• Tidak ada hasil yang ditemukan

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 2 TAHUN 2011

T E N T A N G

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin kualitas hasil pemotongan hewan dan pengawasan terhadap peredaran daging di pasar tradisional, pasar modern atau tempat penjualan daging, maka perlu disediakan fasilitas dan pelayanan bagi masyarakat yang akan memeriksakan kualitas dan kesehatan daging hewan konsumsi;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta untuk meninjau kembali tarip yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 17 Tahun 2006 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Reribusi Rumah Potong Hewan.

Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 90);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ;

(2)

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015) ;

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038) ;

7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253) ;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4002);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578 ) ;

11. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161) ; 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 ;

13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/PERMENTAN/ OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia Dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant) ;

14. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 5 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Tulungagung.

(3)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

dan

BUPATI TULUNGAGUNG

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Tulungagung.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Tulungagung. 3. Bupati adalah Bupati Tulungagung.

4. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

5. Retribusi Rumah Potong Hewan adalah pungutan retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan Rumah Potong Hewan.

6. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.

7. Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum.

8. Pemeriksaan Ante Mortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong sebelum disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa yang berwenang. 9. Pemeriksaan Post Mortem adalah pemeriksaan kesehatan daging termasuk

jeroan dan karkas setelah hewan disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa yang berwenang.

10. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan daerah tentang retribusi Rumah Potong Hewan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi Rumah Potong Hewan.

11. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan pelayanan Rumah Potong Hewan.

(4)

12. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

13. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

14. Insentif Pemungutan Retribusi yang selanjutnya disebut Insentif adalah tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan Retribusi Rumah Potong Hewan. 15. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah

serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

16. Instansi pemungut retribusi adalah Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung.

BAB II RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1) Rumah Potong Hewan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini adalah Rumah Potong Hewan yang disediakan dan dimiliki oleh Pemerintah Daerah tidak termasuk Rumah Potong Hewan yang dimiliki dan atau dikelola oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta.

(2) Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi :

a. Penyelenggaraan pemotongan hewan termasuk pemeriksaan sebelum dan sesudah dipotong;

b. Ketentuan retribusi rumah potong hewan.

BAB III

PEMERIKSAAN DAN PEMOTONGAN HEWAN SERTA PEMERIKSAAN DAGING

Bagian Kesatu Pemeriksaan Hewan

Pasal 3

(1) Setiap hewan sebelum dipotong harus diistirahatkan di kandang penampungan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) jam dan harus dilakukan pemeriksaan ante mortem oleh petugas pemeriksa.

(2) Hewan yang telah diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipisahkan dari hewan lainnya yang belum diperiksa.

(5)

(3) Pemotongan hewan dilakukan dalam jangka waktu tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak pemeriksaan dan harus disetujui oleh petugas yang berwenang , kecuali dalam hal kondisi pemotongan darurat.

(4) Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kedua Pemotongan Hewan

Pasal 4

(1) Pemotongan/penyembelihan hewan wajib memenuhi tata cara pemotongan hewan yang baik dan untuk menjamin ketentraman batin masyarakat, pemotongan harus memperhatikan kaidah agama dan unsur kepercayaan yang dianut masyarakat.

(2) Tata cara pemotongan/penyembelihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga Pemeriksaan Daging

Pasal 5

(1) Terhadap bagian-bagian hewan hasil pemotongan segera dilakukan pemeriksaan post mortem oleh petugas yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Petugas pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wewenang untuk mengiris, membuang seperlunya bagian-bagian daging untuk keperluan pemeriksaan lebih lanjut, menahan daging sepanjang diperlukan dalam rangka pemeriksaan post mortem, dan memerintahkan pemusnahan daging yang dilarang untuk diedarkan dan dikonsumsi.

(3) Daging yang dinyatakan baik dan layak dikonsumsi diberi tanda/cap dengan menggunakan alat dan zat pewarna yang tidak membahayakan kesehatan. (4) Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Petugas pemeriksa

juga berwenang melakukan pemeriksaan terhadap daging yang beredar di luar Rumah Potong Hewan.

(5) Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

(6)

BAB IV

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN Bagian Kesatu

Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 6

Dengan nama Retribusi Rumah Potong Hewan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan.

Pasal 7

(1) Objek Retribusi Rumah Potong Hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

(2) Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. pemotongan untuk kepentingan hari besar keagamaan dan upacara adat; b. pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak yang

disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Pasal 8

(1) Subjek Retribusi Rumah Potong Hewan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan;

(2) Wajib Retribusi Rumah Potong Hewan adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Rumah Potong Hewan.

Bagian Kedua Golongan Retribusi

Pasal 9

Retribusi Rumah Potong Hewan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.

Bagian Ketiga

Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 10

(7)

Bagian Keempat

Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Tarif Retribusi Pasal 11

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.

(2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Bagian Kelima

Struktur Dan Besarnya Tarif Pasal 12

(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi Rumah Potong Hewan ditentukan oleh jenis ternak.

(2) Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini, dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 13

(1) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. (3) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan

dengan Peraturan Bupati.

BAB V

TATA CARA PENGHITUNGAN RETRIBUSI Pasal 14

Besarnya Retribusi Rumah Potong Hewan yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dengan tarif retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13.

BAB VI

MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 15

(1) Masa Retribusi adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan penyelenggaraan pelayanan fasilitas rumah pemotongan hewan.

(2) Retribusi Rumah Potong Hewan terjadi pada saat penyelenggaraan pelayanan fasilitas rumah pemotongan hewan atau sejak diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(8)

Bagian Keenam Wilayah Pemungutan

Pasal 16

Retribusi Rumah Potong Hewan dipungut di wilayah Kabupaten Tulungagung

Bagian Ketujuh

Penentuan Pembayaran dan Tempat Pembayaran Pasal 17

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa karcis.

(3) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.

(4) Hasil pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah.

Pasal 18

(1) Pembayaran retribusi yang terhutang harus dilunasi sekaligus.

(2) Retribusi yang terhutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, dan tempat pembayaran retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 19

(1) Atas Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, diberikan tanda bukti pembayaran.

(2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.

(3) Bentuk isi, kualitas, ukuran buku dan tanda bukti pembayaran Retribusi akan diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 20

(1) Pembayaran Retribusi dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan.

(2) Dalam hal pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan Retribusi harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang telah ditentukan oleh Bupati.

(9)

Bagian Kedelapan Penagihan

Pasal 21

(1) Pengeluaran Surat Teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran/ peringatan/ surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) retribusi

terutang belum dibayar, maka ditagih dengan menerbitkan STRD.

(4) Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh Pejabat yang menetapkan SKRD. (5) Bentuk dokumen yang dipergunakan untuk melaksanakan Penagihan

Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kesembilan Pemanfaatan Retribusi

Pasal 22

(1) Pemanfaatan dari penerimaan retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan pemotongan hewan.

(2) Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) se tinggi-tingginya 10% (sepuluh persen) dari nilai bersih retribusi yang diperoleh.

Bagian Kesepuluh Insentif Pemungutan

Pasal 23

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

(2) Besarnya insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

(3) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(4) Tata cara pemberian insentif pemungutan retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

(10)

BAB VII

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 24

(1) Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar;

(2) Tata cara pemberian sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB VIII

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 25

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan;

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi;

d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

(11)

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB IX

KETENTUAN PIDANA Pasal 26

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27

Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Retribusi Rumah Potong Hewan yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2006 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan dan Unggas, masih dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 28

(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 17 Tahun 2006 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan dan Unggas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(2) Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 17 tahun 2006 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan dan Unggas masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini.

Pasal 29

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Bupati.

(12)

Pasal 30

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannnya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tulungagung.

Ditetapkan di Tulungagung

pada tanggal 14 April 2011 BUPATI TULUNGAGUNG,

ttd

(13)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 2 TAHUN 2011

TENTANG

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN I. UMUM

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, maka daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu daerah diberikan hak untuk mengenakan pungutan kepada masyarakat yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang.

Selama ini pungutan pajak daerah dan retribusi daerah diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang memberi peluang kepada daerah untuk melakukan pungutan dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah. Namun dalam kenyataannya pelaksanaan Undang-Undang tersebut kurang mendukung pelaksanaan otonomi daerah, dan belum dapat menutup biaya yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.

Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur pajak daerah dan retribusi daerah. Undang-Undang ini juga menetapkan secara definitif jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang dapat dipungut oleh daerah, dalam rangka memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha. Salah satu jenis retribusi yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah Retribusi Rumah Potong Hewan, yang sebelumnya diatur berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 17 Tahun 2006 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan dan Unggas. Sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan mengingat bahwa perlu dilakukan peninjauan kembali tentang tarip yang diatur dalam Peraturan Daerah tersebut maka perlu menetapkan kembali Peraturan Daerah tentang Retribusi Rumah Potong Hewan.

(14)

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3)

Pemotongan darurat adalah pemotongan yang harus segera dilakukan pada saat itu juga/dalam keadaan kritis dalam hal hewan potong yang bersangkutan :

a. menderita kecelakaan yang membahayakan jiwanya ; b. membahayakan keselamatan manusia dan/atau barang. Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 Cukup Jelas Pasal 6 Cukup Jelas Pasal 7 Cukup Jelas Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 9 Cukup Jelas Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12 Cukup Jelas Pasal 13 Cukup Jelas Pasal 14 Cukup Jelas Pasal 15 Cukup Jelas Pasal 16 Cukup Jelas Pasal 17 Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas Pasal 19 Cukup Jelas

(15)

Pasal 20 Cukup Jelas Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22 Cukup Jelas Pasal 23 Cukup Jelas Pasal 24 Cukup Jelas Pasal 25 Cukup Jelas Pasal 26 Cukup Jelas Pasal 27 Cukup Jelas Pasal 28 Cukup Jelas Pasal 29 Cukup Jelas Pasal 30 Cukup Jelas

(16)

BESARAN TARIF RETRIBUSI

NO. JENIS TERNAK TARIF

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Sapi dan Kerbau Jantan

Sapi dan Kerbau Betina

Sapi dan Kerbau Pemotongan Darurat

Babi Kambing Unggas Rp. 25.000,-/ekor Rp. 35.000,-/ekor Rp. 75.000,-/ekor Rp. 27.500,-/ekor Rp. 2.500,-/ekor Rp. 100,-/ekor BUPATI TULUNGAGUNG, ttd

Ir. HERU TJAHJONO, MM

LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR : 2 TAHUN 2011

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan kitosan yang berlebih menyebabkan ukuran partikel semakin besar, seperti terjadi pada formula P, jumlah ekstrak yang digunakan lebih sedikit dibanding dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari faktor luas lahan, jumlah baglog, jumlah tenaga kerj, penggunaan kapur, penggunaan pestisida, suhu,

proses pembuatan dan pengolahan data masih manual sehingga ada kemungkinan terjadi kesalahan penulisan,keterlambatan karena proses pencatatan,pencarian dan pembuatan laporan

menunjukkan bahwa DNA yang telah teramplifikasi dari sampel produk teripang susu kering berasal dari spesies Holothuria nobilis dengan tingkat kesamaan sebesar 91% untuk

Hasil evaluasi yang diperoleh dari kuesioner User experience Evaluation pada TUXEL 2.0 memiliki median dan mean value yang bernilai positif pada ke-12 dimensi yaitu terdapat

Hasil penelitian diperoleh pada penambahan ragi 25 gram diperoleh kadar alkohol yang paling tinggi pada hari ke-5 yakni 5,37%, sedangkan pada penambahan ragi 50 gram kadar alkohol

- F : teknik identifikasi pada E digabung dengan pengaruh error laju alir produk karena pengukuran bubble soap (analisis secara keseluruhan dimana laju umpan