• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PELAPUKAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BATUAN DAN TANAH RESIDUAL BREKSI VULKANIK FORMASI PITANAK DI KECAMATAN KARANG INTAN KABUPATEN BANJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PELAPUKAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BATUAN DAN TANAH RESIDUAL BREKSI VULKANIK FORMASI PITANAK DI KECAMATAN KARANG INTAN KABUPATEN BANJAR"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PELAPUKAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BATUAN

DAN TANAH RESIDUAL BREKSI VULKANIK FORMASI PITANAK

DI KECAMATAN KARANG INTAN KABUPATEN BANJAR

Adip Mustofa

1*

, Agus Triantoro

2

, Irham Nurhafidz

2

1 Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat 2 Mahasiswa Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat

e-mail: 1*adip@unlam.ac.id, 1agus@unlam.ac.id, 2irhamnurhafidz7@gmail.com,

ABSTRAK

Formasi Pitanak merupakan salah satu Formasi batuan yang tersusun oleh beberapa jenis batuan vulkanik seperti andesit, breksi vulkanik dan jenis batuan konglomerat. Pada batuan batuan tersebut sering di temukan jebakan mineral logam, sehingga pada Formasi ini berkemungkinan terbentuk cebakan endapan logam ekonomis untuk dilakukan kegiatan penambangan.

Pada tahapan awal penambangan, prasarana jalan sangat penting dalam kegiatan pembangunan (mine development). Pembuatan jalan tambang memerlukan perhitungan dan perancangan material perkerasan jalan baik itu subgrade jalan maupun material perlapisannya. Penelitian perlapisan batuan hasil pelapukan batuan vulkanik di Formasi Pitanak memberikan 6 kelas pelapukan batuan dengan tingkat kekerasan material rata rata 0.03-0.6 MPa untuk tanah residual dan 2-30 MPa untuk material lapuk hingga batuan. Klaster pelapukan pada batuan hasil pelapukan batuan vulkanik di Formasi Pitanak diketahui dengan menggolongkannya berdasarkan 3 sistem klasifikasi yaitu menurut Sadisun dkk. 1998, ISRM 1981 dan NEH 601.03.

Kata Kunci : batuan vulkanik, formasi pitanak, kuat tekan batuan, kelas pelapukan.

PENDAHULUAN

Batuan vulkanik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang sangat cepat. Kalimantan Selatan saat ini tidak ada gunung aktif namun hasil pemetaan geologi regional yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi tahun 1994 menyatakan bahwa aktifitas vulkanik pernah terjadi pada zaman Kapur Akhir (65-95 juta tahun yang lalu) yang menghasilkan batuan vulkanik yang dipetakan sebagai Formasi Pitanak. Salah satu batuan yang terdapat dalam Formasi Pitanak yaitu batuan breksi vulkanik. Tektonik akhir Miosen (5.3-11 jt tahun yang lalu) menyebabkan batuan vulkanik Formasi Pitanak terangkat, terlipatkan dan tererosi sehingga tersingkap nampak seperti sekarang.

Pelapukan yang berlanjut dalam waktu lama menyebabkan tanah lapukan menjadi tebal. Pelapukan yang terjadi ada dua jenis yaitu pelapukan kimiawi dan pelapukan fisika, jenis pertama adalah penghancuran yang disebabkan oleh pembahasan dan pengeringan secara terus menerus. Jenis yang kedua adalah akibat pengikisan, air, angin, es (gletser). Proses ini menghasilkan butir yang kecil sampai besar namun komposisinya masih tetap sama dengan batuan asalnya.

Batuan adalah sekumpulan mineral baik sejenis maupun tak sejenis yang membentuk massa material yang terlithifikasi oleh proses alamiah menjadi bersifat padu/ padat dan keras. Batuan yang dikelompokkan dalam 3 kelompok batuan (batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf) umumnya bersifat kompak dan padat, namun ada beberapa batuan yang tidak kompak. Batuan vulkanik menjadi bagian dari batuan beku luar bila terdapat sebagai batuan leleran lava (lava bantal) yang merupakan hasil pembekuan magma dipermukaan bumi.

Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan penyusunnya.

Batuan Beku vulkanik merupakan batuan beku yang terbentuk merupakan hasil dari proses cooling down Magma atau Lava. Jadi pada batuan beku khusus untuk

vulkanik ini bukan hanya hasil pembekuan magma tetapi juga lava yang berlangsung didalam tubuh gunung api maupun dipermukaan bumi atau disebut juga intrusi dangkal.

Dikarenakan proses pembekuanya berada pada dalam tubuh api ataupun dipermukaan bumi, sehingga proses pembekuanya berlangsung cepat dikarenakan langsung kontak dengan udara maupun air yang ada dipermukaan bumi. Jika proses pembekuaan magma ini berlangsung secara cepat maka belum sempat mengalami proses kristalisasi sempurna sehingga hanya terbentuk kristal yang kecil-kecil ataupun glassy.

Berdasarkan peta geologi yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi (P3G) Bandung, daerah penelitian termasuk kedalam Peta Geologi Lembar Banjarmasin (Sikumbang, 1994). Adapun Formasi Batuan di daerah penelitian berdasarkan umur yang tertua sampai termuda adalah sebagai berikut :

1) Gabro (Mgb), Gabro berwarna kelabu hijau berhablur penuh, hipidiomorf, berbutir seragam, besar butir antara 1-4,5 mm, tersusun oleh mineral plagioklas dan piroksen

2) Formasi Pitanak (Kvpi), Lava andesit berwarna kelabu, coklat bila lapuk, porfiritik dengan fenokris plagioklas, umumnya berlongsong yang terisi mineral zeolit, kuarsa dan seladonit. Setempat berstruktur bantal. Berasosiasi dengan breksi konglomerat vulkanik, umumnya lapuk berwarna coklat, berkomponen andesit-basalt porfiri, berukuran beberapa hinngga puluhan centimeter dengan masadasar batupasir gunung api, terpilah buruk, bentuk butir menyudut tanggung. Formasi ini tersingkap di bagian barat laut Pegununngan Meratus melanjut ke Lembar amuntai dan dikenal dengan Formasi Haruyan. Tebal formasi diperkirakan 500 m.

3) Formasi Keramaian (Kak), Perselingan batupasir (vulkarenite) berwarna kelabu kehitaman sangat padat, dengan batulanau dan batulempung.

4) Alluvial (Qa), Lempung kaolinit dan lanau bersisipan pasir, gambut, kerakal dan bongkahan lepas,

(2)

merupakan endapan sungai dan rawa, berumur holosen, dan lain-lain.

Gambar-1. Peta Geologi Regional Lokasi Penelitian METODOLOGI

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sampel berbentuk prisma balok berdimensi 50 mm x 50 mm x 75 mm (Gambar-1). Penentuan jenis dimensi ini adalah berdasarkan kegunaan dari penelitian, di mensi sampel di buat prisma persegi panjang agar pembanding antara kontak area di permukaan yaitu ban alat angkut sesuai dengan dimensi sampel sebagai daya dukung materialnya. Dasar penggunaan acuan adalah Standar ASTM C-170.

Model lapisan elastis dapat menghitung tekanan, lendutan dan regangan pada suatu titik dalam suatu struktur perkerasan. Model lapisan elastis berasumsi bahwa masing-masing lapisan perkerasan adalah homogen, isotropis, dan linier elastik. Dengan kata lain, akan kembali kebentuk aslinya ketika beban berpindah (Gambar-2).

Gambar-2. Dimensi Sampel Uji

Koefisien kaku disebut Modulus setelah Thomas Young yang membuat konsep baru pada tahun 1807. Modulus Elastisitas (E) dipakai untuk bahan padat dan membandingkan regangan dan tegangan menggunakan persamaan (1).

Modulus Young (E) = 𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝜎)

𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝜀) (1)

Bila suatu material mengalami perubahan bentuk (deformasi) akibat beban yang diberikan dari luar dan material tersebut akan berubah kembali ke bentuk semula setelah beban tersebut dihilangkan maka material tersebut dikatakan bersifat elastis.

Harga dari modulus young dapat ditentukan sebagai perbandingan antara selisih tegangan aksial (τ) dengan selisih tegangan aksial (o), yang diambil pada

perbandingan tertentu pada grafis regangan aksial dihitung pada rata-rata kemiringan kurva dalam kondisi linier, atau bagian linier yang terbesar di kurva sehingga didapat nilai modulus young rata-rata (lihat Gambar-4).

Gambar-3. Tegangan Regangan Keelastisan Suatu Bahan

Nisbah Poisson didefinisikan sebagai perbandingan negatif antara regangan lateral dan regangan aksial. Nisbah Poisson menunjukkan adanya pemanjangan ke arah lateral (lateral expansion) akibat adanya tegangan dalam arah aksial.

Gambar-4. Kurva Pengambilan Nilai 𝜎 dan a

HASIL DAN DISKUSI

Objek penelitian di khususkan pada lokasi didalam Formasi Pitanak (Kvpi) dimana terdapat banyak singkapan batuannya yaitu di kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar tepatnya di Desa Mandikapau Timur dan desa Mandiangin. Titik Koordinat lokasi penelitian berada pada lokasi observasi representative yaitu pada koordinat S 3 29’ 06.6” dan E 114 57’ 33.3” yaitu di Desa Mandikapau Timur dan Koordinat S 3 30’ 42.3” dan E 114 55’ 56.4” yaitu di Desa Mandiangin Timur. Objek penelitian di lokasi pengamatan berupa daerah yang memiliki bentang alam perbukitan dengan beberapa gunung yang mengapitnya. Material yang di teliti berupa batuan breksi vulkanik dengan tingkat pelapukan yang beragam. Kondisi lingkungan sekitar daerah penelitian terdapat area persawahan, perkebunan karet dan tambak ikan.

Untuk mengetahui sifat mekanik batuan breksi vulkanik khususnya kuat tekan batuan, modulus young , Poisson’s Ratio maka dilakukan sampling. Sampling dilakukan terhadap massa batuan yang mewakili lapisan baik terhadap massa batuan yang kondisinya segar (belum terlapukkan) maupun batuan yang telah mengalami pelapukan. Sampling dilakukan di 2 lokasi yaitu wilayah Desa Mandikapau Timur dan Desa Mandiangin Kecamatan Karang Intan. Selanjutnya sample batuan lapisan 1 sampai lapisan 4 diuji sifat mekanik di laboratorium Mekanika Batuan. Tanah terdapat pada lapisan 5 dan lapisan 6 pelapukan batuan Breksi vulkanik. Kedua lapisan batuan yang telah lapuk menjadi tanah tersebut disampling baik yang terdapat di Mandikapau Timur maupun Mandiangin. Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui jenis tanahnya dan beberapa parameter dari sifat mekanik tanah.

(3)

Tabel-1. Data Pengujian Sampel Mekanika Batuan

Lapisan

Kuat Tekan Batuan (MPa) Nilai Modulus Young

(GPa/cm2) Poisson’s Rasio

LPS 01 LPS 02 LPS 01 LPS 02 LPS 01 LPS 02 Titik A Titik B Titik A Titik B Titik A Titik B Titik A Titik B Titik A Titik B Titik A Titik B 4 4 3.5 2 2.5 5.63 4.33 2.88 3.91 0.3 0.2 0.1 0.5 3 13 6 11 7.5 13.79 6.52 5 7 0.38 0.31 0.45 0.4 2 15 24.25 23.5 18.75 18.75 12.19 14.3 17.9 0.43 0.38 0.47 0.41 1 26 29.25 25.25 26.25 20.27 21.40 18 18.8 0.93 0.97 0.69 0.98

Tabel-2. Data Pengujian Sampel Mekanika Tanah

Lapisan

Kuat Geser Tanah (MPa) Nilai Modulus Young

(GPa/cm2) Poisson’s Rasio

LPS 01 LPS 02 LPS 01 LPS 02 LPS 01 LPS 02 Titik A Titik B Titik A Titik B Titik A Titik B Titik A Titik B Titik A Titik B Titik A Titik B 6 0.046 0.028 0.037 0.032 0.15 0.16 0.12 0.14 0.45 0.46 0.43 0.44 5 0.673 0.563 0.624 0.583 0.21 0.23 0.25 0.23 0.39 0.4 0.37 0.38

Nilai kuat tekan adalah kekuatan batuan pada saat dilakukan pembebanan. Dari hasil pengujian sampel batuan di setiap lapisan didapat data sifat mekanik yaitu nilai kuat tekan di LPS 01 dan nilai kuat tekan di LPS 02. Dari hasil analisa yang didapat kemudian dibuat diagram perbandingan dari lapisan 1 sampai lapisan 6 antara nilai kuat tekan LPS 01 dan LPS 02. Gambar-5 menunjukan tingkat keselarasan kuat tekan pada setiap lapisan di kedua lokasi.

Gambar-5. Grafik Perbandingan Kuat Tekan Batuan LPS 01 dan

LPS 02

Gambar-6 menunjukkan nilai modulus young pada LPS 01 lebih tinggi dari pada LPS 02 dikarenakan pada LPS 01 kuat tekan batuan lebih tinggi. Dari hasil pengujian dikedua lokasi didapatkan nilai modulus young yang relatif selaras, namun pada lapisan 2 di lokasi LPS 01 nilai modulus young lebih rendah dari LPS 02 dikarenakan kuat tekan batuan yang lebih rendah.

Hasil uji sifat mekanik yaitu kuat tekan tiap lapisan batuan didapatkan nilai Poisson’s Ratio yang berbeda-beda disetiap lapisannya. Perbedaan ini kemudian dibandingkan dengan nilai Poisson’s Ratio di lokasi yang berbeda, yaitu antara lokasi LPS 01 dan LPS 02 didapatkan nilai yang memiliki tingkat perbedaan yang kurang lebih sama untuk setiap lapisan. Nilai Poisson’s Ratio di lokasi LPS 01 lapisan 1 dan 2 lebih tinggi dari lokasi LPS 02, sedangkan pada lapisan 3 dan 4 nilai Poisson’s Ratio di LPS

01 lebih rendah dari lokasi LPS 02. Pada lapisan 5 dan 6 yaitu Poisson’s Ratio berupa tanah residual.

Gambar-6. Grafik Perbandingan Modulus Young LPS 01 dan

LPS 02

Gambar-7. Grafik Perbandingan Poisson’s Ratio LPS 01 dan

LPS 02

Klaster pelapukan batuan adalah pembagian kelas pelapukan batuan berdasarkan klasifikasi standar yang telah di buat oleh peneliti lain, seperti standar katagori kekerasan NEH 631.03, klasifikasi pelapukan batuan dan tanah (ISRM 1981) dan klasifikasi derajat pelapukan (Sadisun 1998)

(4)

yang menghasilkan pengkelasan batuan berdasarkan parameter kuat tekan dari material tersebut.

Klaster kuat tekan mateial perlapisan LPS 01 titik A Mandikapau Timur, dapat diambil kesimpulan bahwa semakin bawah lapisan tanah residu (lapisan 1) maka nilai kuat tekan batuannya semakin tinggi, klasifikasi derajat pelapukannya tergolong batuan segar. Sedangkan pada lapisan yang tinggi (lapisan 6) nilai kuat tekan batuannya paling rendah, klasifikasi derajat pelapukannya tergolong tanah residu.

Tabel-3. Klaster Kuat Tekan Material Perlapisan Batuan dan

Tanah Residual LPS 01 Titik A Mandikapau Timur

Lokasi A Klasifikasi Derajat Pelapukan Klasifikasi Pelapukan Batuan dan Tanah Kuat Tekan Kategori Kekerasan NEH 631.03

(Sadisun) (ISRM) MPa

(N/mm2) (MPa)

Lapisan 6

Tanah

Residu Tanah Residu 0.046 Tanah Residu

Lapisan 5

Lapuk

Sempurna Lapuk Kuat 0.673

Batuan Sangat Lemah Lapisan

4 Lapuk Kuat Lapuk Ringan 4 Batuan Lemah

Lapisan 3

Lapuk

Sedang Batuan Segar 13

Batuan Cukup Keras Lapisan

2

Lapuk

Ringan Batuan Segar 15

Batuan Cukup Keras Lapisan

1

Batuan

Segar Batuan Segar 26

Batuan Cukup Keras

Pada klasifikasi pelapukan menurut ISRM dapat disimpulkan bahwa lapisan 1 sampai 3 yaitu termasuk pada klasifikasi batuan segar, lapisan 4 lapuk ringan, lapisan 5 lapuk kuat dan lapisan 6 berupa tanah residual. Sedangkan untuk katagori kekerasan batuan Menurut NEH 631.03 dapat disimpulkan lapisan 1 sampai 3 termasuk Batuan cukup keras, lapisan 4 batuan lemah, lapisan 5 batuan sangat lemah, lapisan 6 tanah residual.

Tabel-4. Klaster Kuat Tekan Material Perlapisan Batuan dan Tanah Residual LPS 02 Titik A Mandiangin

Lokasi A Klasifikasi Derajat Pelapukan Klasifikasi Pelapukan Batuan dan Tanah Kuat Tekan Kategori Kekerasan NEH 631.03

(Sadisun) (ISRM) MPa

(N/mm2) (MPa)

Lapisan 6

Tanah

Residu Tanah Residu 0.037 Tanah Residu

Lapisan 5

Lapuk

Sempurna Lapuk Kuat 0.624

Batuan Sangat Lemah Lapisan

4 Lapuk Kuat Lapuk Ringan 2.00 Batuan Lemah

Lapisan 3

Lapuk

Sedang Batuan Segar 11.00

Batuan Cukup Lemah Lapisan

2

Lapuk

Ringan Batuan Segar 23.50

Batuan Cukup Keras Lapisan

1 Batuan Segar Batuan Segar 25.25

Batuan Cukup Keras

Klaster kuat tekan mateial perlapisan LPS 01 Mandiangin, dapat diambil kesimpulan bahwa semakin bawah lapisan tanah residu (lapisan 1) maka nilai kuat tekan batuannya semakin tinggi, klasifikasi derajat pelapukannya tergolong batuan segar. Sedangkan pada lapisan yang tinggi (lapisan 6) nilai kuat tekan batuannya paling rendah, klasifikasi derajat pelapukannya tergolong tanah residu.

Pada klasifikasi pelapukan menurut ISRM dapat disimpulkan bahwa lapisan 1 dan 2 yaitu termasuk pada klasifikasi batuan segar, lapisan 4 lapuk ringan, lapisan 5 lapuk kuat dan lapisan 6 berupa tanah residual. Sedangkan untuk katagori kekerasan batuan Menurut NEH 631.03 dapat disimpulkan lapisan 1 dan 2 termasuk Batuan cukup keras, lapisan 3 batuan cukup lemah, lapisan 4 batuan lemah, lapisan 5 batuan sangat lemah, lapisan 6 tanah residual.

Hal ini disebabkan oleh semakin keatas lapisan batuan maka batuan tersebut akan semakin lapuk sehingga berpengaruh pada nilai kuat tekan, kategori kekerasan dan derajat pelapukan. Hal ini dipengaruhi oleh tekanan, sinar matahari, pengaruh kadar air.

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh pelapukan terhadap sifat mekanik batuan dan tanah residual breksi vulkanik Di Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni:

1. Kondisi batuan yang diteliti pada formasi pitanak yaitu batuan breksi vulkanik yang memiliki 6 profil lapisan pelapukan, pada lapisan 1 sampai 4 yaitu berupa batuan sedangkan lapisan 5 dan 6 berupa tanah residual.

2. Berdasarkan tingkat pelapukan yang telah diuji secara mekanika batuan bahwa semakin bawah lapisan tanah residual (lapisan 1) maka nilai kuat tekan batuannya semakin tinggi yaitu Batuan segar dengan kuat tekan 29,25 MPa dan semakin tinggi (lapisan 6) maka kuat tekan akan semakin rendah yaitu berupa tanah residual yang kurang dari 1 MPa.

3. Dari hasil analisa didapatkan bahwa antara lokasi penelitian Mandikapau dan Mandiangin memiliki nilai kuat tekan yang relatif sama.

4. Klaster pelapukan batuan adalah pembagian kelas pelapukan batuan berdasarkan klasifikasi standar yang telah di buat oleh peneliti lain, seperti standar NEH 631.03 yaitu (50 MPa – 12.5 MPa) yaitu masuk kategori batuan cukup keras, (12.5 MPa – 5 MPa) masuk katagori batuan cukup lemah, (5 MPa-1 MPa) batuan lemah, (1 MPa- 0.5 MPa) batuan sangat lemah, dibawah ini yaitu berupa tanah. ISRM 1981 dan Sadisun 1998 yang menghasilkan pengkelasan batuan berdasarkan parameter kuat tekan dari material tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Fisher, R. V. 1966. Rocks Composed of Volcanic Fragments. Earth Science Reviews. International Magazine fo Geo-Scientist, Vol 1. page 287-298. [2] Rai, I. M. A. dan Kramadibrata, S. 2009. Mekanika

Batuan. Departemen Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung, Bandung.

(5)

[3] Sikumbang, N dan R. Heryanto. 1994. Peta Geologi Lembar Banjarmasin, Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

[4] Wesly, L.D. 1977. Mekanika Tanah. Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait