengan 2 (dua) faktor tersebut, muncul gerakan-gerakan yang bertujuan agar Soeharto turun dari jabatannya. Gerakan tersebut diinisiasi oleh mahasiswa. Dampak dari gerakan sosial tersebut adalah Soeharto menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Presiden setelah 32 Tahun memimpin Indonesia.

Dengan mengundurkan dirinya Soeharto selaku Presiden, maka B. J. Habibie selaku Wakil Presiden menerima amanah sebagai Presiden untuk melanjutkan hingga masa jabatan berakhir. Maka dengan adanya perisitwa tersebut, menandai dimulainya era reformasi.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada rapat paripurna ke 12, sidang umum MPR pada tanggal 19 Oktober 1999, memetapkan TAP/IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004. GBHN 1999-2004 tersebut memuat arah kebijakan peneyelenggaraan Negara untuk menjadi pedoman bagi penyelenggara negara, termasuk lembaga tinggi Negara, dan seluruh rakyat Indonesia dalam melaksanakan

(6)

penyelenggaraan Negara dan melakukan langkah-langkah penyelamatan, pemulihan, pemantapan dan pengembangan pembangunan dalam kurun waktu tersebut.

Namun seiring berjalannya waktu terjadi perubahan garis politik hukum dalam konsep pembangunan nasional. Dengan dikeluarkannya UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, dan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Setelah dikeluarkannya peraturan tersebut, pemerintah langsung membentuk tim khusus guna menentukan arah perencanaan pembangunan Indonesia.

Hasil dari pembentukan tim tersebut, muncul yang dinamakan dengan Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau biasa disingkat dengan (selanjutnya menggunakan MP3EI). Walaupun hanya pada aspek ekonomi, namun ini merupakan langkah awal untuk melakukan perencanaan pembangunan nasional.

Bagai pisau bermata dua, MP3EI disatu sisi merupakan rencana pemerintah untuk menyiapkan perencanaan infrastruktur secara bertahap demi memudahkan akses masyarakatnya dari Sabang sampai Merauke. Karena didalamnya, terdapat pemaparan mengenai rencana infrastruktur di darat, laut, bahkan udara.

Selain itu, MP3EI ini secara tersirat merupakan masterplan atau masterpiece negara Indonesia untuk menyiapkan infrastruktur bagi para pemilik modal atau para kaum industrialis yang sudah maupun belum mendirikan perusahaannya di Indonesia, tanpa meninjau ulang kondisi ekologis maupun sosiologis di masyarakat. Karena kata kunci yang diterapkan di MP3EI adalah conectivitas, efektifitas, dan produktifitas.

Perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap pengimplemtasian MP3EI ini, karena apabila tidak adanya pengawasan berdampak pada hilangnya uang negara dalam jumlah yang besar. Contohnya saat proses pelelangan pengadaan barang, tidak menutup kemungkinan akan munculnya kecurangan sebelum, saat, maupun setelah proses tersebut.

Kesimpulan

Sebuah negara memang harus memiliki sebuah perencanaan mengenai tata ruang di wilayahnya, supaya lebih mudah untuk mencapai tujuan dari suatu negara. Indonesia yang sudah merdeka sejak tahun 1945, hingga saat ini belum mencapai apa yang dicita-citakan oleh para founding father negara ini. Dengan tujuan itu Indonesia sempat memiliki GBHN untuk menentukan arah pembangunan dan blue print dari seorang penguasa di negeri ini.

(7)

memang perencanaan sebuah wilayah berbarengan dengan pemikiran ekonomi yang saat itu dicetuskan oleh para filsuf dan revolusi industri yang terjadi di Eropa. Tujuannya agar mempermudah akses kaum industrialis sehingga menekan anggaran pengiriman barang produksi dan berdampak pada keuntungan yang diperoleh oleh para kaum industrialis.

Zaman berkembang begitu cepat. Indonesia sebagai sebuah lembaga yang pun mendapatkan dampaknya, seperti perkembangan kelembagaan serta meningkatnya populasi manusia wilayahnya. Selain itu ekspansi para kaum industrialis ke Indonesia pun memberikan dampak terhadap Indonesia, baik secara ekonomis, sosiologis, maupun ekologis. Upaya yang mampu dilakukan Indonesia untuk mengantisipasi dampak tersebut dengan menyiapkan konsep perencanaan pembangunan di Indonesia. MP3EI merupakan salah satu upaya Indonesia.

Secara eksplisit sebenarnya MP3EI ini merupakan upaya pemerintah untuk memberikan akses kepada kaum industrialis yang sudah ada maupun yang ingin berinvestasi di Indonesia. Dengan menyiapkan infrastruktur yang terencana sehingga memudahkan mereka untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya.

Semoga apa yang disampaikan ini tidak benar-benar terjadi, semoga harapan yang

termaktub pada konsideran Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 dan Nomor 17 Tahun 2007 bisa tercapai dan bisa berdampak dengan membaiknya kondisi negara Indonesia pada aspek ekonomi. Sehingga memudahkan Indonesia menjadi negara maju. Amin

(8)

Biografi Penulis

Abdil Azizul Furqon

Referensi

Dokumen terkait

1, karena titik tumpu berada dian 1, karena titik tumpu berada diantara titik beban tara titik beban dengan titik kuasa. dengan titik

Jika digabungkan dapat menjadi, bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai

Seiring dengan kebijakan tersebut di atas, sejak tahun 2010 Direktorat Pembinaan PAUD telah memberikan berbagai bantuan kepada lembaga dan organisasi masyarakat

Respon masyarakat terhadap alat musik Sasando sebagai bagian dari pelestarian budaya di Kepulauan Rote, Nusa Tenggara Timur juga menjadi bagian dari pemaparan tulisan ini..

Melihat potensi bakteri endofit dalam menyediakan unsur hara fosfat untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan pentingnya ketersedian padi sebagai bahan makanan utama

 Support 2% berarti 2% dari seluruh transaksi Support 2% berarti 2% dari seluruh transaksi yang dianalisis menunjukkan bahwa computer yang dianalisis menunjukkan bahwa computer

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik pengunjung, unit usaha, dan tenaga kerja daerah wisata Floating Market

Pendeteksian outlier pada regresi nonlinier dengan metode statistik likelihood displacement (LD) dilakukan dengan cara menghilangkan pengamatan yang diduga mengandung