PAPER PAPER
TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK BABI DAN KUDA TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK BABI DAN KUDA
Tanggal
Tanggal : : 20 20 September September 2012 2012 Nama Nama Dosen Dosen : : Pollung Pollung H. H. SiaganSiagan Praktikum ke
Praktikum ke
–
–
3 3 Asisten Asisten : : Pasaoran Pasaoran SilalahiSilalahiKelebihan dan Kekuranga Antara Kawin Alam dan Inseminasi Buatan Pada Kelebihan dan Kekuranga Antara Kawin Alam dan Inseminasi Buatan Pada
Ternak Babi Ternak Babi Oleh : Oleh : Kiki Umizakiah Kiki Umizakiah (D14100040)(D14100040)
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNLOGI PETERNAKANTEKNLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012 2012
Konsumsi d
Konsumsi daging baging babi didunia abi didunia sebesar sebesar 40% dari 40% dari total komsumstotal komsumsi dagingi daging merah. Berdasarkan pencatatan FAO, selama 10 tahun terakhir produksi babi merah. Berdasarkan pencatatan FAO, selama 10 tahun terakhir produksi babi meningkat
meningkat dari 73 juta medari 73 juta menjadi 94 njadi 94 juta ton,. Permintaajuta ton,. Permintaan babi dipen babi diperkirakan akanrkirakan akan meningkat menjadi 125 juta ton pada tahun 2020, seiring dengan meningkatnya meningkat menjadi 125 juta ton pada tahun 2020, seiring dengan meningkatnya populasi manusia di dunia (Gerrits et al., 2005). Dengan demikian populasi babi populasi manusia di dunia (Gerrits et al., 2005). Dengan demikian populasi babi harus ditingkatkan untuk memenuhi perkiraan permintaan pada tahun
harus ditingkatkan untuk memenuhi perkiraan permintaan pada tahun 2020.2020.
Untuk meningkatkan produksi babi, telah dikenal tekhnik produksi yang Untuk meningkatkan produksi babi, telah dikenal tekhnik produksi yang efisien, salah satunya adalah penerapan teknologi dan produksi bioteknologi. efisien, salah satunya adalah penerapan teknologi dan produksi bioteknologi. Sebagian besar penelitian memperkenalkan bioteknologi dalam aspek genetika, Sebagian besar penelitian memperkenalkan bioteknologi dalam aspek genetika, nutrisi, serta penyakit dan kontrol parasit. Bioteknologi pada aspek reproduksi yang nutrisi, serta penyakit dan kontrol parasit. Bioteknologi pada aspek reproduksi yang diterapkan pada babi salah satunya adalah i
diterapkan pada babi salah satunya adalah inseminasi buatan (IB).nseminasi buatan (IB).
Inseminasi buatan telah berkembang dengan pesat selama 35 tahun terakhir. Inseminasi buatan telah berkembang dengan pesat selama 35 tahun terakhir. Inseminasi buatan pada babi secara luas diterapkan di berbagai negara untuk Inseminasi buatan pada babi secara luas diterapkan di berbagai negara untuk memproduksi babi secara intensif. IB memang banyak memberikan keuntungan, memproduksi babi secara intensif. IB memang banyak memberikan keuntungan, namun walau bagaimana pun IB adalah teknologi hasil ciptaan manusia yang tentu namun walau bagaimana pun IB adalah teknologi hasil ciptaan manusia yang tentu memiliki kelemahan. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kelebihan dan memiliki kelemahan. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kelebihan dan kekuranga
kekurangan antara kawin alam n antara kawin alam dan inseminasi buatan (IB) pada ternak babi.dan inseminasi buatan (IB) pada ternak babi.
Kelebihan Kawin Alam Kelebihan Kawin Alam
Toelihere (1981) berpendapat bahwa pada pengawinan alami pejantan Toelihere (1981) berpendapat bahwa pada pengawinan alami pejantan melakukan tahap-tahap percumbuan yang dimulai dengan mencium flank betina, melakukan tahap-tahap percumbuan yang dimulai dengan mencium flank betina, menyeruduk dan menyodok diantara kaki belakang betina secara tiba
menyeruduk dan menyodok diantara kaki belakang betina secara tiba
–
–
tiba dengantiba dengan moncongnya, mengangkat bagian belakang betina, menggertakkan gigi, moncongnya, mengangkat bagian belakang betina, menggertakkan gigi, menggertakkan rahang dari samping kesamping dan keluar buih dari mulut. Babi menggertakkan rahang dari samping kesamping dan keluar buih dari mulut. Babi pejantan tersebut akan memisahkan babipejantan tersebut akan memisahkan babi
–
–
babi betina yang tidak berahi dan mulaibabi betina yang tidak berahi dan mulai menaiki betina yang menunjukkan gejala berahi. Dengan demikian, melalui menaiki betina yang menunjukkan gejala berahi. Dengan demikian, melalui pengawinan alami, peternak tidak perlu memeriksa gejala birahi babi betina satu pengawinan alami, peternak tidak perlu memeriksa gejala birahi babi betina satu persatu, cukup mengandalkan tingkah laku babi ini. Selain itu, sistem kawin alami persatu, cukup mengandalkan tingkah laku babi ini. Selain itu, sistem kawin alami tidak membutuhkan pengeluaran biaya yang besar dan tidak membutuhkan banyak tidak membutuhkan pengeluaran biaya yang besar dan tidak membutuhkan banyak tenaga kerja.Kelemahan kawin Alam Kelemahan kawin Alam
Kawin alam hanya dapat dilakukan jika babi jantan dan babi betina bertemu, Kawin alam hanya dapat dilakukan jika babi jantan dan babi betina bertemu, dengan demikian jantan superior yang ada di luar negri tidak dapat dengan mudah dengan demikian jantan superior yang ada di luar negri tidak dapat dengan mudah dikawinkan secara alami dengan betina lokal. Selain itu, kawin alami dapat melukai dikawinkan secara alami dengan betina lokal. Selain itu, kawin alami dapat melukai babi jantan
babi jantan maupun babi betina, tanggmaupun babi betina, tanggal perkawinan kurang al perkawinan kurang dapat diprediksi, resikodapat diprediksi, resiko akibat pemakaian secara berlebihan, dan secara umum tingkat kebuntingan yang akibat pemakaian secara berlebihan, dan secara umum tingkat kebuntingan yang rendah (Lammers et , 2007).
rendah (Lammers et , 2007).
Kelebihan Inseminasi Buatan Kelebihan Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan (IB) pada babi dikenal dapat meningkatkan produksi babi Inseminasi buatan (IB) pada babi dikenal dapat meningkatkan produksi babi secara efisien. Dibandingkan dengan kawin buatan, IB sangat berguna untuk secara efisien. Dibandingkan dengan kawin buatan, IB sangat berguna untuk memasukan gen superior ke dalam betina (Maes et al., 2008) sehingga dapat memasukan gen superior ke dalam betina (Maes et al., 2008) sehingga dapat meningkatkan potensi genetik (Toelihere, 1993). Seekor babi jantan unggul, dengan meningkatkan potensi genetik (Toelihere, 1993). Seekor babi jantan unggul, dengan IB dapat dipakai untuk melayani 2000 ekor betina per tahun dengan keturunan IB dapat dipakai untuk melayani 2000 ekor betina per tahun dengan keturunan 20.000 e
20.000 ekor. Apabila kor. Apabila pejantan bibit pejantan bibit diisolasi dan diisolasi dan dijaga kesedijaga kesehatannya, hatannya, maka IBmaka IB dapat mencegah penyebaran penyakit menular seperti
dapat mencegah penyebaran penyakit menular seperti Brucellosis Brucellosis,, TuberculosisTuberculosis dandan Leptospirosis
Leptospirosis. Selain itu dengan teknik IB seekor pejantan dapat mengawini lebih. Selain itu dengan teknik IB seekor pejantan dapat mengawini lebih banyak betina dalam sekali ejakulasi dan dapat mengatasi masalah ukuran tubuh banyak betina dalam sekali ejakulasi dan dapat mengatasi masalah ukuran tubuh yang tidak memungkinkan dalam pengawinan secara alami (Eusebio, 1980). yang tidak memungkinkan dalam pengawinan secara alami (Eusebio, 1980). Toelihere (1993), menyatakan bahwa manfaat lain yang diperoleh dari inseminasi Toelihere (1993), menyatakan bahwa manfaat lain yang diperoleh dari inseminasi buatan adalah hemat biaya.
buatan adalah hemat biaya.
Kelemahan Inseminasi Buatan Kelemahan Inseminasi Buatan
Kelemahan utama IB pada babi adalah, setiap babi betina harus diinseminasi Kelemahan utama IB pada babi adalah, setiap babi betina harus diinseminasi dengan 50 sampai 100 ml semen encer, dan satu ejakulat hanya dapat dipakai untuk dengan 50 sampai 100 ml semen encer, dan satu ejakulat hanya dapat dipakai untuk menginseminasi 10 sampai 20 ekor betina. Lama penyimpanan semen cair singkat, menginseminasi 10 sampai 20 ekor betina. Lama penyimpanan semen cair singkat, hanya 24 sampai 48 jam. Selain itu, untuk mendapatkan hasil yang memuaskan hanya 24 sampai 48 jam. Selain itu, untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sebaikny
sebaiknya penampungan dilakukan dengan interval tia penampungan dilakukan dengan interval tiga sampai enam hari ga sampai enam hari atau duaatau dua kali seminggu. Secara umum kelemahan dari teknik IB menurut Toelihere (1993) kali seminggu. Secara umum kelemahan dari teknik IB menurut Toelihere (1993) adalah jika tidak dilakukan dengan benar, maka akan menurunkan efisiensi adalah jika tidak dilakukan dengan benar, maka akan menurunkan efisiensi reproduksi sehingga dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara terlatih dan reproduksi sehingga dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara terlatih dan terampil dan teknik IB ti
Dalam penerapan IB, semen dengan mudah dapat terkontaminasi banyak Dalam penerapan IB, semen dengan mudah dapat terkontaminasi banyak mikroba atau spesifik patogen yang dapat merugikan pusat IB maupun babi betina. mikroba atau spesifik patogen yang dapat merugikan pusat IB maupun babi betina. Efek merugikan tersebut termasuk terjadinya infertil dan berkurangnya produksi Efek merugikan tersebut termasuk terjadinya infertil dan berkurangnya produksi sperma babi jantan, kehilangan sperma hidup sehingga performa produktivitas babi sperma babi jantan, kehilangan sperma hidup sehingga performa produktivitas babi betina rendah, endometritis, penyakit klinis pada babi betina, atau infeksi oleh betina rendah, endometritis, penyakit klinis pada babi betina, atau infeksi oleh patogen yang tidak dikehendaki (Maes et al., 2008).
patogen yang tidak dikehendaki (Maes et al., 2008).
Sumber kontaminasi mikroorganisme pada semen dapat diklasifikasikan Sumber kontaminasi mikroorganisme pada semen dapat diklasifikasikan menjadi berasal dari hewan dan non hewan. Kontaminasi yang berasal dari hewan menjadi berasal dari hewan dan non hewan. Kontaminasi yang berasal dari hewan sendiri dapat disebabkan oleh infeksi umum atau lokal pada babi jantan, serta sendiri dapat disebabkan oleh infeksi umum atau lokal pada babi jantan, serta penumpahan dari testis dan jaringan lain pada sistem alat kelaminnnya. Kontaminasi penumpahan dari testis dan jaringan lain pada sistem alat kelaminnnya. Kontaminasi tersebut juga dapat berasal dari lubang cairan, sekresi pernafasan, dan feses selama tersebut juga dapat berasal dari lubang cairan, sekresi pernafasan, dan feses selama proses pengkoleksian semen. Kontaminasi yang berasal dari non hewan sering proses pengkoleksian semen. Kontaminasi yang berasal dari non hewan sering bersumber dari manusia yang yang mengkoleksi semen (rambut, kulit, sekresi bersumber dari manusia yang yang mengkoleksi semen (rambut, kulit, sekresi pernafasan), dari air yang digunakan dalam proses pengkoleksian, udara atau sistem pernafasan), dari air yang digunakan dalam proses pengkoleksian, udara atau sistem ventilasi, dan dari bak cuci atau saluran pipa (Maes et al., 2008).
ventilasi, dan dari bak cuci atau saluran pipa (Maes et al., 2008).
Kebanyakan virus yang menjadi penyebab pada penyakit babi, dapat Kebanyakan virus yang menjadi penyebab pada penyakit babi, dapat ditemukan di dalam semen babi jantan dan dengan mudah menginfeksi induk babi ditemukan di dalam semen babi jantan dan dengan mudah menginfeksi induk babi betina yang diinseminasi. Salah satu penyakit yang dapat ditularkan melalui betina yang diinseminasi. Salah satu penyakit yang dapat ditularkan melalui inseminasi buatan adalah CFS (
inseminasi buatan adalah CFS (Classical swine fever Classical swine fever ) ) adalah adalah salah salah satu satu penyakitpenyakit pada babi yang disebabkan oleh virus CSF, yang termasuk dalam genus
pada babi yang disebabkan oleh virus CSF, yang termasuk dalam genus PestivirusPestivirus pada famili Flaviviridae. Selama wabah CFS tersebar di Belanda, pada tahun 1997 pada famili Flaviviridae. Selama wabah CFS tersebar di Belanda, pada tahun 1997
–
–
1998, dua buah pusat IB terinfeksi virus ini. Sebanyak 1680 dinyatakan sebagai 1998, dua buah pusat IB terinfeksi virus ini. Sebanyak 1680 dinyatakan sebagai sumber CSF.sumber CSF.
Berdasarkan penelitian de Smit et al (1999), tidak ada gejala klinis dan Berdasarkan penelitian de Smit et al (1999), tidak ada gejala klinis dan patologis yang terlihat pada babi betina yang terinfeksi CFS.
patologis yang terlihat pada babi betina yang terinfeksi CFS. Namun, pada penelitianNamun, pada penelitian terdahulu menghasilkan perbedaa
terdahulu menghasilkan perbedaan gambaran klinis n gambaran klinis pada anak babi komersial berusiapada anak babi komersial berusia 10
10
–
–
12 minggu, semua anak babi tersebut terjangkit CFS akut dan mati. Virus ini12 minggu, semua anak babi tersebut terjangkit CFS akut dan mati. Virus ini jugajuga dapat dapat mengakibatkan mengakibatkan kelahiran kelahiran babi babi imunotoleran imunotoleran yang yang dapat dapat menyebarkanmenyebarkan virus selama berbulan-bulan tanpa menunjukkan tanda-tanda penyakit atau virus selama berbulan-bulan tanpa menunjukkan tanda-tanda penyakit atau meningkatka
meningkatkan respon antibodi (Hennecn respon antibodi (Hennecken et al, 2000). ken et al, 2000). Penelitian HenneckePenelitian Hennecken et al.n et al. (2000) juga telah dengan jelas menunjukkan bahwa virus CSF dapat diekskresikan (2000) juga telah dengan jelas menunjukkan bahwa virus CSF dapat diekskresikan dalam air mani dari
Menurut Maes et al. (2008) Infeksi virus lainnya yang dapat menyebar Menurut Maes et al. (2008) Infeksi virus lainnya yang dapat menyebar melalui IB adalah virus penyakit mulut dan kuku (pernah diteliti oleh McVicar et al., melalui IB adalah virus penyakit mulut dan kuku (pernah diteliti oleh McVicar et al., 1978), pse
1978), pseudorabies vudorabies virus (pernah diteliti oleirus (pernah diteliti oleh Vanier dan h Vanier dan Gueguen, Gueguen, 1979), PRRS1979), PRRS virus (pernah diteliti oleh Hennings et al., 2006), porcine parvovirus (pernah diteliti virus (pernah diteliti oleh Hennings et al., 2006), porcine parvovirus (pernah diteliti oleh McAdaragh dan Anderson, 1975; Kim et al, 2001), porcine circovirus (pernah oleh McAdaragh dan Anderson, 1975; Kim et al, 2001), porcine circovirus (pernah diteliti oleh Kim et al., ; Hamel et al., 2000; dan Larrochele et al., 2000), japanese diteliti oleh Kim et al., ; Hamel et al., 2000; dan Larrochele et al., 2000), japanese encephalitis virus (pernah diteliti oleh Ogasa et al.,
encephalitis virus (pernah diteliti oleh Ogasa et al., 1977), rubulavirus (pernah diteliti1977), rubulavirus (pernah diteliti oleh Solis et al., 1979), porcine enterovirus (pernah diteliti oleh McAdaragh dan oleh Solis et al., 1979), porcine enterovirus (pernah diteliti oleh McAdaragh dan Anderson, 1975; Phillips et al., 1972) , swine vesicular disease virus (pernah diteliti Anderson, 1975; Phillips et al., 1972) , swine vesicular disease virus (pernah diteliti oleh McVicar et al., 1978). Beberapa penyakit yang disebabkan viru-virus tersebut oleh McVicar et al., 1978). Beberapa penyakit yang disebabkan viru-virus tersebut tidak menunjukkan gejala-gejala klinin dan patologis. Dapat
tidak menunjukkan gejala-gejala klinin dan patologis. Dapat dibayangkandibayangkan, jika , jika 1 saja1 saja jantan
jantan unggul unggul terinfeksi, terinfeksi, maka maka jantan jantan tersebut tersebut dapat dapat menyebarkan menyebarkan penyakit penyakit keke hampir 2000 betina melalui IB.
hampir 2000 betina melalui IB.
Dengan demikian, baik kawin alami maupun IB masing masing memiliki Dengan demikian, baik kawin alami maupun IB masing masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Sebuah penelitian yang dilakukan Flowers dan Alhusen kelebihan dan kelemahan. Sebuah penelitian yang dilakukan Flowers dan Alhusen (1992) menunjukkan bahwa sistem pengkawinan kombinasi (kawin alam pada hari (1992) menunjukkan bahwa sistem pengkawinan kombinasi (kawin alam pada hari pertama estrus dan diikuti IB 24 jam kemudian) menunjukkan performa reproduksi pertama estrus dan diikuti IB 24 jam kemudian) menunjukkan performa reproduksi tertinggi dibandingkan dengan kawin alam saja atau IB saja.
tertinggi dibandingkan dengan kawin alam saja atau IB saja.
Referensi Referensi
De Smith, A.J., Bouma, A. Terpstra, C., van Oirschot J.T. 1999. Transmission of De Smith, A.J., Bouma, A. Terpstra, C., van Oirschot J.T. 1999. Transmission of
classical swine fever virus by artificial insemination.
classical swine fever virus by artificial insemination. Vet MicrobiolVet Microbiol. 67: 239-. 67: 239-249
249
Eusebio, J. A. 1980. Pig Production in
Eusebio, J. A. 1980. Pig Production in the Tropics. Longman Group Ltd.the Tropics. Longman Group Ltd.
Flowers W.L., Alhusen, H.D. 1992. Reproductive performance and estimates of Flowers W.L., Alhusen, H.D. 1992. Reproductive performance and estimates of labor requirements associated with combinations of artificial insemination labor requirements associated with combinations of artificial insemination and natural service in swine. 70:
and natural service in swine. 70: 615-621615-621
Gerrits, J. Roger, Lunney, K. Joan, Johnson L.A., Pursel, V.G., Kraeling, R.R., Gerrits, J. Roger, Lunney, K. Joan, Johnson L.A., Pursel, V.G., Kraeling, R.R., Rohrer, G.A., Dobrinsky, J.R. 2005. Perspectives for artificial insemination Rohrer, G.A., Dobrinsky, J.R. 2005. Perspectives for artificial insemination and genomics to improve global swine populations.
and genomics to improve global swine populations. Theriogenology.Theriogenology. 63: 283-63: 283-299.
Hennecken M, Stegeman JA, Elbers AR, Van Nes A, Smak JA, Verheijden JH. Hennecken M, Stegeman JA, Elbers AR, Van Nes A, Smak JA, Verheijden JH. 2000. Transmission of classical swine fever virus by artificial insemination 2000. Transmission of classical swine fever virus by artificial insemination during the 1997
during the 1997
–
–
1998 epidemic in The Netherlands: a descriptive1998 epidemic in The Netherlands: a descriptive epidemiologicaepidemiological l study.study. Vet QVet Q. 22: 228. 22: 228
–
–
33.33. Lammers, P.J., Stender, D.R., Honeyman, M.S., 2007.Lammers, P.J., Stender, D.R., Honeyman, M.S., 2007. Mating or Mating or Insemination.Insemination. IowaIowa State University. Iowa
State University. Iowa
Maes, D., Nawynck, H., Rijsselarae, T., Mateusen, B., Vyt, P., de Kruif, A., Van Maes, D., Nawynck, H., Rijsselarae, T., Mateusen, B., Vyt, P., de Kruif, A., Van Soom., A. 2008. Diseases in swine transmitted by artificial insemination: An Soom., A. 2008. Diseases in swine transmitted by artificial insemination: An overview.
overview. Theriogenology.Theriogenology. 70: 1337-134570: 1337-1345 Toelihere, M. R.
Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung. Toelihere, M. R.
Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung.1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Van Oirschot JT, Terpstra C. A. 1977. Congenital persistent swine fever infection. I. Van Oirschot JT, Terpstra C. A. 1977. Congenital persistent swine fever infection. I.
Clinical and virological observations.