• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFILIS SEKUNDER PADA WANITA HAMIL TRIMESTER KEDUA DAN SIFILIS LATEN LANJUT PADA SUAMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIFILIS SEKUNDER PADA WANITA HAMIL TRIMESTER KEDUA DAN SIFILIS LATEN LANJUT PADA SUAMI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

0

PRESENTASI KASUS Kepada Yth:

Dipresentasikan pada : Hari/Tanggal :

Jam :

SIFILIS SEKUNDER PADA WANITA HAMIL

TRIMESTER KEDUA DAN SIFILIS LATEN

LANJUT PADA SUAMI

Oleh :

Made Martina Windari Pembimbing :

Dr. dr. AAGP Wiraguna, SpKK (K), FINSDV, FAADV

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD / RSUP SANGLAH DENPASAR

(2)

1 PENDAHULUAN

Sifilis merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum (T.pallidum) suatu Spriroketa yang dapat menginfeksi manusia dan beberapa primata lainnya. Sifilis dapat menyerang semua organ tubuh, gambaran klinisnya dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan dapat kambuh kembali (rekuren). Sifilis dapat ditularkan melalui hubungan seksual, ditularkan dari ibu ke janin, melalui jarum suntik, transfusi darah.1,2

Sifilis terdistribusi di seluruh dunia, dan merupakan masalah pada negara berkembang. Jonathan et al melaporkan di Coastal Peru pada tahun 2003-2005 terdapat kasus sifilis sebesar 10,5% diantara men who have sex with only men (MSOM), 1,5 % diantara laki-laki heteroseksual, dan 2,0% diantara wanita.3 Majid et al tahun 2010 melaporkan terjadi peningkatan kasus sifilis di Indonesia dari tahun 2005 sampai 2007 yaitu dari 7,8 % menjadi 14,5 %.5 Menurut Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) tahun 2011, prevalensi sifilis masih cukup tinggi di Indonesia. Pada populasi waria, prevalensi sifilis sebesar 25%, wanita penjaja seks komersial 10%, lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki 9%, dan pengguna narkoba suntik 3%.4 Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah pada tahun 2014, tercatat 20 kasus baru, 3 orang sifilis primer, 11 orang sifilis sekunder dan 6 orang sifilis laten dini. Pada wanita hamil, penyakit sifilis yang tidak diobati dapat menyebabkan bayi lahir mati sebanyak 25%, dan mengakibatkan kematian neonatus sebanyak 14% dan menyebabkan kematian perinatal sebesar 40%.5

Sifilis yang terjadi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses kehamilannya dan janin yang dikandungnya. Efek sifilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut terjadi dan pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu dapat melahirkan bayinya dengan keadaan sehat, tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi meninggal dalam rahim atau menyebabkan sifilis kongenital. Penisilin masih merupakan obat pilihan untuk penanganan sifilis. Sedangkan antibiotik lainnya seperti azitromisin dan doksisiklin dapat digunakan pada penderita yang alergi terhadap penisilin. Apabila sifilis didiagnosis saat trimester kedua, harus dilakukan ultrasonografi pada janin untuk mengevaluasi adanya sifilis kongenital.1,3

Berikut ini dilaporkan satu kasus sifilis sekunder pada seorang ibu hamil pada trimester kedua dan sifilis laten lanjut pada suaminya. Kasus ini dilaporkan untuk memberi pemahaman mengenai manifestasi sifilis pada ibu hamil dan penatalaksanaannya, sehingga dapat memberikan penanganan yang tepat dan mencegah timbulnya komplikasi pada janin dan ibu.

(3)

2 KASUS

Seorang perempuan berumur 25 tahun, menikah, suku Bali, dengan nomor rekam medis 15042720, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin Subdivisi Infeksi Menular Seksual pada tanggal 24 Agustus 2015 dikonsulkan dari bagian kebidanan dan kandungan dengan diagnosis G1P0000 24 minggu suspek kondiloma akuminata perianal diagnosis banding kondiloma lata.

Pasien mengeluh muncul benjolan di anus sejak 2 bulan lalu. Benjolan dirasakan awalnya kecil tetapi lama-kelamaan membesar. Benjolan dikatakan tidak terasa nyeri maupun gatal dan tidak mengganggu aktifitas sehari-hari. Benjolan di bagian tubuh yang lain disangkal. Pasien juga mengeluh adanya bercak kemerahan di telapak tangan dan kaki sejak 1 bulan lalu tanpa ada keluhan gatal dan nyeri. Keluhan demam dan lemas disangkal.

Riwayat penyakit sebelumnya pasien mengatakan ini adalah keluhan yang pertama kali. Riwayat luka atau lecet pada kelamin seperti bisul sejak 1 bulan lalu yang saat ini sudah pecah, tapi tidak terdapat keluhan nyeri maupun gatal. Riwayat penyakit sebelumnya pasien menderita hemoroid sejak 1 tahun lalu, dan membesar sejak pasien hamil. Pasien mengaku tidak mengalami kerontokan rambut, kelainan pada kuku dan bibir, penurunan berat badan, menyangkal berkeringat di malam hari, menyangkal sering diare dan demam berkepanjangan tanpa sebab yang jelas, tidak pernah mendapat transfusi darah maupun menggunakan obat-obatan terlarang.

Riwayat penyakit dalam keluarga dikatakan tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan serupa. Riwayat sosial pasien saat ini ibu rumah tangga dan sudah menikah 1 tahun lalu, saat ini pasien sedang hamil anak pertama 6 bulan dan rutin memeriksakan kandungan di bidan dekat rumah. Berhubungan seksual terakhir 1 bulan lalu tanpa menggunakan kondom. Berhubungan seksual pertama kali hanya dengan suami pasien 1 bulan sebelum menikah. Riwayat multipartner seksual disangkal. Hubungan seksual melalui ano-genital maupun oro-genital disangkal. Suami pasien mengatakan pernah mengalami luka di kelamin 2 tahun lalu yang tidak dirasakan gatal maupun nyeri dan menyembuh sendiri. Suami pasien pernah bekerja di Taiwan selama 3 tahun, dan disana suami pasien berganti ganti pasangan.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik dan kesadaran komposmentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, dan temperatur aksila 36,8oC. Berat badan 60 kg dan tinggi badan 155 cm. Pada status generalis didapatkan kepala normosefali, kedua mata tidak tampak anemis, ikterus, maupun hiperemi konjungtiva.

(4)

3 Pemeriksaan telinga, hidung, tenggorokan didapatkan kesan tenang, Pada pemeriksaan thoraks didapatkan suara jantung dan paru dalam batas normal. Pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan aksila tidak ditemukan. Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan adanya distensi, bising usus terdengar dalam batas normal, hepar dan lien tidak teraba. Pada ekstrimitas atas dan bawah tidak terdapat edema dan teraba hangat. Didapatkan pembesaran kelenjar getah bening inguinal. Pemeriksaan kuku, rambut dan saraf tidak ditemukan kelainan.

Status dermatologi dengan lokasi di kedua telapak tangan dan telapak kaki ditemukan makula eritema, multipel, bentuk bulat, berbatas tegas, ukuran bervariasi Ø 0,5-1 cm dan tersebar, kulit disekitarnya terdapat skuama putih tipis ( Gambar 1,2). Pada status venereologis, lokasi di perianal didapatkan plak multipel hipopigmentasi, bentuk bulat-oval ukuran diameter 1,5 cm-2 cm, dengan permukaan licin, konsistensi padat. Didapatkan tumor multipel sewarna kulit, bentuk bulat-oval ukuran diameter 2-3 cm, dengan permukaan licin dengan konsistensi padat. (Gambar 3).

Gambar 1. Pemeriksaan fisik pada pasien. 1a. Tampak makula eritema multipel berbentuk bulat pada telapak tangan. 1b. Makula eritema multipel berbentuk bulat pada telapak kaki. 1c. Plak hipopigmentasi multipel dengan permukaan halus dan tampak tumor multipel sewarna kulit dengan konsistensi padat.

Diagnosis banding pada pasien ini yang pertama sifilis sekunder dengan manifestasi klinis roseola sifilitika dan kondiloma lata, yang kedua sifilis sekunder dengan manifestasi klinis roseola sifilitika disertai kondiloma akuminata perianal. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan acetowhite, mikroskop lapangan pandang gelap dark field microscope (DFM) dan dilakukan pemeriksaan serologi venereal diseases research laboratory (VDRL) dan

Treponema pallidum haemaglutination assay (TPHA).

Dilakukan tes acetowhite tidak didapatkan perubahan warna kulit menjadi putih. Pada pemeriksaan DFM pada lesi di daerah perianal didapatkan gambaran T.pallidum (Gambar 4).

(5)

4 Hasil pemeriksaan laboratorium serologis tanggal 21 Agustus 2015 didapatkan titer VDRL reaktif 1:128 , dan pada pemeriksaan TPHA didapatkan titer reaktif 1 : 5120.

Gambar 1d. Pada pemeriksaan DFM didapatkan T.pallidum.

Diagnosis kerja dari bagian dermatologi yaitu sifilis sekunder dengan manifestasi klinis roseola sifilitika dan kondiloma lata dengan kehamilan 24 minggu. Penatalaksanaan yang diberikan adalah injeksi benzatin penicillin 2,4 juta internasional unit (IU). Penderita diberikan KIE mengenai efek samping obat, rencana pengulangan tes serologi VDRL 1 bulan lagi, kontrol ke poli kebidanan dan kandungan dan menyarankan melakukan Ultrasonografi (USG) untuk mengetahui perkembangan janin dan pemeriksaan serologi HIV.

Pemeriksaan lanjutan tanggal 9 Oktober 2015

Pasien datang untuk kontrol, saat ini keluhan bercak kemerahan di telapak tangan dan kaki menghilang, dan keluhan benjolan di sekitar anus juga sudah tidak ada. Pasien juga membawa hasil laboratorium.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik dan kesadaran komposmentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, dan temperatur aksila 36,7oC. Pemeriksaan status generalis didapatkan dalam batas normal.

Pemeriksaan darah lengkap tanggal 2 Oktober 2015 didapatkan leukosit 6,8 K/uL (4,0-10,0), hemoglobin 13,5 g/dL (13,0-16,0), HCT 41 % (40,0-48,0), trombosit 325 K/uL (150-450), neutrofil 60,5 % (50-70), limfosit 22,6 % (20-40), monosit 4,5 % (2,0-8,0), eosinofil 0,5 % (0,0-3,0), basofil 0,4 % (0-1), SGOT 25 IU/L (15,0-37,0), SGPT 19 IU/L (12,0-78,0), urea 15 mg/dl (8,0-23,0), kreatinin serum 0,8 mg/dl (0,6-1,3) dan gula darah acak 106 mg/dl (< 200).

(6)

5 Pemeriksaan VDRL didapatkan hasil yang reaktif dengan titer 1:64 dan pemeriksaan TPHA didapatkan hasil yang reaktif dengan titer 1:2560.

Pada status dermatologi lokasi telapak tangan dan kaki tidak didapatkan makula eritema (Gambar 6 dan 7). Pada status venereologi lokasi perianal tidak didapatkan plak multipel dengan permukaan licin. Didapatkan tumor multipel sewarna kulit, bentuk bulat-oval ukuran diameter 2-3 cm, dengan permukaan licin dengan konsistensi padat. (gambar 8).

Gambar 2. Pemeriksaan fisik pada pengamatan lanjutan. 2a. Tidak didapatkan makula eritema multipel berbentuk bulat pada telapak tangan. 2b. Tidak didapatkan makula eritema multipel berbentuk bulat pada telapak kaki. 2c.tidak tampak adanya plak multipel hipopigmentasi. Terdapat tumor multipel sewarna kulit dengan konsistensi padat.

Diagnosis kerja pada penderita ini yaitu sifilis sekunder dengan manifestasi klinis roseola sifilitika dan kondiloma lata dengan kehamilan 28-29 minggu. Rencana pemeriksaan ulang tes serologi VDRL 1 bulan berikutnya.

Diagnosis kerja bagian kebidanan dan kandungan G1P0000 28-29 minggu dengan sifilis sekunder. Hasil pemeriksaan screening fetal congenital tidak didapatkan kelainan mayor pada janin, untuk pemeriksaan serologi HIV didapatkan hasil non reaktif. Pasien diberikan sulfas ferosus 1x1, dan kontrol tiap minggu di poli kebidanan dan kandungan.

Pemeriksaan suami pasien

Suami pasien berusia 34 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin rumah sakit Sanglah Denpasar tanggal 1 Oktober 2014 dengan nomer rekam medis 15047917. Dari anamnesis

2a . 2b . 2c .

(7)

6 didapatkan pasien tidak mengeluh adanya bercak kemerahan di badan maupun telak tangan dan kaki. Pasien mengatakan bahwa 2 tahun lalu pasien pernah mengeluh luka di bagian kelamin yang dikatakan tidak nyeri maupun gatal dan sembuh sendiri tanpa diobati.

Riwayat sosial pasien pernah bekerja di Taiwan sejak 3 tahun yang lalu, sering berganti pasangan, dan berhubungan seksual tanpa menggunakan kondom. Pasien mengatakan tidak pernah berhubungan dengan laki-laki. Semenjak menikah 1 tahun lalu, pasien tidak pernah berhubungan dengan wanita lain selain dengan istri. Hubungan seksual terakhir 1 bulan lalu tanpa menggunakan kondom.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita baik, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, frekuensi pernafasan 20 kali/menit, suhu aksila 36,50C. Pada status generalis dan status dermatologi dalam batas normal

Hasil pemeriksaan serologis tanggal 2 Oktober 2015 didapatkan titer VDRL reaktif 1:128 dan titer TPHA reaktif 1:5.120

Diagnosis kerja pasien sifilis laten lanjut dan diberi penatalaksanaan injeksi benzatin penicillin 2,4 juta IU tiap minggu selama 3 kali injeksi. Pasien diberikan KIE untuk merubah perilaku seksual yang aman dan disarankan pemeriksaan ulang tes serologi VDRL 1 bulan berikutnya.

PEMBAHASAN

Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema

pallidum. Treponema pallidum termasuk dalam ordo Spirochaetales, famili Spirochaetaceae dan

genus Treponema. Semua anggota Spirochaetales memiliki ciri berbentuk spiral dan mempunyai endoflagela dan dapat bergerak. Pejamu alamiah T. pallidum adalah manusia dan beberapa primata, kelinci, lembu dan anjing.1-4 T. pallidum masuk ke dalam tubuh melalui lesi kulit atau selaput lendir. Infeksi sifilis dapat ditularkan melalui tranfusi darah atau dapat ditularkan secara langsung dari ibu ke anak selama kehamilan.1,2

Perjalanan klinis sifilis dibagi menjadi sifilis dini dan sifilis lanjut, sifilis dini yang terjadi dalam 1 tahun setelah terjadinya infeksi primer, terdiri dari sifilis primer, sifilis sekunder dan sifilis laten dini. Sifilis laten lanjut yang terjadi setelah 1 tahun dari munculnya lesi primer, terdiri dari sifilis laten lanjut dan sifilis tersier yang meliputi trias neurosifilis, sifilis kardiovaskuler dan sifilis benigna lanjut atau sifilis gumatosa.1 Kelainan kulit pada sifilis

(8)

7 sekunder terdapat pada 80 sampai 95% pasien dan bisa menjadi gambaran diagnostik yang menonjol.5

Sifilis sekunder dapat juga disebut sebagai sifilis diseminata karena merupakan hasil dari penyebaran treponema secara hematogen selama masa evolusi lesi sifilis primer.4 Lesi sifilis sekunder timbul 3-12 minggu setelah timbulnya lesi sifilis primer, tetapi pada sekitar 15% kasus lesi tersebut timbul sebelum lesi sifilis primer hilang. Stadium ini biasanya akan menghilang dalam waktu 4-12 minggu. Gejala dan gambaran klinis lesi sifilis sekunder bervariasi dari yang ringan sehingga sering diabaikan sampai dengan gejala yang berat. Pasien yang menderita sifilis sekunder biasanya akan didahului gejala prodromal seperti malaise, demam, sakit sendi dan otot, sakit kepala, anoreksia, sukar menelan dan depresi. Kelainan yang timbul kemudian memiliki gambaran yang beragam sehingga pada stadium ini gambaran yang muncul dapat menyerupai beragam penyakit lainnya sehingga sifilis sering disebut sebagai the great imitator. Kelainan ini dapat mengenai kulit (81,1%), rongga mulut dan faring (36,3%), genitalia (19,9%), mata (4%) dan organ dalam (0,2%).1,7 Kelainan yang muncul pada kulit dapat berupa erupsi makula, yang dikenal dengan roseola sifilitika yang berukuran dari 0,05-2 cm, berwarna merah muda-merah kecoklatan, tersebar, terutama mengenai badan dan daerah ekstensor ekstremitas bagian atas. Wajah biasanya jarang terkena, tetapi bagian tubuh lainnya seperti telapak tangan dan kaki dapat terlibat. Erupsi ini biasanya tidak terasa nyeri maupun gatal dan akan menghilang secara spontan dalam beberapa jam atau hari, atau dapat menetap selama beberapa bulan bahkan sebagian akan timbul kembali setelah pernah menghilang. Makula ini dapat berakhir sebagai hipopigmentasi yang disebut leukoderma sifilitika ataupun berlanjut menjadi papul.2,8

Kondiloma lata merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan lesi putih atau keabuan, besar dan meninggi pada daerah yang panas dan lembab. Lesi ini digambarkan sebagai manifestasi sifilis sekunder, sebagai akibat kerusakan kulit lokal pada daerah yang panas dan lembab, dan paling sering pada aksila dan selangkangan. Saat ini kondiloma lata lebih sering dijumpai pada area di sekitar chancre, biasanya pada perineum atau perianal, kemungkinan karena penyebaran langsung treponema dari lesi primer. Lesi muncul sebelum atau segera setelah munculnya lesi generalisata pada sifilis sekunder.2

Perubahan kuku pada sifilis sekunder terjadi karena keterlibatan matriks kuku atau lipat kuku. Rambut rontok juga dapat menjadi satu tanda sifilis sekunder yang terjadi pada 3 sampai 7% kasus. Pembesaran kelenjar limfe terjadi pada 50 sampai 80% kasus, pembesaran kelenjar

(9)

8 getah bening sering terjadi pada kelenjar limfe inguinal, aksila, servikal, epitroklear, femoral dan supraklavikular.1,2

Pada kasus paien datang dengan keluhan utama timbul benjolan di daerah anus 2 bulan lalu, dan terdapat bercak kemerahan di telapak tangan dan kaki. Pemeriksaan fisik pada telapak tangan didapatkan makula eritema multipel, bentuk bulat, berbatas tidak tegas, ukuran bervariasi Ø 0,5-1 cm dan tersebar, kulit disekitarnya mengalami skuama putih tipis. Pada status venereologis, lokasi di perianal didapatkan plak multipel hipopigmentasi, bentuk bulat-oval ukuran diameter 1,5 cm-2 cm, dengan permukaan licin, konsistensi padat.

Sifilis laten didefinisikan sebagai orang dengan riwayat atau bukti serologis sifilis yang belum pernah diterapi untuk penyakit ini dan tidak ditemukan manifestasi klinis. Latensi terbagi menjadi laten dini dan laten lanjut, dimana onset terjadinya sifilis laten dini yaitu kurang dari 1 tahun, sedangkan untuk sifilis laten lanjut onsetnya lebih dari 1 tahun.

Pada kasus, suami pasien didiagnosis sifilis laten lanjut, karena terdapat riwayat luka di kelamin yang tidak nyeri 2 tahun lalu, dan sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Sifilis pada ibu hamil dapat didiagnosis dengan menemukan treponema didalam eksudat lesi ataupun jaringan dengan menggunakan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan imunofluoresensi langsung. Bahan untuk pemeriksaan menggunakan mikroskop lapangan gelap didapat dari serum yang diambil dari lesi primer sifilis maupun lesi yang dapat timbul pada daerah lembab pada sifilis sekunder terutama kondiloma lata ataupun lesi pada mukosa. 11,13Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah tes serologis untuk sifilis. Tes serologis ada dua tipe yaitu tes non treponemal dan treponemal. Tes non treponemal yang sangat murah dan dikerjakan secara luas untuk skrining adalah Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma Reagen (RPR) dengan antigen atau reagen yang digunakan adalah kombinasi kardiolipin, kolesterol dan lesitin.2 Tes ini akan reaktif 4 sampai 5 minggu setelah infeksi. Sensitivitas pemeriksaan ini sekitar 70-80% pada sifilis primer dan 99-100% pada sifilis sekunder tetapi spesifisitasnya terbatas, oleh karena itu tes ini digunakan untuk memonitor efikasi pengobatan. Pemeriksaan VDRL dapat false positif pada wanita hamil, penyakit autoimun dan infeksi. Pada sifilis sekunder, tes VDRL biasanya nonreaktif dalam 12 sampai 24 bulan setelah pengobatan. Selain diagnosis, tes ini juga digunakan untuk monitoring hasil pengobatan dalam interval 3, 6 dan 12 bulan.1,12 Titer pemeriksaan ini akan turun secara lambat terutama pada orang yang mengalami episode sifilis sebelumnya. Pemeriksaan treponemal yang

(10)

9 biasa digunakan adalah TPHA, tes ini sangat spesifik untuk T. Pallidum. Hasil tes yang positif menunjukkan infeksi saat ini atau pernah mengalami infeksi T. pallidum.9 Diagnosis sífilis sekunder merupakan diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ruam kulit yang khas dan didukung pemeriksaan serologi sífilis yang positif.5,6

Pada kasus hasil pemeriksaan DFM positif didapatkan Treponema pallidum, pemeriksaan serologis dengan VDRL didapatkan titer reaktif 1:128 , dan pada pemeriksaan TPHA didapatkan titer reaktif 1: 5120. Setelah satu bulan didapatkan penurunan titer VDRL menjadi 1:64.

Tahun 2008, World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat sekitar1,4 juta ibu hamil terinfeksi sifilis. Terdapat 521.000 sifilis pada ibu hamil yang tidak diobati menyebabkan 212.000 bayi lahir mati, 92.000 kematian neonatus, 65.000 lahir prematur atau berat bayi lahir rendah, dan 152.000 dengan infeksi sifilis saat baru lahir. Data tersebut diambil berdasarkan dari klinik antenatal pada 147 negara di dunia.10

Infeksi sifilis pada kehamilan dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap masa kehamilan. T. pallidum dapat melewati plasenta dan dapat menyebabkan infeksi kongenital. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18 minggu, karena lapisan langhans yang merupakan pertahanan janin terhadap infeksi masih belum atrofi, tetapi ternyata dengan mikroskop elektron dapat ditemukan T.pallidum pada janin berusia 9-10 minggu. Sifilis pada kehamilan dapat mempengaruhi hasil kehamilan dengan menyebabkan persalinan preterm, kematian janin, dan infeksi neonatus melalui infeksi transplasenta atau perinatal.Frekuensi sifilis kongenital bervariasi sesuai stadium dan durasi infeksi pada ibu. Pada sifilis laten dini seperti sifilis primer dan sekunder, risiko penularan dari ibu ke anak sebesar 30%-60%. Pengobatan penisilin pada ibu hamil yang terinfeksi sifilis juga dapat digunakan sebagai pencegahan penularan vertikal.

Kongenital sifilis terjadi pada seluruh dunia tiap tahunnya, dan diantaranya terjadi pada negara miskin. Kongenital sifilis diklasifikasikan menjadi kongenital sifilis dini dan kongenital sifilis lanjut, tergantung dari onset terjadinya sifilis, sebelum 2 tahun atau setelah 2 tahun. Prognosis pada bayi buruk, apabila sifilis muncul pada beberapa minggu sebelum lahir. Kongenital sifilis dapat dicegah dengan skrining sifilis saat kunjungan antenatal.5,10

Pada kasus, infeksi sifilis sekunder terjadi pada ibu hamil 24 minggu, komplikasi pada bayi seperti adanya kongenital sifilis belum dapat disingkirkan.

(11)

10 Diagnosis prenatal meliputi pemeriksaan non invasif dan invasif. Pemeriksaan non invasif yang dapat digunakan adalah fetal USG untuk mengetahui tanda-tanda sifilis kongenital setelah kehamilan diatas 20 minggu. Sifilis pada janin dapat didiagnosis apabila saat pemeriksaan USG ditemukan adanya hydrop atau cairan pada organ yang berlebihan pada janin, hepatosplenomegali, hidramnion, dan plasenta yang menebal. Diagnosis invasif yang digunakan meliputi amniosintesis dan pengambilan sampel umbilikus.13 Pemeriksaan DFM dan Polymerase

Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi adanya Treponema pallidum pada cairan ketuban. Pada

darah janin dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap, kimia darah dan IgM antitreponemal. Tanda-tanda infeksi pada darah janin yang dapat dilihat adalah transaminase hati, anemia dan trombositopenia. Pemeriksaan pada bagian kebidanan dan kandungan harus mencakup pemeriksaan fisik yang cermat, tes serologis nontreponemal serum pada janin, spesimen untuk mengetahui adanya spirochetes dari lesi bila ada, pemeriksaan darah lengkap dan analisis cairan serebrospinal.3,10

Pada kasus, dilakukan pemeriksaan non invasif berupa USG fetal dan pemeriksaan arteri umbilikal oleh bagian kebidanan dan kandungan, dan disimpulkan tidak terdapat kelainan kongenital mayor pada janin.

Pengobatan sifilis yang adekuat pada ibu hamil dapat mencegah penularan dari ibu ke janin dan dapat digunakan untuk mengobati infeksi pada janin. Penisilin G yang diberikan secara parenteral merupakan terapi pilihan untuk mengobati sifilis. Kegagalan pengobatan dijelaskan pada beberapa laporan kasus terutama pada pasien dengan infeksi HIV, tetapi sampai saat ini tidak ada laporan mengenai resistensi penisilin pada Treponema palidum. Centers for Disease

Control and Prevention (CDC) merekomendasikan bahwa wanita hamil harus diobati dengan

rejimen penisilin. Benzatin penisilin G merupakan terapi yang direkomendasikan untuk semua stadium sifilis, karena memiliki waktu paruh yang panjang.1,3 Pengobatan yang direkomendasikan oleh CDC pada ibu hamil adalah benzatin penisilin 2,4 juta IU dosis tunggal secara intramuskuler untuk pengobatan sifilis primer, sifilis sekunder dan laten dini. Pada sifilis laten lanjut atau sifilis laten yang durasinya tidak diketahui, benzatin penisilin G diberikan 7,2 juta IU yang terbagi 3 dosis pemberian, yaitu 2,4 juta IU selang waktu 1 minggu. Ibu hamil yang memiliki riwayat alergi terhadap penisilin, harus dilakukan desentisasi dan diterapi dengan penisilin. Tetrasiklin dan doksisiklin merupakan kontraindikasi pada kehamilan trimester kedua dan ketiga. Reaksi Jarisch-Herxheimer dapat terjadi pada beberapa pasien setelah menerima

(12)

11 terapi sifilis, ditandai adanya demam, sakit kepala, mialgia dan malaise. Reaksi ini dapat meningkatkan risiko persalinan, prematur dan gawat janin selama trimester kedua kehamilan. Titer serologi harus diulang pada usia kehamilan 28-32 minggu dan saat melahirkan. Pengobatan pada ibu hamil dikatakan gagal, apabila titer antibodi ibu saat melahirkan adalah empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan titer sebelum terapi.3,14

Pada kasus, pasien diberikan terapi benzatin penisilin 2,4 juta IU dosis tunggal yang diberikan secara parenteral. Tidak terdapat reaksi Jarisch-Herxheimer pada pasien. Setelah 1 bulan pengobatan, titer VDRL mengalami penurunan dari 1:128 menjadi 1:64.

Sifilis primer dan sekunder memiliki prognosis yang baik, angka kesembuhannya cukup tinggi apabila diberikan terapi sejak dini. Prognosis juga ditentukan oleh kepatuhan pasien berobat dan mengubah perilaku berisiko. 1,15Pada kasus, prognosis adalah dubius, karena pasien diterapi sejak trimester kedua kehamilan, dan setelah dilakukan pemeriksaan USG fetal skrining tidak didapatkan kelainan organ mayor, tetapi belum dapat menyingkirkan adanya sifilis kongenital.

SIMPULAN

Telah dilaporkan kasus sifilis sekunder pada seorang perempuan berusia 25 tahun yang sedang hamil pertama dengan usia kehamilan 24 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan serologis VDRL serta TPHA. Berdasarkan anamnesis didapatkan. Secara klinis ditemukan makula eritema multipel pada telapak tangan dan kaki. Pada lokasi perianal didapatkan plak multipel berwarna putih dengan permukaan licin. Pada pemeriksan DFM pada lesi di perianal tampak gambaran T.pallidum. pemeriksaan serologis dengan menggunakan VDRL menunjukkan titer reaktif 1:128 serta TPHA menunjukkan titer reaktif 1: 5120. Pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah benzatin penisilin G 2,4 juta IU dosis tunggal intramuskuler. Pada pengamatan lanjutan lesi lama sudah menghilang, dan tidak terdapat lesi baru. Pada pemeriksaan serologis VDRL didapatkan penurunan titer dari 1:128 menjadi 1:64.

(13)

12 DAFTAR PUSTAKA

1. Sanchez MR. Syphilis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz S, Gilchrest BA, Pallen AS, Leffell DJ, Ed. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York: Mc.Graw- Hill; 2008.p.1955-77.

2. Sparling PF, Swartz MN, Musher DM, et al. Clinical Manifestations of Syphilis. In: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, et al. Eds. Sexually Transmitted Diseases, 4th ed. New York: MacGraw-Hill, 2008:p.661-84.

3. Centres for Disease Control and Prevention (CDC). Incidence, Prevalence, and Cost of Sexually Transmitted Infections in the United States. CDC Fact Sheet. 2013: 1-4.

4. Snowden JM, Konda KA, Leon SR et al. Recent Syphilis Infection Prevalence and Risk Factors Among Male Low-Income Populations in Coastal Peruvian Cities.American Sexually Transmitted Diseases.2010.Volume 37;Number 2;p.75-80.

5. Hassan J.S. An evaluation of syphilis disease in pregnant women of abu-grab provence, Iraq. Canadian Journal of Pure and Applied Sciences. 2015; 9(2). pp. 3379-3381.

6. Santis M, Luca C, Mappa I, Spagnuolo T, Licameli A, Straface G. Syphilis Infection during Pregnancy: Fetal Risks and ClinicalManagement. Hindawi Publishing Corporation Infectious Diseases in Obstetrics and Gynecology. 2012. pp. 1-6.

7. Felix M.M.R, Silva S.H, Bordalo C, Pinto M, De mello M, Vianna J.C., Grinapel R., etc. Successful treatment of pregnant women with syphilis and penicillin allergy. World Allergy Organization Journal 2015, 8(Suppl 1):A23.

8. Walker GJA. Antibiotics for syphilis diagnosed during pregnancy (Review). The

Cochrane Library. 2007, Issue 4. P. 1-26.

9. Wendel G.D, Sheffield J.S., Hollier L.M., Hill J.B., Ramsey P.S., and Sa´nchez P.J. Treatment of Syphilis in Pregnancy and Prevention of Congenital Syphilis. Clinical Infectious Diseases. 2002; 35(Suppl 2):S200–9.

10. Singhal P., Naswa S., Marfatia Y.S. Pregnancy and sexually transmitted viral infection. Clinical Infectious Diseases 2002; 35(Suppl 2):S200–9. P.71-78.

11. Ham D.C., Lin C., Newman L, Wijesooriya N.S., Kamb M. Improving global estimates of syphilis in pregnancy by diagnostic test type: A systematic review and meta-analysis.

International Journal of Gynecology and Obstetrics. 2015;(130). p.10–14.

12. Galvao T.F., Silva M.T., Serruya S.J., Newman L.M., Klausner J.D., Pereira G. et al. Safety of Benzathine Penicillin for Preventing Congenital Syphilis: A Systematic Review. PLOS ONE available at www.plosone.org . 2013; 8(2).p. 1-9.

13. Lawi J.D.T., Mirambo M., Magoma M., Mushi M., Jaka H.M. , Gumodoka B., Mshana. Sero-conversion rate of Syphilis and HIV among pregnant women attending antenatal clinic in Tanzania: a need for re-screening at delivery. BMC Pregnancy and Childbirth.2015.15:3.p.1-7

(14)

13 14. Frickmann H, Schwarz N.G., Girmann M., Hagen R.M., Poppert S., Crusius S., et al. Serological survey of HIV and syphilis in pregnant women in Madagascar. Tropical Medicine and International Health. 2013;18(1). pp .35–39.

15. Wolff T., Shelton E., Sessions C., Miller T. Screening for Syphilis Infection in Pregnant Women: Evidence for the U.S. Preventive Services Task Force Reaffirmation Recommendation Statement. Ann Intern Med. 2009;150:710-716.

Gambar

Gambar 1d. Pada pemeriksaan DFM didapatkan T.pallidum.
Gambar  2.  Pemeriksaan  fisik  pada  pengamatan  lanjutan.  2a.  Tidak  didapatkan  makula  eritema  multipel  berbentuk  bulat pada telapak tangan

Referensi

Dokumen terkait