7.3. G. GAMALAMA, P. Ternate, Maluku Utara
G. Gamalama dilihat dari arah timur
KETERANGAN UMUM
Nama Lain : Piek van Ternate
Nama Kawah : Kawah Utama
Lokasi a. Geografi b. Administrasi : : 0o 48' LU dan 127o 19’ 30” BT
Kota Ternate (Pulau Ternate) , Provinsi Maluku Utara.
Ketinggian : 1715 m dml, 1690 di atas Kota Ternate
Kota Terdekat : Ternate
Tipe Gunungapi : Gunungapi berlapis (strato), tipe A
Pos Pengamatan Jl. Cengkeh Afo, Desa Marikrubu, Ternate, Propinsi Maluku Utara. Geografi : 0o 47’ 35,46 LU 127o 21’ 41” BT
Ketinggian 285 m dpl.
PENDAHULUAN
Pencapaian Puncak
Saat ini ada 2 (dua) jalur pendakian yang biasa digunakan, masing-masing Jalur Marikrubu dan Jalur Ake Tege-Tege. Pendakian melalui Jalur Marikrubu dimulai dari Pos Pengamatan Gunungapi di lereng timut arah tenggara melalui Ake Abdas, Bukit Melayu dan Bukit Keramat. Lama pendakian seluruhnya antara 3 - 4 jam.
Apabila menempuh Jalur Ake Tege-Tege (air menetes) pendakian dimulai dari Stasiun TVRI - Ternate pada ketinggian 400 m. Jalur ini relatif lebih terjal dibanding dengan jalur sebelumnya
Demografi
Pulau Ternate adalah pulau gunungapi dengan jari-jari 5,8 km seluas 40 km2, Kota Ternate yang mengambil tempat di sebelah tenggara pulau selain sebagai pusat pemerintahan, juga menjadi pusat perdagangan untuk wilayah Pulau Halmahera dan pulau - pulau kecil lain disekitarnya, apalagi pelabuhan lautnya merupakan pelabuhan persinggahan untuk wilayah timur Indonesia.
Penduduk Pulau Ternate umumnya nelayan tradiosinal, khususnya yang bermukim di sekitar pantai. Sedangkan sebagian lainnya adalah petani yang bermukim di dataran tinggi. Penduduk yang bercocok tanam umumnya menanam tanaman jangka panjang, misalnya cengkeh, pala, kayumanis, kenari, dan kelapa. Tanaman jangka pendek ditanam sebagai usaha sampingan seperti palawija.
Wisata
Benteng pertahanan Portugis yang masih terpelihara dengan baik adalah “Kasteel Oranjeï”, saat ini dipergunakan sebagai asrama tentara, dan rumah Sultan Ternate yang
dikenal dengan “Kedatonï”. Kedua bangunan bersejarah tersebut menjadi salah satu asset
wisata sejarah yang sering dikunjungi wisatawan.
Berkaitan dengan kisah rempah-rempah di Maluku, ada satu pohon cengkeh yang terkenal, yaitu Cengkeh Afo. Konon khabarnya pohon cengkeh tersebut adalah salah satu yang tertua di dunia karena sudah ada sejak Zaman VOC dan masih berproduksi hingga kini. Batangnya berdiameter > 10 m atau seukuran 4 pelukan orang dewasa. Pohon tersebut berada pada ketinggian 800 m, sekitar 2 km dari Pos Pengamatan Gunungapi Gamalama di Marikrubu ke arah baratlaut.
Tempat kunjungan lainnya adalah maar yang dikenal dengan Danau Laguna Tolire Kecil (Lubang Kecil), dan Tolire Jaha (Lubang Besar) yang terletak di sebelah baratlaut. Menurut sejarah geologi lubang tersebut (Tolire Jaha) terbentuk dalam tahun 1775 akibat suatu gempabumi tektonik yang diikuti oleh letusan freatik (lihat Bab Geologi)
Beberapa lokasi lainnya yang biasa dikunjungi para wisatawan adalah pantai di Tanjung Sulamadaha, bila air surut dapat dijumpai mataair panas keluar dari celah batu karang. Sangat disayangkan, bahwa semua tempat pelancongan tersebut belum digarap dengan optimal.
SEJARAH LETUSAN
Sejarah letusan yang tercatat mulai tahun 1538 hingga tahun 2003. Tahun letusan dan interval setiap letusan Gunung Gamalama adalah sebagai berikut :
Tahun Letusan
Interval Letusan
Keterangan
1538 Letusan pertama yang dikenal 1551 13 Letusan dari Kawah Utama
1552 1 sda
1561 9 Letusan samping
1605 44 Letusan dari Kawah Utama
1608 3 sda
1635 17 sda
1643 8
1648 5
1653 5 Letusan efusif, leleran lava 1659 6 Letusan dari Kawah Utama
(2) (3) (4)
1673 14 sda, jatuh korban jiwa
1676 3 sda
1686 10 sda
1687 1 Aliran lava ke barat
1737 50 sda
1739 2 sda
1763 24 sda
1770 7 Letusan dari Kawah Utama 1772 1 Aliran lava, 40 org korban
1773 1 sda
1774 1 Aliran lava ke timur
1775 1 Pada 5 - 7 September 1775 terbentuk sebuah maar di sekitar Desa Soela Takomi, atau 1,5 km sebelah baratdaya dari Desa Takomi sekarang. Gogarten (1918) menyatakan bahwa terbentuknya lobang yang kemudian dikenal dengan Tolire Jaha (Lobang Besar) tersebut didahului dengan gempabumi tektonik berskala besar kemudian diikuti letusan freatik yang dahsyat pada 5 September. Letusan berikutnya berlangsung kembali pada 7 September dan ketika penduduk sekitarnya datang melihat apa yang terjadi, ternyata Desa Soela Takomi sudah tidak ditemukan lagi Yang mereka temukan adalah sebuah kawah bergaris tengah 700 m (bagian atas) dan 350 m bagian dasar sedalam antara 40 - 50 m serta ke 141 orang penduduknya ikut hilang ditelan bumi. Demikian besarnya danau maar tersebut sehingga banyak penulis berpendapat bahwa terbentuknya akibat amblasan tanah (land subsidence) akibat gempabumi.
Tetapi, S. Bronto dkk. (1982) mengatakan, bahwa terbentuknya maar tersebut akibat letusan freatik yang dipicu oleh gempa tektonik berskala besar kemudian terjadi assosiasi dengan intrusi magma dengan airtanah di bawah Soela Takomi. pada saat gempabumi, terbentuk rekahan dan menyusupnya air tanah dan terjadi kontak dengan heat front mengakibatkan letusan freatik (analisa penulis).
1811 36
1812 1
1814 2
1821 7
1824 3
1831 7 Letusan dari Kawah Utama
1833 2 sda
1835 2 sda
1838 3 sda, 2 org. luka
1840 1 sda
1841 1 Letusan dari Kawah Utama
1842 1 sda
1843 1 Aliran lava ke utara
1844 1 sda
1847 3 sda
1849 2 Letusan dari Kawah Utama
1850 1 sda
1858 8 sda
1859 1 sda
1860 1 sda
1863 3 sda
1864 1 Aliran lava ke baratlaut 1868 4 Letusan dari Kawah Utama
1871 3 Aliran lava ke baratlaut, 1 luka dan 1 meninggal 1884 13 Letusan dari Kawah Utama
1895 9 sda
1896 1 sda
1897 1 sda
1898 1 sda
1900 2 sda
1907 7 Aliran lava ke timurlaut (Bt. Angus) 1911 4 Letusan dari Kawah Utama
1938 29 sda
1962 24 Letusan dari Kawah Utama
(2) (3) (4)
1980 18 Letusan dari Kw.Utama dan Kw Baru 1983 3 Letusan dari Kawah Utama
1988 5 sda
1990 2 sda
1991 1 sda
1993 1 sda
1994 1 sda, magmatik 1 X, freatik 3 X 2003 9 Letusan abu dari Kawah Utama
Karakter Letusan
Letusan G. Gamalama (a) 1994 (b) 2003
Letusan G. Gamalama pada umumnya berlangsung di Kawah Utama dan hampir selalu magmatik. Kecuali letusan yang terjadi dalam tahun 1907 yang mengambil tempat di lereng timut (letusan samping) dan menghasilkan leleran lava (Batu Angus) hingga ke
pantai. Letusan 1980 juga menghasilkan Kawah Baru, lokasinya sekitar 175 m ke arah timur dari Kawah Utama.
GEOLOGI
Gamalama adalah salah satu gunungapi aktif yang terletak di busur Pulau Halmahera, sebelah timurlaut Maluku. Wilayah ini diperkirakan sebagai daerah pertemuan beberapa lempeng diantaranya Lempeng Pasifik, Eurasia, dan Australia serta lempeng kecil yang lainnya. Pulau Ternate yang dibentuk oleh G. Gamalama mengambil tempat di atas jalur penunjaman (subduction zone) yang miring ke timur dengan sudut yang kecil.
Morfologi Gamalama umumnya landai di bagian pantai, tetapi menjadi lebih curam ke arah puncak. Batuan yang menyusun Pulau Ternate atau Gunung Gamalama terdiri dari 3 generasi (Bronto dkk, 1982):
Gamalama Tua yang sisanya ditemukan di bagian tenggara dan selatan. Puncaknya memanjang dari timurlaut ke baratdaya dan dikenal dengan Bukit Melayu atau Gunung Kekau.
Gamalama Dewasa yang sisa tubuhnya mengambil tempat di bagian barat Pulau Ternate. Puncaknya membujur dari barat ke timur dan dikenal dengan Bulit Keramat atau bukit Medina.
Gamalama Muda ditemukan di bagian utara. Puncaknya saat ini adalah pusat letusan yang dikenal dengan Bukit Arafat atau Piek van Ternate.
GEOFISIKA
Dalam tahun 1991 telah dilakukan penelitian geofisika dengan metoda Potensial Diri (Self Potensial, SP) oleh Kusdinar dkk. Lintasan pengukuran ada dua, masing Kp. Marikrubu - Puncak dan Kp. Loto - Puncak atau berarah tenggara - baratdaya. Nilai anomali positif ditemukan disekitar puncak/kawah, masing-masing pada ketinggian 1595 m dengan nilai +569,10 volt dan ketinggian 1345 m dengan nilai +472,10 volt.
Pengukuran geomagnetik G. Gamalama dilakukan pada tahun 2007 dan 2008 (Suparman, 2007; Kusnadi, 2008). Gunung Gamalama tumbuh dalam suatu zona graben dengan arah relatif baratlaut-tenggara. Keberadaan Maar Tolire Besar dan Tolire Kecil yang merupakan danau yang terbentuk sebagai hasil dari erupsi samping dikontrol oleh suatu kelurusan struktur yang memotong Puncak Gunung Gamalama dan Maar Tolire dengan arah relatif baratlaut-tenggara (Kusnadi, 2008). Pemodelan 2-D terhadap garis
penampang A-B yang memotong Puncak Gunung Gamalama yang dimulai dari arah Marikurubu – Puncak – Lotto menunjukkan bahwa harga suseptibilitas sumber adalah 0.13 SI. Berdasarkan data geologi maka diinterpretasikan bahwa sumber tersebut adalah batuan intrusi yang bersifat andesitik - andesitik basaltik. Dimensi sumber memanjang sepanjang Penampang A-B (Suparman, 2007).
GEOKIMIA
Lava G. Gamalama pada umumnya dari jenis basaltis andesit (Mawardi, 1991). Lava tersebut berbutir sedang, porfiritik dengan fenokris dari plagioklas, piroksen, olivin, dan mineral gelap (mafic mineral) dalam masa dasar mikrolit plagioklas dan gelas. Terkadang terdapat vesikuler antara 3 - 35%. Hasil analisa batuan dari laboratorium kimia adalah sebagai berikut:
Hasil Analisa Kimia Batuan Gunung Gamalama (Mawardi, 1991)
Unsur Conto Lava 1907 Batuangus Conto Lava Letusan 1990 (% berat) (% berat) SiO2 55,55 56,48 Al2O3 18,99 17,49 Fe2O3 1,47 1.53 FeO 5,58 7,13 CaO 9,37 8,35 MgO 3,27 3,16 Na2O 2,96 3,31 K2O 1,26 1,27 MnO 0,15 0,16 TiO2 0,69 0,79 P2O5 0,15 0,17 H2O 0,16 0,18 HD 0,21 0,09 (ppm) (ppm) Pb 113,38 86,21 Sr 271,83 286,06 Rb 28,97 32,34 Cr 21,71 18,34 Ni 23,88 23,54 Br 200,28 296,10
M
ITIGASI BENCANA GUNUNGAPI
Sistem Pemantauan
Aktivitas G. Gamalama baik secara visual dan kegempaan dipantau secara menerus dari Pos Pengamatan yang berada di Jl. Cengkeh Afo, Desa Marikrubu, Ternate, Propinsi Maluku Utara (posisi geografi 0o 47’ 35,46 LU 127o 21’ 41” BT), ketinggian 285 m dml.
Visual
Pengamatan visual dipantau secara menerus dari pos Pengamatan G. Gamalama yang meliputi tinggi, warna, tekanan asap serta arah penyebarannya
Kegempaan
Seismometer tipe L4-C satu komponen, vertikal, sebagai sensor penerima gempa dipasang di sebelah tenggara puncak G. Gamalama pada posisi geografi 00o 47’ 39,48” LU dan 127o 21’ 01,26” BT, ketinggian lk. 642 m dml. Sinyal gempa dtransmisikan dengan sistem radio telemetri ke Pos Pengamatan G. Gamalama dan direkam secara analog (rekorder jenis PS-2) dan secara digital.
Pos Pengamatan G. Gamalama juga berfungsi sebagai Pos Regional Center, yaitu tempat pengumpulan data gempa dari G. Kie Besi, G. Dukono, G. Gamkonora dan G. Ibu. Selanjutnya data gempa (digital) tersebut langsung dikirim ke pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung dengan teknologi VSAT.
Deformasi
Pemantauan deformasi dilakukan dengan metoda EDM (Electrooptical Distance Measurement). Pengukuran dilakukan dari tiga titik referensi (DGM_0 dan DGM_3) terhadap titik-titik (DGM_1, DGM_2, DGM_4 dan DGM_5) pada tubuh G. Gamalama.
Posisi koordinat dan ketinggian masing-masing BM.
Nama BM Koordinat Geografi Ketinggian
(m dpl.)
Jarak dari kawah (km) Bujur Timur Lintang Utara
DGM – 0 (Dufadufa) 12723.111’ 0049.198’ 40 6,1 DGM – 1 (Buku Bandera) 12721.375’ 0049.183’ 450 3,6 DGM – 2 (Tubo) 12722.042’ 0048.778’ 350 2,4 DGM – 3 (Sulamadaha) 12720.223’ 0051.641’ 25 5,9 DGM – 4 (lereng utara) 12720.017’ 0049.924’ 430 2,8 DGM – 5 (lereng utara) 12720.323’ 0050.036’ 370 3,1
KAWASAN RAWAN BENCANA
Kawasan bencana berdasarkan peta tersebut dibagi dalam tiga tingkatan (Baharudin, 1996), yaitu: Kawasan Rawan Bencana I, Kawasan Rawan Bencana II, dan Kawasan Rawan Bencana III.
Kawasan Rawan Bencana I
Kawasan ini terletak sepanjang atau dekat lembah sungai dan dibagian hilir sungai yang berhulu di uncak dan berpotensi terlanda lahar serta tidak tertutup kemungkinan
dapat terlanda aliran awanpanas atau aliran lava. Berdasarkan jenis potensinya kawasan ini dibagi dua, yaitu:
1. Kawasan yang rawan terhadap lahar, perluasan awanpanas serta aliran lava. Terutama yang terletak di sepanjang atau dekat lembah sungai atau di bagian hilir sungai yang berhulu di puncak. Kawasan ini diperlihatkan dalam peta berupa daerah berwarna kuning.
2. Kawasan rawan bencana terhadap hujan abu, tanpa memperhatikan arah angin dan kemungkinan terlanda lontaran batu pijar dengan radius 3,5 km dengan titik pusat di Kawah Utama (pusat letusan). Daerah ini diperlihatkan pada peta dalam bentuk lingkaran putus-putus diarsir berwarna kuning.
Kawasan Rawan Bencana II
Kawasan ini berpotensi terlanda awanpanas, lontaran atau guguran batu (pijar), aliran lava dan lahar. Berdasarkan jenis bahayanya dibedakan dalan dua bagian :
1. Kawasan rawan bencana terhadap aliran awanpanas, lava, guguran batu (pijar), dan lava. Kawasan ini meliputi seluruh bagian puncak dan diperluas ke arah lereng bagian utara dan selatan, terutama bagian punggungan. Kawasan ini diperlihatkan dalam peta berupa daerah berwarna merah muda.
2. Kawasan rawan bencana terhadap bahan lontaran atau jatuhan batu (pijar), hujan abu lebat. Kawasan ini meliputi bagian puncak hingga lereng bagian tengah dengan radius 2,5 km berpusat di Kawah Utama (pusat letusan). Kawasan ini diperlihatkan pada peta dalam bentuk lingkaran putus-putus diarsir berwarna merah
Kawasan Rawan Bencana III
Kawasan ini terletak paling dekat dengan pusat letusan (Kawah Utama) dan paling sering terlanda awanpanas, lontaran atau guguran batu (pijar) dan aliran lava. Karena sangat tinggi resiko bahayanya, maka kawasan ini tidak diperkenankan untuk tempat hunian. Kawasan ini diperlihatkan pada peta berupa daerah berwarna merah tua dan lingkaran bergaris putus diarsir berwarna merah
DAFTAR PUSTAKA
R. Baharudin, A. Martono, A. Djuhara, 1996, Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Gamalama, Ternate, Maluku, Direktorat Vulkanologi
S. Bronto, R.D. Hadisantoso, dan J.P. Lockwood, 1982, Peta Geologi Gunungapi Gamalama, Ternate, Maluku Utara. Direktorat Vulkanologi.
Mawardi. R, A. Zaennudin, E. Kusdinar, T. Yohana, 1991, Penyelidikan Petrokimia dan Potensial Diri G. Gamalama, Ternate, Maluku, Direktorat Vulkanologi. SR. Wittiri, 1993, Kegiatan G. Gamalama, Mei 1993 (Suatu tinjauan berdasarkan kegempaan), Direktorat
Suparman, Y, dkk, 2007. Penyelidikan Geomagnet G. Gamalama, Ternate, Maluku Utara. Laporan. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Kusnadi, I, 2008, Penyelidikan Geomagnet G. Gamalama, Ternate, Maluku Utara. Laporan. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi