1
ANALISIS PERBEDAAN DATA RESISTIVITAS TERHADAP DATA
KIMIA DAN FISIKA TANAH TERHADAP KONDISI TANAH DAERAH
ARBORETUM ITERA
Ambar Nabilla1*, Dr. Alimuddin Muchtar, S.Si., M.Si.2, Andri Yadi Paembonan, S.Si.M.Sc.1 1Institut Teknologi Sumatera
2Universitas Lampung
*Corresponding author’s email: ambar.12116040@student.itera.ac.id
Abstract: Measurement of chemical and soil physics data in the form of soil pH, soil moisture, soil temperature and soil light intensity were carried out in the ITERA Arboretum area. Soil chemical data was collected using a 4in1 Soil Meter. Furthermore, the acquisition of resistivity data in the study area was carried out using the Naniura geoelectric tool. The resistivity data acquisition design is based on the distribution map of each chemical and soil physics data that has been processed using Surfer software. Mapping data was collected on three tracks with a path length of 100 m and a space between the electrodes of 5 m. The geoelectric data obtained were processed using Res2Dinv software and obtained RMS values on Line 1,2 and 3 of 8.4, 8.5, and 11.7. From the results of chemical and soil physics data collection as well as soil resistivity data, it is known that the pH value, light intensity, and temperature are directly proportional to the soil resistivity value, while the soil moisture value is inversely proportional to the soil resistivity value. In the ITERA Arboretum area consists of tuff clay lithology, tuff sand, coarse-grained tuff and tuff rocks with fine and compact grains. The pH value of the soil is mostly neutral, the humidity on the soil surface is quite dry and the light intensity has shade in the form of trees and the temperature is making the trees in the ITERA Arboretum thrive.
Keywords: Arboretum, soil chemistry, soil physics, resistivity
Abstrak: Pengukuran data kimia dan fisika tanah berupa data pH tanah, kelembaban tanah,
temperatur tanah dan intensitas cahaya tanah dilakukan pada daerah Arboretum ITERA. Pengambilan data kimia tanah dilakukan menggunakan alat Soil Meter 4in1. Selanjutnya dilakukan akuisisi data resistivitas pada daerah penelitian menggunakan alat geolistrik Naniura. Desain akuisisi data resistivitas dibuat berdasarkan peta persebaran masing-masing data kimia dan fisika tanah yang telah diolah menggunakan software Surfer. Pengambilan data dilakukan secara Mapping pada tiga lintasan dengan panjang lintasan 100 m dan spasi antar elektroda 5 m. Data geolistrik yang didapatkan diolah menggunakan software Res2Dinv dan diperoleh nilai RMS pada Line 1,2 dan 3 sebesar 8.4, 8.5, dan 11.7. Dari hasil pengambilan data kimia dan fisika tanah serta data resistivitas tanah, diketahui bahwa nilai pH, intensitas cahaya, dan temperatur berbanding lurus dengan nilai resistivitas tanah, sedangkan untuk nilai kelembaban tanah berbanding terbalik dengan nilai resistivitas tanah. Pada daerah Arboretum ITERA terdiri dari litologi lempung tufaan, pasir tufaan, tuf berbutir kasar dan batuan tuf dengan butir halus dan kompak. Nilai pH tanah yang sebagian besar netral, kelembaban pada permukaan tanah yang cukup kering dan intensitas cahaya yang memiliki naungan berupa pepohonan serta temperatur yang sedang membuat pepohonan pada Arboretum ITERA tumbuh dengan subur. Kata kunci: Arboretum, kimia tanah, fisika tanah, resistivitas
PENDAHULUAN
Arboretum merupakan tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan[1]. Selain itu, keberadaan arboretum befungsi sebagai
sumber oksigen khususnya untuk daerah sekitar arboretum dan dapat pula digunakan sebagai daerah konservasi ex-situ. Konservasi
ex-situ merupakan kegiatan menjaga dan
mengembangbiakkan jenis flora dan fauna untuk menghindari bahaya kepunahan. Institut
2 Teknologi Sumatera juga memiliki wilayah arboretum. Arboretum ITERA merupakan bagian dari Kebun Raya ITERA dengan luas wilayah 2 ha dan diperkirakan akan ditanami 5.000 bibit pohon yang diantaranya adalah 43 jenis tanaman langka seperti Pohon Trembesi, Damar, Bungur, Cemara Laut, Mahoni, Gmelina, Tanjung, Bambu dan lain-lain. Namun pada saat ini penanaman pohon pada wilayah Arboretum ITERA belum terlaksana dengan maksimal.
Sebelum dilakukannya penanaman pohon lebih lanjut pada daerah Arboretum ITERA, studi kelayakan tanah sangat penting dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi tanah yang ada pada daerah Arboretum ITERA. Kesuburan dan kelayakan tanah dapat diamati melalui sifat kimia tanah seperti pH, intensitas cahaya, kelembaban tanah, dan temperatur tanah serta dapat diamati dari pertumbuhan tanaman yang ada pada daerah Arboretum ITERA.
Data kimia tanah secara langsung akan mempengaruhi keberadaan dari unsur hara makro dan mikro tanah. Unsur hara mikro adalah kandungan zat yang sangat dibutuhkan/diperlukan tumbuhan atau hewan dalam pembentukan jaringan, pertumbuhan dan kegiatan hidup lainnya dalam jumlah relatif sedikit sedangkan unsur hara makro adalah unsur hara yang sangat dibutuhkan dan diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang relatif banyak.
Metode tahanan jenis (resistivity) dapat digunakan untuk memantau hubungan antara properti tanah dengan tingkat kesuburan tanah. Kemampuan bahan tanah untuk mentransfer arus listrik seperti yang ditunjukkan oleh resistivitas (atau konduktifitas listrik) tanah, ditentukan oleh komponen yang membentuk tanah[2]. Metode resistivitas listrik merupakan salah satu metode non-destruktif sehingga dalam penggunaannya tidak merusak lingkungan. Selain itu, pencitraan resistivitas geolistrik dapat digunakan sebagai alat yang efektif dalam memetakan variabilitas spasial dinamika air tanah lahan pertanian untuk perencanaan pertanian yang presisi[3].
Dalam penelitian yang sudah pernah dilakukan[3], diketahui bahwa nilai pH tanah dan nilai resistivitas tanah berbanding lurus
atau berkorelasi positif yang berarti bahwa semakin tinggi nilai resistivitas maka semakin tinggi pula nilai pH-nya. Dalam penelitian tersebut juga didapatkan bahwa nilai kelembaban tanah berbanding terbalik atau berkorelasi negatif dengan nilai resistivitas tanah yang berarti bahwa semakin besar nilai resistivitas tanahnya berarti semakin kecil nilai kelembaban tanahnya, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan nilai resistivitas akan menurun seiring dengan keberadaan kandungan air yang terdapat dalam tanah. Keberadaan kelembaban dan pH dalam tanah sangat dibutuhkan dalam proses kelarutan unsur hara. Dimana pada nilai pH yang netral akan memudahkan unsur hara makro dan mikro untuk larut dalam air.
Empat parameter data kimia tanah yang diakuisisi, yaitu:
1. pH Tanah
Nilai pH pada tanah menentukan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+ ) dan hidroksil (OH-) yang jumlahnya saling berbanding terbalik dimana apabila ion H+ semakin tinggi, maka kandungan ion OH- akan rendah begitupun sebaliknya. Jika kandungan H+ lebih tinggi daripada OH-, maka tanah tersebut akan bersifat masam dan jika sebaliknya maka tanah akan bersifat alkalin. Namun apabila kandungan ion H+ sama dengan kandungan ion OH- pada tanah, maka tanah tersebut bersifat netral (pH=7).
Tabel 1. Derajat keasaman[4]
No. pH Kriteria 1. >8.5 Alkalis 2. 7.6-8.5 Agak alkalis 3. 6.6-7.5 Netral 4. 5.6-6.5 Agak masam 5. 4.5-5.5 Masam 6. <4.5 Sangat masam
2. Kelembaban Tanah
Kelembaban tanah adalah air yang mengisi sebagian atau seluruh pori-pori tanah yang berada di atas water table[5]. Kelembaban tanah pada tingkat tertentu dapat menentukan
3 tata guna lahan. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan vegetasi dipengaruhi oleh tingkat kelembaban pada tanah. Kelembaban tanah sangat dinamis, hal ini disebabkan oleh penguapan melalui permukaan tanah, transpirasi, dan perkolasi[6]. Defisit dalam kelembaban dapat menuju pada kelayuan tanaman dan tindakan perbaikan yang tepat pada waktunya melalui irigasi dapat menyelamatkan tanaman pertanian[7].
3. Temperatur Tanah
Temperatur tanah adalah suatu sifat tanah yang sangat penting secara langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan juga terhadap kelembaban, struktur, aktivitas mikrobial dan enzimatik, sisa tanaman, dan ketersediaan hara-hara tanaman[8]. Suhu tanah merupakan salah satu faktor tumbuh tanaman yang penting sebagaimana halnya air, udara, dan unsur hara. Suhu tanah berperan untuk menentukan reaksi kimia dan aktivitas mikrobia tanah yang dapat merombak senyawa organik tertentu menjadi hara dan suhu tanah mempengaruhi perkecambahan biji dan pertumbuhan kecambah[9].
4. Intensitas Cahaya Tanah
Cahaya sangat besar artinya bagi tumbuhan, terutama karena perannya dalam kegiatan fisiologis seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan serta pembuangaan, pembukaan dan penutupan stomata, perkecambahan dan pertumbuhan tanaman[10]. Cahaya matahari dapat mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan hasil tanaman melalui proses fotosintesis. Penyerapan cahaya oleh pigmen-pigmen akan mempengaruhi pembagian fotosintat ke bagian-bagian lain dari tanaman melalui proses fotomorfogenensis[13].
LOKASI DAN GEOLOGI REGIONAL
Daerah penelitian tugas akhir terletak pada kampus ITERA yang secara administratif terletak di Jl. Terusan Ryacudu, Desa Way Huwi, Kecamatan Jatiagung, Lampung yang berada diantara Wilayah Kabupaten Lampung Selatan dan Bandar Lampung. Secara geografis lokasi penelitian terletak pada koordinat 5021’24.96’’ Lintang Selatan dan 105018’52.11’’ Bujur Timur. Daerah yang akan diteliti adalah daerah Arboretum ITERA.
Gambar 1. Peta daerah penelitian
Arboretum ITERA terletak pada Formasi Lampung yang diperkirakan berumur transisi dari Pliosen dan Miosen Tengah. Formasi lampung terdiri dari beberapa jenis batuan yang berasal dari aktivitas vulkanik, tektonik dan sedimentasi. Batuan vulkanik terdiri dari tuf batu apung, tuf riolitik, batu lempung tufaan, dan batu pasir tufaan. Arboretum ITERA berada di Lajur Bukit Barisan dengan Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang dan termasuk kedalam Formasi Lampung yang terdiri atas batu apung, tuf riolitik, batu lempung tufaan, dan batu pasir tufaan.
Gambar 2. Peta geologi regional Tanjung
Karang[12]
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan berasal dari pengambilan data dilapangan. Pengukuran data kimia tanah dilakukan pada tanggal 14-15 November 2020 dengan waktu pengambilan data pada pukul 10.00-14.00 WIB menggunakan alat Soil Meter 4in1. Sedangkan pengambilan data geolistrik resistivitas dilakukan pada tanggal 22-24 November 2020 menggunakan instrumen geolistrik Naniura.
Data kimia tanah selanjutnya diolah menggunakan software surfer untuk
4 mendapatkan peta persebaran data kimia tanah. Dari peta persebaran data kimia tanah akan ditentukan letak desain akuisisi data geolistrik resistivitas. Pengambilan data geolistrik resistivitas dilakukan
Dalam metode geolistrik menggunakan prinsip dasar Hukum Ohm dimana untuk mengeluarkan energi yang tersimpan dalam baterai atau sumber diperlukan penghubung (konduktor) diantara kedua terminalnya. Apabila ditambahkan sebuah resistor maka akan terjadi perubahan potensial pada ujung-ujung hambatan tersebut. Hubungan antar resistor, arus, dan beda potensial mengikuti hukum ohm yang dinyatakan dalam persamaan:
V
I
R
Keterangan: I= Arus (ampere) V= Beda Potensial (volt) R= Hambatan (ohm)Solusi umum untuk nilai resistivitas dengan mempertimbangkan faktor geometri konfigurasi elektroda adalah sebagai berikut:
V
K
I
Keterangan: ρ = Resistivitas semu K = Faktor Geometri ΔV= Beda potensial I = Kuat ArusNilai K faktor geometri konfigurasi wenner :
2
K
a
Solusi umum tahanan jenis untuk konfigurasi wenner sebagai berikut:
2
a
V
I
HASIL DAN PEMBAHASAN 1) Interpretasi data kimia tanah
a) pH tanah
Gambar 3. Peta persebaran pH tanah Gambar 3 Menunjukkan pola persebaran pH
tanah pada daerah Arboretum ITERA yang diolah menggunakan software Surfer. Nilai pH tanah yang didapatkan dari pengukuran berkisar antara 5.5 hingga 7. Perbedaan nilai tersebut dapat disebabkan karena adanya perubahan tingkat kelarutan senyawa dari unsur-unsur yang terkandung dalam tanah yang diakibatkan dari pH dalam tanah pada lingkungan tersebut. Hal tersebut dapat diartikan bahwa keberadaan pH tanah sangat berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
b) Intensitas Cahaya Tanah
Gambar 4. Peta persebaran intensitas cahaya
tanah
Pada Gambar 4 Menunjukkan pola persebaran nilai intensitas cahaya tanah dengan menggunakan software Surfer. Nilai intensitas cahaya yang didapatkan berkisar antara Low- hingga High. Pengambilan data
5 kimia tanah dilakukan selama 2 hari dengan pengambilan data dimulai pada pukul 10.00 WIB-14.00 WIB. Pada Gambar 4 dapat diamati bahwa daerah tersebut didominasi oleh intensitas cahaya Nor dan Nor- ditunjukkan dengan warna hijau dan kuning. Tidak terdapat intensitas cahaya yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah pada daerah Arboretum ITERA. Naungan yang terdapat pada daerah Arboretum ITERA berasal dari pohon-pohon yang tumbuh pada daerah tersebut sehingga sinar matahari bisa menyinari daerah Arboretum ITERA dengan maksimal.
c) Kelembaban Tanah
Gambar 5. Peta persebaran kelembaban tanah
Gambar 5 Menunjukkan pola persebaran
kelembaban tanah pada daerah pengukuran yang diolah menggunakan software Surfer. Nilai kelembaban yang didapatkan berkisar antara Dry dan Nor. Daerah dengan warna ungu adalah daerah dengan nilai kelembaban
Dry+. Sedangkan pada warna hijau merupakan daerah dengan nilai kelembaban tanah Dry, dan untuk daerah dengan warna merah adalah
Nor. Defisit dalam kelembaban dapat menuju
pada kelayuan tanaman dan tindakan perbaikan yang tepat pada waktunya melalui irigasi dapat menyelamatkan tanaman pertanian[7]. Namun, perlu juga diketahui bahwa tingkat kelembaban tanah yang tinggi dapat menimbulkan permasalahan dalam hal kegiatan pemanenan hasil pertanian atau kehutanan[13].
d)
Temperatur tanah
Gambar 6. Peta persebaran temperatur tanah
Pada Gambar 6. Menunjukkan pola
persebaran temperatur tanah yang diolah
menggunakan software Surfer. Terdapat
suhu berkisar antara 29-38 °C. Perbedaan
nilai yang didapat dipengaruhi oleh faktor
luar dan faktor dalam. Faktor luar antara
lain radiasi matahari, awan, curah hujan,
kecepatan angin dan kelembaban udara.
Sedangkan faktor dalam antara lain adalah
struktur tanah, kadar air tanah, kandungan
bahan organik, dan pH tanah[14].
2) Interpretasi data geolistrik
resistivitas
Gambar 7. Desain akuisisi data geolistrik dan titik
ukur data kimia tanah
Gambar 7 merupakan desain akuisisi data
geolistrik dan titik ukur data kimia tanah. Penentuan lokasi Line 1 berdasarkan nilai pH dan kelembaban terendah yang terdapat pada lokasi tersebut dan juga lokasi tersebut memiliki elevasi yang rendah pada daerah Arboretum ITERA. Penentuan Line 2 berdasarkan keadaan lokasi yang sedikit
6 memiliki naungan sehingga daerah tersebut terpapar sinar matahari secara keseluruhan yang mengakibatkan nilai intensitas cahaya dan juga temperaturnya akan tinggi pada saat cuaca cerah. Penentuan Line 3 berdasarkan banyaknya naungan dari pepohonan yang cukup menghalangi intensitas cahaya lokasi tersebut.
Tabel 2. Rentang resistivitas dari litologi
batuan ITERA[15]
a) Line 1
Gambar 8. Hasil pengukuran metode geolistrik
resistivitas Line 1
Berdasarkan Gambar 8, dari pengolahan data 2D menggunakan software Res2Dinv yang diperoleh RMS sebesar 8.4, didapati rentang nilai resistivitas mulai dari 6.3 Ωm hingga 121 Ωm dengan kedalaman yang diperoleh adalah 15.9 m. Terdapat litologi mulai dari lempung tufaan, pasir tufaan dan tuff.
b) Line 2
Gambar 9. Hasil pengukuran metode geolistrik
resistivitas pada Line 2
Berdasarkan Gambar 9, dari pengolahan data 2D menggunakan software Res2Dinv yang diperoleh RMS sebesar 8.5, didapati rentang nilai resistivitas mulai dari 9.81 Ωm hingga 144 Ωm dengan kedalaman yang diperoleh
adalah 15.9 m. Terdapat litologi berupa pasir tufaan dan juga tuf.
c) Line 3
Gambar 10. Hasil pengukuran metode geolistrik
resistivitas pada Line 3
Berdasarkan Gambar 10, dari pengolahan data 2D menggunakan software Res2Dinv yang diperoleh RMS sebesar 11.7, didapati rentang nilai resistivitas mulai dari 5.88 Ωm hingga 198 Ωm dengan kedalaman yang diperoleh adalah 15.9 m. Terdapat litologi berupa pasir tufaan dan juga tuf yang kompak.
3) Hubungan antara data kimia dan
resistivitas tanah
Hubungan antara data resistivitas dengan data kimia dan fisika tanah dianalisis menggunakan koefisien korelasi untuk mengetahui hubungan antara data resistivitas dengan data kimia dan fisika tanahnya.
Tabel 3 Interpretasi koefisien nilai R[16]
No. Interval
Koefisien
Tingkat
Hubungan
1.
0.80 – 1.00
Sangat Kuat
2.
0.60 – 0.799
Kuat
3.
0.40 – 0.599
Cukup Kuat
4.
0.20 – 0.399
Rendah
5.
0.00 – 0.199
Sangat Rendah
Hubungan pH dengan nilai resistivitas a) Line 1
Gambar 11. Hubungan antara pH dan data
7 Pada Gambar 11, lingkaran berwarna merah menunjukkan nilai pH yang rendah dan untuk nilai resistivitasnya menunjukkan nilai yang rendah pula. Pada lingkaran berwarna hitam menunjukkan nilai pH yang tinggi pada daerah dengan nilai resistivitas yang tinggi.
Pada nilai pH tanah yang rendah terdapat pula nilai resistivitas yang rendah. Sedangkan pada lingkaran berwarna hitam menunjukkan bahwa pada nilai pH tanah yang tinggi maka nilai resistivitasnya akan semakin tinggi.
Gambar 12. Grafik Resistivitas VS pH Line 1 Pada Gambar 12, dapat dilihat memiliki nilai R2 adalah sebesar 0.8342. Berdasarkan Tabel
3, hubungan antara nilai resistivitas dan pH
tanah pada Line 1 adalah sangat kuat. Maka dapat disimpulkan bahwa pada Line 1 nilai resistivitas berbanding lurus dengan nilai pH.
b) Line 2
Gambar 13. Hubungan antara pH dan data
resistivitas Line 2
Pada Gambar 13, ditunjukkan dengan lingkaran berwarna hijau bahwa pada nilai pH tinggi terdapat nilai resistivitas yang rendah. Rendahnya nilai resistivitas ini dikarenakan hujan yang turun pada hari sebelum pengukuran, pada pagi hari sebelum pengambilan data, dan juga pada saat
pengambilan data. Hal tersebut membuat pengambilan data pada hari ke-2 tidak maksimal sehingga dilanjutkan pada hari ke-3. Maka penyebab dari nilai resistivitas yang rendah tersebut adalah dikarenakan adanya hujan yang turun terus pada daerah tersebut.
Gambar 14. Grafik Resistivitas VS pH Line 2 Pada Gambar 14, dapat dilihat memiliki nilai R2 adalah sebesar 0.0186. Berdasarkan Tabel
3, hubungan antara nilai resistivitas dan pH
tanah pada Line 2 adalah sangat rendah. Hal ini terjadi dikarenakan kondisi tanah pada pengukuran data kimia dan fisika tanah berbeda dengan pada saat pengambilan data resistivitas dikarenakan terjadinya hujan pada saat pengambilan data resistivitas.
c) Line 3
Gambar 15. Hubungan antara pH dan data
resistivitas Line 3
Daerah dengan lingkaran berwarna hijau pada
Gambar 15 diartikan bahwa pada nilai pH
yang tinggi memiliki nilai resistivitas yang tinggi. Sedangkan pada daerah dengan lingkaran berwarna hitam mengartikan bahwa pada daerah dengan pH tinggi memiliki nilai resistivitas yang sedang. Nilai resistivitas yang sedang tersebut disebabkan oleh hujan lebat yang terjadi pada hari sebelum pengambilan data geolistrik resistivitas pada Line 3 sehingga terdapat kandungan air pada lapisan tanah daerah tersebut.
8 Gambar 16. Grafik Resistivitas VS pH Line 3 Pada Gambar 16, dapat dilihat memiliki nilai R2 adalah sebesar 0.2698. Berdasarkan Tabel
3, hubungan antara nilai resistivitas dan pH
tanah pada Line 3 adalah rendah. Hubungan yang rendah mengidentifikasikan bahwa pengaruh antara data resistivitas dan data pH tanah pada Line 3 terjadi secara rendah atau sedikit.
Hubungan intensitas cahaya dengan nilai resistivitas
a) Line 1
Gambar 17. Hubungan antara intensitas cahaya
tanah dan data resistivitas Line 1
Gambar 17 menunjukkan bahwa intensitas
cahaya pada Line 1 cukup bangus, dapat dilihat dari warna pada peta persebaran data intensitas cahaya tanah yang didominasi oleh warna hijau, kuning dan oranye atau Nor-,
Nor, dan Nor+. Terdapat beberapa pepohonan pada daerah Line 1 yang pada jam tertentu akan memberi naungan pada lokasi Line 1. Intensitas cahaya tersebut tidak terlalu tinggi maupun rendah sehingga baik untuk keadaan tanah maupun tanaman yang tumbuh diatasnya. Dapat dilihat pula pada Gambar 17 bahwa pada nilai resistivitas yang tinggi, terdapat intensitas cahaya yang cukup tinggi.
Hal tersebut berkaitan dengan temperatur dan kelembaban tanah. Pada intensitas cahaya yang tinggi, maka tanah akan memiliki suhu yang tinggi yang membuat penguapan kadar air dalam tanah. Selanjutnya, apabila tidak terdapat naungan, maka penguapan akan terjadi secara berlebihan dan menyebabkan kekeringan pada permukaan tanah.
Gambar 18. Grafik resistivitas VS intensitas
cahaya Line 1
Pada Gambar 18, dapat dilihat memiliki nilai R2 adalah sebesar 0.0699. Berdasarkan Tabel
3, hubungan antara nilai resistivitas dan
intensitas cahaya tanah pada Line 1 adalah sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai resistivitas dan nilai intensitas cahaya saling mempengaruhi satu sama lain secara sangat rendah.
b) Line 2
Gambar 19. Hubungan antara intensitas cahaya
tanah dan data resistivitas Line 2
Pada Gambar 19 menunjukkan bahwa nilai intensitas cahaya yang terdapat pada daerah tersebut cukup baik yang ditunjukkan dengan warna biru tua, hijau, kuning dan oranye yaitu
Low+, Nor-, Nor, dan Nor+. Dengan sedikitnya naungan pada daerah tersebut memungkinkan cahaya matahari untuk menyinari lahan dengan maksimal. Saat pengambilan data
9 kimia tanah hari ke-2 pada lokasi Line 2 suasananya sedikit berawan sehingga sinar matahari yang ditangkap alat soil meter kurang maksimal.
Gambar 20. Grafik resistivitas VS intensitas
cahaya Line 2
Pada Gambar 20, dapat dilihat memiliki nilai R2 adalah sebesar 0.0361. Berdasarkan Tabel
3, hubungan antara nilai resistivitas dan
intensitas cahaya tanah pada Line 2 adalah sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai resistivitas dan nilai intensitas cahaya tidak saling mempengaruhi satu sama lain.
c) Line 3
Gambar 21. Hubungan antara intensitas cahaya
tanah dan data resistivitas Line 3
Pada Gambar 21 menunjukkan bahwa pada
Line 3 terdapat intensitas cahaya dengan warna
yang ditunjukkan adalah warna biru, hijau dan kuning atau Low+, Nor-, dan Nor. Terdapat beberapa pepohonan pada daerah Line 3 yang menyebabkan adanya naungan pada daerah tersebut. Tetapi dikarenakan pepohonannya tidak terlalu banyak dapat dikatakan intensitas cahaya yang terdapat pada daerah tersebut cukup untuk menyinari lahan pada Line 3. Dapat dilihat pada Gambar 21 bahwa pada daerah dengan naungan memiliki nilai resistivitas yang sedang, hal ini dikarenakan penguapan yang terjadi tidak maksimal pada
daerah tersebut akibat adanya naungan dari pepohonan di daerah tersebut.
Gambar 22. Grafik resistivitas VS intensitas
cahaya Line 3
Pada Gambar 22, dapat dilihat memiliki nilai R2 adalah sebesar 0.0368. Berdasarkan Tabel
3, hubungan antara nilai resistivitas dan
intensitas cahaya tanah pada Line 3 adalah sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai resistivitas dan nilai intensitas cahaya tidak saling mempengaruhi satu sama lain.
Hubungan kelembaban dengan nilai resistivitas
a) Line 1
Gambar 23. Hubungan antara kelembaban tanah
dan data resistivitas Line 1
Lingkaran berwarna merah pada Gambar 23 menunjukkan bahwa pada daerah dengan nilai kelembaban tinggi yaitu Nor memiliki nilai resistivitas yang rendah, sedangkan pada lingkaran berwarna hitam terdapat daerah dengan nilai kelembaban rendah atau Dry+ dan memiliki nilai resistivitas yang tinggi. Nilai resistivitas tanah dipengaruhi oleh kadar air pada tanah. Semakin banyak kandungan air pada tanah maka semakin rendah nilai resistivitasnya begitupun sebaliknya.
10 Gambar 24. Grafik resistivitas VS kelembaban
Line 1
Pada Gambar 24, dapat dilihat memiliki nilai R2 adalah sebesar 0.4685. Berdasarkan Tabel
3, hubungan antara nilai resistivitas dan
kelembaban tanah pada Line 1 adalah cukup kuat. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai resistivitas dan nilai kelembaban pada Line 1 saling mempengaruhi satu sama lain secara cukup kuat.
b) Line 2
Gambar 25. Hubungan antara kelembaban tanah
dan data resistivitas Line 2
Pada Gambar 25, lingkaran dengan warna merah menunjukkan nilai kelembaban tanah yang rendah memiliki nilai resistivitas yang rendah. Tanah dengan kelembaban yang rendah seharusnya memiliki nilai resistivitas yang tinggi. Pada penampang resistivitas 2D pada Line 2 terdapat nilai resistivitas yang sedang hingga rendah yang seharusnya memiliki tingkat kelembaban yang tinggi. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan waktu dan cuaca pada pengambilan data kimia tanah dan data resistivitas.
Gambar 26. Grafik resistivitas VS kelembaban
Line 2
Pada Gambar 26, hubungan antara resistivitas dan kelembaban tanah pada Line 2 tidak teridentifikasi melalui nilai R, dikarenakan nilai kelembaban yang hanya menunjukkan nilai 1 atau Dry+ tanpa adanya nilai lain. Dapat disimpulkan bahwa pada Line 2 nilai kelembabannya tidak mempengaruhi nilai resistivitas. Seharusnya nilai tersebut saling mempengaruhi, hal ini dikarenakan kondisi tanah dan waktu yang berbeda dalam pengambilan data.
c) Line 3
Gambar 27. Hubungan antara kelembaban tanah
dan data resistivitas Line 3
Lingkaran berwarna hijau pada Gambar 27 menunjukkan bahwa pada daerah dengan nilai kelembaban Dry+ memiliki nilai resistivitas yang tinggi. Lalu pada lingkaran berwarna hitam menunjukkan daerah dengan nilai kelembaban rendah dengan nilai resistivitas sedang. Hal ini disebabkan karena terjadi hujan pada hari sebelum pengambilan data geolistrik resistivitas pada Line 3 dilaksanakan sehingga mempengaruhi nilai resistivitas pada tanah. Daerah yang berada pada lingkaran berwarna hijau tidak memiliki naungan seperti pohon-pohon sehingga penguapan dan penyerapan air kedalam tanah akan cukup cepat yang mengakibatkan nilai reistivitasnya tinggi. Berbeda halnya apabila terdapat pepohonan, air akan teresap dan tersimpan
11 pada daerah akar terlebih dahulu dan dengan naungan dari pohon tersebut maka penguapan akan terjadi lebih lambat sehingga mengakibatkan nilai resistivitas pada tanah tersebut turun.
Gambar 28. Grafik resistivitas VS kelembaban
Line 3
Pada Gambar 28, dapat dilihat memiliki nilai R2 adalah sebesar 0.045. Berdasarkan Tabel
3, hubungan antara nilai resistivitas dan
kelembaban tanah pada Line 3 adalah sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai resistivitas dan nilai kelembaban pada Line 3 saling mempengaruhi satu sama lain secara sangat rendah.
Hubungan temperatur dengan nilai
resistivitas a) Line 1
Gambar 29. Hubungan antara temperatur tanah
dan data resistivitas Line 1
Pada Gambar 29 menunjukkan bahwa pada daerah Line 1 terdapat temperatur dari suhu 29-36 °C. Dapat dilihat penampang resistivitas 2D, pada kedalaman dekat permukaan terdapat nilai resistivitas yang tinggi yaitu 79.1 Ωm. Hal tersebut dapat terjadi karena pada permukaan tanah telah terjadi penguapan sehingga tanah pada permukaan mengering.
Apabila tanah kekurangan kelembabannya, maka nilai resistivitasnya akan meningkat. Intensitas cahaya yang tinggi dengan sedikitnya naungan akan menyebabkan naiknya temperatur pada tanah.
Gambar 30. Grafik resistivitas VS temperatur Line
1
Pada Gambar 30, dapat dilihat memiliki nilai R2 adalah sebesar 0.0141. Berdasarkan Tabel
3, hubungan antara nilai resistivitas dan
temperatur tanah pada Line 1 adalah sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai resistivitas dan nilai temperatur saling mempengaruhi satu sama lain secara sangat rendah.
b) Line 2
Gambar 31. Hubungan antara temperatur tanah
dan data resistivitas Line 2
Pada Gambar 31 menunjukkan bahwa pada peta persebaran nilai temperatur tanah terdapat variasi nilai temperatur tanah yaitu berkisar antara 29-36 °C. Tidak terdapat banyak naungan pada daerah Line 2 sehingga intensitas cahaya matahari dapat menyinari lahan dengan maksimal sehingga temperatur tanah akan tinggi. Tetapi pada penampang resistivitas 2D Line 2 menunjukkan adanya resapan air hujan pada dekat permukaan tanah dikarenakan pada saat pengambilan data
12 terjadi hujan yang cukup deras sehingga pengambilan data harus dilakukan selama dua hari.
Gambar 32. Grafik resistivitas VS temperatur Line
2
Pada Gambar 32, dapat dilihat memiliki nilai R2 adalah sebesar 0.103. Berdasarkan Tabel
3, hubungan antara nilai resistivitas dan
temperatur tanah pada Line 2 adalah sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai resistivitas dan nilai temperatur saling mempengaruhi satu sama lain secara sangat rendah.
c) Line 3
Gambar 33. Hubungan antara temperatur tanah
dan data resistivitas Line 3
Pada Gambar 33 menunjukkan bahwa peta persebaran nilai temperatur tanah terdapat variasi nilai temperatur tanah yaitu berkisar antara 31-38 °C. Pada daerah yang ditandai lingkaran berwarna hitam merupakan daerah dengan tidak adanya naungan atau pepohonan pada daerah tersebut sehingga penyerapan air dan penguapannya akan lebih cepat. Berbeda halnya dengan daerah yang ditandai dengan lingkaran berwarna merah, daerah tersebut memiliki naungan berupa pepohonan sehingga air hujan akan di serap dan bertahan pada daerah dekat akar dan penguapan akan terjadi lebih lambat dikarenakan naungan yang terdapat pada daerah tersebut.
Gambar 34. Grafik resistivitas VS temperatur Line
3
Pada Gambar 5.32, dapat dilihat memiliki nilai R2 adalah sebesar 0.0127. Berdasarkan
Tabel 5.3, hubungan antara nilai resistivitas
dan temperatur tanah pada Line 3 adalah sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai resistivitas dan nilai temperatur saling mempengaruhi satu sama lain secara sangat rendah.
Kondisi tanah daerah Arboretum ITERA
Tabel 4. Kondisi tanah berdasarkan nilai
resistivitas dan data kimia tanah
Dapat dilihat pada Tabel 3, dengan litologi yang didominasi oleh pasir tufaan maka penyerapan air hujan dapat terjadi secara baik untuk keberlangsungan hidup tanaman. Nilai pH yang didominasi 6.5-7 atau didominasi nilai pH netral dapat mencukupi kebutuhan unsur hara makro dan mikro pada tanah untuk tanaman yang tumbuh pada daerah Arboretum ITERA. Kadar kelembaban air yang rendah pada permukaan tanah dapat diakibatkan oleh penyerapan yang cepat pada litologi pasir tufaan, sehingga dengan temperatur yang terdapat pada daerah Arboretum ITERA akan membuat air yang terkandung dalam tanah dapat terevaporasi dengan baik untuk mencukupi kebutuhan air pada dekat permukaan tanah. Intensitas cahaya yang memiliki sedikit naungan memungkinkan
13 cahaya matahari untuk menyinari seluruh pepohonan pada daerah Arboretum ITERA dan membuat fotosintesis pada tanaman menjadi maksimal sehingga dapat mencukupi kebutuhan makanan untuk tanaman.
KESIMPULAN
Pada Line 1 didapati rentang nilai resistivitas mulai dari 6.3 Ωm hingga 121 Ωm. Terdapat litologi mulai dari lempung tufaan, pasir tufaan dan tuf. Pada Line 2 rentang nilai resistivitas yang didapat mulai dari 9.81 Ωm hingga 144 Ωm. Terdapat litologi berupa pasir tufaan dan juga tuf. Pada Line 3 terdapat rentang nilai resistivitas mulai dari 5.88 Ωm hingga 198 Ωm. Terdapat litologi berupa pasir tufaan dan juga tuf yang kompak. Pada Line 2 dan 3 nilai resistivitas yang rendah diinterpretasikan sebagai pasir tufaan yang menyerap air hujan.
Daerah Arboretum ITERA didominasi oleh litologi pasir tufaan, lempung tufaan dan tuf. Pasir tufaan memiliki sifat permeabel yang dapat menyerap dan mengalirkan air dengan baik. Kadar pH tanah daerah Arboretum ITERA didominasi oleh nilai 6.5-7 atau pH netral. memiliki kelembaban pada permukaan tanah yang rendah dengan rata-rata nilai Dry+ dan Dry. Memiliki intensitas cahaya matahari yang terpapar langsung pada sebagian besar wilayah Arboretum ITERA dengan nilai Low+ hingga Nor, serta memiliki temperatur yang cukup panas dengan nilai 31-36 °C sehingga mempermudah proses fotosintesis tanaman pada Arboretum ITERA.
Grafik perbandingan antara data resistivitas dan data kimia serta fisika tanah menunjukkan bahwa nilai resistivitas dan pH tanah sangat berpengaruh pada Line 1, sedangkan pada Line 2 hubungan keduanya sangat rendah dan pada
Line 3 hubungannya adalah rendah. Untuk
kelembaban pada Line 1 menunjukkan nilai yang cukup kuat sehingga antara kedua nilai tersebut saling berpengaruh, sedangkan pada
Line 2 dan 3 menunjukkan hubungan antar
nilai keduanya sangat rendah. Selanjutnya intensitas cahaya pada Line 1, 2 dan 3 menunjukkan korelasi yang sangat rendah sehingga antara data resistivitas dan data intensitas cahaya mempengaruhi satu sama lain secara sangat rendah. Pada korelasi data resistivitas dan temperatur tanah memiliki
korelasi yang sangat rendah, sehingga antara kedua data tersebut saling mempengaruhi satu sama lain secara sangat rendah.
UCAPAN TERIMAKASIH
Mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing yaitu Bapak Dr. Alimuddin Muchtar, S.Si., M.Si. dan Bapak Andri Yadi Paembonan, S.Si.M.Sc. yang telah memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Serta mengucapkan terima kasih kepada dosen-dosen Program Studi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera.
REFERENSI
[1] Depdikbud, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Buku Satu, Jakarta: Balai Pustaka Utama, 1989.
[2] Allred, Barry J., Daniels, Jeffrey J., Ehsani, M. Reza, Factors Influencing Resistivity (Or Electrical Conductivity) In Soil Materials in Handbook Agricultural Geophysics”, USA: CRC
Press, 2008.
[3] Ayobami A. Isola, Gbenga M. Olayanju, Lawrence S., and Babatunde S. Ewulo, “Application of Electrical Resistivity Method in Monitoring Influence of Soil Properties on the Growth of Cucumis Sativus”, IOSR Journal of Applied Geology and Geophysics (IOSR-JAGG) e-ISSN: 2321–0990, p-ISSN: 2321– 0982.Volume 6, Issue 3 Ver. I, PP 01-23, 2018.
[4] Pairunan. A. K. et.al. 1985.Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. Ujung Pandang: BKPT INTIM, 1985.
[5] Jamulya dan Suratman Woro Suprojo, “Pengantar Geografi Tanah”, Yogyakarta: Diktat Kuliah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, 1993.
[6] Suyono dan Sumardil, Hidrologi Dasar. Yogyakarta: Diktat Kuliah,
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, 1997.
[7] Lo, C. P., “Penginderaan Jauh terapan”, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1996.
14 [8] Hanafiah K. A., “Dasar-Dasar Ilmu
Tanah”, Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2012.
[9] Kemble, Joseph., “Soil Temperature
Conditions for Vegetable Seed Germination”. Jurnal Alabama Coorperative Extension System, 2006. [10] [15]. Saifulloh, I.N., “Pengaruh
Intensitas Cahaya dan Jenis Tanah Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Hijau”, Fakultas Pertanian, Universitas PGRI Yogyakarta, 2017. [11] [16]. Baharsjah JS., “Pengaruh naungan
pada berbagai tahap perkembangan dan populasi tanaman terhadap pertumbuhan, hasil dan komponen hasil kedelai”, (Glycine max (L) Merr) [disertasi], Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, 1980.
[12] 23] Mangga S.A., “Peta Geologi Lembar Tanjung Karang, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi”, Bandung, 1993.
[13] [11]. Asdak, C., “Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”, Yogyakarta. Gadjah Mada University Press, 2004.
[14] Karamina, H., Fikrinda, W., Murti, A.T., “Kompleksitas Pengaruh Temperatur dan Kelembaban Tanah Terhadap Nilai pH Tanah Di Perkebunan Jambu Biji Varietas Kristal (Psidium Guajava) Bumiaji Kota Batu”, Universitas Padjajaran, 2017.
[15] Satiawan, S., & Rizka. “Investigasi Lapisan Akuifer Berdasarkan Data Vertical Electrical Sounding (Ves) Dan Data Electrical Logging”, Studi Kasus Kampus ITERA. Bulletin of Scientific
Contribution: GEOLOGY, 17, 91–100,
2019.
[16] Situmorang, Syafrizal Helmi dan Muslich Lufti., “Analisis Data untuk Riset Manajemen dan Bisnis”. Edisi 2. Medan: USU Press, 2012.