• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMANASAN TERHADAP KADAR PATI DAN GULA. REDUKSIPADA TEPUNG BIJI NANGKA(Artocarpus heterophyllus lamk)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMANASAN TERHADAP KADAR PATI DAN GULA. REDUKSIPADA TEPUNG BIJI NANGKA(Artocarpus heterophyllus lamk)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMANASAN TERHADAP KADAR PATI DAN GULA

REDUKSIPADA TEPUNG BIJI NANGKA(Artocarpus heterophyllus lamk)

(THE EFFECT OF HEATING TO THE CONTENT OF STARCHES AND SUGAR REDUCTION

OF JACKFRUITS SEEDS FLOUR)

Ferry Kurniawan*, Sri Hartini, Dewi K.A.K.Hastuti

Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Jawa Tengah

E-mail*: ferrykur@gmail.com

Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemanasan dalam berbagai suhu yaitu pada suhu 100oC, 150oC dan suhu 200oC terhadap tepung biji nangka yang diolah dari nangka yang dibeli di pasar Jambu, Ambarawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanasan berpengaruh terhadap kadar gula reduksi dan kadar pati. Semakin besar suhu semakin besar pula pengaruhnya terhadap kadar gula reduksi dan kadar pati. Hasil data menunjukkan untuk kadar gula reduksi pada suhu 100oC, 150oC dan 200oC berturut-turut adalah 1,53 %, 1,33% dan 1,13%. Sedangkan data untuk kadar pati pada suhu 100oC, 150oC dan 200oC berturut-turut adalah 20,05%, 16,61% dan 14,27%. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah pemanasan berpengaruh pada kadar gula reduksi dan kadar pati.

Kata kunci. Luff-Schoorl, Nangka, Tepung biji nangka

1.

Pendahuluan

Negara Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman buah. Buah merupakan produk yang berdaya guna antara lain sebagai penunjang gizi masyarakat dan sumber pendapatan. Nangka adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat di Indonesia. Nangka adalah nama sejenis pohon, sekaligus buahnya. Pohon nangka termasuk ke dalam suku Moraceae; nama ilmiahnya adalah Artocarpus heterophyllus. Dalam bahasa Inggris, nangka dikenal sebagai jackfruit.

Biji nangka dapat dimanfaatkan menjadi bahan makanan lain. Biji nangka dapat dijadikan tepung dan menjadi pengganti tepung yang sudah kita kenal selama ini. Tepung merupakan bahan makanan yang sangat penting untuk dikonsumsi karena mengandung karbohidrat yang tinggi. Karbohidrat yang tinggi dapat menjadi bahan bakar penting bagi tubuh manusia untuk menjalankan aktivitasnya.

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang. Walaupun jumlah kalori yang dihasilkan dalam 1g karbohidrat hanya 4 kkal, bila dibandingkan dengan protein dan lemak, karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Selain itu beberapa golongan karbohidrat

(2)

Biji nangka yang dikeringkan dan dihaluskan dapat digunakan sebagai bahan baku pengganti tepung terigu atau digunakan bersama tepung terigu. Hal tersebut akan sangat membantu untuk menekan tingkat ketergantungan kita terhadap terigu yang memiliki harga yang tidak stabil. Keunggulan biji nangka dalam bentuk tepung yang dihasilkan yaitu memiliki daya simpan lebih lama, dapat dihasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, dan mempermudah distribusi karena mempunyai berat lebih ringan dan bentuk lebih ringkas

Tepung dapat dimanfaatkan menjadi aneka macam makanan yang bervariasi. Salah satu hasil olahan tepung adalah roti. Pengolahan tepung menjadi roti melalui penggunaan oven mengakibatkan perubahan kandungan karbohidrat dalam tepung. Dalam pembuatan roti

suhu yang biasanya dipergunakan bervariasi antara 100o C sampai 200O C.

Berdasarkan latar belakang maka penelitian ini bertujuan :

 Membandingkan kadar gula pereduksi pada tepung biji nangka yang telah

dipanaskan selama 15 menit dengan menggunakan oven pada 100o C, 150o C,

200o C dan tanpa perlakuan pemanasan.

 Membandingkan kadar pati pada tepung biji nangka yang telah dipanaskan

selama 15 menit dengan menggunakan oven pada 100o C, 150o C, 200o C dan

tanpa perlakuan pemanasan.

2.

Bahan dan Metode

Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia, Universitas Kristen Satya Wacana.

2.1.

Bahan

2.1.1. Biji buah nangka

Buah nangka diperoleh dari pasar Jambu, Ambarawa. Kemudian dikupas dan diambil bijinya.

2.1.2. Bahan kimia

Akuades; Na2S2O3 0,1 M; KI; H2SO4; HCl; NaOH; Asam sitrat; K2Cr2O7; Na2CO3.10H2O;

CuSO4.5H2O; dan amilum. 2.1.3. Alat

Buret 50 ml; labu ukur 100 ml, 500 ml, dan 1 L; gelas ukur 100 ml; beker gelas 100 ml; Erlenmeyer 100 ml dan 500 ml; mortar; corong; kain kasa halus; kondensor; kolf 100 ml; pipet ukur 10 ml; dan pipet tetes.

2.2.

Metode

2.2.1. Preparasi sampel

Biji nangka dikupas hingga diperoleh daging biji nangka tanpa kulit. Kemudian biji nangka diiris dengan pisau tajam hingga menjadi irisan tipis. Lalu hasil irisan direndam dalam larutan NaCl 10 % selama 30 menit. Kemudian dilakukan proses “blanching” dengan cara memanaskan bahan dalam air panas/uap selama ± 5 menit (proses ini bertujuan menghilangkan bahan berbentuk lendir). Irisan biji nangka kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 400 C

selama 24 jam. Irisan lalu ditumbuk hingga halus, kemudian diayak hingga menghasilkan tepung biji nangka yang halus.

2.2.2. Perlakuan sampel

(3)

masing selama 15 menit. Tepung biji nangka pada suhu ruang sebagai pembanding.

2.2.3. Standarisasi Larutan Na2S2O3 (Sudarmadji, dkk, 1997)

Menimbang K2Cr2O7 sebanyak 0,22 gr kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer 50 ml,

ditambahkan 10 ml KI 20%, kemudian ditambahkan lagi 10 ml HCl pekat encerkan dengan akuades sampai garis tera. Larutan I2 kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna

biru tepat hilang. Kemudian ditambahkan 1-2 ml larutan pati dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang. Lalu standarisasi larutan Na2S2O3 dihitung dari hasil rata-rata (triplo). 2.2.4. Penentuan gula pereduksi (Sudarmadji, dkk, 1997)

Menimbang tepung biji nangka yang sebanyak 5 gram dan ditambahkan dengan 50 ml akuades, kemudian disaring. Filtrat dimasukkan dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan sampai garis tera. 25 ml filtrat diambil, kemudian dinetralkan dengan NaOH 20%. Setelah ditambahkan 25 ml larutan Luff-Schoorl, filtrat dimasukkan dalam kolf serta 2-3 batu didih dan dihubungkan dengan kondensor. Filtrat dididihkan selama 10 menit lalu didinginkan cepat. Setelah itu ditambahkan 10 ml KI 20 %, 15 ml H2SO4 5 M, dan 2 ml indikator pati 1 %. Yodium yang

dibebaskan dititrasi dengan Na2S2O3 standar sampai warna biru amilum tepat hilang. Titrasi

diulang dengan menggunakan larutan blanko (25 ml akuades + 25 ml larutan Luff-Schoorl).Dengan mengetahui selisih antara volume Na2S2O3 untuk blanko dan sampel, kadar

gula pereduksi dalam 25 ml titrat dapat diketahui dari tabel.

2.2.5. Penentuan pati (Sudarmadji, dkk, 1997)

Menimbang 2,5 gram tepung biji nangka, ditambahkan dengan akuades 50 ml kemudian diaduk selama 1 jam. Suspensi disaring dan dicuci dengan akuades sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat yang diperoleh dibuang, kemudian residu dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer dengan pencucian 200 ml akuades dan 20 ml HCl 25 %. Erlenmeyer dihubungkan dengan kondensor lalu dipanaskan diatas penangas air yang mendidih selama 2,5 jam. Setelah dingin kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml lalu encerkan dengan akuades sampai garis tera. Larutan tersebut disaring, ambil 25 ml larutan yang telah dinetralisir denagn NaOh 20% dimasukkan ke dalam erlenmeyer dengan ditambahkan 25 ml larutan Luff-Schoorl serta 2-3 batu didih, kemudian dihubungkan dengan kondensor dan didihkan selama 10 menit, lalu didinginkan cepat dan ditambahkan 10 ml KI 20 %, 15 ml H2SO4 5 M, dan 2 ml indikator pati 1

%. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan Na2S2O3 standar sampai warna biru tepat hilang.

Berat pati merupakan berat glukosa yang dikalikan dengan 0,9.

2.3.

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan metode RAK dengan 4 perlakuan dan pengulangan 6 kali diukur kadar pati dan gula reduksinya. Sebagai perlakuan adalah tepung biji nangka tanpa perlakuan, 100o C, 150o C, dan 200o C. Untuk membandingkan purata digunakan

Beda Nyata Jujur (BNJ) 5%.

3.

Hasil dan Pembahasan

3.1.

Kadar Gula Reduksi Pada Tepung Biji Nangka

Kadar gula reduksi pada sampel tepung biji nangka dengan pemanasan sebesar 100oC ,

150oC dan 200oC diukur dengan menggunakan metode Luff-schoorl. Padapengukuran dengan

(4)

biji nangka dengan perlakuan pemanasan sebesar 100oC dan kadar gula reduksi terendah

sebesar 1,13 % pada perlakuan pemanasan dengan suhu 200oC.

Tabel 1. Gula reduksi (%)

Tanpa perlakuan 100o C 150o C 200o C

1,55 1,53 1,33 1,13

Proses pemanasan berpengaruh dengan kadar gula reduksi sampel yang diteliti. Kadar gula reduksi tertinggi diperoleh pada sampel dengan pemanasan 100 c sedangkan kadar gula reduksi terendah diperoleh pada sampel dengan pemanasan 200o C.

Kurva Kadar Gula Reduksi (% )

1.55 1.53 1.33 1.13 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 Tanpa Perlakuan 100 150 200 Perlakuan K a d a r G u la R e d u k s i (% )

Pada proses pemanasan terjadi pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana, termasuk glukosa, fruktosa dan gula invert. Gula invert ini tidak dapat berbentuk Kristal karena kelarutannya sangat besar, semakin tinggi suhu semakin tinggi juga persentase gula invert yang dapat dibentuk.

3.2.

Kadar Pati Pada Tepung Biji Nangka

Kadar pati pada sampel tepung biji nangka dengan pemanasan sebesar 100oC , 150oC dan

200oC diukur dengan menggunakan metode Luff-schoorl. Pada pengukuran dengan

menggunakan metode Luff-schoorl diperoleh kadar pati tertinggi 20,19% pada sampel biji nangka dengan perlakuan pemanasan sebesar 100oC dan kadar pati terendah sebesar 14,27

%pada perlakuan pemanasan dengan suhu 200o C.

Tabel 2. Kadar pati (%)

Tanpa perlakuan 100o C 150o C 200o C

(5)

Kurva Kadar Pati (% )

29.19 20.05 16.61 14.27 0 5 10 15 20 25 30 35 Tanpa Perlakuan 100 150 200 Perlakuan K a d a r P a ti ( % )

Dari berbagai perlakuan yang dilakukan menunjukkan penurunan kadar pati, karena semakin tinggi suhu akan semakin rendah kadar patinya. Suhu yang semakin tinggi akan mengakibatkan terjadinya leaching atau rusaknya molekul pati.

Proses pemanasan dengan suhu yang semakin tinggi akan mengubah bentuk pati menjadi pati yang tergelatinasi sehingga granula pati yang rusak akan semakin banyak.

Jumlah fraksi amilosa-amilopektin sangat berpengaruh pada profil gelatinisasi pati. Amilosa memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur tidak bercabang. Sementara amilopektin merupakan molekul berukuran besar dengan struktur bercabang banyak dan membentuk double helix. Saat pati dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin merenggang dan terlepas saat ada ikatan hidrogen yang terputus (Imanningsih, 2012).

Gelatinisasi adalah suatu proses dimana granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak bisa kembali seperti semula. Hal ini terjadi karena sesuai dengan kenaikan suhu, maka granula yang merupakan tempat penyimpanan zat pati didalam sel akan membesar sehingga dapat bercampur dengan air dan membentuk pasta. Suhu yang semakin tinggi dapat mengakibatkan pengembangan granula pati yang lebih membengkak lagi, terjadi pelarutan fraksi amilosa rendah dan selanjutnya terjadi pemecahan granula pati yang kemudian tersebar merata. Dalam hal ini polimer pati akan terhidrolisis dan pecah sehingga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan karbohidrat

4.

Kesimpulan dan saran

Dari hasil penelitian diatas dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada pemanasan dengan suhu 100oC kadar gula reduksi sebesar 1,53% dan kadar pati

sebesar 20,05

2. Pada pemanasan dengan suhu 150oC kadar gula reduksi sebesar 1,33% dan kadar pati

sebesar 16,61%

3. Pada pemanasan dengan suhu 200oC kadar gula reduksi sebesar 1,33% dan kadar pati

sebesar 16,61%

(6)

reduksi dan kadar pati pada tepung biji nangka.

Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan berbagai suhu yang lebih bervariasi dan lama pemanasan yang bervariasi sehingga dapat terlihat perubahan kadar gula reduksi dan kadar pati yang lebih jelas.

(7)

Daftar Pustaka

Anderson, A.K., Guraya, H.S., James, C. dan Salvaggio L. 2002. Digestibility and pasting

properties of ricestarch heat-moisture treated at the melting temperature (tm). Starch/St.rke 54: 401-409.

Dutta, Himjyoti., Paul, Sanjib Kumar., Kalita, Dipankar dan Mahanta ,Charu Lata., 2011. Effect of

acid concentration and treatment time on acid–alcohol modifiedjackfruit seed starch properties, Food Chemistry 128 (2011) 284–291

Fessenden dan Fessenden, 1997. Kimia Organik Jilid 2, Erlangga, Jakarta.

Imanningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-Tepungan Untuk Pendugaan Sifat Pemasakan (Gelatinisation Profile Of Several Flour Formulations For Estimating Cooking Behaviour). Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 13-22

Jagadeesh, S.L., Reddy , B.S., Swamy , G.S.K., Gorbal, Kirankumar., Hegde, Laxminarayan, Raghavan, G.S.V. 2006. Chemical composition of jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lam.)Food Chemistry 102 (2007) 361–365

Kusumawati, D. D., Bambang, S. A., dan Dimas, A. J. M. 2012. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan Dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Dan Sensori Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus). Jurnal Teknosains Pangan. Vol. 1 No. 1. Page: 41-48.

Satuhu, S., dan A., SuryadiI, 1994. Penanganan dan PengolahanBuah, PT. PenebarSwadaya,

Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1997. ProsedurAnalisaUntukBahanMakanan dan

Pertanian, Liberty, Yogyakarta.

Suryana, D. 2013. Membuat Tepung. https://books.google.co.id. Diakses pada tanggal 4 November 2015.

Tarigan,P., 1983. Kimia Organik Bahan Makanan, Alumni, Bandung.

Gambar

Tabel 1. Gula reduksi (%)

Referensi

Dokumen terkait

One of the key features of GIPS standards is that all actual, discretionary, fee- paying portfolios must be included in at least one composite defined by investment mandate,

Begitu juga analisa transient (time dependent). Efek gravitasi juga dapat dimasukkan untuk untuk analisa konveksi. Juga dapat untuk menganalisa rotating

Sumber dukungan bagi lansia bukan hanya berasal dari keluarga namun dapat berasal dari panti dan orang lain seperti siswa atau mahasiswa, aparat pemerintah, serta

Faktor pertama yang terbentuk dalam penelitian ini terdiri atas sembilan variabel, dimana masing-masing variabel memiliki factor loading di atas 0,3. Faktor ini

Efisiensi belanja terus dilakukan untuk mendorong agar belanja negara lebih berkualitas antara lain melalui penghematan belanja barang dan belanja yang tidak prioritas, subsidi

Selanjutnya tanggung jawab yang harus dijalani pada malam hari juga menimbulkan beban kerja khususnya beban psikologi yang berdampak pada timbulnya stress yang

Kebutuhan untuk mengatur penggunaan jalur data dan bandwidth yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, Untuk mengatasi pemasalahan di atas, perlu dibangun sebuah sistem

Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pembentukan,