• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PEMANTAPAN MUTU INTERNAL PADA ALAT AUTOMATED CHEMISTRY ANALYZER UNTUK PEMERIKSAAN KOLESTEROL TOTAL DARAH DI LABORATORIUM KLINIK RSUD CIAMIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL PEMANTAPAN MUTU INTERNAL PADA ALAT AUTOMATED CHEMISTRY ANALYZER UNTUK PEMERIKSAAN KOLESTEROL TOTAL DARAH DI LABORATORIUM KLINIK RSUD CIAMIS"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL PEMANTAPAN MUTU INTERNAL

PADA ALAT AUTOMATED CHEMISTRY ANALYZER

UNTUK PEMERIKSAAN KOLESTEROL TOTAL DARAH

DI LABORATORIUM KLINIK RSUD CIAMIS

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan

Pada Program Studi D3 Analis Kesehatan

Oleh :

SHIFA FAUZIAH SETIAWAN NIM. 13DA277043

PROGAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS

(2)

iv

Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara terus menerus agar tidak terjadi atau mengurangi kejadian eror atau penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Pemeriksaan kolesterol total darah di Laboratorium Kinik RSUD Ciamis sudah menggunakan alat otomatis yaitu alat automated chemistry analyzer, karena banyaknya pasien yang melakukan pemeriksaan ini. Dikarenakan menggunakan alat otomatis, maka alat ini harus dilakukan kontrol setiap hari untuk menjamin hasil pemeriksaan yang tepat.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat gambaran hasil pemantapan mutu internal pada alat automated chemistry analyzer untuk pemeriksaan kolesterol total darah di laboratorium klinik RSUD Ciamis pada bulan Mei tahun 2016 dan merupakan penelitian deskriptif.

Berdasarkan hasil penelitian pada bulan Mei tersebut terdapat data yang keluar dari aturan westgard, yaitu aturan 4-1SD yang terjadi dari tanggal 1 - 4 Mei 2016.

Kata Kunci : Pemantapan Mutu Internal, Automated Chemistry Analyzer, kolesterol total darah

Kepustakaan : 16, 2005 - 2015

Keterangan : 1 judul, 2 nama mahasiswa, 3 nama pembimbing I, 4 nama pembimbing II

(3)

v

RESULT OF INTERNAL QUALITY ASSURANCE ON AUTOMATED CHEMISTRY ANALYZER INSTRUMENT FOR BLOOD TOTAL CHOLESTEROL IN GENERAL HOSPITAL

CLINICAL LABORATORY CIAMIS1

Shifa F Setiawan2 dr. Endang Octaviana W, Sp.Pk3 Minceu Sumirah4

ABSTRACT

Internal Quality Assurance is the prevention activities and supervision conducted by each laboratory continuosly to prevent or reduce the incidence of errors or irregularities in order to obtain accurate checkup results. Examination of blood total cholesterol in general hospital clinical laboratories Ciamis already use automated instruments that automated chemistry analyzer, because many patients who do this checkup. Because using automated instruments, then this instruments should be done control every day to secure accurate checkup results.

The purpose of this research that is to describe of the results of internal quality assurance on automated chemistry analyzer instruments for blood total cholesterol tests in general hospital clinical laboratory Ciamis in May 2016 and this research is a descriptive research.

Based on research, the results in May there are values out of westgard rule, that is 4-1SD rule which occured from 1 – 4 May 2016.

Keywords : Internal Quality Assurance, Automated Chemistry Analyzer,

total cholesterol blood. Biliogrhapy : 16, 2005- 2015

Description : 1 title, 2 name of student, 3 name of preceptor I, 4 name of preceptor II.

(4)

1

A. Latar Belakang

Pemantapan mutu laboratorium adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium. Kegiatan mutu meliputi kegiatan pemantapan mutu internal dan kegiatan pemantapan mutu eksternal (Riswanto, 2009). Berdasarkan firman Allah SWT pada surat Al-Hujurat ayat 6 yang berbunyi :

ْصُتَف ٍةَلاَه َجِب ًام ْوَق اوُبي ِصُت نَأ اوُنَّيَبَتَف ٍأَبَنِب ٌقِساَف ْمُكءاَج نِإ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

اَم ََََ اوُُِب

ِداَن ْمُتََْعَف

َنيِم

Artinya :

Wahai orang-orang yang Beriman, apabila datang seorang fasiq dengan membawa suatu informasi maka periksalah dengan teliti agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum karena suatu kebodohan, sehingga kalian menyesali perbuatan yang telah kalian lakukan (Q.S Al-Hujurat ayat 6).

Ayat diatas dapat ditafsirkan yaitu, bahwa kita sebagai seorang muslim sebelum menerima dan memberikan suatu informasi kita harus memeriksanya dengan teliti lebih dahulu, agar apa yang kita sampaikan tidak akan menyebabkan suatu masalah untuk orang lain dan merugikan orang lain. Dan pada akhirnya akan menimbulkan penyesalan pada diri kita sendiri atas apa yang kita perbuat.

Kaitan ayat tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah bahwa kita sebagai seorang tenaga kesehatan yang bekerja di laboratorium dalam melakukan pemeriksaan haruslah teliti, sehingga dalam menyampaikan hasil pemeriksaan akan

(5)

2

didapatkan hasil pemeriksaan yang akurat. Salah satu cara untuk mendapatkan hasil yang teliti tersebut yaitu dengan cara melakukan pemantapan mutu internal di laboratorium. Dengan melakukan pemantapan mutu internal hasil pemeriksaan yang kita keluarkan akurat dan bisa dipercaya, sehingga dapat menolong pasien yang kita periksa.

Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara terus menerus agar tidak terjadi atau mengurangi kejadian eror atau penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat ( Permenkes RI No.43, 2013 ).

Tujuan pelaksanaan pemantapan mutu internal laboratorium adalah mengendalikan hasil pemeriksaan laboratorium setiap hari dan untuk mengetahui penyimpangan hasil laboratorium agar segera diperbaiki. Manfaat melaksanakan kegiatan pemantapan mutu internal laboratorium antara lain mutu presisi maupun akurasi hasil laboratorium akan meningkat, kepercayaan dokter terhadap hasil laboratorium akan meningkat. Hasil laboratorium yang kurang tepat akan menyebabkan kesalahan dalam pentatalaksanaan penggunaan laboratorium. Manfaat lain yaitu pimpinan laboratorium akan mudah melaksanakan pengawasan terhadap hasil laboratorium ( PATELKI, 2006 ).

Pemeriksaan kolesterol merupakan salah satu uji laboratorium untuk mendeteksi gangguan metabolisme lemak, dan untuk menentukan faktor resiko penyakit jantung koroner dan atherosklerosis. Pemeriksaan kolesterol total darah merupakan salah satu pemeriksaan tersering yang dilakukan di laboratorium klinik RSUD Ciamis. Setiap bulannya permintaan pemeriksaan kolesterol total darah di RSUD Ciamis cukup tinggi, yaitu rata-rata sebanyak 300 pemeriksaan dalam satu bulan. Hasil pemeriksaan

(6)

kolesterol darah sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan-keputusan klinis bagi keselamatan dan kesehatan pasien.

Sebagai komponen penting dalam pelayanan kesehatan dan tingginya permintaan pemeriksaan kolesterol darah di RSUD Ciamis yang rata-rata mencapai 300 pemeriksaan perbulan, hasil pemeriksaan laboratorium harus terjamin mutunya.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas penelitian ini akan mengkaji tentang hasil pemantapan mutu internal pada alat automated chemistry analyzer untuk pemeriksaan kolesterol total darah di Laboratorium Klinik RSUD Ciamis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan pada BAB I maka rumusan masalahnya adalah : “ Bagaimana hasil pemantapan mutu internal pada alat automated chemistry analyzer untuk pemeriksaan kolesterol total darah terhadap mutu hasil pemeriksaan di Laboratorium Klinik RSUD Ciamis? ”

C. Tujuan Penelitian

Dilakukannya penelitian ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana gambaran hasil pemantapan mutu internal pada alat automated chemistry analyzer untuk pemeriksaan kolesterol total darah terhadap mutu hasil pemeriksaan di Laboratorium Klinik RSUD Ciamis.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana gambaran pemantapan akurasi pemeriksaan kolesterol darah pada alat automated chemistry analyzer di Laboratorium RSUD Ciamis.

(7)

4

b. Untuk mengetahui bagaimana gambaran pemantapan presisi pemeriksaan kolesterol darah pada alat automated chemistry analyzer di Laboratorium RSUD Ciamis.

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini akan didapatkan beberapa manfaat, diantaranya sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritik

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman tentang pemantapan mutu di laboratorium khususnya pada pemeriksaan kolestrol darah dengan menggunakan alat automated chemistry analyzer.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini ditujukan untuk : a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat semakin memperdalam pemahaman dan pengetahuan peneliti tentang Pemantapan Mutu di laboratorium pada mata kuliah Kendali Mutu Laboratorium.

b. Bagi Laboratorium

Sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk membuat dan menetapkan kebijakan pengendalian mutu hasil pemeriksaan kolesterol total darah di Laboratorium RSUD Ciamis.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan mutu laboratorium yang diketahui oleh penulis adalah penelitian Mira Ramanda (2014), yang berjudul “ Gambaran hasil pemantapan mutu internal pada alat automated chemistry analyzer untuk

(8)

pemeriksaan glukosa darah terhadap mutu hasil pemeriksaan di Laboratorium RSUD Ciamis Bulan Maret – Mei tahun 2014 ” mendapatkan hasil pada bulan Mei terdapat data yang keluar dari aturan Westgard Multirule System yaitu 1-2 SD pada tanggal 27 dan 29 Mei 2014.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah pada variabelnya yaitu tentang Pemantapan Mutu Internal dan pada tempat penelitiannya. Adapun perbedaan dengan penelitian tersebut terletak pada waktu, dan pemeriksaan yang dilakukan, pada penelitian ini pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kolesterol total darah dengan alat Automated Chemistry Analyzer.

(9)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pemantapan Mutu Laboratorium Klinik

Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan kegiatan pengukuran, penetapan, dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia dengan tujuan untuk menentukan jenis penyakit, kondisi kesehatan yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat maupun perorangan. Sebagai penunjang pelayanan medis di rumah sakit tanggung jawab laboratorium klinik terhadap klinisi maupun pasien cukup berat. Oleh karena itu hasil pemeriksaan yang dikeluarkan oleh laboratorium klinik harus terjamin mutunya dengan harga yang sesuai dan terjamin hasilnya (Sukorini, 2010 ).

Pemantapan mutu laboratorium klinik adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk menjamin ketepatan dan ketelitian hasil pemeriksaan laboratorium, sehingga didapatkan hasil yang bisa dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan. Pemantapan mutu laboratorium dilakukan untuk mencegah atau meminimalisir kesalahan yang mungkin terjadi pada saat melakukan pemeriksaan, sehingga dapat berpengaruh terhadap hasil laboratorium yang dikeluarkan. Manfaat dilakukannya pemantapan mutu oleh laboratorium adalah :

a. Meningkatkan kualitas laboratorium klinik. b. Meminimalisir faktor penyebab kesalahan.

c. Merupakan pembanding dan pembuktiaan terhadap hasil pemeriksaan pasien yang meragukan dan tidak sesuai dengan gejala klinis yang dialami oleh pasien.

(10)

d. Menghemat biaya yang dikeluarkan pasien karena tidak perlu dilakukan pemeriksaan ulang.

Pemantapan mutu laboratorium klinik secara umum terbagi menjadi dua, yaitu Pemantapan mutu internal (PMI) dan Pemantapan mutu eksternal (PME).

1) Pemantapan Mutu Internal (PMI)

Pemantapan mutu internal adalah pemantapan mutu yang dikerjakan oleh suatu laboratorium klinik yang dilakukan setiap hari dengan menggunakan serum kontrol, dan evaluasi hasil pemantapan mutunya dilakukan oleh laboratorium itu sendiri. Cakupan objek pemantapan mutu internal meliputi aktivitas :

a. Tahap Pra Analitik

Pada tahap pra analitik dilakukan usaha-usaha agar tidak terjadi kesalahan pra analitik dan mengurangi serta meminimalisir interfensi pra analitik. Hal- hal yang termasuk ke dalam pemantapan mutu internal pada tahap pra analitik diantaranya :

a) Pada formulir permintaan pemeriksaan dilakukan pengecekan ulang dengan teliti lengkap-tidaknya formulir permintaan pemeriksaan seperti identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat pasien, nama dokter pengirim, alamat lengkap dokter pengirim, serta prasangka penyakit), jenis pemeriksaan atau parameter laboratorium yang diminta.

b) Pada sampel dilakukan konfirmasi jenis sampel yang harus diambil agar sesuai dengan jenis pemeriksaan yang diminta, kondisi dan macam penyakit pasien. Dilakukan pengecekan ulang dan konfirmasi volume

(11)

8

sampel yang harus diambil dari tubuh pasien dengan jenis pemeriksaan yang diminta dan kondisi pasien. Dilakukan pengecekan ulang dan konfirmasi terhadap parameter laboratorium dengan kondisi penyakit pasien.

c) Pada preparasi sampel dilakukan pemisahan serum dari sel darah. Mengamati kondisi sampel yang diterima, apakah sampel ikterik, lipemik, atau lisis. Selain itu amati juga volume serum sampel, kelayakan sampel untuk dianalisis, dan jenis analisisnya. Sehingga dapat diputuskan apakah harus dilakukan sampling ulang atau tidak, ataukah diteruskan dengan meberikan catatan.

d) Kalibrasi yang dilakukan terhadap instrumen atau alat, metode pemeriksaan yang digunakan, reagen. Sehingga dapat dinyatakan bahwa instrumen, reagen, dan metode pemeriksaan layak dipakai.

e) Lakukan uji presisi dan akurasi terhadap instrumen atau alat, metode pemeriksaan, dan reagen. Sehingga dapat dinyatakan bahwa instrumen, metode pemeriksaan, dan reagen layak dipakai.

b. Tahap Analitik

Pemantapan mutu pada tahap analitik merupakan kegiatan untuk menghasilkan data analisis yang akurat, reliabel, dan valid. Kegiatan ini dilakukan untuk mengendalikan dan meminimalisir faktor penyebab kesalahan, mengendalikan dan meminimalisir faktor interfensi pada saat dilakukan analisis sampel. Selain itu lakukan pengecekan ulang kembali pada tahap pra analitik, termasuk menjaga hasil kalibrasi instrumen, menjaga kondisi reagen dan kalibrasi metode

(12)

pemeriksaan. Cek ulang juga identitas pasien, permintaan parameter pemeriksaan, dan kelayakan sampel. Lakukan operasional analisis sampel bila hal tersebut sudah benar, dan sudah layak.

c. Tahap Pasca Analitik

Pemantapan mutu pada tahap pasca analitik adalah kegiatan pengendalian dan usaha untuk meminimalisir faktor kesalahan pada data hasil pemeriksaan yang dikeluarkan. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan pengecekan kembali antara hasil analisis dengan tahap pra analitik, dan tahap analitik.

Pertama amati dan cek tentang kelengkapan identitas pasien, nomor batch, apakah sudah sama dengan yang tertera pada formulir permintaan pemeriksaan dan teliti, cek pemeriksaan yang diminta. Kedua amati, cek kembali, evaluasi, interpretasi serta verifikasikan hasil pemeriksaan yang sudah didapat. Apabila semua sudah layak dan dapat dipertanggung jawabkan, dan kedua langkah tersebut sudah dilakukan dan dinyatakan benar, lakukan validasi hasil pemeriksaan, dan hasil dikeluarkan (Sukorini, 2010).

Pemantapan mutu internal merupakan kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh setiap laboratorium secara berlanjut supaya tidak terjadi maupun meminimalisir kesalahan maupun penyimpangan sehingga akan diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Tujuan dilakukannya pemantapan mutu internal adalah : a. Menyempurnakan dan memantapkan metode

pemeriksaan yang digunakan dengan mempertimbangkan aspek klinis dan analitik.

(13)

10

b. Meminimalisir kesalahan pada saat pengeluaran hasil dan melakukan perbaikan penyimpangan secepat mungkin dengan cara meningkatkan kesiagaan tenaga. c. Memastikan semua proses mulai dari persiapan pasien,

pengambilan, pengiriman, penyimpanan, dan pengolahan spesimen sampai dengan pencatatan dan pelaporan telah dilakukan dengan benar.

d. Mendeteksi penyimpangan dan mengetahui sumbernya. e. Membantu perbaikan pelayanan kepada pelanggan

(Permenkes RI No.43, 2013).

Hasil pemeriksaan laboratorium dapat mengalami penyimpangan jika terdapat variasi lebih dari 2SD. Secara garis besar penyebab variasi hasil pemeriksaan laboratorium dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Pengambilan spesimen, seperti antikoagulan, variasi fisiologis pasien ( puasa atau tidak puasa, umur, jenis kelamin, dan sebagainya), cara pengambilan, kontaminasi, dan sebagainya.

b. Perubahan spesimen, seperti suhu, pH, lisis, dan sebagainya. Perubahan ini bisa terjadi pada saat di laboratorium atau selama pengiriman ke laboratorium. c. Personel, seperti kesalahan administrasi, tertukar dengan

pasien lain, kesalahan pembacaan, kesalahan perhitungan, kesalahan teknis dalam prosedur pemeriksaan, dan kesalahan penyalinan hasil pada formulir.

d. Sarana dan prasarana laboratorium, seperti gangguan aliran listrik, air bersih, suhu yang tidak sesuai untuk melakukan pemeriksaan, reagen yang tidak baik, peralatan yang tidak akurat, dan sebagainya.

(14)

e. Kesalahan sistematis yaitu kesalahan yang berkaitan dengan metode pemeriksaan seperti alat, reagensia, dan sebagainya.

f. Kesalahan acak yaitu variasi hasil tidak dapat dihindarkan apabila dilakukan pemeriksaan berturut- turut pada sampel yang sama walaupun pemeriksaan dilakukan dengan cermat (Riswanto, 2010).

2) Pemantapan Mutu Eksternal (PME)

Pemantapan mutu eksternal adalah kegiatan yang diselenggarakan secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium dalam bidang pemeriksaan tertentu. Kegiatan pemantapan mutu eksternal penyelenggaraannya dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau internasional. Manfaat untuk suatu laboratorium dengan mengikuti kegiatan ini adalah dari hasil evaluasi yang diperolehnya dapat menunjukan penampilan laboratorium dalam bidang pemeriksaan yang ditentukan (Depkes, 2008).

Pemantapan mutu eksternal dilakukan oleh sekelompok laboratorium yang pada saat sama menetapkan pemeriksaan berdasar instrumen, reagen, metode yang sama juga. Hasil pemeriksaannya dikelompokan dalam reagen, instrumen, dan metode yang sama, kemudian diolah dan dievaluasi (Sukorini, 2010).

Pada saat melakukan kegiatan ini tidak boleh dilakukan secara khusus, namun pada saat melaksanakannya harus seperti yang biasa dilakukan oleh petugas laboratorium yang biasa, menggunakan alat, reagen, maupun metode yang biasa dilakukan. Sehingga

(15)

12

hasil pemantapan mutu eksternal tersebut benar-benar mencerminkan laboratorium tersebut sehingga dapat dievaluasi dan diperbaiki lagi jika masih terjadi kekurangan.

Kegiatan pemantapan mutu eksternal pada area regional dikelola oleh Laboratorium Kesehatan Daerah setempat, untuk area nasional dilaksanakan oleh Depkes RI yang dikenal sebagai PNPKLK (Program Nasional Pemantapan Kualitas Laboratorium Klinik), pemantapan mutu eksternal dari PDSPatKlin, pemantapan mutu eksternal dari ILKI, dan untuk area internasional dikenal EQAS (Sukorini, 2010).

Setiap laboratorium wajib mengikuti kegiatan pemantapan mutu eksternal, karena dengan mengikuti kegiatan ini maka kualitas dari laboratorium itu dapat diketahui. Selain itu dapat tercapai harmonisasi laboratorium. Oleh karena itu RSUD Ciamis juga mengikuti kegiatan pemantapan mutu eksternal ini. RSUD Ciamis mengikuti kegiatan pemantapan mutu eksternal dalam area nasional yang dilaksankan oleh Depkes, area regional yang dilaksanakan oleh BLK Jawa Barat, dan yang dilaksanakan oleh bidang profesi yaitu PDSPatklin. Kegiatan ini dilakukan dua kali dalam satu tahun, dan dibagi ke dalam dua siklus.

3) Sumber Daya Manusia (SDM)

Selain dipengaruhi oleh pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu eksternal, kegiatan pemantapan mutu laboratorium klinik dipengaruhi juga oleh sumber daya manusianya.

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan potensi manusiawi yang melekat pada seorang pegawai yang terdiri dari potensi fisik dan potensi non-fisik. Potensi fisik adalah

(16)

kemampuan fisik yang dimiliki oleh seorang pegawai, sedangkan potensi non-fisik adalah kemampuan seorang pegawai yang terakumulasi baik dari latar belakang pengetahuan, intelegensia, dan keterampilan.

SDM yang bekerja di laboratorium kesehatan sangat beragam, mulai dari profesi maupun tingkat pendidikannya. Kebutuhan jumlah pegawai antara laboratorium berbeda-beda dikarenakan jenis pelayanan, jumlah pemakai jasa, dan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing laboratorium tersebut berbeda-beda.

Jenis ketenagaan yang diperlukan di laboratorium kesehatan yaitu :

a. Staf medis, seperti Dokter Spesialis Patologi Kinik, Dokter Spesialis Patologi Anatomi, dan lain-lain.

b. Tenaga teknis laboratorium, seperti Analis Kesehatan, Perawat Kesehatan, dan lain-lain.

c. Tenaga Administrasi d. Pekarya

Analis Kesehatan merupakan SDM yang paling banyak dibutuhkan di laboratorium. Hal ini karena jika dilihat dari fungsi laboratorium kesehatan, yaitu melakukan pemeriksaan bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan dari manusia yang tujuannya adalah menentukan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan, dan faktor yang berpengaruh pada kesehatan perorangan atau masyarakat.

Analis Kesehatan memiliki tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam melaksanakan pelayanan laboratorium. Pelayanan laboratorium yang dimaksud adalah pelayanan laboratorium secara menyeluruh meliputi salah satu atau lebih bidang pelayanan,

(17)

14

meliputi bidang hematologi, kimia klinik, dan lain-lain (Riswanto, 2010).

Pada salah satu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR 028/MENKES/PER/I/2011/ tentang Laboratorium Klinik pasal 18, 19, dan 20 terdapat kualifikasi dan syarat SDM di Laboratorium Klinik menyebutkan bahwa :

Pasal 18

(1) Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus

mempunyai Surat Izin sebagai tanda registrasi/ Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan perundang-undangan.

Pasal 19

Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien.

Pasal 20

Klinik dilarang memperkerjakan tenaga kesehatan warga negara asing.

Jadi seorang tenaga kesehatan yang bekerja di laboratorium klinik maupun kesehatan harus memenuhi syarat yang tertera di peraturan perundang-undangan. Selain itu tenaga kesehatan juga harus memliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan keterampilan yang

(18)

baik. Sehingga akan meningkatkan kualitas dari suatu laboratorium.

2. Presisi dan Akurasi

1) Presisi atau Ketelitian

Presisi adalah kemampuan untuk memberikan hasil yang sama pada setiap pengulangan pemeriksaan (Sukorini, 2010). Ketelitian dipengaruhi terutama oleh kesalahan acak yang tidak dapat dihindari. Nilai koefisien variasi (%KV atau %CV) merupakan bentuk pernyataan dari presisi.

Selain itu presisi (ketelitian) sering dinyatakan juga sebagai impresisi (ketidaktelitian). Impresisi dapat dinyatakan dengan standar deviasi (SD). Semakin kecil nilai KV (%) semakin teliti sistem atau metode tersebut dan sebaliknya (Depkes, 2008).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketelitian yaitu : alat, metode pemeriksaan, volume atau kadar bahan yang diperiksa, waktu pengulangan dan tenaga pemeriksa (Ari, 2012).

2) Akurasi

Akurasi atau ketepatan adalah kemampuan untuk mengukur dengan tepat sesuai dengan nilai benar (true value). Akurasi dapat diekspresikan dengan inakurasi secara kuantitatif, dengan melakukan pengukuran terhadap bahan kontrol yang telah diketahui kadarnya kita dapat mengukur inakurasi alat yang kita gunakan.

Indikator inakurasi pemeriksaan dapat dilihat dari perbedaan antara hasil pengukuran kita dengan nilai target bahan kontrol. Perbedaan ini disebut sebagai bias dan dinyatakan dalam satuan persen. Semakin kecil bias, semakin tinggi akurasi pemeriksaan (Sukorini, 2010).

(19)

16

Akurasi atau inakurasi dipakai untuk menilai adanya kesalahan acak atau kesalahan sistematik atau keduanya. Kesalahan acak ditunjukan dengan penyebaran distribusi hasil pemeriksaan di sekitar nilai pusat. Kesalahan sistematik ditunjukan dengan pergeseran hasil pemeriksaan dari hasil sebenarnya.

Kesalahan total menunjukan berapa besar kesalahan jika komponen kesalahan acak dan sistematik terjadi bersamaan pada arah yang sama. Akurasi dapat dinilai dari hasil pemeriksaan bahan kontrol dan dihitung sebagai nilai biasnya (d%) (Depkes, 2008).

3. Bahan Kontrol

Bahan kontrol adalah bahan yang digunakan untuk memantau ketepatan suatu pemeriksaan laboratorium (Deppatklin, 2007). Dalam penggunaannya bahan kontrol harus diperlakukan sama dengan bahan pemeriksaan spesimen, tanpa perlakuan khusus baik pada alat, metode pemeriksaan, reagen maupun tenaga pemeriksanya.

Bahan kontrol dapat dibedakan berdasarkan :

a. Sumber bahan kontrol dapat berasal dari manusia, binatang, atau merupakan bahan kimia murni.

b. Bahan kontrol dapat berbentuk cair, bubuk padat, dan berbentuk strip. Bahan kontrol yang berbentuk padat atau strip harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan. c. Bahan kontrol dapat dibuat sendiri atau dibeli dalam bentuk

yang sudah jadi.

Bahan yang digunakan sebagai bahan kontrol untuk suatu pemeriksaan harus memenuhi persyaratan, yaitu :

a. Harus memiliki komposisi sama atau mirip dengan spesimen.

(20)

b. Komponen yang terkandung dalam spesimen harus stabil ( tidak mengalami perubahan selama penyimpanan ).

c. Disertai sertifikat analisa yang dikeluarkan pabrik.

Untuk memilih bahan kontrol yang sesuai dengan yang kita perlukan bisa berdasarkan :

a. Spesimen yang akan diperiksa

Bila spesimen yang akan diperiksa berasal dari manusia, maka bahan komtrol yang digunakan juga harus berasal dari manusia, agar komponen yang terkandungnya sama.

b. Penggunaan

1) Bahan kontrol dari bahan kimia murni biasanya digunakan untuk pemeriksaan di bidang kimia klinik dan urinalisis.

2) Polled sera dan lyophilized biasanya digunakan untuk pemeriksaan dalam bidang kimia klinik dan imunoserologi.

3) Polled plasma biasanya digunakan dalam bidang hemostasis dan imunologi.

4) Bahan kontrol assayed digunakan untuk uji ketepatan dan ketelitian pemeriksaan, uji kualitas reagen, alat, dan metode pemeriksaan.

5) Bahan kontrol unassayed biasanya digunakan untuk uji ketelitian suatu pemeriksaan.

c. Stabilitas bahan kontrol

Bahan kontrol yang berbentuk bubuk (lyophilized) umumnya lebih stabil, tahan lama daripada bentuk cair, dan memudahkan dalam transportasinya. Bahan kontrol yang dibuat sendiri stabilitasnya kurang dapat dijamin dan bahaya terhadap infeksi besar. Biasanya ketidakstabilan bahan kontrol yang dibuat sendiri disebabkan oleh kontaminasi bakteri.

(21)

18

Bahan kontrol yang digunakan dalam bidang kimia klinik biasanya berbentuk bubuk (lyophilized), berasal dari serum kumpulan dari donor darah yang bebas dari HbsAg, antibodi HCV, antibodi HIV1 dan HIV2 dengan tes yang direkomendasikan oleh FDA.

Sebelum menggunakan bahan kontrol untuk kimia klinik yang biasanya berbentuk bubuk harus dilarutkan terlebih dahulu. Untuk itu perlakuannya adalah sebagai berikut :

1) Keluarkan bahan kontrol serum lyophilized dari dalam lemari es, kemudian simpan dan biarkan pada suhu ruangan selama 15 menit. Pada saat ini dilakukan bahan kontrol tidak boleh dikocok, tidak boleh terpapar sinar matahari langsung, tidak boleh terkena api, dan tidak boleh menaikan suhu bahan kontrol secara artifisial.

2) Kemudian larutkan dengan aquabides, lalu campurkan dengan hati-hati sampai homogen dan tidak boleh ada buih. 3) Setelah itu, dibagi-bagi menjadi beberapa aliquot kecil dan

ditutup rapat dan disimpan dalam freezer atau lemari es. 4) Jika akan melakukan PMI harian cukup dengan

mengeluarkan satu aliquot.

4. Dasar Statistik Presisi dan Akurasi

a) Rerata

Rerata adalah nilai yang mewakili suatu data (Sabri, 2014). Rerata merupakan hasil dari pembagian jumlah nilai hasil pemeriksaan yang dilakukan. Rerata biasanya digunakan sebagai nilai target dari kontrol kualitas yang kita lakukan, rumus rerata adalah :

X ̅ = ∑𝑥

(22)

Keterangan : X

̅ : Nilai rerata

∑𝑥 : Jumlah nilai hasil pemeriksaan n : Banyaknya data hasil pemeriksaan

Setiap laboratorium menurut National Commitee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) sebaiknya menetapkan sendiri nilai target suatu bahan kontrol dengan melakukan minimal 20 kali pengulangan. Ke-20 nilai tersebut sebaiknya diperoleh dari 20 run yang berbeda, namun NCCLS memperbolehkan dipergunakannya 20 nilai yang berasal kurang dari 20 run asal nilai tersebut segera diganti begitu diperoleh hasil dari 20 run (Sukorini, 2010)

b) Rentang

Rentang merupakan penyebaran antara nilai hasil pemeriksaan terendah hingga nilai hasil pemeriksaan tertinggi. Batas bawah dan batas atas suatu rangkain data dapat diperlihatkan dari nilai rentangnya. Sehingga rentang dapat menjadi ukuran paling sederhana untuk melihat sebaran data, namun rentang tidak dapat menggambarkan bentuk distribusi terpusat data yang kita miliki (Sukorini, 2010). Rumus rentang adalah :

Rentang = Nilai tertinggi – Nilai terendah

c) Simpangan Baku

Simpangan baku atau standar deviasi adalah akar dari varian. Simpangan baku mengkuantifikasikan derajat penyebaran data hasil pemeriksaan di sekitar rerata. Bentuk distribusi data yang kita miliki bisa digambarkan melalui simpangan baku. Dengan menggunakan nilai rerata sebagai nilai target dan simpangan baku sebagai ukuran sebaran

(23)

20

data, kita bisa menentukan rentang nilai yang dapat diterima dalam praktek kontrol kualitas (Sukorini, 2010).

Rumus simpangan baku atau standar deviasi (SD) adalah : SD = √∑( 𝑥1− 𝑥 ̅ )2 𝑛−1 Keterangan : SD = Standar deviasi ∑ = Penjumlahan

x1 = Nilai individu sampel

𝑥 ̅ = Nilai rerata sampel n = Banyaknya sampel d) Koefisiensi Variasi

Koefisiensi variasi merupakan rasio dari standar deviasi terhadap nilai rerata dan dibuat dalam bentuk persentase. Fungsi dari koefisiensi variasi adalah untuk perbandingan variasi antara dua pengamatan atau lebih. Nilai yang lebih besar menunjukan adanya variasi pengamatan yang lebih besar (Sabri, 2014).

Koefisiensi variasi dapat dihitung dari nilai rerata dan simpangan baku. Koefisiensi variasi menggambarkan perbedaan hasil yang diperoleh setiap kali kita melakukan pengulangan pemeriksaan pada sampel yang sama. Untuk membandingkan kinerja metode, alat maupun pemeriksaan yang berbeda bisa menggunakan koefisiensi variasi. Rumus koefisiensi variasi (KV) adalah :

KV (%) = 𝑆𝐷

𝑋̅ × 100 %

Keterangan :

KV (%) = Koefisiensi variasi dalam persen

(24)

𝑋̅ = Nilai rata-rata pemeriksaan berulang

5. Westgard Multirule System

Aturan westgard adalah suatu seri aturan untuk membantu evaluasi pemeriksaan grafik kontrol. Seri aturan tersebut dapat digunakan pada penggunaan satu level kontrol, dua level kontrol, dan tiga level kontrol. Pemilihan banyaknya jumlah level kontrol yang kita pilih bisa berdasarkan kondisi laboratorium, dan berdasarkan keuntungan dan kerugiannya masing-masing.

Sebelum mengaplikasikan suatu aturan dalam proses kontrol kualitas di laboratorium, kita harus mempertimbangkan positif palsu dan negatif palsu yang ditimbulkan. Jika terdapat banyak positif palsu akan menyebabkan kita mengulang prosedur kontrol kualitas dengan konsekuensi peningkatan biaya dan waktu. Jika terlalu banyak negatif palsu akan menyebabkan kita mengeluarkan banyak hasil yang tidak valid.

Aturan westgard meliputi 12s, 13s, 22s, R4s, 41s, dan 10x,

dengan ketentuan sebagai berikut : a) Aturan 12s

Aturan ini menyatakan bahwa apabila terdapat satu nilai kontrol berada di luar batas 2SD, tetapi masih di dalam batas 3SD. Aturan ini merupakan aturan peringatan, dan ini merupakan peringatan akan kemungkinan adanya masalah pada instrumen atau malfungsi metode.

(25)

22

Gambar 2.1 : Aturan 12s

Sumber : Westgard, James. (2009) dalam www.westgard.com/mltirule.htm [diakses 16 Desember 2015]

b) Aturan 13s

Aturan ini menyatakan apabila terdapat hasil pemeriksaan satu bahan kontrol yang melewati batas 3SD, maka seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol (out of control). Aturan ini mendeteksi kesalahan acak.

Gambar 2.2 : Aturan 13s

Sumber : Westgard, James. (2009) dalam www.westgard.com/mltirule.htm [diakses 16 Desember 2015]

c) Aturan 22s

Aturan ini menyatakan kontrol keluar apabila terdapat dua nilai kontrol pada satu level berturut-turut di luar batas 2SD. Selain itu kontrol juga dapat dinyatakan keluar apabila terdapat nilai kontrol pada dua level yang berbeda berada di

(26)

luar batas 2SD yang sama (sama-sama di luar + 2SD atau – 2SD). Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik.

Gambar 2.3 : Aturan 22s

Sumber : Westgard, James. (2009) dalam www.westgard.com/mltirule.htm [diakses 16 Desember 2015]

d) Aturan R4s

Aturan ini menyatakan apabila terdapat perbedaan 2 nilai kontrol yang berturut-turut melebihi 4SD ( satu kontrol di atas + 2SD dan lainnya di bawah – 2SD), maka seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol. Aturan ini mendeteksi kesalahan acak.

Gambar 2.4 : Aturan R4s

Sumber : Westgard, James. (2009) dalam www.westgard.com/mltirule.htm [diakses 16 Desember 2015]

e) Aturan 41s

Aturan ini menyatakan apabila terdapat empat nilai kontrol berturut-turut keluar dari batas 1SD (selalu keluar dari + 1SD atau – 1SD), maka seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol. Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik.

(27)

24

Gambar 2.5 : Aturan 41s

Sumber : Westgard, James. (2009) dalam www.westgard.com/mltirule.htm [diakses 16 Desember 2015]

f) Aturan 10x

Aturan ini menyatakan apabila terdapat sepuluh nilai kontrol pada level yang sama maupun berbeda secara berturut-turut berada di satu sisi yang sama terhadap nilai rerata, maka seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol. Aturan ini mendeteksi adanya kesalahan sistematik.

Gambar 2.6 : Aturan 10x

Sumber : Westgard, James. (2009) dalam www.westgard.com/mltirule.htm [diakses 16 Desember 2015]

6. Automated Chemistry Analyzer

Automated chemistry analyzer adalah instrumen

laboratorium klinik yang dirancang untuk mengukur berbagai macam bahan kimia tubuh dengan karakteristik yang berbeda-beda, dari sejumlah sampel biologis secara cepat dan otomatis, sehingga peran operator tidak lagi dominan.

(28)

Prinsip kerja dari alat ini adalah dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau wadah yang disebut kuvet. Di dalam kuvet tersebut terdapat hasil reaksi antara sampel dan reagen yang membentuk warna tertentu. Kemudian sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet (Atyna, 2013).

Pengukuran kadar kolesterol dengan menggunakan alat ini yaitu dengan menggunakan metode enzimatis. Kolesterol direaksikan dengan menggunakan enzim tertentu sebagai biokatalisator sehingga reaksinya lebih spesifik (Panil, 2008).

Metode enzimatis yang digunakan untuk pemeriksaan kolesterol total ini adalah metode CHOD- PAP. Prinsip dari metode ini adalah kolesterol ester-esternya dibebaskan dari lipoprotein oleh detergen. Kemudian kolesterol esterase menghidrolisa ester-ester tersebut dan H2O2 dibentuk dari

kolesterol dalam proses oksidasi enzimatik oleh kolesterol oxsidase. H2O2 bereaksi dengan 4-aminoantypirine dan phenol

dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh peroksidase dan terbentuk quinomin yang berwarna (Kartini, 2006).

Reaksi :

Kolesterol ester enzim kolesterol esterase kolesterol + asam lemak

Kolesterol enzim kolesterol oksidase ∆ - 4 – kolestenon + H 2O2

(bebas+ester) O2

H2O2 + fenol enzim peroksidase 4-(p benzoquino

4- aminofenon nemonoimin) fenazon

Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan kadar kolesterol total dengan menggunakan alat automated chemistry analyzer adalah serum.

(29)

26

7. Kolesterol Total Darah

a) Pengertian Kolesterol Total Darah

Kolesterol merupakan derivat lipid yang tergolong steroid atau sterol yang selalu berikatan dengan asam lemak lain dalam bentuk ester. Untuk memisahkannya, perlu dihidrolisis melalui proses kimia oleh enzim kolesterol esterase dari pankreas, seperti yang tejadi waktu absorbsi kolesterol di usus (Panil, 2008).

Kolesterol adalah sterol penting yang ditemukan pada seluruh darah dan jaringan manusia, baik dalam bentuk bebas maupun terikat. Hampir di semua sel manusia terdapat kolesterol, terutama terdapat di dalam darah, empedu, kelenjar adrenal bagian luar, dan jaringan saraf (Toha, 2011).

b) Metabolisme Kolesterol

Sitoplasma dan mikrosom merupakan tempat berlangsungnya proses biosintesis kolesterol. Biosintesis kolesterol berlangsung melalui lebih dari 20 langkah reaksi yang melibatkan lebih dari 20 enzim, yang secara umum dapat dibagi menjadi 6 tahap besar, yaitu :

1. Konversi asetil KoA menjadi 3- hidroksi- 3- metilglutaril- KoA (HMG- KoA).

2. Konversi HMG- KoA menjadi asam mevalonat.

3. Konversi asam mevalonat menjadi unit penyusun (monomer) senyawa isopren, yaitu isopentenil pirofosfat (IPP), disertai pelepasan CO2.

4. Konversi IPP menjadi skualen. 5. Konversi skualen menjadi lanosterol.

6. Konversi lanosterol menjadi kolesterol (Sinaga, 2012). Kolesterol yang disintesis merupakan bagian terbesar dari kolesterol di dalam tubuh, sedangkan sebagian kecil

(30)

kolesterol berasal dari kolesterol yang terdapat pada makanan.

Kolesterol diekskresikan dari tubuh melalui : 1. Empedu sebagai asam empedu yang dikeluarkan ke

lumen usus halus.

2. Empedu sebagai sterol netral yang dikeluarkan ke lumen usus halus (Utama, 2006).

c) Fungsi Kolesterol

Di dalam tubuh, walaupun kolesterol mempunyai efek buruk, yaitu bersifat aterogenik, namun kolesterol juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu sebagai pembentukan membran sel, sintesis hormon-hormon steroid, dan sintesis asam empedu.

d) Faktor yang Dapat Meningkatkan Kolesterol Darah

Faktor yang dapat meningkatkan kolesterol darah disebut dengan :

1. Faktor yang tidak dapat dikendalikan

Faktor sintesis endogen yang berlebihan merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan, dan pada umumnya dikendalikan oleh genetik yang sukar diobati, seperti pada familial hypercholesterolemia.

2. Faktor yang dapat dikendalikan

Meningkatnya pemecahan lemak bisa disebabkan oleh zat-zat atau keadaan tertentu sehingga dapat meningkatkan kolesterol. Zat-zat dan keadaan tersebut adalah :

a. Rokok b. Kopi c. Stress

d. Minyak jenuh (minyak kelapa)

(31)

28

f. Kurang olah raga. e) Efek Buruk Kolesterol

Kolesterol memiliki sifat aterogenik, sehingga kolesterol dapat menimbulkan efek buruk pada tubuh. Efek buruk kolesterol adalah mempercepat proses atherosklerosis di pembuluh darah sehingga pembuluh darah akan menebal, kaku, mudah tersumbat dan mudah pecah (Panil, 2008). f) Metode Pemeriksaan Kolesterol Total Darah

Ada beberapa teknik yang digunakan dalam pemeriksaan kolesterol, namun yang paling sering digunakan adalah :

1. Metode Kolorimetri

Kolesterol direaksikan dengan bahan kimia, kemudian warna yang terbentuk dibaca dengan fotometer. Untuk mengetahui kadarnya, gunakan standar yang telah diketahui kadarnya (Panil, 2008). Yang termasuk ke dalam metode kolorimetri adalah Metode Lieberman- Burchad.

Prinsip dari metode Lieberman- Burchad adalah kolesterol dengan asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat membentuk warna hijau kecoklatan. Absorban warna ini sebanding dengan kolesterol dalam sampel.

Penyerapan chromaphores yang dihasilkan dari kolesterol dan ester kolesterol berbeda jika menggunakan metode kolorimetri langsung dengan reagen Lieberman – Burchad. Ester kolesterol akan menghasilkan warna yang lebih banyak dibandingkan dengan kolesterol non-ester, dan mempunyai bias 10- 15 % ketika analisa dilakukan berdasarkan standar kolesterol non-ester (Sulistiani, 2010).

(32)

2. Metode Enzimatis

Pada metode ini kolesterol direaksikan dengan menggunakan enzim tertentu sebagai biokatalisator sehingga reaksi lebih spesifik. Kemudian gunakan fotometer untuk membaca substrat, produk atau koenzim, dan pada umunya yang diukur adalah aktivitas dari enzim yang pararel dengan konsentrasi kolesterol (Panil, 2008).

Metode enzimatis yang sering digunakan untuk pemeriksaan kolesterol total darah adalah Metode CHOD-PAP. Prinsip dari metode ini adalah kolesterol ester akan dirubah menjadi kolesterol dan asam lemak dengan bantuan enzim kolesterol esterase, kolesterol dioksidasi menjadi 4- kolestenon dan H2O2, kemudian

hydrogen peroksida dan 4 aminoantypirine dengan adanya phenoln peroksidase akan membentuk indikator quinoneimine yang berwana.

Metode ini memperlihatkan linearitas yang baik sampai dengan 500 mg/dl. Sampel yang keruh, lipemik, ikterik, atau mengalami hemolisis dapat mengganggu pada saat pemeriksaan. Dalam metode enzimatis, bilirubin dapat menyebabkan interferensi negatif, karena bilirubin bereaksi dengan H2O2 sehingga mengurangi

jumlah peroksida yang tersedia untuk membentuk komplek berwarna (Sulistiani, 2010).

(33)

30

B. Kerangka Konsep

Gambar 2. 7 : Kerangka Konsep Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Pemantapan Mutu Laboratorium

Pemantapan Mutu

Internal Pemantapan Mutu

Eksternal

Analitik

Pre Analitik Pos Analitik

- Pencatatan - Persiapan Pasien - Pengumpulan Sampel - Penanganan Sampel - Reagen - Instrumen - Kontrol & Standar - Metode Pemeriksaan - Teknologi - Perhitungan - Evaluasi Metode - Pencatatan Hasil - Penangan Informasi Mutu Hasil Laboratorium Westgard Multirule System

(34)

43

Atyna, Iva. (2013). Instrumentasi Laboratorium Klinik. Bandung : ITB. Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Praktikum Laboratorium

Kesehatan Yang Benar. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Departemen Patologi Klinik. (2007). Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik Tentang Pemantapan Mutu Internal. Jakarta : FK UI.

Jumhari, Arie. (2012). Pemantapan Mutu Laboratorium Kesehatan.

Tersedia dalam

https://arieinfoinworld.wordpress.com/2012/10/22/pemantapa n-mutu-laboratorium-kesehatan.html [Diakses 10 November 2015].

Kartini. (2006). Gambaran Pemeriksaan Kadar Kolesterol Pada Pedagang Lesehan Di Pasar Wonodri Berdasarkan Pola Makan. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Muhammadiyah Semarang.

Menteri Kesehatan RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan RI No.28 Tentang Laboratorium Klinik. Jakarta : Menteri Kesehatan RI. Menteri Kesehatan RI. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan RI No.43 Tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik. Jakarta : Menteri Kesehatan RI.

Panil, Zulbadar. (2008). Memahami Teori Dan Praktik Biokimia Dasar Medis. Jakarta : Buku kedokteran EGC.

Ridwana, S. (2006). Pelaksanaan Pengendalian Mutu Eksternal Laboratorium Kesehatan Jawa Barat. Jakarta : Patelki News. Riswanto. (2010). Pemantapan Mutu. Tersedia dalam

http://labkesehatan.blogspot.co.id/2010/07/pemantapan-mutu.html [Diakses 27 September 2015].

Sabri, Luknis. (2014). Statistik Kesehatan. Depok : PT. Rajagrafindo Persada.

(35)

44

Sinaga, Ernawati. (2012). Biokimia Dasar. Jakarta Barat : PT. ISFI Penerbitan.

Sukorini, Usi. (2010). Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Klinik. Yogyakarta : Alfa Media.

Toha, Abdul Hamid A. (2011). Ensiklopedia Biokimia dan Biologi Molekuler. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Westgard, James. (2009) Westgard dalam www.westgard.com/mltirule.html [diakses 16 Desember 2015].

Gambar

Gambar 2.1  : Aturan 1 2s
Gambar 2.3  : Aturan 2 2s
Gambar 2.5  : Aturan 4 1s

Referensi

Dokumen terkait