• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Mesin pemupuk dosis variabel merupakan mesin yang telah dikembangkan secara bertahap sejak tahun 2010 oleh mahasiswa pasca sarjana Teknik Mesin Pertanian dan Pangan. Mesin ini mengalami modifikasi berkelanjutan untuk mencapai kinerja yang optimal. Secara umum bab ini membahas mengenai hasil pengembangan prototipe mesin pemupuk dan uji kinerja aplikasi pemupukan lahan sawah mulai dari proses simulasi, manufaktur, hingga tahapan uji kinerja.

Hasil Simulasi Prototipe II Mesin Pemupuk Dosis Variabel

Proses desain komponen yang telah dijelaskan pada sub bab rancangan fungsional dan struktural harus melalui tahap simulasi sebelum memasuki tahap manufaktur. Simulasi dilakukan untuk mengetahui kinerja bagian-bagian yang akan dibuat dalam kondisi kerja sebenarnya dan mengevaluasi pemilihan bahan serta bentuk komponen yang akan dibuat. Proses simulasi pada mesin pemupuk dosis variabel dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu simulasi mekanik dan simulasi aliran udara, dan simulasi aliran pupuk pada sistem pneumatik.

Simulasi Mekanik

Simulasi mekanik dilakukan pada bagian-bagian mesin pemupuk dosis variabel yang diberi beban mekanik. Bagian tersebut disimulasikan dengan asumsi pemberian beban seperti pada keadaan sebenarnya. Bagian mesin pemupuk dosis variabel yang disimulasi antara lain: rangka utama, universal joint, dan rangkaian puli-sabuk. Simulasi perlu dilakukan sebelum proses pembuatan karena bagian tersebut merupakan bagian yang vital dan mendapat beban mekanik cukup besar. Evaluasi meliputi pemilihan bahan dan sebaran beban mekanik pada komponen agar dapat bekerja sesuai fungsi yang diharapkan.

Rangka utama merupakan bagian yang berhubungan dengan traktor dan menanggung beban mekanik paling besar. Keseluruhan beban mesin pemupuk dosis variabel ditanggung oleh rangka utama pada bagian tiga titik gandeng. Simulasi pembebanan pada rangka utama dilakukan dengan asumsi beban total mesin sebesar 225 kg. Gaya yang diberikan pada daerah sekitar pusat massa mesin adalah 2158.2 N

(2)

setelah dikurangi oleh berat rangka utama. Simulasi sebaran beban pada rangka utama diperlihatkan pada Gambar 26.

Gambar 26 Simulasi beban pada rangka utama

Beban pada rangka utama berada di daerah tiga titik gandeng. Besar stress yang bekerja pada rangka utama diperlihatkan oleh warna biru muda menuju hijau. Semakin menuju warna hijau, maka tingkat stress pada bagian tersebut semakin besar. Material yang dipilih adalah baja karbon S45C. Nilai stress von Mises menunjukkan belum adanya deformasi pada struktur rangka, hal ini ditandai dengan lebih kecilnya nilai puncak stress von Mises dibandingkan dengan nilai yield strength bahan yang digunakan. Namun pada hasil simulasi tingkat defleksi, struktur rangka utama memerlukan tambahan bagian untuk menahan beban. Gambar 27 memperlihatkan bahwa defleksi rangka pada bagian dudukan upper link cukup besar, yaitu 3-3.5mm.

(3)

Penambahan bagian untuk menahan beban sangat diperlukan untuk menghindari deformasi pada rangka utama. Bagian yang ditambahkan pada rangka utama adalah batang penyangga beban yang dipasang pada bagian dudukan tiga titik gandeng dan kunci mekanik. Rangka utama yang telah dimodifikasi diperlihatkan pada Gambar 28.

Gambar 28 Simulasi rangka utama yang dimodifikasi

Penambahan dua komponen, yaitu: batang penyangga dan kunci mekanik, dapat mengurangi tingkat stress pada bagian dudukan tiga titik gandeng. Hal ini dibuktikan dengan turunnya nilai stress von Mises pada daerah dudukan tiga titik gandeng. Selain itu, simulasi tingkat defleksi menunjukkan pengurangan nilai defleksi maksimum dari 3-3.5 mm menjadi 1.2-1.7 mm (Gambar 29).

(4)

Bahan yang digunakan untuk komponen kunci mekanik adalah baja karbon S45C dan poros stainless steel 304. Ilustrasi beban yang harus ditanggung oleh kunci mekanik disajikan pada Gambar 30.

Gambar 30 Ilustrasi beban pada kunci mekanik

Analisis pembebanan dilakukan pada salah satu batang pada komponen kunci mekanik, yaitu batang yang menghubungkan poros pengunci dengan dasar rangka utama mesin pemupuk dosis variabel. Hal ini dilakukan karena asumsi gaya yang serupa bekerja pada batang yang lainnya, yaitu batang yang menghubungkan poros pengunci dengan bagian atas dudukan titik gandeng pada traktor. Gaya yang bekerja pada batang tersebut adalah gaya tarik (tension) akibat beban mesin pemupuk dosis variabel. Gaya tarik akibat beban diperkirakan sebesar Wsinα sehingga bernilai 4905 N. Sementara itu, kekuatan tarik baja konstruksi yang digunakan (S45C) adalah 58 kg/mm2 (Sularso, 2004), sehingga besar kekuatan tarik batang kunci mekanik dengan penampang 30 mm x 5 mm sebesar 8700 kg atau 85347 N. Nilai tersebut jauh melebihi beban yang dikenakan sebesar 17 kali lipat sehingga penggunaan batang kunci mekanik berbahan baja S45C dengan penampang 30x5 mm adalah tepat. Disisi lain, komponen poros pengunci dan poros putar mengalami gaya geser yang besar akibat beban mesin pemupuk dosis variabel. Bahan yang digunakan untuk poros pengunci adalah stainless

steel tipe 304. Poros pengunci berdiameter 12 mm sehingga memiliki luas penampang

113.04 mm2. Beban yang bekerja pada tubuh poros adalah beban tarik dua batang yang menyebabkan adanya gaya geser pada tubuh poros. Menurut Committee of Stainless

Steel Producer (1976) besarnya gaya geser yang diperbolehkan untuk bahan ini adalah

W = 2452.5 N

α = ±30°

F

tension

F

tension

F

tension

Beban pada batang kunci mekanik

Beban pada poros pengunci

(5)

17.6 kg/mm2, sehingga besarnya gaya geser yang aman untuk bekerja pada poros pengunci adalah 19 517 N. Sementara itu total gaya yang harus ditanggung kedua poros karena tarikan batang pengunci adalah 9810 N atau pukul rata 4905 N tiap poros. Nilai ini jauh di bawah beban yang sanggup ditopang oleh poros kunci mekanik sehingga penggunaan poros stainless steel 304 dengan diameter 12mm sebagai poros pengunci adalah tepat dan aman.

Bagian kedua yang disimulasi adalah sistem transmisi universal joint. Universal

joint dibuat dari komponen batang roda kemudi mobil Toyota Starlet keluaran tahun

1995. Komponen tersebut dimodifikasi sehingga cocok untuk digunakan pada traktor Yanmar RR55. Simulasi diperlukan untuk menunjukkan bahwa bagian yang dibuat dapat menanggung beban selama mesin beroperasi. Universal joint berfungsi meneruskan torsi putar PTO menuju rangkaian puli sabuk. Torsi 130 Nm yang berasal dari PTO digunakan untuk menggerakkan gearbox. Simulasi dilakukan dengan memberi torsi putar 130 Nm pada bagian pangkal universal joint yang berhubungan dengan PTO (Gambar 31).

Gambar 31 Simulasi torsi putar pada universal joint

Beban torsi putar PTO berpusat pada pangkal universal joint dengan nilai stress von Mises yang cukup tinggi. Namun, beban tersebut dapat diatasi oleh bahan universal

joint yang terbuat dari poros S45C diameter 20 mm. Bagian universal joint tidak

mengalami deformasi saat dikenakan beban torsi, hal tersebut dapat dilihat dari nilai

yield strength yang lebih besar dibandingkan nilai tertinggi stress von Mises sehingga

(6)

Bagian terakhir yang mengalami proses simulasi mekanik adalah rangkaian puli sabuk. Beban torsi pada komponen puli yang terbuat dari alumunium diperlihatkan oleh Gambar 32.

Gambar 32 Beban torsi putar pada rangkaian puli-sabuk

Simulasi torsi putar pada rangkaian puli-sabuk memperlihatkan sebaran beban pada bagian puli. Nilai stress von Mises tertinggi terletak pada bagian pusat puli di sepanjang poros yang menghubungkan puli dengan universal joint. Deformasi tidak terjadi pada puli, hal ini ditunjukkan oleh nilai stress von Mises (9 355 710 N/mm2) yang lebih kecil dibandingkan nilai yield strength alumunium (27 574 200 N/mm2).

Simulasi Aliran Udara Bertekanan

Pembagian aliran udara pada sistem pneumatik mesin pemupuk dosis variabel disimulasikan menggunakan aplikasi CFD (Computational Fluids Dynamics) pada

software SolidWorks 2011. Simulasi pembagian aliran udara diperlihatkan oleh Gambar

33. Warna merah menunjukkan kecepatan udara sangat tinggi sekitar ±29 m/detik sedangkan warna biru menunjukkan tingkat kecepatan yang lebih rendah.

(7)

Simulasi pada Gambar 33 memperlihatkan pembagian aliran udara ke empat saluran yang berada pada sisi pembagi tekanan. Geometri kerucut terpancung digunakan karena bentuk tersebut mampu membagi aliran udara hingga memiliki kecepatan yang relatif sama pada tiap saluran (ditandai dengan warna aliran udara yang sama). Selain itu, bentuk kerucut terpancung dapat mengurangi kehilangan tekanan akibat perubahan diameter karena pada bentuk ini perubahan diameter terjadi secara bertahap. Data kecepatan dan tekanan statik yang disimulasikan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Data simulasi pembagi tekanan

Parameter yang disimulasikan adalah tekanan statik dan kecepatan aliran udara. Parameter SG Av Velocity 1 mewakili kecepatan aliran udara pada saluran masuk pembagi, sementara nilai 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut merupakan saluran keluar pembagi aliran. Nilai kecepatan aliran udara pada empat lubang keluaran (SG Av Velocity 2,3,4, dan 5) memiliki nilai yang relatif sama. Hasil simulasi menjadi patokan bagi pembuatan komponen pembagi aliran, Manufaktur komponen ini dibuat semirip mungkin seperti desain sehingga diharapkan hasil pembagian aliran udara tidak jauh berbeda.

Selanjutnya, bagian yang disimulasi adalah bagian penghembus butiran pupuk yang terletak pada bagian bawah penjatah pupuk. Bagian ini berfungsi mendistribusikan pupuk yang telah dijatah menggunakan udara bertekanan yang dihasilkan oleh blower. Simulasi kecepatan aliran udara pada bagian ini disajikan pada Gambar 34.

Goal Name Unit Value Average Value Minimum Value Maximum Value Progress (%) Use in Convergence

SG Av Static Pressure 1 Pa 101167 101167 101167 101167 100 yes

SG Av Static Pressure 2 Pa 101325 101325 101325 101325 100 yes

SG Av Static Pressure 3 Pa 101325 101325 101325 101325 100 yes

SG Av Static Pressure 4 Pa 101325 101325 101325 101325 100 yes

SG Av Static Pressure 5 Pa 101325 101325 101325 101325 100 yes

SG Av Velocity 1 m/s 29.0906 29.0906 29.0906 29.0908 100 yes

SG Av Velocity 2 m/s 16.5535 16.5535 16.5184 16.5539 100 yes

SG Av Velocity 3 m/s 14.0885 14.0885 14.1562 14.2487 100 yes

SG Av Velocity 4 m/s 13.2679 13.2679 13.2679 13.3388 100 yes

(8)

Gambar 34 Simulasi kecepatan udara pada komponen penghembus butiran pupuk

Kecepatan aliran udara pada inlet saluran, bagian kanan berwarna hijau pada simulasi Gambar 34, diasumsikan 11.22 m/detik sesuai dengan kecepatan aliran udara pada outlet saluran pembagi aliran udara. Hasil simulasi memberikan nilai kecepatan udara pada outlet saluran sebesar 19 m/detik. Peningkatan kecepatan tersebut diperoleh dari perubahan ukuran pipa secara bertahap menuju ukuran yang lebih kecil (1 1/2”).

Komponen pembagi aliran menuju diffuser menjadi bagian terakhir yang diuji. Pengujian dan simulasi dilakukan untuk mengetahui karakteristik aliran udara pada sirip yang membagi pipa penyalur pupuk menjadi dua bagian yang mengarah ke diffuser 1 dan diffuser 2. Simulasi dilakukan pada diffuser 1 dan diffuser 2 sementara keenam

diffuser lainnya diasumsikan memiliki karakteristik yang sama. Hasil simulasi awal

bagian sirip pembagi disajikan pada Gambar 35.

Gambar 35 Hasil simulasi awal pembagi aliran pada pipa menuju diffuser (inzet: penurunan kecepatan udara yang dapat menghambat aliran pupuk)

(9)

Gambar 35 memperlihatkan adanya kehilangan kecepatan udara karena perubahan geometri yang mendadak (ditunjukkan oleh lingkaran). Hal ini berpotensi menyebabkan terhentinya aliran pupuk menuju diffuser karena pada titik tersebut tidak terdapat aliran udara. Solusi potensi masalah tersebut diperoleh dengan menambahkan plat yang berfungsi sebagai lidah sirip pembagi sehingga perubahan geometri pipa tidak terlalu ekstrim. Komponen lidah disimulasikan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada aliran udara, hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 36.

Gambar 36 Hasil simulasi modifikasi lidah sirip pada pembagi aliran

Hasil simulasi menunjukkan bahwa penambahan lidah sirip pembagi berpotensi mengurangi kehilangan kecepatan akibat perubahan geometri secara tiba-tiba karena lidah tersebut menutup lekukan yang dapat menghambat aliran udara. Data simulasi kecepatan aliran udara pada pipa diffuser disajikan oleh Tabel 7.

Tabel 7. Data simulasi modifikasi pembagi aliran pada pipa diffuser

Parameter SG AV Velocity1 mewakili kecepatan udara pada saluran masuk dan pupuk yang berasal dari penghembus pupuk. Sementara itu parameter SG AV Velocity 2 dan 3 mewakili diffuser 1 dan 2 berturut-turut. Kecepatan aliran udara pada diffuser 1 dan 2 memiliki besar yang hampir sama, yaitu 5.60 m/detik dan 5.58 m/detik. Hal ini menandakan bahwa desain pembagi aliran pada pipa diffuser sudah sesuai dengan kebutuhan.

Simulasi Aliran Pupuk Dalam Sistem Pneumatik

Goal Name Unit Value Average Value Minimum Value Maximum Value Progress (%) Use in Convergence

SG Av Velocity 1 m/s 10.9098 10.9098 10.9098 10.9098 100 yes

SG Av Velocity 2 m/s 5.5932 5.6038 5.5817 5.622 100 yes

SG Av Velocity 3 m/s 5.5839 5.58 5.561 5.6118 100 yes

(10)

Distribusi pupuk dari penjatah pupuk hingga mencapai diffuser memanfaatkan aliran udara bertekanan yang dihasilkan oleh blower. Pola pergerakan pupuk didalam saluran sulit untuk diamati. Sebaran pupuk dapat diamati hanya setelah pupuk keluar dari komponen diffuser. Menggunakan aplikasi particle study pada fitur flow simulation Solidworks 2011 pergerakan butiran pupuk dapat disimulasikan untuk mengetahui pola alirannya didalam saluran. Simulasi menggunakan asumsi pupuk berdiameter terbesar yang dominan, yaitu 4mm. Ukuran ini disimulasikan karena semakin besar ukuran butir pupuk maka akan semakin tinggi debit aliran yang dibutuhkan untuk menebar butir tersebut. Pupuk berdiameter 4mm memiliki densitas 2.0867 kg/dm3 dan relatif memiliki pengaruh aerodinamik karena luas permukaan yang besar, semakin besar ataupun kasar permukaan butiran maka akan semakin besar efek aerodinamik yang bekerja pada butir tersebut jika berada dalam aliran udara (Grift, 1997). Aliran pupuk dari penjatah hingga keluar dari saluran penghembus telah disimulasikan dan disajikan pada Gambar 37.

Gambar 37 Simulasi aliran pupuk di saluran penghembus

Selanjutnya, pergerakan butiran pupuk pada saluran penghubung antar diffuser disimulasikan untuk mengetahui pola pembagian pupuk. Hasil simulasi disajikan pada Gambar 38.

(11)

Gambar 38 Simulasi aliran pupuk pada saluran penghubung diffuser (inzet: perbesaran bagian pemisah)

Pembagian butir pupuk terlihat sempurna pada Gambar 38. Menurut hasil simulasi, komposisi butir pupuk yang melalui diffuser 1 (saluran kiri) dan 2 (saluran kanan) adalah 6:4, sehingga jika diberikan 100 butir pupuk pada saluran masuk maka 60 butir akan keluar dari diffuser 1 dan 40 butir akan keluar dari diffuser 2. Perbedaan ini disebabkan oleh belokan diffuser 2 yang menyebabkan terbentuknya aliran udara bertekanan tinggi pada bagian bawah saluran sehingga aliran pupuk menjadi lebih dominan berada pada bagian atas saluran dan terbawa keluar dari diffuser 1. Pada uji lapangan, tidak menutup kemungkinan bahwa butir pupuk dengan densitas dan diameter yang lebih besar dapat menutupi kekurangan jumlah pupuk pada diffuser 2.

Pengembangan Prototipe Mesin Pemupuk Dosis Variabel

Tahapan modifikasi akhir dari mesin pemupuk dosis variabel dilakukan menyeluruh pada aspek mekanik dan elektronik. Bagian-bagian yang mengalami pengembangan antara lain: rangka, sistem transmisi, sistem pneumatik, dan sistem navigasi RTK-DGPS.

Rangka

Rangka prototipe dimodifikasi untuk mengakomodasi kebutuhan ruang bagi sistem pneumatik yang belum ada pada prototipe sebelumnya (Gambar 39). Rangka yang telah dimodifikasi mampu menopang beban gearbox, blower, rangka hopper, pupuk, lengan diffuser, GPS radio receiver, dan pembagi tekanan dengan total beban mencapai ±225 kg. Rangka tersebut dapat menopang keseluruhan bagian mesin pemupuk dosis variabel tanpa harus digandengkan dengan traktor, hal ini diperoleh dari penambahan struktur kaki pada bagian bawah rangka.

(12)

Gambar 39 Modifikasi rangka utama

Bagian kaki pada rangka dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dilipat pada waktu transportasi maupun aplikasi pemupukan di lahan. Selanjutnya, bagian lengan

diffuser juga dimodifikasi hingga dapat dilipat pada waktu transportasi dan dibuka

sewaktu aplikasi pemupukan. Bentang lengan diffuser mencapai 4.8 m jika terbuka penuh dan 2.4m pada waktu terlipat (Gambar 40).

Gambar 40 Modifikasi lengan diffuser

Kunci Mekanik

Komponen kunci mekanik merupakan komponen tambahan yang diperlukan untuk menahan beban mesin pemupuk dosis variabel saat beroperasi di lahan. Kunci mekanik terdiri dari dua buah plat strip baja karbon padat yang memiliki ketebalan 5 mm. Komponen ini menghubungkan bagian bawah rangka utama dengan upper link traktor sehingga kemampuan translasi rangka utama terhadap traktor dihilangkan (Gambar 41).

(13)

Gambar 41 Ilustrasi kerja kunci mekanik

Penggunaan kunci mekanik sangat berguna bagi mesin pemupuk dosis variabel untuk meningkatkan stabilitas mesin sewaktu aplikasi di lahan. Komponen ini mempunyai dua pin yang berfungsi untuk poros putar dan pengunci gerak seperti terlihat pada Gambar 42.

Gambar 42 Kunci mekanik

Pin pengunci gerak dipasang hanya jika mesin akan dijalankan baik untuk transportasi ataupun aplikasi. Pada saat pin pengunci gerak dilepas batang-batang komponen kunci mekanik dapat berputar relatif satu sama lain pada poros putar sehingga tanpa harus melepas seluruh bagian kunci mekanik mesin pemupuk dosis variabel dapat bergerak naik-turun untuk memudahkan instalasi komponen kaki pada mesin tersebut.

Pin Poros Putar

(14)

Sistem Transmisi

Blower sebagai penghasil udara bertekanan membutuhkan sumber tenaga putar

yang dihasilkan oleh enjin traktor. Tenaga putar disediakan oleh PTO dan harus didistribusikan menuju poros blower. Mekanisme distribusi gaya tersebut dilakukan oleh sistem transimisi kopling universal joint, sistem puli-sabuk, sistem penggandaan putaran oleh gearbox, dan sistem kopling cakar. Pemilihan jenis dan metode transmisi gaya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi struktur antara traktor dan mesin pemupuk dosis variabel.

Kopling universal hook atau biasa disebut universal joint merupakan sistem transmisi yang dapat meneruskan putaran dari dua poros yang tidak sejajar. Kopling jenis ini banyak digunakan untuk kendaraan roda empat, truk, mesin-mesin industri, dan traktor pertanian. Aplikasi universal joint pada mesin pemupuk dosis variabel ada pada transmisi PTO traktor dengan puli penggerak gearbox pada mesin tersebut (Gambar 43).

Gambar 43 Penggunaan universal joint pada mesin pemupuk

Komponen universal joint yang digunakan merupakan bagian dari sistem kemudi kendaraan bermotor roda empat keluaran akhir dengan fitur adjustable height. Jenis ini dapat mengakomodasi perubahan panjang batang universal joint yang berhubungan dengan ujung komponen sehingga penerapannya pada traktor memungkinkan putaran PTO dapat diteruskan walaupun implemen mesin pemupuk dosis variabel bergerak naik atau turun.

(15)

Putaran yang sampai pada ujung universal joint didistribusikan menuju gearbox menggunakan sistem puli sabuk. Pasangan puli-sabuk dipilih karena daya yang ditransmisikan tidak terlalu besar, kebutuhan akurasi putaran yang disalurkan tidak begitu tinggi, sistem ini mudah dibersihkan, dan tidak cepat berkarat jika sering mengalami kontak dengan lumpur sawah dan butiran pupuk. Sistem transmisi yang dipakai diperlihatkan pada Gambar 44.

Gambar 44 Sistem transmisi puli sabuk

Puli yang digunakan berbahan aluminium dengan ukuran 3 inchi dan rasio 1:1. Jenis sabuk yang digunakan untuk mentrasmisikan daya adalah sabuk tipe A karena daya yang akan ditransmisikan untuk kebutuhan blower sebesar 0.75kW dengan jumlah putaran 360 rpm tidak memerlukan kekuatan sabuk yang lebih besar dari tipe tersebut. Selain itu, berdasarkan diagram pemilihan sabuk pada Gambar 18, besarnya daya dan jumlah putaran yang akan dipakai menunjukkan bahwa sabuk ukuran A lebih tepat digunakan. Jumlah gang pada puli dipilih sebanyak dua buah untuk mengakomodasi lonjakan torsi yang besar pada awal putaran PTO.

Selanjutnya, kebutuhan putaran blower untuk menghasilkan aliran udara bagi sistem pneumatik adalah 3000 rpm, sementara itu putaran maksimal yang dapat disalurkan oleh PTO adalah 360 rpm. Perbedaan kebutuhan putaran dengan jumlah putaran tersedia dapat diakomodasi menggunakan sistem pengganda putaran. Gearbox, yang pada umumnya berfungsi untuk mereduksi putaran dari rpm tinggi menuju rpm

(16)

rendah, pada kasus ini digunakan untuk meningkatkan jumlah putaran PTO hingga dapat digunakan oleh blower. Tipe gearbox yang digunakan adalah TA-30 seperti pada terlihat pada Gambar 45.

Gambar 45 Gearbox TA-30

Tipe jenis ini dipilih karena bentuknya yang sesuai dengan konstruksi rangka, dan sistem dasarnya menggunakan rangkaian gigi roda sehingga dapat diputar searah maupun berlawanan arah jarum jam. Rasio putaran yang dibutuhkan untuk gearbox adalah 1 berbanding 8.5 namun karena gearbox dengan rasio tersebut jarang tersedia dipasaran maka digunakan rasio 1 berbanding 10 pada gearbox TA-30. Penggunaan

gearbox untuk mempercepat putaran berakibat pada melonjaknya kebutuhan torsi

hingga 10 kali lipat sehingga sistem transmisi puli-sabuk yang digunakan memiliki dua gang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Putaran yang telah dipercepat oleh gearbox disalurkan menuju blower menggunakan rangkaian kopling cakar dengan bantalan karet (Gambar 46). Jenis kopling ini dipilih untuk mengakomodasi perbedaan ketinggian yang kecil antara

blower dengan gearbox. Perbedaan ketinggian sulit untuk dihindari karena poros blower

senantiasan bergetar akibat putaran bilah blower. Penggunaan kopling cakar yang dilapisi bantalan karet dapat mengatasi getaran blower sehingga penyaluran putaran dari

(17)

Gambar 46 Kopling cakar

Sistem Pneumatik

Sistem pneumatik berfungsi menyalurkan butiran pupuk yang telah dijatah menuju diffuser untuk disebar ke lahan. Penempatan komponen-komponen sistem pneumatik sangat menentukan kinerja sistem tersebut. Desain pertama penempatan komponen pada prototipe II menempatkan pembagi aliran udara di bagian belakang dan penyaluran aliran udara bertekanan dilakukan menggunakan pipa PVC (Gambar 47 kiri). Namun hal ini menimbulkan headloss yang besar sehingga aliran udara yang dihasilkan tidak dapat mendistribusikan pupuk menuju diffuser. Oleh karena itu, desain penempatan pembagi aliran udara dipindahkan ke depan rangka hopper (Gambar 47 kanan) dan masalah pupuk yang tidak tersebar dapat terselesaikan.

(18)

Konstruksi sistem pneumatik dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu: bagian pertama sebagai penyalur udara bertekanan dari blower menuju pembagi aliran udara, bagian kedua sebagai penyalur aliran udara yang telah dibagi menuju dasar penjatah pupuk, dan bagian terakhir sebagai penyalur campuran aliran udara dan pupuk dari penjatah pupuk menuju diffuser. Bagian-bagian yang telah disebutkan diperlihatkan pada Gambar 48.

Gambar 48 Sistem pneumatik

Saluran udara pada tiap bagian terbuat dari bahan karet yang diperkuat oleh cincin PVC sehingga tidak ada perubahan diameter walaupun saluran dibengkokkan. Selain itu, bahan ini digunakan karena mampu menyalurkan udara dengan debit yang tinggi tanpa mengalami deformasi dan penggunaan bahan karet serta PVC dapat tahan terhadap pupuk yang bersifat korosif sehingga kontak dengan butiran pupuk tidak akan menyebabkan kerusakan pada saluran.

Sistem Navigasi Berbasis RTK-DGPS

Sistem navigasi menjadi hal utama dari pengembangan mesin pemupuk dosis variabel prototipe II. Ibarat mata pada manusia, sistem ini berfungsi untuk melihat dan menentukan posisi aktual mesin di lahan dengan akurasi yang tinggi. Penggunaan RTK-DGPS sebagai basis sistem navigasi dilatarbelakangi oleh kebutuhan akurasi yang tinggi dalam menentukan posisi geografis mesin. RTK-DGPS yang digunakan dibuat oleh Hemisphere dengan merk dagang “S3 Outback”. Akurasi maksimum yang dapat diperoleh oleh alat ini adalah 1.7 cm dan tidak terganggu akibat perpindahan mesin pemupuk dosis variabel.

(19)

Sistem navigasi RTK-DGPS “S3 Outback” terdiri dari empat komponen utama, yaitu: GPS antenna, console unit, radio receiver, dan base station. Komponen-komponen tersebut diperlihatkan oleh Gambar 49.

Gambar 49 Komponen RTK-DGPS: (a) GPS antenna, (b) console unit, (c) radio

receiver, (d) base station

Komponen-komponen yang diperlihatkan diatas memiliki fungsi yang berbeda-beda untuk menunjang akurasi penentuan lokasi. GPS antenna berfungsi menangkap sinyal GPS yang dipancarkan oleh satelit-satelit GPS dari orbit bumi. Jumlah satelit yang dapat diakses bergantung pada lokasi dan kondisi cuaca serta perawanan disekitar lokasi. Sementara itu base station memiliki fungsi yang sama sebagai penerima sinyal GPS dan mentransmisikan lokasi base station melalui gelombang radio menuju radio

receiver pada rover. Kondisi base station senantiasa statis dan tidak berpindah tempat

seperti rover, oleh karena itu posisi base station dijadikan acuan kedua oleh rover untuk menghasilkan posisi yang lebih akurat. Lokasi base station yang dikirimkan melalui gelombang radio diterima oleh radio receiver dan diteruskan menuju console unit.

Console unit berfungsi sebagai pengolah data sinyal GPS yang diterima GPS antenna

pada rover serta membandingkan sinyal lokasi base station yang diterima oleh radio

receiver. Metode perbandingan data (differentiation) dari GPS antenna dan base station

membuat sistem ini disebut DGPS (Differential Global Positioning System), sedangkan kemampuan sistem ini untuk senantiasa memberikan data yang akurat secara real time

a b

(20)

dengan kondisi rover bergerak menjadikannya RTK-DGPS (Real Time Kinematic

Differential Global Positioning System).

Tata letak komponen-komponen tersebut pada mesin pemupuk dosis variabel memperhatikan fungsi yang dimiliki tiap komponen. GPS antenna diletakkan pada posisi paling tinggi dan berada pada badan traktor. Sementara itu, radio receiver diletakkan pada unit implemen mesin pemupuk dosis variabel pada ketinggian yang sama dengan GPS antenna. Jarak antar kedua komponen dibuat ±1 meter. Letak GPS

antenna dan radio receiver diperlihatkan oleh Gambar 50.

Gambar 50 Letak GPS antenna dan radio receiver

Console unit diletakkan disebelah kiri operator dan terletak diatas tuas

perseneling. Hal ini dilakukan untuk mempermudah operator dalam memantau posisi, kondisi baterai base station, dan kondisi sinyal GPS pada saat bekerja di lahan. Sistem navigasi RTK-DGPS ditenagai oleh energi listrik DC yang diperoleh dari rangkaian paralel dua buah aki 12V/50Ah. Console unit pada traktor diperlihatkan oleh Gambar 51.

(21)

Tata letak keseluruhan komponen yang telah terintegrasi pada traktor dan mesin pemupuk dosis variabel disajikan pada Gambar 52.

Gambar 52 Tata letak komponen sistem navigasi pada traktor

Format koordinat lokasi GPS diberikan dalam degree decimal sehingga konversi menjadi unit UTM dilakukan untuk menentukan lokasi lokal blok aplikasi dan dosis pupuk yang harus dijatah. Unit kontrol tambahan diperlihatkan pada Gambar 53.

Gambar 53 Unit kontrol tambahan (atas) dan unit kontrol utama (bawah)

Skema kerja rangkaian pada unit tambahan dijelaskan pada Gambar 54. Source

code pemrograman mikrokontroler yang dibuat oleh Sapsal (2011) ditampilkan pada

Lampiran 24.

Gambar 54 Skema kerja unit kontrol tambahan Data GPS (NMEA-0183)

Peta Pemupukan

Unit Kontrol Tambahan

Dosis yang harus dikeluarkan dan posisi aktual mesin RTK-DGPS

Unit Kontrol Utama Posisi blok aplikasi dan dosis

(22)

Rangkaian unit kontrol tambahan dilengkapi chip mikrokontroler ATMega 16 dengan kapasitas proses 16 MHz. Koneksi antar muka antara unit console dan unit tambahan dilakukan menggunakan UART melalui sambungan RJ-11. Data lokasi dalam bentuk derajat desimal dari unit console dikonversi menjadi UTM menggunakan persamaan (11). Bentuk data UTM diperlukan untuk mempermudah penentuan lokasi mesin pada bidang lahan yang digunakan. Koordinat lokasi dalam bentuk UTM memiliki satuan dalam nilai jarak (cm). Data UTM yang dihasilkan dari konversi data unit console masih dalam koordinat posisi global sehingga harus dijadikan koordinat posisi lokal dengan mengurangi koordinatnya terhadap koordinat patokan yang ditentukan pada awal pembacaan posisi di lahan. Perubahan lokasi global menjadi lokal dapat mempermudah proses penamaan dan pembagian blok aplikasi. Nilai yang diperoleh dalam koordinat lokal kemudian dibandingkan dengan panjang serta lebar blok aplikasi untuk mengetahui lokasi blok dalam koordinat kartesian. Posisi mesin dalam blok aplikasi juga memberi informasi jumlah dosis yang ditargetkan pada blok tersebut. Data lokasi blok dan dosis tersebut merupakan hasil proses unit tambahan dan dikirimkan menuju unit kontrol utama menggunakan koneksi I2C.

Uji Statik Mesin Pemupuk Dosis Variabel

Modifikasi bagian mesin pemupuk memerlukan waktu 2 bulan sampai dapat diuji fungsional. Hasil manufaktur desain terbaru mesin pemupuk dosis variabel ditunjukkan oleh Gambar 55.

(23)

Mesin ini memiliki beberapa sistem yang menunjang aplikasi pupuk granul untuk lahan sawah. Sistem-sistem tersebut terdiri atas: sistem mekanik, sistem pneumatik, sistem elektronik, dan sistem navigasi. Komponen-komponen yang menunjang sistem-sistem tersebut diperlihatkan oleh Gambar 56.

Gambar 56 Komponen-komponen pada mesin pemupuk dosis variabel

Uji fungsional dilakukan secara statik di garasi mesin pertanian Laboratorium Lapangan Siswadi Soepardjo. Pengujian statik mencakup kalibrasi penjatah pupuk, uji sistem pneumatik, dan uji sebar butiran pupuk.

Kalibrasi Penjatah Pupuk

Komponen penjatah pupuk yang digunakan merupakan komponen yang dibuat pada tahun 2011. Komponen ini telah diuji oleh Sapsal (2011) dan terbukti dapat menjatah pupuk granular dengan akurat. Komponen penjatah pupuk serta modifikasi yang telah dilakukan dapat dilihat pada Gambar 57.

Gambar 57 Komponen penjatah pupuk b) Desain 2011 a) Desain 2012

(24)

Kalibrasi dilakukan pada penjatah pupuk untuk mengukur karakteristik penjatahan komponen pada mesin pemupuk yang telah dilengkapi dengan sistem pneumatik. Penambahan sistem pneumatik dapat memperlancar laju penjatahan pupuk dan aliran pupuk dari penjatah menuju lahan. Pupuk yang digunakan untuk uji coba adalah pupuk NPK bermassa jenis rata-rata 0.998 gram/cm3 dengan ukuran granul dominan pada mesh 4 dan mesh 14. Jumlah rata-rata granul yang berukuran mesh 4 pada tiap 500 gram pupuk adalah 12.4%, sedangkan mesh 14 berjumlah 85.8%, dan sisanya berukuran lebih kecil dari mesh 14. Proses pengayakan tidak dilakukan pada saat pengujian untuk mengetahui kondisi aliran pupuk pada saat kondisi bekerja di lapangan. Namun, pada saat pengujian lapangan dapat dilakukan proses pengayakan dan pemisahan ukuran butir pupuk agar diperoleh hasil aliran yang lebih baik. Pengujian dilakukan dengan cara memberi perintah dosis pupuk pada penjatah pupuk, kemudian hasil takaran pupuk dikumpulkan dan ditimbang. Tingkat kesesuaian pupuk yang dijatah dengan jumlah pupuk yang diperintahkan diukur menggunakan metode R2. Uji takar pertama dilakukan menggunakan parameter dan persamaan yang dipakai oleh Sapsal (2011), kemudian penjatah pupuk diperintahkan untuk mengeluarkan pupuk sesuai dengan dosis yang ditargetkan. Hasil pupuk yang terukur pada skenario dosis disajikan pada Gambar 58.

(25)

Dosis yang dikeluarkan oleh penjatah pupuk memiliki akurasi yang tidak terlalu tinggi. Terdapat perbedaan antara nilai yang diperintahkan dengan jumlah pupuk yang dikeluarkan. Kesalahan penjatahan pupuk diperlihatkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Tingkat error pada penjatah pupuk

Nilai error yang besar pada hasil percobaan pertama disebabkan oleh mekanisme rotor yang telah berkarat. Sisa-sisa pupuk NPK setelah percobaan tahun 2011 menyebabkan proses pengaratan pada poros rotor. Metode pencucian penjatah pupuk menggunakan aliran air belum optimal untuk membersihkan sisa pupuk yang berada pada celah kincir pupuk dan poros. Setelah rotor dibersihkan, besar nilai simpangan yang diperoleh diregresikan dan diambil persamaan matematiknya kemudian dimasukkan kedalam program penjatah pupuk sebagai koreksi persamaan terdahulu. Hasil dari uji takar dan kalibrasi tiap penjatah pupuk dapat dilihat pada grafik di Gambar 59.

Gambar 59 Grafik hasil validasi penjatah pupuk

Dosis Target Penjatah Pupuk 1 Penjatah Pupuk 2 Penjatah Pupuk 3 Penjatah Pupuk 4 Rata-rata Error

(kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (%)

50 65.7 41.3 57.3 57.0 55.3 10.7

100 105.3 93.0 106.7 132.7 109.4 9.4

150 164.0 147.3 185.0 199.0 173.8 15.9

200 215.0 190.3 248.7 258.0 228.0 14.0

(26)

Persamaan pada grafik-grafik diatas memiliki nilai R2 yang cukup tinggi, yaitu: 0.9999 untuk penjatah pupuk nomor 1, 0.9995 untuk penjatah pupuk nomor 2, 0.9974 untuk penjatah pupuk nomor 3, dan 0.9988 untuk penjatah pupuk nomor 4. Dosis yang diperintahkan berturut-turut, yaitu: 50 kg/ha, 100 kg/ha, 150 kg/ha, 200 kg/ha, dan 250 kg/ha. Tingkat kesalahan penjatahan pupuk telah menurun dibandinngkan dengan percobaan sebelumnya. Nilai error tertinggi adalah 4.3% pada dosis 150 kg/ha setelah sebelumnya berada pada 15.9%. Tabel 9 menunjukkan nilai kesalahan (error) tiap penjatah pupuk.

Tabel 9. Tingkat error pada penjatah pupuk setelah kalibrasi

Variasi dosis yang diujicoba merupakan rentang dosis yang sering digunakan untuk pemupukan NPK pada padi sawah. Variasi dosis yang berbeda dapat diakomodasikan menggunakan persamaan yang telah terbukti dapat menjatah pupuk dengan baik. Hasil uji statik yang dilakukan memberikan indikasi bahwa penjatah pupuk telah terkalibrasi dan dapat digunakan untuk aplikasi pemupukan di lapangan.

Uji Sistem Pneumatik

Blower berfungsi sebagai penghasil udara bertekanan yang menghembuskan

pupuk serta menyebarnya menuju permukaan tanah. Kecepatan aliran udara diukur menggunakan anemometer digital Extech 451104. Udara yang mengalir pada saluran keluar blower mencapai kecepatan >30 m/detik namun angka pastinya tidak dapat ketahui karena batas pembacaan instrumen pengukur kecepatan udara dibatasi pada 30 m/detik. Saluran keluar blower memiliki diameter 3.5” dengan luas penampang 0.006240 m2. Debit yang dihasilkan mencapai 0.186 m3/detik. Aliran udara dialirkan menuju pembagi aliran menggunakan saluran pipa fleksibel berdiameter 4”. Pembagi aliran berfungsi membagi aliran udara yang dihasilkan blower menjadi empat aliran udara yang sama besar (Gambar 60). Aliran-aliran tersebut diarahkan menuju penjatah pupuk untuk mendistribusikan pupuk menuju diffuser.

Dosis Target Penjatah Pupuk 1 Penjatah Pupuk 2 Penjatah Pupuk 3 Penjatah Pupuk 4 Rata-rata Error

(kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (%)

50 45.0 52.3 49.3 45.0 47.9 -4.2

100 98.0 102.7 104.0 101.0 101.4 1.4

150 148.0 153.3 171.0 153.7 156.5 4.3

200 199.7 200.0 217.3 212.0 207.3 3.6

(27)

Gambar 60 Komponen pembagi aliran udara terpasang pada traktor

Pengukuran dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Otomasi (Gambar 61). Kecepatan aliran udara pada saluran keluar berturut-turut 16.6, 14.1, 13.3, dan 14.9 m/detik. Nilai-nilai tersebut relatif tidak jauh berbeda satu sama lain sehingga geometri kerucut terpancung dianggap memenuhi syarat sebagai pembagi aliran.

Gambar 61 Pengukuran kecepatan aliran udara di pembagi tekanan

Hasil pengukuran kecepatan alir udara membuktikan bahwa geometri kerucut terpancung dapat membagi satu aliran udara menjadi empat aliran udara yang memiliki kecepatan alir relatif sama. Tabel 10 menunjukkan bahwa kecepatan aliran pada tiap outlet pembagi tekanan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda satu sama lain seperti pada hasil simulasi. Selisih nilai-nilai tersebut berkisar antara 0.4-0.9 m/detik.

(28)

Tabel 10. Data pengukuran kecepatan alir udara pada pembagi tekanan

Nilai rata-rata kecepatan alir tiap lubang keluaran adalah 11.22 m/detik dengan standar deviasi ±0.39 m/detik. Keseragaman kecepatan alir tiap lubang dapat dikatakan tinggi karena nilai CV yang diperoleh cukup rendah, yaitu 3.5%. Perbedaan nilai kecepatan alir simulasi dan pengukuran disebabkan oleh kondisi kekasaran dinding yang berbeda. Pada simulasi, kondisi dinding diasumsikan memiliki koefisien kekasaran setingkat pipa plastic ataupun PVC yaitu 0.0015m (Tabel 9), namun kenyataannya dinding pembagi tekanan memiliki permukaan yang relatif kasar sehingga menimbulkan hambatan pada gerak aliran udara dan membuat nilai kecepatan yang terukur lebih kecil dibandingkan dengan nilai pada hasil simulasi.

Tabel 11. Nilai koefisien kekasaran bahan (Chaurette, 2003)

Material

Pipe absolute roughness values (RMS) Material Absolute roughness (in x 10-3) Material Absolute roughness (micron or m x 10-6) Riveted steel 36-360 915-9150 Concrete 12-120 305-3050 Ductile iron 102 2591 Wood stave 3.6-7.2 91-183 Galvanized iron 6 152

Cast iron – asphalt dipped 4.8 122

Cast iron uncoated 10 254

Carbon steel or wrought iron 1.8 45

Stainless steel 1.8 45

Fiberglass 0.2 5

Drawn tubing – glass, brass, plastic 0.06 1.5

Copper 0.06 1.5

Aluminium 0.06 1.5

PVC 0.06 1.5

Red brass 0.06 1.5

Concrete 12-120 305-3050

Selanjutnya, pengukuran nilai kecepatan alir udara dilakukan pada bagian penghembus butiran pupuk yang terletak pada bagian bawah penjatah pupuk. Bagian ini

1 2 3 1 11.29 11.63 10.94 11.29 0.023 2 11.59 11.55 11.93 11.69 0.024 3 10.34 11.2 10.68 10.74 0.022 4 11.03 11.16 11.33 11.17 0.023 No Rata-rata (m/detik) Debit (m3/detik) Kecepatan Angin (m/detik)

(29)

berfungsi mendistribusikan pupuk yang telah dijatah menggunakan udara bertekanan yang dihasilkan oleh blower. Komponen penghembus butiran pupuk ditunjukkan oleh Gambar 62.

Gambar 62 Komponen penghembus butiran pupuk

Hasil pengukuran secara empiris memberikan nilai kecepatan aktual pada keempat komponen penghembus pupuk. Nilai tersebut dipengaruhi oleh kecepatan masuk aliran udara dan geometri saluran. Proses pembuatan saluran mempengaruhi kondisi aliran udara karena tingkat kekasaran permukaan saluran merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Data pengukuran diperlihatkan pada Tabel 12.

Tabel 12. Data pengukuran kecepatan udara penghembus pupuk

Perbedaan kecepatan alir udara pada simulasi (±19 m/detik) dan pengukuran disebabkan oleh kondisi permukaan saluran yang sulit untuk didefinisikan serta adanya turbulensi aliran oleh plat penadah jatuhan pupuk. Permukaan saluran pada simulasi diasumsikan halus dengan tingkat kekasaran pipa PVC, namun pada kenyataannya permukaan saluran memiliki kekasaran yang lebih tinggi dan pada belokan maupun bagian tertentu terdapat bekas pengerjaan mekanik yang menimbulkan hambatan bagi aliran udara. Namun demikian nilai rata-rata kecepatan udara pada keempat saluran

1 2 3

1 11.37 11.63 11.81 11.60 0.013

2 11.42 11.68 11.93 11.68 0.013

3 11.37 11.16 11.59 11.37 0.013

4 11.2 11.46 11.2 11.29 0.013

Kecepatan Angin (m/detik) Rata-rata (m/detik)

Debit (m3/detik) No

(30)

keluar penghembus pupuk sebesar 11.49 m/detik dengan nilai standar deviasi 0.18 m/detik, nilai ini lebih besar dibandingkan dengan kecepatan alir udara pada outlet pembagi aliran sehingga kecenderungan perubahan ini sesuai dengan hasil simulasi. Tingkat keseragaman aliran pada keempat saluran cukup tinggi, terbukti dari nilai CV yang berada pada tingkat 1.6%.

Bagian pembagi aliran udara pada diffuser memegang peranan penting untuk membagi campuran aliran udara dengan pupuk. Hasil simulasi memberi masukan bagi proses manufaktur dengan penambahan komponen lidah sirip (Gambar 63).

Gambar 63 Komponen diffuser(kiri); komponen lidah sirip (kanan)

Pengukuran langsung kecepatan aliran udara pada tiap diffuser dilakukan untuk memvalidasi nilai yang telah disimulasikan. Kecepatan aliran udara diukur menggunakan anemometer digital dengan tiga kali ulangan. Kinerja pembagi aliran udara dan pupuk sangat menentukan hasil sebaran pupuk di lahan. Oleh karena itu pengukuran secara detail perlu dilakukan. Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil pengukuran kecepatan aliran udara diffuser 1-8

1 2 3 1 6.13 6.26 6.47 6.29 0.0072 2 6.56 6.39 6.6 6.52 0.0074 3 6.86 7.03 6.69 6.86 0.0078 4 6.73 6.73 6.65 6.70 0.0076 5 6.86 6.82 6.73 6.80 0.0078 6 6.35 6.56 6.6 6.50 0.0074 7 5.7 5.7 5.53 5.64 0.0064 8 6.04 5.87 5.35 5.75 0.0066

Kecepatan Angin (m/detik) Rata-rata (m/detik)

Debit (m3/detik) No

(31)

Kecepatan aliran udara pada tiap diffuser relatif sama antara satu dengan lainnya. Data tersebut membuktikan bahwa desain pipa penyalur udara dan pupk serta lidah pembagi untuk setiap diffuser sudah tepat. Kecepatan udara rata-rata dari kedelapan diffuser adalah 6.38 m/detik dengan nilai penyimpangan (standar deviasi) 0.46 m/detik. Keseragaman kecepatan alir udara tiap diffuser dapat dikatakan tinggi, hal ini dibuktikan dari nilai CV yang relatif rendah, yaitu 7.23%.

Uji Sebaran Pupuk

Pupuk yang dijatuhkan oleh penjatah pupuk masuk kedalam komponen penghembus pupuk. Komponen ini terdiri dari pipa yang memiliki penahan angin untuk jalur hembusan butiran pupuk. Bagian penghembus pupuk diperlihatkan oleh Gambar 64.

Gambar 64 Komponen penghembus pupuk

Ketika akan keluar dari saluran penghembus, butiran pupuk melewati saluran dengan diameter yang lebih kecil. Kecepatan udara pada saluran ini lebih tinggi sehingga saat pupuk sampai pada diffuser kecepatan alir pupuk masih cukup untuk membuatnya keluar dan tersebar menuju tanah. Saluran antara penghembus pupuk dan diffuser terbuat dari pipa fleksibel dengan ring PVC. Fleksibilitas sangat diperlukan oleh saluran ini untuk mengakomodir pergerakan lengan dudukan diffuser saat transportasi dan aplikasi.

Sebaran pupuk diukur menggunakan metode baki penampung (Stewart, 2002). Pupuk disebar dengan dosis 50 kg/ha, 100 kg/ha, 150 kg/ha, 200 kg/ha, dan 250 kg/ha.

Diffuser memegang peranan penting dalam menyebarkan pupuk ke lahan. Komponen

(32)

diffuser memiliki pengarah aliran yang dapat menyebarkan pupuk kearah kiri dan kanan

sehingga pada dua diffuser yang bersebelahan diperoleh pola tumpang tindih yang dapat membuat sebaran pupuk merata. Ilustrasi pola tumpang tindih yang diharapkan disajikan pada Gambar 65.

Gambar 65 Ilustrasi pola tumpang tindih sebaran pupuk

Jumlah butir yang keluar dari setiap penjatah dikumpulkan sebarannya per 7.5 cm dan ditimbang. Pengeluaran pupuk dilakukan secara bertahap dari penjatah pupuk 1 hingga 4 dengan dosis yang telah ditentukan. Pengujian sebaran pupuk disajikan pada Gambar 66.

Gambar 66 Pengujian sebaran pupuk pada komponen diffuser

Hasil penimbangan pupuk setiap lebar kerja 7.5 cm disatukan dan dibuat pola sebarannya. Pola tersebut kemudian dianalisis dan dilihat sebaran dosisnya sepanjang lebar kerja mesin pemupuk dosis variabel. Sebaran pupuk berdasarkan jumlah yang terkumpul setiap 7.5 cm sepanjang lebar kerja disajikan pada Gambar 67.

(33)

Gambar 67 Sebaran pupuk pada lebar kerja mesin pemupuk dosis variabel

Pola sebaran pupuk yang dihasilkan oleh diffuser cukup merata pada lebar kerja yang dibutuhkan walaupun belum dapat merata secara sempurna. Perbedaan pola sebar pupuk pada masing-masing dosis disebabkan oleh perbedaan massa total tiap dosis yang dikeluarkan. Setiap diffuser didesain untuk menyebarkan pupuk granul selebar 1.2 m. Jalur sebaran pupuk dibuat tumpang tindih dengan radius 0.6 m pada jarak antara satu diffuser dengan diffuser lainnya. sehingga sepanjang lebar kerja pemupukan diperoleh sebaran pupuk yang merata. Uji sebar pupuk di lahan memperlihatkan hasil sebaran yang diharapkan. Secara umum pola penyebaran pupuk mengikuti trapezoidal pattern namun pada aplikasi dosis yang berbeda dapat mengikuti W-shaped pattern (Parish, 1999). Sebaran pupuk di lahan diperlihatkan oleh Gambar 68.

(34)

Gambar 68 Sebaran butiran pupuk di lahan

Sistem yang menjadi kunci untuk menjatah dan menyebar pupuk telah sesuai dengan fungsi yang didesain. Selesainya pengujian statik dilanjutkan dengan uji kinerja mesin pemupuk dosis variabel di lahan sawah.

Uji Lapangan

Uji kinerja mesin pemupuk dosis variabel dilakukan pada dua lahan sawah. Lahan pertama berlokasi di laboratorium lapangan Siswadi Soepardjo dengan luas sawah ±750 m2, sedangkan lahan kedua berlokasi di sawah petani daerah lingkar kampus Cikarawang, Kelurahan Situ Gede dengan luas sawah ±1200 m2. Uji kinerja di lahan pertama ditujukan untuk mengetahui kinerja mesin pada lahan sawah terkonsolidasi dan telah siap untuk introduksi mesin pertanian. Sementara itu aplikasi di lahan petani bertujuan mengetahui kinerja mesin pada kondisi sawah masyarakat sebenarnya. Pengujian lapangan mesin pemupuk dosis variabel dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu pembuatan peta pemupukan, uji kinerja aplikasi cek jalur dan dosis mesin pemupuk dosis variabel, akuisisi data slip dan dosis yang dikeluarkan pada proses aplikasi, dan analisis hasil panen tiap blok aplikasi. Tahap pendahuluan yang harus dilakukan sebelum mesin dapat mengaplikasikan pupuk di lahan adalah pembuatan peta pemupukan dan pengujian pengeluaran dosis.

Peta Pemupukan

Aplikasi pemupukan pada lahan sawah dilakukan sesuai kebutuhan tanaman padi berdasarkan kondisi warna daun. Lahan sawah yang akan diaplikasikan dibagi

(35)

menjadi blok-blok berukuran 5x5 m. Ukuran blok tersebut dibuat untuk mengakomodasi lebar kerja mesin pemupuk dosis variabel sepanjang 5m. Jumlah blok pada lahan sawah di lokasi I sebanyak 20 blok, sedangkan pada sawah di lokasi II sebanyak 48 blok. Seminggu sebelum aplikasi pemupukan, observasi kehijauan warna daun dilakukan menggunakan metode Bagan Warna Daun. Metode pengukuran secara langsung dilakukan menggunakan kartu Bagan Warna Daun yang dibuat oleh IRRI. Pengambilan data dilakukan dengan mengukur beberapa warna daun padi yang dipilih secara acak pada setiap blok. Kemudian data dari setiap blok diplotkan kedalam sebuah peta kebutuhan pupuk seperti diperlihatkan pada Gambar 69.

Gambar 69 Pengukuran warna daun padi (kiri) dan peta kebutuhan pupuk (kanan)

Peta pemupukan menjadi acuan lokasi dan dosis pupuk yang harus diaplikasikan. Blok pada peta diberi nama sesuai lokasi baris dan kolom dan diukur dari titik nol pada ujung blok. Angka pertama pada blok menunjukkan lokasi kolom sedangkan angka kedua menunjukkan lokasi baris. Urutan blok pada peta pemupukan memperhatikan kondisi lapangan serta kemudahan mesin untuk beroperasi. Proses penghitungan blok di lahan dilakukan dengan membatasi luasan blok satu dengan lainnya menggunakan patok bambu yang dihubungkan oleh tali plastik. Observasi warna daun untuk penentuan dosis pupuk dilakukan tiga hari sebelum hari pemupukan. Hasil observasi warna daun menggunakan kartu BWD IRRI empat warna pada kedua lokasi menghasilkan peta seperti diperlihatkan pada Gambar 70.

(36)

Gambar 70 Peta kebutuhan dosis pupuk

Kebutuhan pupuk berdasarkan BWD merupakan dosis dalam satuan kilogram Urea. Nilai tersebut dikonversi kedalam kilogram NPK karena penelitian ini menggunakan pupuk yang sepenuhnya NPK. Penggunaan pupuk NPK didasari oleh kemampuan penjatah pupuk yang bekerja baik pada penjatahan pupuk homogen. Selain itu, penggunaan NPK juga mempertimbangkan musim tanam yang memasuki kemarau, jika pemupukan menggunakan Urea dan tidak diairi dalam beberapa hari maka pupuk tersebut tidak terserap secara optimal, sementara NPK dapat bertahan lebih lama dan cenderung tidak lebih cepat menguap dibandingkan Urea. Apabila pada petunjuk teknis lapangan PTT dianjurkan menggunakan pupuk NPK dan urea pada pemupukan ketiga maka kebutuhan pupuk urea diganti dengan NPK sesuai kadar nitrogen yang harus digantikan. Perhitungan konversi dosis dari urea menjadi NPK memperhatikan jumlah nitrogen yang dikandung oleh kedua pupuk tersebut. Ilustrasi perhitungan dosis aplikasi pupuk disajikan pada Gambar 71.

(37)

Gambar 71 Ilustrasi perhitungan dosis aplikasi pupuk

Data kebutuhan pupuk setiap blok yang telah terkumpul dan dipetakan dimasukkan kedalam program pada kontrol utama yang mengatur penjatah pupuk. Program tersebut akan mengolah data lokasi yang diterima oleh RTK-DGPS sesuai posisi traktor dan membandingkannya dengan panjang dan lebar grid sehingga lokasi blok posisi traktor dapat diketahui. Setelah posisi traktor dapat dipastikan maka langkah selanjutnya adalah mengecek dosis yang harus dikeluarkan pada posisi tersebut dan memerintahkan empat penjatah pupuk untuk berputar sesuai setpoin dosis yang ditargetkan.

Aplikasi Pemeriksa Jalur dan Dosis Pemupukan

Aplikasi pemupukan di lahan merupakan pengujian utama yang akan dikerjakan. Untuk memastikan bahwa dosis pupuk yang disebar sesuai dengan peta kebutuhan pupuk, maka beberapa hari sebelum hari aplikasi mesin pemupuk dosis variabel melakukan gladi resik di lahan kering laboratorium lapangan Siswadi Soepardjo (Gambar 72 kanan). Gladi resik merupakan simulasi pemupukan lahan sesuai dengan skenario yang akan diterapkan pada lahan sawah. Mesin pemupuk dosis variabel melakukan putaran aplikasi pada lahan kering menggunakan S-type method application

(38)

path dengan seluruh sistem bekerja penuh (Gambar 72 kiri). Unit kontrol utama

mencatat lokasi mesin yang dikirimkan melalui RTK-DGPS kemudian menyesuaikan dosis yang harus dikeluarkan berdasarkan lokasi mesin. Data-data tersebut direkam kedalam sebuah external flash memory untuk kemudian dibaca oleh aplikasi pemeriksa jalur dan dosis pemupukan.

Gambar 72 Jalur aplikasi mesin pemupuk dosis variabel (kiri); gladi resik sebelum pemupukan (kanan)

Aplikasi tersebut dibuat menggunakan peranti lunak SharpDevelop 4.2 dengan bahasa pemograman C#. Piranti lunak ini dipilih karena open source dan penggunaan bahasa C# lebih mudah untuk dipahami. Aplikasi cek dosis dan jalur dinamakan “GPS3”, source code aplikasi ini terlampir pada Lampiran 25. Aplikasi ini membaca data posisi dan putaran dari empat unit penjatah pupuk pada saat pemupukan. Data-data tersebut disimpan dalam external flash memory dan dikonversi kedalam format

Microsoft Excel (.xls) kedalam unit komputer menggunakan aplikasi yang dibuat oleh

Sapsal (2011). Data yang telah dikonversi dan dipindahkan dibaca oleh aplikasi “GPS3” dan diplotkan kedalam peta pemupukan yang ada. Posisi traktor pada aplikasi “GPS3” digambarkan sebagai piksel yang bergerak sesuai data yang terekam sementara dosis yang dikeluarkan digambarkan oleh warna piksel tersebut. Piksel akan berwarna biru jika dosis yang terekam sesuai dengan target dosis yang harus dikeluarkan namun jika dosis tidak tepat akan memiliki warna merah seperti terlihat pada Gambar 73. Penggambaran dosis dan lokasi mesin saat gladi resik pada GPS3 memudahkan proses evaluasi mesin untuk aplikasi di lapangan. Kekurangan yang terdapat pada saat gladi resik langsung diperbaiki sehingga mesin dapat bekerja optimal pada aplikasi pemupukan di lokasi sebenarnya.

(39)

Gambar 73 Indikasi kesalahan pada dosis target aplikasi pupuk oleh GPS3

Hasil penggambaran dosis target yang harus dikeluarkan dengan posisi traktor pada Gambar 73 menunjukkan adanya kesalahan yang ditandai keluarnya titik merah pada peta. Oleh karena itu dilakukan pengecekan pada program pembacaan lokasi dan dilakukan percobaan kembali. Hasil yang telah sesuai dapat dilihat pada Gambar 74.

Gambar 74 Hasil cek dosis target yang telah sesuai

Aplikasi GPS3 memungkinkan penghilangan kesalahan pada aplikasi dosis di lahan pada waktu aplikasi pemupukan. Pengembangan GPS3 akan dilakukan agar dapat

(40)

membaca data secara real time sehingga dosis yang dikeluarkan serta posisi traktor pada waktu pemupukan dapat terus dipantau. Kode program GPS3 disajikan pada Lampiran 25.

Aplikasi Pemupukan NPK Pada Padi Sawah

Pemupukan padi menggunakan metode VRT dilakukan pada pemupukan ketiga, yaitu 35-40 HST. Penggunaan metode VRT direncanakan meliputi proses pemupukan pertama, kedua, dan ketiga. Namun, karena kendala mekanik dan elektronik dari mesin pemupuk dosis variabel membuat penyelesaian mesin tersebut terlambat sehingga jadwal pemberian pupuk pertama dan kedua terlewat. Oleh karena itu pemupukan menggunakan metode VRT dilakukan pada pemupukan ketiga baik di lokasi I maupun lokasi II.

Aplikasi pupuk NPK pada lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo dilakukan setelah mesin pemupuk dosis variabel siap digunakan dan telah mengalami kalibrasi untuk digunakan pada lahan tersebut. Metode jalur aplikasi menggunakan s-type method seperti yang diperlihatkan pada Gambar 75.

Gambar 75 Jalur aplikasi pupuk di lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo

Mesin dijalankan mulai blok (0,0) dan berhenti di setiap akhir jalur untuk mengirim data pemupukan menuju komputer. Operator traktor berusaha tetap pada jalurnya dengan mengikuti patokan yang telah disediakan di tepi lahan agar dosis yang dikeluarkan sesuai dengan petak aplikasi. Komunikasi RTK-DGPS dengan satelit berlangsung baik, kendala cuaca dan awan yang dikhawatirkan mempengaruhi kinerja

(41)

RTK-DGPS tidak terjadi sehingga mesin pemupuk dosis variabel dapat bekerja dengan baik. Kondisi lahan percobaan Lab. lapangan Siswadhi Soepardjo yang telah dipersiapkan untuk mekanisasi sangat mendukung pergerakan traktor sehingga proses pemupukan dapat berlangsung tanpa hambatan. Aplikasi pupuk di lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo diperlihatkan pada Gambar 76.

Gambar 76 Aplikasi pupuk di lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo

Pemberian pupuk di lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo yang memiliki luas 450 m2 berlangsung selama 45 menit. Waktu kerja efektif mesin di lahan tersebut adalah ±7 menit sehingga mesin memiliki kapasitas lapangan efektif sebesar 0.94 ha/jam. Waktu kerja efektif merupakan gabungan dari pengukuran waktu selama traktor berjalan lurus dan waktu yang dibutuhkan untuk berbelok. Waktu pengukuran jauh lebih lama dibandingkan dengan waktu aplikasi, hal ini dikarenakan proses pengambilan data dari unit kontrol utama yang memakan waktu 7-15 menit setiap pengambilan data. Setelah selesai dengan lahan percobaan di lokasi I, mesin diujicoba di lahan petani didaerah Cikarawang.

Uji kinerja mesin di lahan petani Cikarawang tidak semudah aplikasi pupuk di lahan percobaan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo. Hal ini disebabkan oleh letak lokasi lahan yang cukup jauh dan membutuhkan fasilitas pengangkutan yang lebih kompleks dibandingkan pada lahan sebelumnya. Namun, hal tersebut dapat diatasi dengan perencanaan dan pemilihan fitur lokasi yang baik sebelum percobaan dilakukan. Proses pengangkutan mesin dari garasi dan bongkar muat dapat dilihat pada Gambar 77.

(42)

Gambar 77 Pengangkutan mesin pemupuk dosis variabel

Aplikasi pupuk dilahan Cikarawang tidak berbeda dengan lahan sebelumnya. Metode pemupukan juga menggunakan s-type method karena dianggap efektif dan tidak terlalu banyak merusak tanaman padi. Jalur pemupukan di lahan Cikarawang diperlihatkan oleh Gambar 78.

Gambar 78 Jalur aplikasi pupuk di lahan Cikarawang

Kalibrasi dan koreksi arah lahan dilakukan beberapa hari sebelum pemupukan sehingga tidak terjadi masalah dalam orientasi traktor dan penentuan lokasi pada blok aplikasi. Perbedaan yang cukup signifikan dalam aplikasi pupuk di lahan Cikarawang adalah proses pengeringan lahan dua minggu sebelum hari pemupukan. Hal ini

(43)

dilakukan karena lapisan hardpan pada lahan tersebut yang terlalu dalam sehingga dapat menyebabkan amblesnya traktor. Pengeringan lahan diharapkan dapat memperkeras lapisan atas tanah dan meningkatkan daya dukung tanah terhadap mesin pertanian. Namun, proses ini memiliki resiko berkurangnya air yang dapat diserap oleh tanaman padi pada masa vegetatif sehingga dikhawatirkan tanaman akan terlalu cepat menuju masa generatif sebagai respon atas minimnya ketersediaan air. Pemupukan tanaman padi di lahan Cikarawang disajikan pada Gambar 79.

Gambar 79 Aplikasi pupuk di lahan Cikarawang

Aplikasi pupuk untuk luas 1200 m2 di lahan Cikarawang berlangsung selama 2 jam 19 menit. Total waktu tersebut termasuk waktu belok traktor, waktu pengiriman data, dan waktu tunggu penerimaan signal GPS. Waktu efektif yang digunakan mesin untuk memupuk adalah 10 menit sehingga kapasitas lapangan efektif yang terukur sebesar 1.13 ha/jam. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas lapangan sebelumnya, hal ini dikarenakan operator sedah terbiasa untuk mengoperasikan mesin pemupuk dosis variabel. Rata-rata efisiensi lapangan pada kedua percobaan adalah 84%. Jika secara teoritis diasumsikan lahan yang dipupuk memiliki luas satu hektar, maka nilai kapasitas lapangan efektif kedua lahan belum dapat digunakan. Hal ini dikarenakan luas lahan kedua lokasi relatif kecil sehingga ada satu proses uji coba yang belum dilaksanakan, yaitu pengisian ulang wadah pupuk.

Luas lahan satu hektar, dengan asumsi pemberian dosis 250 kg/ha, memerlukan 3 kali proses isi ulang pupuk kedalam wadah pupuk. Perhitungan kapasitas lapangan efektif dilakukan dengan menjumlahkan lama waktu traktor berjalan lurus dengan waktu yang dibutuhkan traktor untuk berbelok. Kedua data untuk perhitungan tersebut

(44)

diperoleh dari data pengukuran di lokasi I dan II. Asumsi lahan satu hektar berbentuk persegi dengan ukuran 100x100 m, maka akan dilakukan aplikasi pada 21 jalur. Kecepatan traktor 0.7 m/detik (data pengukuran lokasi I dan II) menghasilkan waktu tempuh jalan lurus untuk 100 meter sebesar 142 detik, nilai ini diakumulasikan dengan waktu belok traktor 25 detik per belokan sehingga diperoleh waktu kerja untuk satu hektar sebesar 3482 detik. Pengisian pupuk kedalam wadah pupuk membutuhkan waktu paling lama 10 menit, sehingga untuk tiga kali pengisian pupuk dibutuhkan waktu 30 menit. Total waktu kerja yang dibutuhkan adalah 5282 detik atau 1.47 jam, sehingga kapasitas lapangan efektif pemupukan satu hektar lahan padi adalah 0.68 Ha/jam. Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa kapasitas lapangan efektif yang dihasilkan oleh percobaan di lokasi I dan II merupakan kapasitas lapangan untuk luas lahan 750 m2 dan 1200 m2.

Akuisisi Data Pemupukan

Data-data yang dikumpulkan pada saat pemupukan tanaman padi menggunakan mesin pemupuk dosis variabel antara lain: putaran (rpm) penjatah pupuk serta lokasi mesin pemupuk dosis variabel, slip roda traktor, dan waktu kerja pemupukan.

Putaran rotor penjatah pupuk merupakan hal penting yang harus dianalisis. Jumlah putaran kincir dapat dikonversi menjadi jumlah pupuk yang dikeluarkan oleh mesin pada waktu pemupukan. Konversi jumlah putaran menjadi dosis pupuk dilakukan menggunakan persamaan matematik yang dipengaruhi variabel karakteristik penjatah pupuk, slip roda traktor, kecepatan maju traktor, dosis pemupukan, dan lebar kerja aplikasi. Bentuk persamaan matematika ini dapat dilihat pada persamaan (7).

Persamaan 7 memerlukan kalibrasi agar diperoleh hasil dosis yang akurat. Hal ini disebabkan oleh kondisi penjatah pupuk yang mengalami perubahan sejak kalibrasi pertama dilakukan pada tahun 2010. Uji statik pengeluaran dosis menghasilkan persamaan kalibrasi untuk setiap penjatah pupuk, yaitu: y=1.0167x+10.5, y= 0.964x-3.4667, y= 1.2167x-0.2333, dan y=1.258x+4.3 untuk penjatah pupuk nomor satu hingga empat secara berurutan. Variabel y mewakili jumlah pupuk aktual yang dikeluarkan dan variabel x mewakili jumlah pupuk yang ditargetkan. Dosis pupuk aktual yang dikeluarkan didekati menggunakan persamaan 7 yang digabungkan dengan persamaan hasil kalibrasi tiap penjatah pupuk, sehingga persamaan matematik untuk menghitung

(45)

junlah dosis pupuk yang dikeluarkan di lapangan oleh masing-masing penjatah pupuk dapat dilihat pada persamaan 16, 17, 18, dan 19.

( ( )) (16)

( ( )) (17)

( ( )) (18)

( ( )) (19) Dimana:

D1 = dosis yang dikeluarkan oleh penjatah pupuk nomor 1 D2 = dosis yang dikeluarkan oleh penjatah pupuk nomor 2 D3 = dosis yang dikeluarkan oleh penjatah pupuk nomor 3 D4 = dosis yang dikeluarkan oleh penjatah pupuk nomor 4

Data putaran penjatah pupuk yang direkam setiap 20 milidetik dan disimpan kedalam external flash memory. Data-data tersebut kemudian dikirimkan menuju komputer untuk dianalisis. Nilai putaran penjatah pupuk dilengkapi dengan data lokasi mesin saat aplikasi di lahan sehingga dapat diketahui jumlah pupuk yang dikeluarkan pada tiap blok aplikasi dengan menghitung nilai rata-rata jumlah pupuk yang dikeluarkan. Dosis aktual yang harus dikeluarkan oleh mesin pemupuk pada tiap blok dapat dilihat pada Gambar 80. Pada aplikasi pemupukan di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo blok yang terdapat pada ujung jalur aplikasi tidak dapat dipupuk karena diperlukan sebagai lokasi berputar traktor. Pupuk diberikan secara manual pada blok tersebut. Namun, pengembangan teknik memupuk menggunakan mesin VRGA akhirnya dapat mengatasi masalah tersebut.

(46)

Gambar 80 Peta jumlah pupuk yang dikeluarkan oleh mesin pada aplikasi pemupukan

Data putaran penjatah pupuk yang terekam diubah menjadi jumlah pupuk yang dikeluarkan menggunakan persamaan konversi yang telah dijelaskan. Jumlah pupuk yang dikeluarkan pada tiap blok aplikasi ternyata belum memiliki akurasi 100%, tingkat kesalahan terendah yang dapat dicapai antara dosis target dengan dosis aktual pada aplikasi di Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo adalah plus 1.2% sementara pada aplikasi di lahan sawah Cikarawang sebesar minus 1.97%. Lebih jauh lagi, kesalahan tertinggi yang terekam pada kedua aplikasi mencapai minus 48% pada lahan di Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo dan minus 25% pada lahan petani di Cikarawang. Keterangan plus menandakan dosis yang diberikan lebih banyak dibandingkan dengan dosis target, sementara keterangan minus menandakan dosis yang diberikan lebih sedikit dari dosis target. Lokasi-lokasi blok dengan akurasi terendah terdapat pada ujung jalur pemupukan. Hal ini dapat disebabkan penurunan kecepatan traktor yang menyebabkan kecepatan putar blower menurun sehingga terjadi kongesti aliran pupuk di penjatah pupuk dan motor penjatah pupuk menjadi macet. Pengembangan teknik pemupukan menggunakan mesin VRGA harus dilakukan untuk waktu kedepan sehingga mesin a) Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo b) Lahan Petani di Cikarawang

(47)

dapat bekerja lebih optimal. Penggunaan mesin VRGA untuk memupuk pada kedua lahan sawah dapat mengurangi penggunaan pupuk sebesar 1-2.5%. Namun potensi yang tersimpan untuk meningkatkan pengurangan pupuk adalah 12.5%. Nilai ini diperoleh jika variasi kebutuhan pupuk lebih tinggi dibandingkan dengan dua percobaan yang telah dilakukan.

Analisis Hasil Panen

Umur padi di lahan Lab. lapangan Siswadhi Soepardjo mencapai 103 HST ketika dipanen terhitung sejak awal penanaman tertanggal 5 Mei 2012. Sedangkan padi di lahan sawah Cikarawang berumur 86 HST sewaktu dipanen terhitung sejak awal penanaman tertanggal 9 Juli 2012. Pemanenan dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2012 untuk lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo dan 3 Oktober 2012 untuk lahan di Cikarawang.

Satu hari sebelum panen dilakukan penandaan blok-blok aplikasi menggunakan tali plastik seperti terlihat pada Gambar 81. Penandaan blok menggunakan tali plastik mempermudah proses pemanenan oleh pemanen, karena batas antar blok terlihat jelas dengan adanya tali plastik tersebut.

Gambar 81 Penandaan blok panen pada lahan sawah

Pemanenan dilakukan dengan bantuan buruh panen dan dikerjakan bertahap sesuai blok aplikasi (Gambar 82). Hal ini dilakukan agar jumlah biomasa pada

blok-a) Lahan Petani di Cikarawang

(48)

blok tersebut dapat diketahui dan total berat gabah yang dihasilkan dapat dihitung secara terpisah.

Gambar 82 Proses pemanenan

Biomasa pada tiap blok ditimbang dan dipisahkan menurut posisi blok tersebut di lapangan (Gambar 83). Diharapkan berat biomasa dapat dijadikan referensi efektifitas pupuk yang telah diberikan selain sebagai data pendukung jumlah gabah yang akan dianalisis.

Gambar 83 Penimbangan biomasa padi

Proses berikutnya adalah perontokan bulir padi menggunakan alat dan mesin perontok. Biomasa padi yang telah terkumpul dari blok-blok panen dirontokkan secara bergantian serta diambil sampel gabahnya untuk uji kadar air. Proses perontokkan menggunakan mesin perontok membutuhkan waktu 1-2 hari tergantung luas lahan

a) Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo b) Lahan Petani di Cikarawang

(49)

panen. Padi yang belum sempat dirontokkan diambil sampel gabahnya secara manual agar waktu uji kadar air dapat dilakukan secara serentak pada hari yang sama. Penyimpanan padi yang belum dirontok diletakkan dalam garasi bengkel Siswadhi Soepardjo agar tidak terkena hujan dan pengaruh cuaca lainnya. Proses perontokkan diperlihatkan oleh Gambar 84.

Gambar 84 Proses perontokkan padi

Uji kadar air gabah dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Otomasi menggunakan metode primer, yaitu metode oven. Sampel gabah diambil sebanyak 5 gram dan dimasukkan kedalam oven pengering selama 24 jam (Gambar 85). Setelah waktu tercapai, gabah ditimbang untuk diketahui pengurangan massa selama pengeringan. Massa gabah yang hilang merupakan jumlah massa air yang telah diuapkan selama pengeringan, sehingga kadar air gabah dapat diketahui menggunakan persamaan 12.

Gambar 85 Sampel gabah pada saat uji kadar air

Gambar

Gambar 26   Simulasi beban pada rangka utama
Tabel 6.  Data simulasi pembagi tekanan
Gambar 34   Simulasi kecepatan udara pada komponen penghembus butiran  pupuk
Gambar 38   Simulasi aliran pupuk pada saluran penghubung diffuser (inzet:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Minat beli ulang konsumen Verde Resto And Lounge Bandung sudah dalam kategori baik, item pernyataan yang mendapatkan persentase tanggapan paling besar adalah saya

Realisasi capaian kinerja dikatagorikan Sangat Tinggi ini disebabkan antara lain adanya peningkatan produktivitas kelapa bila dibandingkan dengan produktivitas tahun

Terdapat pola hubungan kausal yang sama dan sig nifikan pada tingkat kepercayaan 0.99 antara kemampuan kognitif dan keterampilan psikomotorik dengan prestasi kerja pada kedua

desain ini subjek penelitian diberikan evaluasi awal untuk mengetahui kemampuan awal (tingkat pemahaman karir) siswa sebelum dilakukan penelitian, kemudian diberikan

Dalam pengolahan hasil pertanian banyak permesinan yang digunakan, diantaranya adalah mesin pengiris bawang yang digunakan sebagai teknologi yang memudahkan dalam

Namun apabila akta yang diperbuat oleh atau dihadapan Notaris memiliki indikasi tindak pidana dimana Notaris harus melepaskan atau mengabaikan kewajiban

Sumber panas pada manifestasi ini diinterpretasikan dari intrusi batuan beku di dekat daerah mata air panas tersebut yang didalamnya masih menyimpan magma sisa,

Berdasarkan wawancara untuk mengetahui mengapa pengembangan karier tidak berpengaruh terhadap pengembangan diri pada karyawan BPJS kesehatan maka informasi yang