111
Klasifikasi Normatif Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta
dengan Menggunakan Software K-Ware Magma
Jahidin
Program Studi Fisika FMIPA Universitas Haluoleo, Kendari
E-mail : [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Telah dilakukan serangkaian penelitian untuk mendapatkan klasifikasi normatif berstandar IUGS (International Union of Geological Sciences) pada 12 situs batuan beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Klasifikasi dilakukan berdasarkan mineralogi QAPF normatif (Quartz, Alkali feldspar, Plagioklas, dan Feldspathoid) yang diperoleh dari analisis data komposisi kimia batuan dengan menggunakan software K-ware Magma. Sampel-sampel batuan beku yang digunakan terdiri dari situs Watu Adeg (WTA), Gunung Suru (GSR), Purwoharjo (PWH), Gunung Skopiah (SKP), Gunung Ijo (GIJ), Parangtritis A (PRA), Kali Songgo (KSG), Kali Buko (KLB), Gunung Pawon (GPW), Parangtritis B (PRB), Kali Widoro (WDR), dan Tegal Redjo (TGR). Selanjutnya, hasil klasifikasi ini dibandingkan dengan hasil klasifikasi berdasarkan analisis petrografi dan analisis komposisi kimia yang berdasarkan kandungan K2O-SiO2 batuan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 12 situs batuan beku adalah batuan beku vulkanik yang terdiri dari batuan andesit (situs WTA, GIJ, PRA, dan WDR), andesit kuarsa (situs GSR dan SKP), trakiandesit (situs PWH), basalt tholeitik (situs KSG, KLB, dan PRB), dan trakiandesit basaltik (situs GPW dan TGR). Hasil klasifikasi pada analisis petrografi dan analisis kandungan K2O-SiO2 menunjukkan bahwa sebagian batuan
konsisten dengan jenis batuan pada hasil klasifikasi mineralogi QAPF normatif. Akan tetapi berbeda dalam hal penamaan (nomenclature) batuan. Klasifikasi berdasarkan mineralogi QAPF normatif batuan beku bersifat lebih kuantitatif dan sesuai dengan standar IUGS.
Kata kunci : batuan beku, software K-ware Magma, klasifikasi normatif. 1. Pendahuluan
Di alam batuan beku memiliki keanekaragaman jenis. Karena itu, klasifikasi dan penamaan terhadap batuan beku perlu dilakukan demi kemudahan dalam pengenalan dan pemanfaatannya. Klasifikasi batuan beku dapat dilakukan berdasarkan tekstur, mineralogi, dan komposisi kimia. Klasifikasi batuan berdasarkan tekstur dan komposisi mineral merupakan klasifikasi secara kualitatif, sedangkan klasifikasi berdasarkan persen komposisi kimia merupakan klasifiskasi secara kuantitatif.
Klasifikasi berdasarkan tekstur dan mineralogi batuan biasanya dilakukan melalui analisis petrografi sayatan tipis batuan (thin section) di bawah mikoroskop petrografi. Identifikasi tekstur dan komposisi mineral dengan analisis petrografi membutuhkan ketelitian yang tinggi dan relatif mudah dilakukan untuk pengelompokan batuan beku plutonik, tetapi untuk batuan vulkanik sedikit
sukar dilakukan terutama batuan vulkanik yang berbutir sangat halus (glassy). Batuan-batuan seperti ini hanya dapat diklasifikasi berdasarkan persen komposisi kimia ataupun mineral normatif batuan [1].
Klasifikasi batuan beku secara normatif yang merupakan klasifikasi secara kuantitatif adalah klasifikasi batuan berstandar IUGS (International Union Geological Science). Klasifikasi ini berdasarkan pada kuantitas beberapa komposisi kimia dan persen mineralogi QAPF normatif (Quartz, Alkali feldspar, Plagioklas, dan Feldspathoid) yang terkandung dalam batuan. Klasifikasi batuan beku berstandar IUGS perlu dilakukan untuk menciptakan keseragaman dalam penamaan batuan.
Batuan beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bagian dari batuan beku yang terdapat di Zona Pegunugan Selatan. Batuan ini juga sudah diklasifikasi berdasarkan komposisi kimia oleh peneliti sebelumnya,
tetapi komposisi kimia yang digunakan hanyalah kandungan K2O-SiO2 batuan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan klasifikasi secara normatif sebagai validasi terhadap klasifikasi batuan beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang ada dan sebagai sumber informasi dalam pemanfaatan lebih jauh batuan tersebut terutama yang berkaitan dengan mineraloginya.
Pada penelitian ini dilaporkan hasil klasifikasi normatif batuan beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menggunakan
software K-ware Magma. Hasil klasifikasi yang diperoleh dibandingkan dengan hasil klasifikasi yang lain untuk dilihat perbedaannya yang siginifikan.
2. Metode Penelitian
Sampel batuan beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang diklasifikasi secara normatif terdiri dari 12 situs batuan berbeda. Deskripsi batuan beku tersebut ditunjukkan dalam tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi 12 Sampel Batuan Beku [2],[3]
No. Lokasi Nama
Situs Koordinat Geografis Umur Absolut
Bentuk Singkapan
(Outcrop)
1. Watu Adeg WTA 07o 47.548’ S; 110o 21.905’ E 56.3 ± 3.8 Ma Lava
2. Gunung Suru GSR 07o 51’45.0” S; 110o 04’33.5” E 25.35 ± 0.65 Ma Lava 3. Purwoharjo PWH 07o 41.399’ S; 110o 11.176’ E 11.35 ± 4.96 Ma Lava 4. Gunung Skopiah SKP 07o 46.841’ S; 110o 06.041’ E 47.42 ± 3.19 Ma Intrusi 5. Gunung Ijo GIJ 07o 48.331’ S; 110o 04.951’ E 25.98 ± 0.55 Ma Neck 6. Parangtritis A PRA 08o 01.330’ S; 110o 19.942’ E 26.40 ± 0.83 Ma Dike 7. Kali Songgo KSG 07o 44.301’ S; 110o 11.840’ E 28.31 ± 3.46 Ma Dike 8. Kali Buko KLB 07o 49’25.0” S; 110o 05’16.1” E 29.63 ± 2.26 Ma Lava 9. Gunung Pawon GPW 07o 46.949’ S; 110o 05.928’ E 75.87 ± 4.06 Ma Dike 10. Parangtritis B PRB 08o 01.330’ S; 110o 19.942’ E 26.55 ± 1.07 Ma Dike 11. Kali Widoro WDR 07o 52.300’ S; 110o 34.920’ E 6.69 ± 6.89 Ma Lava
12. Tegal Redjo TGR 07o 08’10.58” S; 110o 06’10.0” E Intrusi
Keduabelas situs batuan beku tersebut diklasifikasi secara normatif dengan menggunakan software K-ware Magma versi 2.49.0123 (gambar 1). Prinsip klasifikasi dengan software ini (gambar 2) membutuhkan input data yang terdiri dari data komposisi kimia batuan (data komposisi kimia tertera dalam software), ukuran rata-rata butir kristal/pori, persentase volume kristal, temperatur, dan tekanan. Data komposisi kimia batuan digunakan untuk perhitungan mineral normatif yang selanjutnya dikelompokkan ke dalam mineral felsik QAPF sehingga diperoleh klasifikasi normatif batuan. Sementara ukuran rata-rata butir kristal/pori, persentase volume kristal, temperatur, dan tekanan diperlukan
dalam perhitungan densitas batuan sehingga diperoleh kelompok tekstur batuan.
Gambar 2. Diagram prinsip klasifikasi normatif batuan beku dengan software K-ware Magma.
Data komposisi kimia batuan yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari hasil penelitian sebelumnya untuk situs PRA, PRB, GSR, KSG, KLB, dan GIJ, serta diperoleh dari hasil komunikasi personal dengan Khumaidi S. (2007) untuk situs WTA, PWH, GPW, WDR, TGR, dan SKP. Data kimia batuan dari hasil penelitian sebelumnya diukur dengan menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrometry) di Laboratoire de Petrologie, Brest, Prancis, sedangkan data kimia yang diperoleh dari hasil komunikasi personal diukur menggunakan analisis XRF (X-Ray Fluorescence) di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung (P3G). [3]
Ukuran butir kristal/pori dan persentase volume kristal sampel batuan beku dilakukan melalui analisis semi kuantitatif fotomikrograf sayatan tipis batuan (thin section) dengan menggunakan mikroskop polarisasi, nikon optiphot-2 di Laboratorium Fisika Mineral, Pusat Penelitian Geoteknik-LIPI Bandung.
Nilai temperatur diperoleh melalui prediksi berdasarkan jenis magma asal batuan beku dengan menganalisis persentase komposisi silika (SiO2) batuan. Sementara
nilai tekanan yang digunakan adalah nilai standar yang sudah ditentukan dalam software K-ware Magma.
3. Hasil Pembahasan
Dengan menggunakan input data komposisi kimia batuan, ukuran butir kristal/pori dan persentase volume kristal batuan, serta temperatur dan tekanan melalui software K-ware Magma, diperoleh hasil klasifikasi normatif dari 12 situs batuan beku di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana terlihat dalam tabel 1. Sebagai pembanding, juga diperlihatkan hasil klasifikasi melalui analisis petrografi batuan (tekstur dan komposisi mineral) yang mengacu pada tabel klasifikasi batuan beku menurut R.B. Travis (1955) [5] dan berdasarkan kandungan K2
O-SiO2 dengan menggunakan diagram K2O-SiO2
pada beberapa situs batuan [3].
Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa klasifikasi mineralogi QAPF normatif pada 12 situs batuan beku keseluruhan tergolong sebagai batuan beku vulkanik dimana sebagian besar terdiri dari batuan vulkanik intermediat dan yang lainnya batuan mafik. Hasil klasifikasi batuan beku situs WTA, GIJ, PRA, dan WDR merupakan batuan intermediat jenis andesit. Batuan intermediat jenis andesit kuarsa terdapat pada situs GSR dan SKP, jenis trakiandesit terdapat pada situs PWH. dan batuan intermediat jenis trakiandesit basaltik terdapat pada situs GPW dan TGR. Sementara situs KSG, KLB, PRB termasuk dalam batuan mafik jenis basalt tholeitik. Penamaan atau hasil klasifikasi 12 situs batuan beku ini sesuai dengan standar IUGS dengan berdasarkan persentase kelimpahan kelompok mineral kuarsa (Q), alkali feldspar (A), dan plagioklas (P) yang dimiliki oleh batuan [6].
Pada klasifikasi dengan analisis petrografi yang mengacu pada klasifikasi batuan beku menurut Russel B. Travis, telah membagi batuan beku ke dalam batuan beku vulkanik maupun plutonik. Sebagian besar merupakan jenis batuan andesit dan yang lainnya jenis basalt serta diorit. Hasil yang diperoleh dalam klasifikasi ini sebagian (situs GSR, SKP, GIJ, PRA, dan WDR) memiliki konsistensi (kesesuaian jenis batuan) dengan klasifikasi mineralogi QAPF normatif, hanya saja berbeda dalam penamaan. Penamaan dari sebagian situs-situs batuan berdasarkan klasifikasi ini tidak direkomendasikan dengan Data Komposisi Kimia
Perhitungan mineral normatif berdasarkan
CIPW norm
Pengelompokkan ke dalam mineral felsik
QAPF
Klasifikasi normatif atau
klasifikasi IUGS (International Union of Geological Science) berdasarkan mineralogi QAPF normatif Data temperatur,
tekanan, persentase volume kristal, dan ukuran butir kristal/pori
Perhitungan densitas
IUGS. Pada beberapa situs, didapatkan jenis batuan yang berbeda dengan hasil klasifikasi
mineralogi QAPF normatif seperti situs WTA, PWH, KSG, KLB, GPW, PRB, dan TGR.
Tabel 2. Hasil Klasifikasi 12 Situs Batuan Beku No. Situs Klasifikasi berdasarkan
analisis petrografi (tekstur dan komposisi mineral)
Klasifikasi berdasarkan kandungan K2O dan SiO2
Klasifikasi berdasarkan mineralogi QAPF normatif (Klasifikasi Normatif)
1. WTA Porfiri basalt Andesit
2. GSR Porfiri andesit hornblende Andesit kalk-alkalin
medium K Andesit kuarsa
3. PWH Porfiri andesit Trakiandesit
4. SKP Porfiri andesit Andesit kuarsa
5. GIJ Porfiri andesit hornblende Andesit basaltik
kalk-alkalin medium K Andesit 6. PRA Porfiri andesit piroksen Andesit basaltik
kalk-alkalin medium K Andesit 7. KSG Porfiri diorit Basalt kalk-alkalin
medium K Basalt tholeitik 8. KLB Porfiri diorit Basalt kalk-alkalin
medium K Basalt tholeitik 9. GPW Porfiri andesit piroksen Trakiandesit basaltik 10. PRB Porfiri andesit piroksen Andesit basaltik
kalk-alkalin medium K Basalt tholeitik
11. WDR Porfiri andesit Andesit
12. TGR Diorit Trakiandesit basaltik
Dalam klasifikasi berdasarkan kandungan K2O-SiO2 telah mengklasifikasikan
6 situs batuan beku ke dalam beberapa hasil klasifikasi. Sebagian hasil klasifikasi ini juga memiliki konsistensi dengan analisis mineralogi QAPF normatif (situs GSR, GIJ, PRA, KSG, dan KLB) dan yang lainnya inkosistensi (situs PRB). Semua situs batuan dikelompokkan dalam batuan vulkanik. Tambahan penamaan batuan didasarkan pada sifat kalk-alkalin batuan dengan persentase massa K2O berada pada range medium, namun
penamaan ini tidak sesuai dengan stnadar IUGS.
4. Kesimpulan
Klasifikasi mineralogi QAPF normatif (klasifikasi normatif) pada 12 situs batuan beku di Daerah Istimewa Yogyakarta diperoleh bahwa keseluruhan batuan tergolong sebagai batuan beku vulkanik dimana sebagian besar terdiri dari batuan vulkanik intermediat (andesit, andesit kuarsa, trakiandesit, dan trakiandesit basaltik) dan yang lainnya batuan mafik (basalt tholeitik).
Dalam penamaan batuan beku berdasarkan prinsip IUGS, bila persentase mineral-mineral mafik (seperti : olivin, ortopiroksen, klinopiroksen, dan hornblende) < 90%, maka penamaan (nomenclature) batuan harus didasarkan pada kelimpahan mineral-mineral QAPF (Quartz, Alkali feldspar, Plagioklas, Feldspathoid). Mineral mafik yang kurang dari 90% tidak menentukan penamaan batuan beku. Dalam klasifikasi analisis petrografi yang mengacu pada tabel R.B. Travis (1955), tinjauan klasifikasi didasarkan pada kehadiran beberapa mineral mafik serta penyesuaiannya dengan tekstur batuan yang sudah ada. Kehadiran atau ketidakhadiran mineral kuarsa dan alkali feldspar dalam batuan kadangkala tidak diperhitungkan, padahal mineral-mineral ini turut mempengaruhi dalam pengklasifikasian batuan. Dengan demikian klasifikasi dengan menggunakan analisis petrografi yang merujuk pada tabel R.B. Travis tahun 1955 sudah tidak sesuai dengan standar IUGS, cenderung bersifat kualitatif, dan kadangkala dapat
menimbulkan penamaan batuan yang bersifat subyektif.
Klasifikasi batuan berdasarkan analisis kandungan K2O-SiO2 menunjukkan hasil
klasifikasi batuan yang tidak kompleks karena hanya membagi batuan ke dalam jenis basalt, andesit basaltik, dan andesit dengan berdasarkan pada kuantitas SiO2 dan K2O
batuan, tanpa melibatkan komposisi kimia yang lain, seperti Na2O. Penamaan batuan juga
mengindikasikan kekhasan sifat senyawa kimia yang terdapat dalam diagram dan tidak direkomendasikan dalam penamaan batuan berdasarkan standar IUGS.
Klasifikasi batuan beku berdasarkan mineralogi QAPF normatif dengan software K-ware Magma bersifat lebih kuantitatif dan sesuai dengan standar IUGS (International Union of Geological Sciences).
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Satria Bijaksana, atas bimbingannya sehingga tulisan ini layak disebut sebagai karya ilmiah. Juga diucapkan terima kasih kepada pihak Laboratorium Fisika Mineral, Pusat Penelitian Geoteknik-LIPI Bandung yang telah membantu dalam memperoleh data ukuran rata-rata butir
kristal/pori dan persentase volume kristal batuan. Akhirnya diucapkan pula terima kasih kepada Bapak Khumaidi S. atas bantuannya dalam penyediaan sebagian data komposisi kimia batuan
Daftar Pustaka
[1]. Mottana, A., Crespi, R., and Liborio, G., Simon & Schuster’s Guide to Rocks and Minerals, Simon & Schuster Inc., New York, (1977)
[2]. Ngkoimani, L., Magnetisasi pada Batuan Andesit serta Implikasinya Terhadap Paleomagnetisme dan Evolusi Tektonik Pulau Jawa, Institut Teknologi Bandung, (2005). [3]. Soeria-Atmadja, R., Maury, R.C., Bellon, H.,
Pringgoprawiro, H., and Polve, M., Tertiary Magmatic Belts in Java, Journal of Southeast Asian Earth Sciences, Vol. 9, No. 12, (1994). [4]. http://www.ees1.lanl.gov/Wohletz/Magma.htm
, Diakses 11 Desember 2007.
[5]. USBR, 2001, Engineering Geology Field Manual, 2nd Edition, U.S. Department of The Interior, Bureau of Reclamation.
[6]. Le Maitre, R.W., Streckeisen, A., Zanettin, B., Le Bas, M.J., Bonin, B., Bateman, P., Bellieni, G., Dudek, A., Efremova, S., Keller, J., Lameyre, J., and Sabine, P.A., Igneous Rocks : A classification and glossary of terms : 2nd Edition, Cambridge University Press, Cambridge, (2002).