• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jangan Meratap Jadi Tionghoa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jangan Meratap Jadi Tionghoa"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

Jangan Meratap Jadi Tionghoa

Bung Sudjak yg,

Betul bung, kita berdua TIDAK SALAH sasaran. Yang saya maksudkan bung Sudjak adalah bung Jack di T-net dimana saya juga tergabung. Dan, ... tanggapan saya itu dari pembicaraan bung dengan Bong Felix, untuk lengkapnya lihat email tgl. 13 April kemarin, dan saya lampirkan dibagian paling bawah.

Dari tanggapa bung yang saya baca pagi ini, nampaknya diantara kita tidak ada perbedaan prinsip, kecuali disana sini ada sedikit pengertian yang perlu saya pertegas dan diluruskan, termasuk penggunaan istilah “Melting-pot” dan “Asimilasi” yg perlu dijernihkan.

1. “Menentukan pilihan jalan hidup sendiri!” yg saya maksudkan tidak beda dengan pembatasan yang bung berikan itu. Karena yg saya bicarakan sebatas dalam kata-kata berikut yg juga bung kutip itu: “dalam masalah memilih suka mengikuti budaya-tradisi dan keyakinan Agama apa yg sesuai, atau mau kawin dengan siapa itu terserah, suka-sukanya dan boleh-boleh saja. Itulah yang dikatakan sepenuhnya masalah PRIBADI!” Jadi, mestinya jelas yang saya maksudkan pilihan jalan hidup disini bukan dalam artian luas, termasuk jadi perampok, koruptor, ... bahkan pembunuh yang melanggar HUKUM.

2. Mengenai pernyataan saya yang dirasakan bung penganut pandangan “ASIMILASI” dan “Melting-pot”, kalau ternyata SALAH, mohon maaf. Tapi, itulah penangkapan saya dari apa yang tertulis oleh bung dibawah, saya kutip: “konsep melting pot seperti diamerika, kalau ini kita kelola dengan baik mungkin kita lebih baik dari amerika.

Sarana yang paling sakral untuk kita benahi adalah perkawinan antar etnis tionghoa vs inlander, ini belum ada lembaganya atau matcomblangnya. Nah kalau dari pihak tonghoa menawari pasti para inlander akan rame2 mendaftar, bahkan banyak inander yang merasa bangsa punya suami atau istri dari rekan2 tionghoa.” Kutipan selesai. Dari sepenggal pernyataan ini, penangkapan saya, bung menekankan terjadinya kawin silang antar suku, khususnya suku Tionghoa dengan inlander. Oleh karena itu saya mengajukan pemikiran atau sedikit gambaran perbedaan konsep “ASIMILASI” dan “INTEGRASI” yang terjadi ditahun-tahun 50-60, untuk mengikuti tulisan itu selengkapnya bisa lihak di:

(2)

2

https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/163030 Untuk lebih jelas dengan konsep “ASIMILASI” yang biasa diumpamakan seperti makanan sejenis “Melting Pot” itu yg sejak tahun 50-an sudah dikembangkan dan dijalankan di AS, Cana Australia, ... yg menekankan usaha menghilangkan “PERBEDAAN”, menanggalkan/menghilangkan perbedaan kultur, adat bahkan biologies yg ada dengan kawin-mawin silang. Melumat berbagai jenis sayuran sehingga tidak lagi berbentuk sayur asal, menjadi satu jenis sayuran baru yang rasa dan jenisnya baru sama sekali, itulah yg dinamakan mereka “Melting-pot”. Dan itu setelah berlangsung puluhan tahun, ternyata dirasakan tidak memecahkan persoalan bahkan oleh yg suku minoritas, Aborigine dirasakan satu tekanan, menginjak hak-asasi mereka untuk mempertahankan adat-istiadat bahkan ciri biologies mereka yg beda itu! Itulah sebab, di negara-negara maju, seperti AS, Canada dan Australia sekarang, juga mulai mengalihkan pemikiran ke multikulturalisme, orang didorong untuk berkesadaran bisa menerima dan menghormati setiap umat manusia dengan segala perbedaan yang ada, akhirnya kembali ke dasar pemikiran Mpu Tantular berabad-abad yl, BHINNEKA TUNGGAL IKA yg sudah dijadikan dasar NEGARA kita 70 tahun yl!

Dan ingat, masalah kawin silang antar beda suku dan etnis, akan terganjel oleh perbedaan Agama! Kecuali setiap Agama juga sudah bisa menerima umatnya kawin dengan pasangan BEDA AGAMA. Namun, kalau sudah yang namanya masalah CINTA, cinta muda-mudi itu bisa diatas segalanya, mereka akan menerjang dan menemukan jalan yang paling baik untuk haridepan mereka sendiri. Jadi, lagi-lagi masalah PRIBADI, untuk menentukan dan memilih jalan hidupnya sendiri itu, lebih baik jangan dan TIDAK PERLU direcoki oleh siapapun. Biarlah mereka berdua menentukan sendiri jodoh pilihan untuk HIDUP mereka yang dirasakan paling BAIK saja. TIDAK PERLU kita anjurkan atau diserukan harus kawin silang, untuk menghilangkan perbedaan yang ada. Apalagi kalau Pemerintah berusaha untuk mengatur-atur dengan kebijakan administrasi! JANGAN! Biarlah percintaan muda-mudi itu terjadi sewajar nya saja, tumbuh berkembang dalam pergaulan hidup harmonis didalam masyarakat itu sendiri!

Seandainya bisa menerima konsep BHINNEKA TUNGGAL IKA, dimana kita semua bisa menerima dan menghormati setiap umat manusia dengan segala perbedaan yang ada, maka setiap kita harus bisa hidup harmonis didalam masyarakat majemuk deengan memperkenankan perbedaan-perbedaan itu ada sebagai kenyataan. Adat-istiadat yg dirasakan baik harus dipertahankan dan dikembangkan, sekalipun adat itu dari suku minoritas yg sangat, sangat kecil. Jangan dimusnahkan hanya karena adat suku tertentu!

(3)

3 Sebaliknya adat yg kurang baik dan jelek dibuang untuk menerima dan belajar dari adat suku lain yg lebih baik. Tentu, semua ini harus dilakukan sesuai tingkat kesadar suku itu sendiri saja. Tidak harus dicampuri suku lain, apalagi dengan tuntutan mengharuskan mereka melepaskan adat mereka, bahkan Pemerintah mengeluarkan LARANGAN! Jadi, … kita semua, khususnya bagi Pemerintah yang berkuasa bukan lagi berusaha menghilangkan segala yang berbeda dari pihak lain agar sama deengan dirinya sendiri. Nah, kalau sudah bisa menerima konsep pemikiran BHINNEKA TUNGGAL IKA demikian ini, yang lebih sesuai tentunya bukan konsep “ASIMILASI” atau bentuk “Melting pot” dimana berbagai jenis sayuran dilumat jadi satu dalam bentuk yg baru samasekali dan tidak lagi nampak jenis sayuran semula! Mestinya lebih sesuai diumpamakan “Salad Bowl” atau di kuliner kita yang dinamakan Gado-Gado, Pecel, lalapan-Sunda, Karedok, … dimana setiap jenis sayuran masih nampak bentuk dan rasa asli sayuran.

3. Kalau sudah memasuki ranah POLITIK, yaa berlakukan saja HUKUM yang berlaku. Tidak perlu dan juga tidak seharusnya mengkaitkan etnis, suku ataupun Agama si konglomerat-hitam disana yang bersekongkol dengan penguasa melakukan perampokan kekayaan Rakyat. Ringkus saja dan jebloskan dalam penjara selama mungkin, …beres! Begitu juga dengan Ahok, sebagai Gubernur DKI Jakarta, disitu jelas Ahok TIDAK BISA hanya mewakili Tionghoa sekalipun etnis Tionghoa, tapi dia mewakili penduduk Jakarta yg aneka-ragam, dari berbagai suku dan etnis yang ada. Dan Ahok saya lihat telah menampilkan dirinya berdiri dengan tepat, sebagai orang Indonesia asli, sekalipun kita boleh saja tidak suka dengan kata-kata kasar dan kotor yang diucapkan! Apapun kesalahan Ahok yg dilakukan, jangan dilihat sebagai Tionghoa lagi, tapi orang Indonesia nya saja. Dan ingat, dia sedang berhadapan dengan siluman-siluman di DPRD yang berposisi kuat, jadi pusatkan energi dan arahkan ujung tombak pada usaha memenangkan PERJUANGAN melawan siluman-siluman itu. Selesai perjuangan utama Ahok dan syukur bisa dimenangkan, baru kita ajukan kritik sebaiknya Gubernur bisa berkata-kata sopan dan bijaksana.

Prinsip saya, tindak-tanduk atau kesalahan/kejahatan setiap orang DEWASA, harus ditanggung sendiri tanpa dikaitkan dengan suku, etnis, Agama orang itu, bahkan juga tidak seharusnya membawa keluarga yg tidak ada hubungan dengan kasusnya. Berlakukan HUKUM sebaik-baiknya, dan jatuhi hukum seberat-beratnya saja sesuai hukum yang berlaku!

Sebaliknya, kalau seseorang berbuat mulia, berjasa bagi masyarakat dan nama haum NEGARA, beramai-ramailah kita ikut bergembira dan merasa bangga bersama-sama, … baik sebagai etnis, suku maupun sebagai BANGSA INDONESIA!

(4)

4 Salam,

ChanCT

From: Moha Soedjak

Sent: Thursday, April 16, 2015 12:00 AM

To: SADAR@netvigator.com ; GELORA45@yahoogroups.com ; tionghoa-net@yahoogroups.com ;

jack@yahoo.com ; jaringan-kerja-indonesia@googlegroups.com

Subject: Jangan Meratap Jadi Tionghoa

Bung Chan yang baik,

Bung telah menulis tentang soal “Keturunan Tionghoa” (saya singkat KT) dan bung tujukan kepada “bung Sudjak”. Menjadi pertanyaan saya, apakah tulisan ini bung tujukan kepada saya? Persoalannya, nama saya memang Sudjak dan memang saya pernah menulis tentang KT. Akan tetapi saya tidak pernah menulis ke Gelora '45. Bisa jadi bahwa tulisan itu jatuh ke tangan bung?

Saya akan menanggapi tulisan bung seolah-olah tulisan bung itu tertuju kepada diri saya. Minta maaf sebesar2nya apabila ternyata tidak benar, kepada “bung Sudjak” yg dituju dan kepada bung sendiri.

Secara singkat, tulisan bung memuat dua hal: 1. Untuk gampangnya saya kutip tulisan bung:

– Dalam kehidupan seseorang dimanapun, dia berhak menentukan pilihan untuk dirinya yang dianggap paling baik dan cocok. Menentukan pilihan jalan hidup dirinya sendiri! Jadi, dalam masalah memilih suka mengikuti budaya-tradisi dan keyakinan Agama apa yg sesuai, atau mau kawin dengan siapa itu terserah, suka-sukanya dan boleh-boleh saja. Itulah yang dikatakan sepenuhnya masalah PRIBADI! Dan masalah pribadi begini TIDAK seorangpun, termasuk orang-tuanya berhak melarang bahkan menentang pilihan hidup seseorang yg sudah menginjak DEWASA. Lebih-lebih PEMERINTAH yg berkuasa TIDAK seharusnya dan tidak BERHAK untuk menggunakan kebijakan menentukan arah pilihan hidup warganya.-

(5)

5 Tulisan bung itu menurut saya 100% benar, hanya saja bung telah melupakan beberapa hal yang lain.

Saya tidak menyinggung pemerintahan mana pun juga atau negeri mana pun juga.

Pertama, seseorang yg memilih jalan hidup yang melanggar hukum2 di negeri dia berada, ya akan dinyatakan sebagai penjahat oleh pemerintah setempat, dengan segala konsekwensinya. Kedua, seseorang yang memilih jalan hidup yang merugikan masyarakat setempat, akan dinyatakan sebagai penjahat oleh masyarakat setempat.

Saya kira itu sudah merupakan hukum orang hidup bermasyarakat. Bahkan sesorang yg hidup sendiri di tengah hutan belantara pun tidak bisa hidup semau2nya, dia juga harus memperhatikan “hukum2 rimba” yang tak tertulis untuk bisa mempertahankan hidupnya. Dengan sendirinya di mana pun juga seseorang berhak 100% hidup semau dia, dengan segala konsekwensinya.

2. Ke dua, tulisan bung menyetujui pendapat bahwa KT di Indonesia berhak dan harus bisa hidup sebagai KT, dan tidak membenarkan bahwa KT harus dipaksakan “berasimilasi” dengan “pribumi”.

Repotnya tulisan bung tersebut, meskipun tidak dituliskan secara jelas, pembaca akan menarik kesimpulan bahwa saya (apa bila bung Sudjak itu saya) pengikut pendapat “asimilasi”tersebut. Bahkan bung tulis di situ “... seperti yang bung bilang menjadikan suku-suku yg ada, khususnya ditujukan pada suku minoritas itu bisa dilebur menjadi satu bangsa yang baru, macam melting-pot itu, ...”. Saya tidak tahu dari mana bung kutip tulisan ini, yang jelas saya bukan pengikut pendapat “asimilasi” dan tidak pernah menyatakan/memulis seperti tulisan di atas.

3. Secara umum, jika saya boleh memberi sedikit komentar ttg tulisan bung, tulisan ini seperti tulisan ttg KT pada umumnya, telah mendudukkan semua KT dalam satu mangkok. Bung tidak membedakan antara KT yg dulu menjadi partner Suharto dkk dan menjadi kaum kongglomerat dengan KT yang menjadi korban kebiadaban pemerintah Suharto. Bung tidak membedakan antara KT yang menjadi korban apa yg dinamakan “kerusuhan rasisme”, dengan KT yg rumah2 mereka malah dijaga militer. Bung tidak membedakan antara KT yang dibunuhi dan diperkosa dalam kerusuhan2 itu, kerusuhan yg ternyata didalangi oleh militer, dengan KT yang membayar militer2 itu. Bung tidak menanyakan MENGAPA rejim Suharto melarang segala yg berbau Tionghoa dan membunuh kultur Tionghoa, sedangkan partner mereka juga KT? Bung tidak membedakan antara KT yg menjadi petani2 di

(6)

6 Kalimantan dengan KT yg membakari hutan2 di Kalimantan hingga asapnya nyampai ke Malaysia, untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit.

Menjadi pertanyaan saya, karena bung bernama Chan maka saya tarik kesimpulan bung juga seorang KT, sebagai KT bung berada di mana? Atau bung memang tidak bisa memisah-misahkan antara KT dan KT? Atau bung juga menganggap seluruh orang Jawa tidak berbeda dengan Suharto? Entahlah.

Salam, ma soedjak.

From: mailto:tionghoa-net@yahoogroups.com Sent: Monday, April 13, 2015 7:48 AM

To: tionghoa-net@yahoogroups.com

Subject: Re: [t-net] Jangan Meratap Jadi Tionghoa

Teman Bong Felix, saya kira akulturasi budaya adalah sarana yang paling baik

untuk membentuk

konsep melting pot seperti diamerika, kalau ini kita kelola dengan baik mungkin kita lebih baik dari amerika.

Sarana yang paling sakral untuk kita benahi adalah perkawinan antar etnis tionghoa vs inlander,

ini belum ada lembaganya atau matcomblangnya. Nah kalau dari pihak tonghoa menawari pasti para inland er akan rame2 mendaftar, bahkan banyak inander yang merasa bangsa punya suami atau stri dari rekan2 tionghoa. Saya saja duu waktu mahasiswa punya paca orang tionghoa betapa senang dan bangganya saya waktu itu. Jangan inlander hanya ditempatkan sebagai PRT, sopir, jogoss atau pegawai rendahan lainnya, ya jadi menantu kan nggak apa2`

wassalam jack

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga ini sebagai petunjuk teknis yang dijadikan dasar/landasan dalam pelaksanaan kegiatan bantuan untuk Wirausaha

Berdasarkan hasil pengukuran zona hambat terhadap ke-tiga bakteri uji Vibrio harveyi, Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio cholera , semua isolat probiotik B, C, G, dan

Interpretative is the label for a very usable category of thinking skills, which should be emphasized in reading. This term could be used in a sense broad enough to

Cikadongdong Menjadi wil. Cigemblong, Perda No. Cigemblong, Perda No.. Datarcae Semula wil. Sukamulya, Perda No. Sukamulya, Perda No. Sukamulya, Perda No. Sukamulya, Perda

Oleh karena itu secara gambaran umum Masjid Agung Trans Studio Bandung memiliki kapasitas untuk melaksanakan kegiatan pemberdayaan yang bertujuan untuk

Hasil penelitian pernah dilakukan oleh (Yoga Pratama Putra Moch, 2014) tentang pengaruh Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin, dan Earning Per Share

Hindi rin niya alam kung nakikipag- syota na ba sa kaniya si Doray o simpleng pinaglalakuan lang siya ng ‘tilapiya’ nito.Hindi nakatulog si Intoy sa gabing iyon nang sabihin ni Doray

PROSIDING disusun berdasarkan hasil SEMINAR NASIONAL kerjasama Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UMY dengan Perhepi Komda DIY yang dilaksanakan pada