Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Brawijaya
1745
Analisis Kinerja Protokol Routing Fisheye State Routing (FSR) dan
Dynamic Source Routing (DSR) pada Mobile Ad-Hoc Network (MANET)
M. Fatkur Rohman1, Heru Nurwarsito2
Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1mfatkurrohman95@gmail.com, 2heru@ub.ac.id
Abstrak
MANET memiliki 2 tipe protokol routing utama yaitu reactive routing protocol dan proactive routing
protocol. Salah satu contoh protokol reaktif adalah DSR (Dynamic Source Routing) dan protokol
proaktif adalah FSR (Fisheye State Routing). Mekanisme berbeda dalam komunikasi, sehingga kinerja kedua protokol routing tersebut berbeda. Rute node yang begitu dinamis pada setiap titik waktu, dapat berubah dan menjadi salah satu faktor dalam kinerja protokol routing MANET. Pada penelitian ini menggunakan protokol DSR dan FSR karena setiap jenis protokol routing memiliki algoritma yang berbeda dampak signifikan pada kinerja protokol routing dalam topologi. MANET menggunakan Network Simulator 2.35 dengan parameter End to End Delay, Routing Overhead, Packet Delivery Ratio dan Thoughtput. Skenario pengujian dilakukan dengan variasi jumlah node yaitu 10, 25, 50, 75 dan 100
node, dan dengan variasi ukuran paket yaitu 512, 1024 dan 2048 bytes, dan dengan variasi kecepatan 5
m/s, 10 m/s dan 15 m/s. Hasilnya nilai rata-rata end-to-end delay berdasarkan jumlah node, ukuran paket dan kecepatan node lebih rendah dari protokol FSR dengan rata-rata nilainya 3,74 s, 5,32 s dan 25,32 s. Sedangkan dengan rata-rata nilainya protokol DSR adalah 2,06 s, 3,08 s, dan 72,27 s. Untuk overhead
routing yang diuji berdasarkan jumlah node, ukuran paket dan kecepatan node lebih rendah dengan
rata-rata nilainya 854,85 paket, 519,06 paket dan 836,76 paket protokol FSR, sedangkan dengan rata-rata-rata-rata nilainya protokol DSR adalah 61,02 paket, 36,15 paket dan 153,6468 paket. Untuk packet delivery ratio yang diuji berdasarkan jumlah node, ukuran paket data dan kecepatan node lebih tinggi dari protokol FSR dengan rata-rata nilainya 48%, 39% dan 41%. Sedangkan dengan rata-rata nilainya protokol DSR adalah 94%, 95% dan 92%. Untuk throughput pengujian berdasarkan jumlah node, ukuran paket dan kecepatan node lebih tinggi dari protokol FSR dengan rata-rata nilainya 0,13 kbps, 0,20 kbps dan 0,098 kbps sedangkan dengan rata-rata nilainya protokol DSR adalah 0,23 kbps, 0,44 kbps dan 0,87 kbps. Kata kunci: MANET, DSR, FSR, Network Simulator 2.35
Abstract
MANET has 2 main types of routing protocols, namely reactive routing protocol and proactive routing protocol. One example of a reactive protocol is DSR (Dynamic Source Routing) and the proactive protocol is FSR (Fisheye State Routing). Mechanisms differ in communication, so the performance of the two routing protocols is different. The node route is so dynamic at any point in time, it can change and become one of the factors in the performance of the MANET routing protocol. In this study using DSR and FSR protocols because each type of routing protocol has a different algorithm significant impact on the performance of routing protocols in topology. MANET uses Network Simulator 2.35 with parameters End to End Delay, Routing Overhead, Packet Delivery Ratio and Thoughtput. The test scenario was carried out with variations in the number of nodes of 10, 25, 50, 75 and 100 nodes, and with variations in package sizes of 512, 1024 and 2048 bytes, and with speed variations of 5 m/s, 10 m/s and 15 m/s. The result is an average end-to-end delay based on the number of nodes, package size and node speed lower than the FSR protocol with an average value of 3.74 s, 5.32 s and 25.32 s. While with the average value of DSR protocol is 2.06 s, 3.08 s, and 72.27 s. For overhead routing tested based on number of nodes, package size and node speed are lower with an average value of 854.85 packets, 519.06 packages and 836.76 FSR protocol packages, while with an average value the DSR protocol is 61.02 packages, 36.15 packages and 153.6468 packages. Packet delivery ratio tested based on number of nodes, data package size and node speed are higher than FSR protocol with average values of 48%, 39% and 41%. While with the average value of DSR protocol is 94%, 95% and 92%. For throughput
testing based on the number of nodes, package size and node speed is higher than the FSR protocol with an average value of 0.13 kbps, 0.20 kbps and 0.098 kbps while with an average value the DSR protocol is 0.23 kbps, 0.44 kbps and 0.87 kbps.
Keywords: MANET, DSR, FSR, Network Simulator 2.35
1. PENDAHULUAN
Jaringan komunikasi telah mengalami banyak perkembangan, pada awalnya hanya berupa jaringan kabel atau jaringan kabel, hingga saat ini telah memasuki era jaringan nirkabel yang biasa disebut wireless network. Kebutuhan manusia akan jaringan komusikasi tiap hari juga makin meningkat, terutama kebutuhan jaringan komunikasi yang bersifat mobile. Dibandingkan jaringan komunikasi yang bersifat fixed, jaringan komunikasi mobile lebih memudahkan bagi penggunanya karena memiliki sifat mobilitas yang tinggi dan tidak bergantung pada kabel yang di mana komunikasi dengan bertukar data antara berbagai media jaringan (Purba, 2017).
Mobile Ad-Hoc Network (MANET) sama dengan beberapa jaringan Ad Hoc yang umum digunakan. MANET ialah suatu elemen yang berkumpul dari seluruh mobile, yang dapat menjalankan jaringan nirkabel dengan node sumber ke node target saat mengirimkan data.
Node-node dalam MANET memiliki peran
tersendiri yaitu node source sebagai pengirim dan node destination sebagai penerima, di mana
node-node tersebut memiliki jalur sendiri dalam
mengirimkan data ke tujuannya pada suatu jaringan. Protokol routing pada MANET adalah suatu proses dimana suatu node memiliki hubungan dengan node yang lain dengan meneruskan jalur komunikasi dari node ke node lainnya (Sarah, 2017), sedangkan protokol yaitu suatu aturan dimana data saling berhubungan atau komunikasi dengan bertukar data antara berbagai media jaringan (Purba, 2017).
Dalam suatu jaringan, konektivitas beberapa node bisa terjadi hilangnya suatu informasi dikarenakan jauhnya jarak antara node ke node lain dan adanya node baru yang disebabkan perubahan topologi dari node sebelumnya (Sarah, 2017). Perubahan topologi jaringan dikarenakan bebasnya suatu pergerakan
node yang menyebabkan hilangnya suatu
informasi yang diakibatkan terjadinya kepadatan dalam mengirim informasi dan kegagalan dalam memilih rute yang mengakibatkan hilangnya informasi dalam suatu jaringan. Namun dalam
interface jaringan nirkabel pasti mempunyai
jangkauan yang bervariasi tergantung pergerakan node yang terkadang membuat node tersebut mengulangi hob yang sudah dilewati (Suprayugi, 2019). Karena pengaruhi kinerja dari jaringan manet terjadi suatu dampak yaitu
node-node tersebut tidak memiliki relasi yang
berdampak kehilangan informasi. Perbedaan jangkauan juga menjadi permasalahan dalam
interface jaringan nirkabel yang suatu note
mengulangi hob yang sudah dilewati untuk membuat suatu komunikasi antar node-node lainnya. Bahkan jika node entah bagaimana berhasil untuk satu waktu, masalah akan muncul lagi karena perubahan topologi ketika sebuah
node memasuki atau meninggalkan jaringan
(Kumar, 2018).
Pada penelititan dengan judul “Analisis Kinerja Protokol Routing Fisheye State Routing (FSR) Dan Ad-Hoc On Demand Multipath Distance Vector (AOMDV) Pada Mobile Ad-Hoc Network” yang dilakukan oleh Bagos Wahyu Suprayugi (2019) membandingkan kinerja dari salah satu protokol
reactive yakni AOMDV dengan protokol proactive yakni FSR dengan menggunakan simulator NS-2. Pola pergerakan yang digunakan pada penelitian tersebut adalah
random waypoint. Pada penelitian tersebut dapat
dilihat dampak dari jumlah node dan luas area simulasi terhadap nilai end-to-end delay, packet
delivery ratio (PDR), routing overhead dan
Konsumsi Energi.
Pada penelitian ini penulis akan menganalisis suatu kinerja Proactive Routing yaitu fisheye state routing (FSR) dan Reactive
Routing yaitu dynamic source routing (DSR).
Dengan menggunakan berbagai skenario variasi jumlah node, variasi besaran paket dan variasi kecepatan node. Dengan perbedaan algoritma yang berbeda dan memiliki karateristik tersendiri untuk menyelesaikan efektivitas dalam pemilihan rute node. Pada cara kerja protokol DSR yang banyak membuat jaringan mengalami kepadatan yang mana akan memengaruhi nilai end to end delay yang dimiliki akan semakin besar, di bandingan dengan cara kerja protokol FSR mampu
memperbarui data dalam daftar tujuan dengan berkala. Maka dari itu, pada penelitian ini membandingkan kinerja protokol FSR dengan DSR menggunakan berbagai skenario variasi jumlah, besaran paket dan kecepatan node dengan menggunakan tools Network Simulator 2.
2. DASAR TEORI
2.1 Mobile Ad-Hoc Network
Mobile Ad-Hoc Network (MANET) merupakan sistem jaringan nirkabel ad hoc otonom yang terdiri dari node independen yang bergerak secara dinamis mengubah konektivitas jaringan (Roy, 2011). Manet dibentuk dari beberapa node yang bergerak bebas tanpa adanya pusat administrasi dan infrastruktur kabel (Purba, 2017). Setiap node dilengkapi dengan transmitter dan receiver wireless menggunakan antenna yang bersifat
omnidirectional (broadcast), highly directional (point to point), sangat memungkinkan untuk
diarahkan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut. Beberapa contoh node Mobile Ad-Hoc Network (MANET) yaitu smartphone dan laptop yang saling terhubung dan berkomunikasi secara langsung satu dengan yang lain.
2.2 Fisheye State Routing (FSR)
Protokol routing FSR merupakan protokol proaktif dengan menggunakan pendekatan link state. Protokol FSR melakukan optimasi algoritma link state dengan memakai pendekatan fisheye (Purba, 2019). Protokol FSR menggunakan pendekatan link state, dimana pendekatan link state memiliki kemampuan untuk memberikan informasi rute secara cepat pada saat dibutuhkan. FSR mempunyai mekanisme pengurangan jumlah pesan update
link state dengan pendekatan fisheye.
Pendekatan fisheye akan membuat FSR akan lebih sering mempertukarkan pesan dengan node tetangga dengan jarak terdekat atau masih dalam cakupan scope. Penentuan rute pada protokol FSR akan sesuai dengan routing table untuk setiap paketnya. Saat proses update rute dilakukan dengan pendekatan fisheye, node yang berada dalam lingkup tidak akan kehilangan akurasinya.
2.3 Dynamic Source Routing (DSR)
Protokol Dynamic Source Routing (DSR) adalah sebuah protokol routing reaktif yangbekerja saat ada permintaan dari source suatu
node agar dapat mengirimkan pesan ke node
tujuan (Johnson, 2001). dua mekanisme yang dapat digunakan untuk memastikan rute tetap terhubung, yaitu route discovery dan route
maintenance (Johnson, 2001). Yang mana
memiliki cache memory yang dapat menyimpan semua informasi routing yang ada di dalam jaringan. Hal ini dapat memudahkan DSR untuk proses recovery jaringan jika terjadi perubahan topologi secara tiba-tiba. Jika saat pengiriman pesan terjadi perubahan topologi jaringan, maka DSR akan mencari rute lain yang tersedia pada
cache router/cache memory, tanpa harus
melakukan route discovery lagi.
2.4 Network Simulator 2
Network Simulator (NS2) merupakan sebuah software simulasi jaringan nirkabel dan bersifat open source dibawah GPL (Gnu Public
License) dapat digunakan pada sistem operasi
windows dan linux. Software ini juga digunakan sebagai simulasi protokol jaringan
(UDP/TCP/RTP), Selain itu NS dapat mengimplementasikan beberapa MAC (IEEE 802.3, 802.11) padad berbagai media seperti jaringan berkabel (LAN, WAN, point to point), jaringan tanpa kabel (Mobile IP, Wireless LAN) bahkan digunakan sebagai simulator antar node jaringan menggunakan media satelit (Aji Sasongko at al. 2010). Adapun keuntungan dalam menggunakan software ini adalah sudah dilengkapi dengan tool validasi. Pembuatan simulasi menggunakan NS2 jauh lebih mudah dibandingkan dengan menggunakan pemrograman Delphi dan C++. Komponen penting yang terdapat pada NS adalah penjadwalan. Penjadwalan dapat dilakukan dengan antrian sesuai paket yang datang, sebelum paket diterima terdapat proses pembacaan header paket dimana pada header berisi tentang tujuan paket tersebut dan node terdekat yang saling terhubung. Contoh dapat dilihat pada Gambar 2.1.
2.5 Random Way Point
Pada Random Way Point merupakan pergerakan dari node yang akan tersebar dan bergerak secara acak dari waktu ke waktu. Model dari random way point dapat mencantumkan pause time pada pergerakan
node nya, distribusi kecepatan node bervariasi
dari 0 hingga mencapai kecepatan maksimumnya (m/s).
2.6 Two Ray Ground
Model transmisi Two Ray Ground adalah sebuah model transmisi yang dipakai berdasarkan optic geometri dan dapat digunakan untuk direct path dan refleksi dari ground antara
transmitter dan receiver. Model transmisi ini
juga memiliki keakuratan yag tinggi untuk memperkirakan kekuatan sinyal dalam skala yang luas dengan jarak beberapa kilometer untuk sistem mobile radio yang menggunakan menara yang tinggi. Power yang diterima dapat ditulis dalam persamaan berikut:
𝑃𝑟(𝑑) =𝑃𝑡𝐺𝑡𝐺𝑟ℎ𝑡2ℎ𝑟2
𝑑4𝐿
Dimana :
Pt : power yang ditransmisikan Gt : tegangan antenna transmitter Gr : tegangan antenna receiver Ht : tinggi dari antena transmitter Hr : tinggi dari antenna receiver
L : diasumsikan bernilai 1 (diasumsikan sama dengan nilai L propagasi freespace)
3. PERANCANGAN 3.1. Perancangan
Perancangan ini akan melaksanakan perancangan topologi dan produksi topologi jaringan yang akan digunakan. Tahapan ini meliputi perancangan simulasi dengan beberapa variasi jumlah node pada simulasi yaitu 10 node, 25 (densitas node rendah), 50 node (densitas
node menengah), 75 node dan 100 node
(densitas node tinggi). Kemudian, simulasi menggunakan beberapa varian node selama tahap desain digunakan sebagai efek dari perubahan jumlah node terhadap performa setiap protokol yang digunakan.
Tabel 1 Parameter Topologi
Parameter Nilai
Jumlah Node 10, 25, 50, 75, 100 Jenis Protokol FSR dan DSR Simulator Network Simulator 2.35 Jenis Mobilitas Random Way Point
Jenis Propagasi Two Ray Ground
Ukuran Paket (bytes) 512, 1024, 2048 Jenis Trafik CBR (Constant Bit Rate) Luas Area Jaringan (m) 1000 x 1000 Kecepatan Node (m / s) 5, 10, 15 Waktu Simulasi (s) 500
3.2. Perancangan Topologi
Berdasarkan tahap perancangan simulasi, dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa variasi jumlah node dari 10, 25, 50, 75 hingga 100 node. Perubahan jumlah node ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan jumlah node tersebut mempengaruhi kinerja dari setiap protokol yang digunakan. Contoh topologi yang akan digunakan ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 25 node pada topologi jaringan
3.3 Skenario Pengujian
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, studi tersebut akan diuji dalam situasi berikut, yaitu:
1. Perubahan jumlah node, total 10, 25, 50, 75 Dan 100 node.
2. Perubahan ukuran paket, berlaku untuk 512, 1024 dan 2048 byte
3. Perubahan kecepatan node, termasuk 5, 10 Dan 15 m / s.
3.3 Desain Pengujian
Gambar 3.2 Diagram alur simulasi NS2.35 Pada perancangan skenario menentukan skenario yang akan digunakan dengan luas area yang ditentukan dalam pengujian. Langkah selanjutknya dengan diolah dari hasil tersebut akan berbentuk file yang berisi informasi tentang jumlah node, koordinat, dan rute yang dilalui oleh node dengan ekstensi (.tcl) pada network
simulator. Kemudian menentukan protokol yang
digunakan, nantinya menggunakan data CBR untuk melihat alur trafik data yang dilalui node. Kemudian menjalankan simulasi, pada tahap ini akan kembali tahap konfigurasi jika mengalami suatu error pada proses jalannya simulator, jika tidak terjadi masalah maka proses selanjutnya dengan mengambil data dengan berdasarkan parameter yang sudah ditentukan, yaitu
End-to-End Delay, Routing Overhead, packet delivery ratio (PDR) dan Througput. Selanjutkan
mengambil kesimpulan dari parameter uji sebagai hasil dari simulasi.
4. Pengujian Dan Analisis
4.1 Analisis Kinerja berdasarkan variasi Jumlah Node
4.1.1 Analisis Kinerja End to End Delay
Setelah dilakukan pengujian end to end
delay maka dibandingkan dari waktu suatu paket
untuk sampai ketujuan dengan banyaknya data yang diterima. Faktor terpenting dari end to end
delay yaitu mengetahui kualitas suatu jaringan
yang semakin besar nilai end to end delay maka
semakin kurang baik kualitas dalam suatu jaringan, dan sebaliknya semakin kecil nilai suatu end to end delay semakin baik kualitas dalam suatu jaringan.
Gambar 4.1 End to End Delay berdasarkan Jumlah Node Pada grafik diatas dapat dari skenario pengujian, diperoleh hasil end to end delay FSR mengalami peningkatan dengan rata-rata nilainya 3,740664 s. Jika dibandingan dengan protokol DSR masih relatif lebih rendah karena disetiap jumlah node DSR masih stabil dengan rata-rata nilainya 2,057151 s. Maka dapat disimpulkan semakin bertambahnya pada node maka nilainya memakin meningkat, artinya beban jaringan berpengaruh dari banyaknya
node yang semakin besar.
4.1.2 Analisis Kinerja Routing Overhead
Setelah dilakukan pengujian Routing Overhead maka dibandingkan dari waktu seluruh suatu paket untuk komunikasi jaringan. Faktor terpenting dari Routing Overhead yaitu mengetahui nilai yang semakin kecil semakin baik kualitas suatu jaringan, sebaliknya semakin besar nilai suatu Routing Overhead maka menyebabkan proses pengiriman paket data.
Gambar 4.2 Routing Overhead berdasarkan Jumlah Node Diperoleh hasil disetiap node nilai protokol DSR Routing Overhead lebih kecil dari pada protokol FSR Routing Overhead. Protokol FSR mengalami peningkatan sampai dengan rata-rata nilainya 854,8492 paket, sedangkan nilai Routing Overhead protokol DSR relatif
lebih rendah dengan rata-rata nilainya 61,0154 paket. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas jaringan DSR lebih baik dibandingkan FSR karena memiliki nilai routing
overhead yang lebih kecil. Dapat disimpulkan
dampak nilai routing overhead dipengaruhi meningkatnya suatu node karena dengan banyaknya node membuat pertukanan pesan
routing semakin banyak.
4.1.3 Analisis Kinerja Packet Delivery Ratio
Setelah dilakukan pengujian Packet
Delivery Ratio maka dibandingkan dari besaran
paket untuk sampai ketujuan dengan banyaknya data yang diterima. Faktor terpenting dari Packet
Delivery Ratio yaitu mengetahui prosentase
diterima dari suatu jaringan jika jumlah packet
loss dan nilai tinggi dari PDR dan sebaliknya.
Gambar 4.3 PDR berdasarkan Jumlah Node
Diperoleh hasil disetiap node nilai protokol DSR Packet Delivery Ratio lebih besar dari pada protokol FSR Routing Overhead Protokol FSR mengalami penurunan dengan rata-rata nilainya 48%, sedangkan nilai Packet
Delivery Ratio protokol DSR lebih tinggi dengan
rata-rata nilainya 94%. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas jaringan DSR lebih baik dibandingkan FSR karena memiliki nilai Packet Delivery Ratio protokol FSR yang lebih kecil. Dapat disimpulkan bahwa packet
loss protokol DSR lebih kecil dibandingkan
protokol FSR.
4.1.4 Analisis Kinerja Throughput
Setelah dilakukan pengujian
Throughput maka dibandingkan dari banyaknya
jumlah data yang diterima untuk sampai ketujuan. Faktor terpenting dari Throughput yaitu mengetahui semakin tinggi nilai
Throughput semakin baik dalam suatu jaringan
dan sebaliknya.
Gambar 4.4 Throughput berdasarkan Jumlah Node Diperoleh hasil disetiap node nilai protokol DSR Throughput lebih besar dari pada nilai protokol FSR Throughput. Dari seluruh jumlah node protokol DSR memiliki nilai lebih tinggi, artinya protokol DSR mengalami peningkatan dengan rata-rata nilainya 0,126 Kbps, sedangkan nilai protokol FSR mengalami penurunan dari setiap node dengan rata-rata nilainya 0,232 Kbps. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas jaringan DSR lebih baik dibandingkan FSR karena memiliki nilai
Throughput yang lebih kecil.
4.2 Analisis Kinerja berdasarkan variasi Ukuran Paket
4.2.1 Analisis Kinerja end to end delay
Pengujian end to end delay dilakukan dengan cara melakukan simulasi protokol DSR dan FSR secara bergantian dengan menggunakan variasi ukuran paket 512, 1024 dan 2048 bytes.
Gambar 4.5 End to End Delay berdasarkan ukuran paket
Ini adalah hasil dari salah satu pengujian
End to End Delay berdasarkan perubahan ukuran
paket. End to End Delay ukuran paket 512 bytes pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 2,06 s, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 3,74 s. Pada pengujian End to
End Delay ukuran paket 1024 bytes pada
protokol DSR dengan rata-rata nilainya 2,96 s, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 4,67 s. Pada pengujian End to End
DSR dengan rata-rata nilainya 4,23 s, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 7,55 s. Di mana protokol DSR lebih baik dari pada protokol FSR karena memiliki nilai
end-to-end delay yang lebih rend-to-endah dari protokol FSR.
Ini karena proses pencarian rute yang dialami oleh protokol perutean FSR lebih lama dibandingkan dengan DSR, dan jika jalur yang digunakan tidak memiliki bandwidth yang sebanding dengan paket data yang dikirim, semakin besar ukuran paket yang digunakan akan menyebabkan rute tersebut berubah
.
4.2.2 Analisis Kinerja Routing OverheadPengujian Routing Overhead dilakukan dengan cara melakukan simulasi protokol DSR dan FSR secara bergantian dengan menggunakan variasi ukuran paket 512, 1024 dan 2048 bytes.
Gambar 4.6 Routing Overhead berdasarkan ukuran paket
Ini adalah hasil dari salah satu pengujian
RO berdasarkan perubahan ukuran paket. routing overhead ukuran paket 512 bytes pada
protokol DSR dengan rata-rata nilainya 61,02 paket, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 854,85 paket. Pada pengujian
routing overhead ukuran paket 1024 bytes pada
protokol DSR dengan rata-rata nilainya 27,34 paket, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 418,83 paket. Pada pengujian
routing overhead ukuran paket 2048 bytes pada
protokol DSR dengan rata-rata nilainya 20,08 paket, sedangkan pada protokol FSR yaitu 283,49 paket. Hasilnya nilai routing overhead mengalami peningkatan disetiap bertambahnya
node pada protokol FSR, sedangkan pada
protokol DSR mengalami nilai konstan pada parameter routing overhead.
4.2.3 Analisis Kinerja Packet Delivery Ratio
Pengujian Packet Delivery Ratio
dilakukan dengan cara melakukan simulasi protokol DSR dan FSR secara bergantian dengan menggunakan variasi ukuran paket 512, 1024
dan 2048 bytes.
Gambar 4.7 Packet Delivery Ratio berdasarkan ukuran
paket
Ini adalah hasil dari salah satu pengujian
Packet Delivery Ratio berdasarkan perubahan
ukuran paket. Packet Delivery Ratio ukuran paket 512 bytes pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 94%, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 48%. Pada pengujian
Packet Delivery Ratio ukuran paket 1024 bytes
pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 95%, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 37%. Pada pengujian Packet
Delivery Ratio ukuran paket 2048 bytes pada
protokol DSR dengan rata-rata nilainya 95%, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 34%. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas jaringan DSR lebih baik dibandingkan FSR karena memiliki nilai
Packet Delivery Ratio protokol FSR yang lebih
kecil. Dapat disimpulkan bahwa packet loss protokol DSR lebih kecil dibandingkan protokol FSR.
4.2.4 Analisis Kinerja Throughput
Pengujian Throughput dilakukan dengan cara melakukan simulasi protokol DSR dan FSR secara bergantian dengan menggunakan variasi ukuran paket 512, 1024 dan 2048 bytes.
Gambar 4.8 Throughput berdasarkan ukuran paket
Ini adalah hasil dari salah satu
Throughput berdasarkan perubahan ukuran
paket. Diperoleh hasil Throughput ukuran paket 512 bytes pada protokol DSR dengan rata-rata
nilainya 0,232 kbps, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 0,126 kbps. Pada pengujian Throughput ukuran paket 1024 bytes pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 0,46 kbps, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 0,204 kbps. Pada pengujian
Throughput ukuran paket 2048 bytes pada
protokol DSR dengan rata-rata nilainya 0,636 kbps, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 0,284 kbps. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas jaringan DSR lebih baik dibandingkan FSR karena memiliki nilai Throughput protokol FSR yang lebih kecil.
4.3 Analisis Kinerja berdasarkan variasi Kecepatan Node
4.3.1 Analisis Kinerja end to end delay
Pengujian end to end delay dilakukan dengan cara melakukan simulasi protokol DSR dan FSR secara bergantian dengan menggunakan variasi kecepatan node 5, 10 dan 15 m/s.
Gambar 4.9 end to end delay berdasarkan kecepatan node Ini adalah hasil dari salah satu pengujian
end to end delay berdasarkan perubahan variasi
kecepatan node. End to End Delay kecepatan
node 5 m/s pada protokol DSR dengan rata-rata
nilainya 2,057 s, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 3,740 s. Pada pengujian End to End Delay kecepatan node 10 m/s pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 203,170 s, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 4,184 s. Pada pengujian End to
End Delay kecepatan node 15 m/s pada protokol
DSR dengan rata-rata nilainya 11,586 s, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 68,059 s.
4.3.2Analisis Kinerja Routing Overhead
Pengujian Routing Overhead dilakukan dengan cara melakukan simulasi protokol DSR dan FSR secara bergantian dengan menggunakan variasi kecepatan node 5, 10 dan 15 m/s.
Gambar 4.10 Routing Overhead berdasarkan kecepatan node
Ini adalah hasil dari salah satu pengujian
Routing Overhead berdasarkan perubahan
variasi kecepatan node. kecepatan node 5m/s pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 61,0154 paket, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 854,8492 paket. Pada pengujian routing overhead kecepatan node 10m/s pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 268,7876 paket, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 877,078 paket. Pada pengujian routing overhead kecepatan node 15m/s Pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 131,1374 paket, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 778,359 paket.
4.3.3 Analisis Kinerja Packet Delivery Ratio
Pengujian Packet Delivery Ratio
dilakukan dengan cara melakukan simulasi protokol DSR dan FSR secara bergantian dengan menggunakan variasi kecepatan node 5, 10 dan 15 m/s.
Gambar 4.11 Packet Delivery Ratio berdasarkan
kecepatan node
Ini adalah hasil dari salah satu pengujian
Packet Delivery Ratio berdasarkan perubahan
variasi kecepatan node. Packet Delivery Ratio kecepatan node 5 m/s pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 94%, sedangkan pada protokol FSR yai dengan rata-rata nilainya 48%. Pada pengujian Packet Delivery Ratio kecepatan node 10 m/s pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 90%, sedangkan pada protokol FSR
dengan rata-rata nilainya 40%. Pada pengujian
Packet Delivery Ratio kecepatan node 15 m/s
pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 91%, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 36%.
4.3.4 Analisis Kinerja Throughput
Pengujian Throghput dilakukan dengan cara melakukan simulasi protokol DSR dan FSR secara bergantian dengan menggunakan variasi kecepatan node 5, 10 dan 15 m/s.
Gambar 4.12 Throghput berdasarkan kecepatan node Ini adalah hasil dari salah satu pengujian
Throghput berdasarkan perubahan variasi
kecepatan node. Throughput kecepatan node 5 m/s pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 0,232 kbps, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 0,126 kbps. Pada pengujian Throughput kecepatan node 10 m/s pada protokol DSR dengan rata-rata nilainya 0,78 kbps, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 0,09 kbps. Pada pengujian
Throughput kecepatan node 15 m/s pada
protokol DSR dengan rata-rata nilainya 1,584 kbps, sedangkan pada protokol FSR dengan rata-rata nilainya 0,078 kbps.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang dianalisis, diperoleh suatu kesimpulan sebagai tanggapan atas rumusan masalah dalam penelitian ini.
1. Tahap pertama dari simulasi protokol DSR dan FSR adalah inisialisasi protokol routing, jumlah node, ukuran paket data, kecepatan node, dan kondisi lain pada file ekstensi tcl. Setelah itu, jalankan file tcl melalui terminal, dan jalankan nam secara otomatis setelah file tcl dijalankan, untuk visualisasi simulasi. Kemudian jalankan nama file tersebut hingga selesai, dan hasil simulasi akan tersimpan dalam file dengan ekstensi tr (tracefile). Dari file tr (tracefile), dapat disaring berdasarkan parameter QOS yang digunakan (End to End
Delay, Overhead Routing, Packet Delivery Ratio, dan Throughput) untuk perbandingan.
2. Hasil dari pengaruh penggunaan variasi jumlah node didapatkan hasil bahwa nilai end to
end delay dan packet delivery ratio akan
mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah node yang digunakan. Sedangkan nilai overhead routing mengalami penurunan dikarenakan semakin besar jumlah
node pada area simulasi sehingga membuat nilai packet delivery ratio semakin rendah. Namun
dari pengaruh penggunaan ukuran paket data didapatkan hasil bahwa nilai end to end delay akan mengalami peningkatan nilai end to end
delay terhadap ukuran paket yang digunakan
dalam satu jaringan. Sedangkan nilai routing
overhead akan bertambah seiring dengan
bertambahnya ukuran paket dan kecepatan node. Sedangkan untuk nilai end to end delay akan mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya kecepatan node yang digunakan. Sedangkan nilai throughput protokol DSR mengalami peningkatan sedangkan protokol FSR mengalami kebalikannya dalam penggunaan jumlah node, penggunaan ukuran paket dan penggunaan kecepetan node.
3. Perbandingan dengan kedua protokol, protokol DSR memiliki kinerja yang lebih baik dalam hal end-to-end delay, overhead routing,
packet delivery ratio, dan throughput. Untuk
pengujian nilai end-to-end delay berdasarkan jumlah node, ukuran paket dan kecepatan node lebih rendah dari protokol FSR dengan rata-rata nilainya 3,74 s, 5,32 s dan 25,32 s. Sedangkan dengan rata-rata nilainya protokol DSR adalah 2,06 s, 3,08 s, dan 72,27 s. Untuk overhead
routing yang diuji berdasarkan jumlah node,
ukuran paket dan kecepatan node lebih rendah dengan rata-rata nilainya 854,85 paket, 519,06 paket dan 836,76 paket protokol FSR, sedangkan dengan rata-rata nilainya protokol DSR adalah 61,02 paket, 36,15 paket dan 153,6468 paket. Untuk packet delivery ratio yang diuji berdasarkan jumlah node, ukuran paket data dan kecepatan node lebih tinggi dari protokol FSR dengan rata-rata nilainya 48%, 39% dan 41%. Sedangkan dengan rata-rata nilainya protokol DSR adalah 94%, 95% dan 92%. Untuk
throughput pengujian berdasarkan jumlah node,
ukuran paket dan kecepatan node lebih tinggi dari protokol FSR dengan rata-rata nilainya 0,13 kbps, 0,20 kbps dan 0,098 kbps sedangkan dengan rata-rata nilainya protokol DSR adalah 0,23 kbps, 0,44 kbps dan 0,87 kbps.
6. DAFTAR PUSTAKA
A. K. S. Ali, & U.V. Kulkarni, 2017. “Comparing and analyzing reactive routing protocols (AODV, DSR and TORA) in QoS of MANET”, in Proc. IEEE 7th International Advance Computing Conference (IACC), pp. 345-348.
Alamsyah, dkk. 2018. Analisis Kinerja Protokol Routing AODV, DSR, dan OLSR pada Mobile Ad hoc Network Berdasarkan Parameter Quality of Service. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Amalia, Fitri. 2014. Analisis Perbandingan Kinerja Protokol Dynamic Source Routing (DSR) dan Geographic Routing Protocol (GRP) pada Mobile Ad Hoc Network (MANET). J. Sains. Teknol dan Ind., vol. 12, no. 1, pp. 9-15.
Anggraini, Sarah Devi., dkk. 2017. “Analisis Perbandingan Performasi Protokol Routing AODV Dan DSR Pada Mobile Ad-Hoc Network (MANET)”. Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom, Purwokerto.
Hadi, M. Z. (2010). Modul Protokol Routing. Surabaya: Politeknik Eleltronika Negeri Surabaya (PENS).
Johnson, David B., dkk. 2001 “DSR: The
Dynamic Source Routing Protocol for Multi-Hop Wireless Ad Hoc Networks”.
Computer Science Department. Carnegie Mellon University.
Kumar, Vikas. 2018. “Comparing and Analyzing Routing Protocols (AODV, DSR and WRP) in QoS of MANET”. Journal of Network Communications and Emerging Technologies (JNCET)
Mentari, L. R. P., Primananda, R. & Basuki, A., 2019. Pengaruh Model Mobilitas Node Pada Protokol Routing AODV dalam MANET. Jurnal Pengembangan Teknologi Informatika dan Ilmu Komputer, Volume 3, pp. 8151-8160. Purba, Desy Ulina, 2017. Analisis kinerja
protokol Ad Hoc On-Demand Distance Vector (AODV) dan Fisheye State Routing (FSR) pada Mobile Ad Hoc Network. Malang: Universitas Brawijaya.
Roy, Radhika Ranjan,. 2011. Handbook of
Mobile Ad Hoc Networks for Mobility Models, Springer New
York Dordrecht
Heidelberg London.
Suprayugi, Bagos Wahyu. 2019. Analisis Kinerja Protokol Routing Fisheye State Routing (FSR) dan AdHoc On Demand Multipath Distance Vector (AOMDV) pada Mobile AdHoc Network. Malang: Universitas Brawijaya.
Wehrle,Klaus,. Dkk,. 2010. Modeling and Tools
for Network Simulator, Springer Heidelberg Dordrecht London NewYork Yunanto, D. Aji, 2015. Analisa Perbandingan
Unjuk kerja Protokol Routing Reaktif ARAMA terhadap Protokol Routing Reaktif DSR pada Jaringan MANET. Yogyakarta:Universitas Sanata Dharma. Zakaria., Moch. Kurniawan. 2011. “Analisis
Kinerja Temporally Ordered Routing
Algorithm (TORA) dan Fisheye State Routing (FSR) pada jaringan Wireless Adhoc”. Teknik Informatika. Universitas