_
MENGUAK KEBENARAN
ILMU
PENGETAHUAI\
DAI\ APLII(ASII\TYA
DALAM
KEGIATAN
PERIruLIAHAN
Oleh: Paulus Wahanat
Abstract
In
discussing about lecturing (teaching and leaming) at thehigher
education,ie
areusually
too much
corremed
with
the approaches, methods, mediaof
lecturing,
bu!
do--sgldomor
evenolro
pay attention to the objectivesof
lecturing. W9 are too mucho.",rpi"Owith
changingfrom
one methodof
lecturingto
another,for eiample,
from
active leaming method, contextual method,corr
stnrctiviJticmetho4
student-basedcurriculum,
schoolbasedcurri
ctilurIl'
competence-basedcurriculum, up
to
curriculum
of
lessonunit level.
such a complicated
thinking
isfutile
unless people are reaL ty concernedwith
directions and objectivesof
the lectgringactivi.
ties.In
termof
lecturingffi
away
of
thinking,
the planned activi-ties, we need previouslyto
find
out
thedirection
and the goalsof
the'activiti"r,'-d
then we may drawour
attentionto
the methods in orderto
reachthe targeted goals. The targeted goalsof
lecturing aremaking
studentsthink clearly and distinctly, making
studentscan
find
tf,"
tn
A
of
scientific knowledge, malcing students becomeproblem finders and problern
tolY.tt:
'
A,
academic activities,the lecturing
processes should beheld
scientifically.
In
additionto
obtaining
clearscientific
sfirffs,tUe tecturing activities should zupport the students
to find
the tnrthof
science.After
comprehending allt)?es
of tnrth, we may startto find
out the descriptionof
scientific tnrttr, as the targeted goal to pursuein the
scientilic
activities. Furthermore, we maytry
to reveal andto
find the tnrth
of
scientific knowledgein
the lecturing activities' Throughfinding
out thedeicriptim of
thetruth
during the lectqringactiiities, wJexpect t9
have appropriate orientation and,t
pr of-i*pfemeriing
ttre tecturing-activitiesin
orderto
reach theffi;*
jo'"fr
of
leciring. ny
reaihing
the goalsof lect'ring,
theJumal Filsafat Vol.l8, Nomc 3, Dcsetnbcr 200t
students
are
expectedto
frnd
somebenefits
from the
lecturing activities. Then the activitieswill
not be considered as burdenfor
the
studentgbut
rather as the activitiesresulting
in
mentalrictr
ness, generating enlightenment, and increasing students' abilities.
Keywords
:
Iecturing
activities, I ecturing obi ectives, targeted goals,enlightenment, scientific
tntth,
mental richness-A.
PENDAIII,]LUAI\
Kita
mematrami batrwailmu
pengetahuan merupakan suatu proses kegiatanberpikir
yangmemiliki
tujuan
Qeleologis), untuk memperoleh pengetahuan yangjelas ftejelasan)
serta memperoleh pengetahuanyang
benar ftebenaran) tentangyang
dipikirkannyaatau yang diselidikinya. (The
Liang
Gie,1997: hal- 94-109).Perguruan
Tinggr,
sebagai lembaga
ilmiah,
merupakantempat berbagai macam kegiatan
ilmu
pengetahuan dalam rallgka mengUsahakan tercapainya tujuan kegiatanilmiah.
Salah satu kegi-atan pokok untuk mengusahakanilmu
pengetahuan tersebut adalah kegiatan perkuliatran. Kegiatan perkuliahan diharapkan dapat me-ngantar, mendampingi mahasiswa mengusahakan demi tercapainya kejelasan dan kebenaran tentang pokok kajian tertentu.Agar kegiatan
ilmiah
dalam perkuliahan dapat sampai padatujuan yang dikehendaki,
perlu
pemahaman tentang kebenaran il-miah. Dalam upaya membahas kebenaranilmiah,
tulisanini
terle-bih
dahulu merupakan pengertian kebenaran,jenis-jenis
kebenar-an, teori tentang kebenaran. Selanjutnya membahas salah satu
jenis
kebenaran,yaitu
kebenaranilmiah,
sebagai kebenaranyang
me-mang diusahakan dan dijadikan tujuan dalam kegiatanilmiah.
Padabagian
akhir
ditempatkan pembahasan kegiatan perkuliahan seba gai kegiatanilmiah
yang mengusatrakan tercapainya kejelasan dan kebenaranilmu
pengetahuan.B. Menemukan
PengertianKebenaran
"Kebenaran" merupakan kata benda. Namun janganlatr
Paulus Wahan4 Menguak Kefunaron lbru...
Sebagaimana sifat-sifat lain pada umumnya,
kita
dapat me-nemukan serta mengery-lnya- pada hal yangmemiliki
sifatb.r.urg.
kutan, demikian pula sifat"benar"
tentu sajajuga
dapatdicari
dandapat ditemukan dalam
halhal
yangmemiliki
;ifat
i.benar',terse
but. Misalnyasifat'bersih"
dapat ditemukan pada udara yang ber-sih, lantai yang bersih; sifat"tenang"
dapat ditemukan dalam sua-sana kelas yang tenang, suasanahati
yang tenang. Demikian pula sifat"benar"
padaumumnya dapat ditemukan padahathal
berikut: pemikiran yang benar, jawaban yang benar, pengetahuan yangbe
nar, penyataanyang benar, penjelasan yang benar, pendapat yang
.hr*, qqqng*
yangbenar,
informasi yang benar, berita yang benar, tindakan yang benar, kebijaksan aanyaigbenar.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
sifat
..benar,'da
pat berada pada kegiatan
berpikir
maupun hasil pemikiran yangda
pat diungkapkan dalam bahasa lisan maupun terhrlis, yungu"irput
jawaban, penyataan, penjelasan, pendapat, informasi, beriia,tinda
kan, peraturan.Hasil
pemikiran pada pokoknya menunjukkan ada atau tidak-adanya hubungan antara yang diterangkan dengan yangmenerangkan.
Misalnya
yang
menunjukkan
adarrya hubungan: udara bersih, lampu menyala, rumah terbakar api, binatangmeng-gigit
orang, oftulg makan mangga. Pernyataan yang menunjukkantidak-adanya hubungan antara
yang
diterangkan danyang
mene-rangkan dinyatakan dengan menggunakan
kata ,tidakr.
Contoh,pasar sayur
ni
tidak
bersih, tanamanpadi tidak
subur, kambingtidakhidnp
di air, manusia tidakbersayap.Hasil
pemikiran
dikatakan benar,bila
memahami bahwa ada hubungan antara yang diterangkan dengan yang menerangkan, dan ternyata memang ada hubungan, atau memahami bahwatidak
ada hubungan antara yang diterangkan dengan yang menerangkan, dan temyata memang
tidak
ada hubungan. Hasil pemikirandikata
kan s413fu,bila
memahami bahwa ada hubungan antara yangdite
rangkan dengan yang menerangkan, padahal tidak ada, atau
mema-hami bahwa
tidak
ada hubungan antara yang diterangkan dengan yang menerangkan, padahal ada.C.
JenisJenis Kebenaran
Karena kebenaran merupakan sifat dari pengetahuan, untuk
membahas adanya berbagai kebenaran,
kita
perlu mengetahuiJumal Filsdlt
Vollt,
Nonra 3, Ilcsc'rnbcr 2fl)Epula
berkenaan dengan kebenaran pengetahuanjuga
dapatdigo-iongkan
atas dasar beberapakriteria
(Tim
DosenFilsafat
Ilmu
fa*uttas
FilsafatUGM,
2003:hal.
136-138).Pertoma,
atas dasar sumber atau asal dari kebenaran pengetahuan, dapat bersumber ar>tara
lain dari:
fakta empiris ftebenaran empiris), wahyu atau kitab suci ftebanaran walryu),fiksi
atau fantasi ftebenaranfftsl).Kebe-naran pengetahuan
perlu dibgktikan
dengan sumber atau asal dari pengetahuan terkait. Kebenaran pengetatruan empiris hanrsdibuk-tikan
dengan sifat yang ada dalam obyek empiris (yang didasarkan pengamatan inderawi) yang menjadi sumber atau asal pengetahuan tersebut. Kebenaran wahyu sgmbernya berasal dari wahyu atauki
tab suci yang dipercaya sebagai ungkapan
tertulis
dari wahyu-Se-hingga
Vrrg
.*jadi
acuanperrbuktian
kebenaran walryu adalahwahyu
ataukitab
suci yeng
mertrpakantertulis
dari wahyu.
Se-dandkan kebenaranfiksi
atau fantasi bersunrber pada hasilp€miki
r"r,
f*ri
atau fantasidari
orang bersangkutan. Dan yang menjadi acuan pembulctiannya adalatr ahn pemikiranfiksi
atau fantasi yangterwujud
dalam ungkapanlisan
atautertulis, visual
atauauditil
atau dalam ungkapan
keempat-empatnya-Kedua, atas dasar cara atau sarana
yang
digrmakan untukmemperoleh kebenaran pengetahuan. Antara
lain
dapat menggun-kan:indera
ftebenaraninderawi), akal
budi
ftebenaranintelekt*
al), intuisi
(kebenaranintuitif),
iman ftebenaran iman). Kebenaran pengetahuan perlu dibuktikan dengan safirna yang dig,unakan rmtukmeriperoleh
pengetahuanterkait.
Kebenaran pengetatruanindera
wi
(penglihatan) hanrsdibuktikan
dengan kemampuanrldera
ur
tut
menangkaphal
atau obyekinderawi
dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Penglihatan dapat menghasilkan pengetahuantentang warna,
ilffig,
uluran
besarlkecilnya obyek, -serta adanyasuatu
lerak
atau perubahan. Sesuai dengan perspektif penglihatan disadari batrwa penangkapan penglihatan seringtidak
tepat.Kita
mengalamitipu
mata.Misalnya, bintang
yang
semestinya besar tarnpakdi
penglihatan sebagaibintang
kecil;
sepasangrel
kereta api yangr.hu*rrryu
sejajar ternyata tampak di penglihatan sebagal Vang semakin npnciutdi
kejauhan. Kebenaran intelektual didasar'lan
paaa pemakaian akalbudi
ataupemikiran
agardaplt
berpikitr.ru*
lu*r,
yaitu
mengikutikaidatlkaidah berpikir
logis,sehing-ga
tidak
mengalami keiesatan dalamberpikir.
Kebenaranintuitil
Iidasarkan puduprrr-gkapan
bathin
sec,ya langsung(konkursif
Parlus Wahana, fulengaak Kebnoran llmr...
nalaran terlebih dahulu
(diskursif).
Sedangkan kebenaran imandi
dasarkan pada pengalaman hidup yang berdasarkan pada keperca
yaan omng bersangkutan.
Ketiga,
atas dasar bidang atau lingkup kehidupan, membuat pengetahuan diusahakan dan dikembangkan secara berbeda.Anta-ra lain, pengetahuan agama (kebenaran agama), pengetahuan moral
(kebenaran moral), pengetahuan seni (kebenaran seni), pengetatnr
an
budaya (kebenaran budaya), pengetahuan sejarah (kebenaranhistoris),
pengetahuanhukum
(kebenaranyuridis),
pengetahuanpolitik
(kebenaranpolitik).
Kebenaran pengetahuan perlu dipahami berdasarkan bahasa atau cara menyatakandari
lingkup/bidang ke-hidupanterkait. Misalnya,
penilaianbaik
atas tindakan dalam bi-dang moraltentu
sajaperlu
dibedakan dengan penilaianbaik
terrtang hasil karya dari bidang seni.
Keempat, atas dasar tingkat pengetahuan yang diharapkan
dan 6ip.rolehnya:
yaitu
pengetahuanbiasa
seharihari
Qrdinary
btowledge)memiliki
kebenaran yang sifatnya subyektif, amatter-ikat
pada subyekyang
mengenal, pengetahuanilmiah
(pcientificbrowledge) menghasilkan kebenaran
ilmiah,
pengetahuanfilsafati
@hilosofical lotowledge) menghasilkan kebenaranfilsafati.
Krite
ria
yangdituntut
dari
setiaptingkat
kebenaran temyata berbeda. Kebenaran pengetahuan yang diperoleh dalam pengetahuan biasasehari
cukup
didasarkanpada
hasil
pengalamanseharihari,
se-dangkan kebenaran pengetahuan
ilmiah perlu
diusahakan dengan pemikiran rasional(kritis,
logis, dan sistematis) untuk memperoleh pengetahuan yang selaras dengan obyeknya(obyektif).
D.
Teori Kebenaran
Teori
kebenaran selalu paralel denganteori
pengetahuan yang dibangunnya. Sebagaimana pengetahuandilihat tidak
secaramenyeluruh, melainkan dari aspek atau bagian tertentu saja, demi.
L-ian pula kebenaran hanya diperoleh dari pemahaman terhadap
pe-rgetahuan yang
tidak
menyeluruh tersebut. Dengan demikianseti
ry
teori kebenaran yang akan dibahas, lebih menekankan padasa-oh
satu bagian atau aspek dari proses orang mengusahakankebe
tman pengetatruan.Berikut
ini
beberapa teori kebenaran yangme-,rnrkankan salah satu langkah proses manusia mengusahakan
penge-ahuan. Kelompok pertama terkait dengan bagaimana manusia me-ryusahakan dan memanfaatkan pengetahuan,
yaifu
teori kebenaranJumal Filsdat Vol. I & Noma 3, Dcscsrbcr 200t
pragmatis.
Kelompok
keduaterkait
dengan bagaimanapengetah
an
itu
diungkapkan dalam balasa. Misalnya teorikebenaraniintar-sis, teori kebenaran semantis, dan teori kebenaran performatif.
1. Teori
Kebenaran Korespondensi
Aristoteles
sudah meletakkan dasarbagi teori
kebenaran korespondensi,yakni
kebenaran sebagaiperseiuaian
antara apayang dikatakan dengan kenyataan. pernyataan dianggap benar
[a
lau apa yang dinyatakandi
dalamnya berhubungan atau punyake-terkaitan
Qorrespondence) dengan kenyataanyang
diungkapkan dalam pemyataanitu. (Tim
DosenFilsafat
Ilmu
Fakultas FilsafatUGM,
2003:hal.
139). Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknyaapa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya.
Menu-rut teori
ini,
kebenaran terletak pada kesesuaian arftara subyek danobyek. Apa yang diketahui oleh subyek sebagai benar harus sesuai
atau harus cocok dengan obyek, harus ada kesesuaian dengan
reali-tas.
Apa
yang diketahui oleh
subyek berkaitan dan berhubungandengan realitas.
Materi
pengetatruanyang
dikandung dandiung-kapkan
dalamproposisi
atau pernyataan mernang sesuai dengan obyek atau fakta.Pengetahuan terbukti benar dan menjadi benar oleh kenya-taan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan pengetahuan
terse-but.
Dalam
kegiatanilmiah,
mengungkapkan realitas adalah halyang pokok. Dalam usaha mengungkapkan realitas
itu,
kebenaran akan muncul danterbukti
dengan sendirinya, apabila apa yangdi
nyatakan sebagai benar memang sesuai dengan kenyataannya.
Teori korespondensi sangat ditekankan oleh aliran empiris-me yang mengutamakan pengalaman dan pengamatan
indrawi
se-bagai sumber utama pengetahuan manusia.Teori
ini
sangat meng-hargai pengamatan, percobaan atau pengujian empiris untukmeng-ungkapkan kenyataan
yang
sebenamya.Teori
ini
lebih
menguta-makan cara
kerja
dan pengetahuan aposteriori,yaitu
pengetahuanyang terungkap hanya
melalui
dan setelah pengalaman dan perco-baan empiris.Teori
ini
sangat menekankanbukti
Qvidence)bagi
kebe-naran suatu pengetahuan. Yang dimaksud bukti bukanlah diberikankenya-' I
Paulrs Wabana, Menguok Keberwan llnu...
taan sebagaimana diungkapkan. Yang dimaksud sebagai
pembukti
an atau
justifrkasi
adalatr proses menyodorkan fakta yang mendrr kung suatu proposisi atau hipotesis.Persoalan yang muncul sehubungan dengan
teori
ini
adalahbahwa semua pemyataan, proposisi, atau hipotesis yang
tidak
di
dukung oleh
bukti
empiris, oleh kenyataanfaktual
apa pun, tidak akan dianggap benar. Misalnya, pernyataan"Ada
Tuhan yangMa-hakuasa"
tidak
akan dianggap sebagai suatu kebenaran kalau tidak didukung olehbukti
empiris tertentu. Karenaitu,
halini
tidak akan dianggap sebagai pengetahuan, dan pernyataanini
hanya akandi
anggap sebagai sesuatu yang menyangkut keyakinan (SonnyKeraf
&
MikhaelDua,200l:
hal. 67-68).2. Teori
Kebenaran Koherensi
Teori
kebenarankoherensi dianut
oleh
kaum
rasionalis.Menurut teori
ini,
kebenaran tidak ditemukan dalam kesesuaianan
tara proposisi
dengan kenyataan, melainkandalam relasi
antaraproposisi baru dengan proposisi
yang
sudah ada sebelumnya dantelah
diakui
kebenarannya. Suatu pengetahuan,teori,
pernyataanproposisi, atau hipotesis dianggap benar kalau sejalan dengan pe-ngetahuan, teori, proposisi, atau hipotesis lainnya.
Artinya proposi
si itu konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap benar.
Matematika dan
ilmuilmu
pasti sangat menekankan teorikebenar-an koherensi.
Menurut para penganut teori
ini,
suatu pernyataan atau pro-posisi dinyatakan benar atau salah dapatdilihat
apakah proposisiitu
berkaitan dan meneguhkan proposisi atau pernyataan yang lainatau
tidak.
Suatu pernyataan benar kalau pernyataanitu
cocokde-ngan sistem pemikiran yang ada. Kebenaran sesungguhnya
berka-itan
danmemiliki
implikasi
logis
dengan sistem pemikiran yangada.
Untuk
mengetahui kebenaran pernyataanitu
kita
cukupmemeriksa apakah pernyataan
ini
sejalan denganpernyataarper-nyataan
lainnya.
Apakah pernyataanini
meneguhkan pernyataarr pernyataan lainnya, yang telatrdiakui
kebenarannya (SonnyKeraf
& Mil*raelDua,200l:
hal. 68-69)Teori kebenaran koherensi lebih menekankan kebenaran
ra
deng-<*ry
Jurnal Filsdat Vol.lE, Nomor 3, Dese'nrber 2008
an kenyataan yang ada.
Ini
berarti pembuktian ataujustifikasi
samaartinya dengan validasi,
yaitu
memperlihatkan apakah kesimpulanyang mengandung kebenaran
tadi
memang diperoleh secara sahih(valid)
dariproposisiproposisi
lain yang telah diterima sebagaibe-nar.
Salah satu kesulitan dan sekaligus keberatan atas
teori
ini
bahwa kebenaran suatu pernyataan didasarkan pada kaitan atau ke-sesuaiannya dengan pernyataan
lain. Timbul
pertanyaan,bagaima-na
dengan kebenaran pernyataanlain
tadi? Jawabannya, kebenar-annya ditentukan berdasarkan fakta apakah pernyataan tersebutse-suai dan sejalan dengan penryataan
lain
lagi.
Hal ini
berlangsung terus sehingga akan terjadi gerak mundur tanpa ada hentinya(inli-nite regress atau regressus
in infinitum)
atau akan terjadi gerakpu
tar tanpa henti. Karena
itu,
keirdati tidak bisa dibantah bahwa teorikebenaran koherensi
ini
penting, namun dalam kenyataannya perludigabungkan dengan
teori
kebenaran korespondensi, yangmenun-tut
adanya kesesuaian dengan realitas (SonnyKeraf
&
Mikhael
Dua,200l:
hal. 70).3. Teori
Kebenaran Pragmatis
Bagi kaum
pragmatis, kebenaran sama artinya dengan ke-gunaan Ide, konsep, pernyataan, atau hipotesis yang benar adalah ide yang berguna. Ide yang benar adalah ide yang palingmemung-kinkan
seseorang melakukan sesuatu secara paling berhasil dante-pat
guna. Dengankata lain,
berhasil dan berguna adalahkriteria
utama untuk menentukan apakah suatu ide benar atau tidak (Sonny
Keraf
&
Mikhael Dua, 2001: hal.7l).
Menurut
Albertine
Minderop dalam bukunya PragmatismeAmerika
(2005)teori
kebenaran pragmatisini
dikembangkan dandianut oleh
filsuflfilsuf
pragmatis dari Amerika, seperti Charles S. Pierce,William
James, dan John Dewey.Meskipun ketiga
filsuf
ini
memiliki
kesamaan pematraman tentang kebenaran, yaitukebe-naran sama
artinya
dengan kegunaan, namun masing-masingme-miliki
kekhususan dan penekanan yang berbeda.Charles
S. Pierceberpendapat bahwa suatu proposisi dikatakan salah
bila
pengalarnan menyangkalnya, sedangkan bila pengalaman
tidak
menyangkal nya maka proposisiitu
dikatakan benar. Esensi pragmatisme lebihPaulus WahanE, Mengak Kebenamn lhm...
atau makna yang b€rkaitan dengan konsekuensi, tidak terlepas dari
tindakan. Watauprxr dernikian,
ia tidak
menyarankan bahwa untuk memahami suatu arti atau malcna selalu harusdiikuti
dengantinda
kan,
demikian pulauntuk
menentukan kebenaran selaluberdasar-kan
verifikasi.
Tidak
semua kebenaran hanrs ditemukan melaluiverifikasi,
karena kebenaran telatr hadir sebagaimana adanya tanpa adanyaverifikasi.
Menurut
William
James,
untuk
memperoleh kejermihanpikiran kita
tentang suatu obyek,kita
harusmemperha-tikan
konsekuensi praktisnya. Pragmatisme bukan sekedar metode mernperjelas konsepgntgk
menentukanarti
atau maftna, tetapile-bih
merupakan teori kebenaran. Kebenarantidak
terletak pada hu-bungan kisesuaian dengan benda/obyek atau kenyataan, melainkanterlJbih
pada hubungan kesesuaian antara bagiarrbagianpenga-laman.
Ide
merupakan rencana atau aturan dalam bertindak; danide dikatakan benar, apabila rencana atau afuran tersebgt mengacu
pada
hasil akhir; ide tertuju untuk
melakukan suatu
tindakan. -Fungsiberpikir
bukan unhrk menangkapkenyataan
mela-inkan
membentukide tertentu demi
memuaskan kebutuhan atau kepentingan manusia. Ide atau teori yang benar adalah ide atauteo-.i
y*g
6erguna dan berfungsimemaruhi
tuntutan dan kebutuhankita,
serta memberikan kepuasan.William
Jameslebih
menekarr kan pada kepuasanindividu,
sedangkan John Dewey lebihmenitik
bera:tkan pada masyarakat.
Menurut
Dewey, kebenaran adalah ke-gunaan atau sesuatu yang bermanfaat, tetapitidak
sekadar bersar> dar pada kepuasan pribadi, melainkan selaras dengan penyelesaian masalatr kehidupan secara umum danobyektif.
Dewey bisamene-rima
kepuasanemotil
selamaini
bersifatumum
dan merupakan masalah umum dan obyektif, bukanindividual
atau pribadi (Alber-tine Minderop, 2005: hal 45-60).Kebenaran
bagi kaum
pragmatis mengandung suatu sifatyang
baik.
Suatu ide atauteori tidak
pernah benar kalau tidakbaik
ilntuk
sesuatu. Dengan kebenaran, manusia dibantu untukmelaku
kan
sesuatu secara berhasil. Kebenaran rasional jangan hanyaber-henti memberi
definisidefinisi
abstrak tanpa punya relevansi bagi kehidupan praktis, melainkanperlu
diterapkan sehingga sungguh sungguh bergunabagi
manusia.Kita tidak
hanya membutuhkan "pengetahuan bahwa" dan "pengetahuan mengapa" tapi juga mefiF butuhkan..pengetahuan bagaimana" (sonnyKeraf
&
Mi*hael
Dua,Jumal Filsdat Vol.l8, Nomor 3, Dcssmber 2fi)8
4. Teori
Kebenaran
SintaksisPara penganut
teori
kebenaran sintaksis, berpangkal tolakpada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai dalam suatu pernyataan atau tata-bahasa
yang
melekat. Kebenaranini
terkaitdengan bagaimana suatu hasil pemikiran diungkapkan dalam suatu pernyataan bahasa (lisan atau tertulis).yang
perlu
dirangkai dalamsuatu keteraturan sintaksis
atau
gramatika
yang
digunakannya(Tim
Dosen FilsafatIlmu
Fakultas FilsafatUGM,
2003: hal.l4l).
Teori
ini
berkembangdi
antara parafilsuf
analitika bahasa, terutama yang berusaha untuk menyusun bahasa dengan tata baha-sa danlogika
bahasa yang ketat, misalnya Bertrand Russell,Lud-wig
Wittgenstein
(periodeI). Aliran
filsafat
analitika bahasa me-mandang bahwa problema-problemafilosofis
akan menjaditerje-laskan apabila menggunakan analisis
terminologi
gramatika, danbahkan kalangan
filsuf
analitika bahasa menyadari bahwa banyakungkaparrungkapan
filsafat
yang
samasekali
tidak
menjelaskan apa-apa. Sehingga para tokohfilsafat
analitika bahasa menyatakanbahwa tugas utama
filsafat
adalah menganalisa konsep-konsep.(Kaelan, 1998:80).
Bahasa
memiliki
peranansentral dalam
mengungkapkan secara verbal pandangan danpemikiran
filosofis,
makatimbullah
suatu masalahyaitu
keterbatasan bahasaseharihari yang
dalamhal tertentu tidak mampu mengungkapkan konsep
filosofis.
Bahasaseharihari memiliki
banyak
kelemahan, antaxalain:
kekaburan makna, tergantung pada konteks, mengandung emosi, dan menye-satkan.Untuk
mengatasi kelematran dan demi kejelasan kebenaran konsep-konsepfilosofis,
makaperlu
dilakukan suatu pembaharuan bahasa, yaitu perlu diwujudkan suatu bahasa yang sarat denganlo-gika,
sehingga kebenarannya dapat dipertanggungiawabkan(Kae-lan,
1998:83).Menurut kelompok
filsuf
ini,
tugasfilsafat
yaitu
memba-ngun dan mengembangkan bahasa yang dapat mengatasi kelemah arrkelemahan yang terdapat dalam bahasa
seharihari.
Usahaun-tuk
membangun dan memperbaharui batrasa itr,r membuhikanbah
wa perhatian
filsafat itu
memang besar berkenaan dengan konsepsiumum
tentang bahasa serta makna yang terkandungdi
dalamnya(Kaelan, 1998:83).
Ada berbagai cara untuk membangun dan mengembangkan bahasa yang dapat mengatasi kelematrarrkelematran yang terdapat
Paulus Watran4 Menguak Kebenaran lhru.,
logika
merupakan suatu yang fundamental dalamfilsafat.
Ia
lebih menekankan logikanya bersifat atomis, sehinggaia lebih
suka me-nyebut filsafatnya dengan nama 'atomismelogis'.
Strukturpemiki-ran
atomismelogis
diilhami
oleh
konsepHume
tentang susunanid+ide
dalam pengenalan manusia. Menurut Hume semua ide yangkompleks
itu terdiri
atas ide-ide yang sederhana atau ide yang ato-mis (atomic ideas), yang merupakan ide terkecil. Bertrand Russellmenolak atomisme psikologisnya
David
Hume, karena analisisnyatidak dilakukan terhadap aspek psikologis, namun dilakukan terha-dap proposisiproposisi (Kaelan, 1998: 87).
Bertrand Russell
ingin
menganalisis hakikat realitas duniamelalui analisis logis, karena analisis logis berdasarkan pada kebe-naran apriori yang sifatrya universal dan bersumber pada rasio
ma-nusia. Sedangkan sintesa
logis
merupakan metodeuntuk
menda patkan kebenaran pengetahuanmelalui
pengetahuan empiris yangLersifat aposteriori. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan per-nyataarrpernyataan yang tersusun menjadi suatu sistem yang
me-,i.:"t
pada suatu entitas atau unsur realitas dunia; terdapat suatu kesesuaian bentuk ataustruktur
antatabahasa dengan dunia. Duniamerupakan suatu keseluruhan
fakta,
adapunfakta
terungkapkan melaiui bahasa, sehingga terdapat suatu kesesuaian antara struktur logis bahasa dengan struktur realitas dunia (Kaelan, 1998, 99-100).Proposisipada hakikafirya merupakan simbol bahasa yang mengungkapkan
fakta.
Ivhsing-masing proposisi atomismemiliki
arti;tau;aksud
sendirisendiri yang terpisah satu dengan lainnya.Untuk
membentukproposisi majemuk,
maka proposisi'proposisiatomis tersebut diran-gkaikan dengan kata penghubung,
yaitu
'dan"
,atau,, serta kata pen-ghubung lainnya. Kebenaran atau
ketidakbe
naran proposisiproposisi
majemuk
tergantung
pada- kebenaranatau
tiiaatbenaran-proposisiproposisi
atomis yang adadi
dalarp nya. Dan karena proposisi pada hakikatnya merupakan simbolba-hisa
yang mengungliapkanfakta,
maka fakta-fakta atomis menep tukan benar atau tidaknyaproposisi
apapunjuga
(Kaelan,
1998:104-l0s).
Sehin
Bertrand Russell,kita juga
akanmelihat
sekilas to-koh lainnya,yaitu Ludwig Wittgenstein,
yangmeryplkan
teman dekat gertrana Russell, dan sekaligusjuga
sebagai tokoh aliranfi}
safat atomisme logis. Wittgenstein menegaskan bafiwa tugasfilsa
me-Jumal Filsdat Vol.lt, Nonor 3, Descrrber 200t
miliki
struktur
logika.
Analisa dlakukan
terhadap proposisi ataurealitas yang
dikemukakan
oleh para
filsuf
terdahulu
dengan menggunakan bahasa yang menggunakan syarat logika.Kalau
Bertrand Russell mengurailmenganalisa bahasa kedalam proposisi majemuk
yang
selanjutnyasemakin
sederhanamenjadi proposisi atomis, sedangkan Wittgenstein
ingin
menjelas-kan dunia dengan menguraikannya ke dalam fakta-fakta. Dunia
itu
adalah
jumlah
keseluruhandari fakta
(totalitasfakta),
danbukan
nya
jumlah
dari objek-objek atau benda-bendaitu
sendiri. Totalitasfhkta
itu
sangat kompleks, danterdiri
atas fakta-fakta yang kurangkompleks. Selanjutnya
fakta-fakta
ini
terdiri
atas fakta-fakta yang semakin kurang komplekslagi,
demikian seterusnya dan akhirnyasampai pada fakta-fakta yang sudah
tidak
dapat diredusir ataudi
kurangi lagi. Fakta-fakta
ini
adalah fakta yang terkecil, yang paling elementer,yang
merupakan bagianterkecil,
sehingga disebutse-bagai fakta atomis
(otomicfact)
(Kaelan, 1998: 106-113).Suatu pernyataan
memiliki
kebenaran,bila
pernyataanitu
mengikuti
aturan sintaksisbaku, yang
tersusun secaralogis
dariproposisiproposisi
yang dapat dipertanggungi awabkan kebenarap nya.Apabila
proposisi atau pernyataanitu
tidak mengikuti
syarat tersebut, proposisi atau pernyataanitu
tidak mempunyai
arti,
se-hingga tidak
mampu
mengungkapmakna
dari hasil
pemikiranyang telah dilakukan.
Suafu ide, konsep, atau teori dinyatakan benar, bila berhasil
diungkapkan menurut aturan sintaksis yang baku. Kebenaran baru
akan tampak dalam suatu pernyataan bahasa
(lisan
atau tertulis). Benar atau salahnya suatu pernyataan sangat dipengaruhi oleh ke-teraturan sintaksis serta penataan bahasa yang digunakannya.Apa
bila
mampu dinyatakan dalamwujud
bahasa dengan aturan sintak-sis yang baku, pernyataan tersebutdryat
dikatakan benar. Apabila tidak mampu,itu
salah.Bahasa berfungsi untuk mengungkap ide, konsep, atau teori
yang telah dihasilkan dari proses pemikiran dalam komunikasi
kita
satu samalain.
Bila pernyataan atau ungkapan bahasa tersebutti
dak didasarkan pada aturan batrasa yang ada tentu dapat
mengha-silkan
pernyataanyang tidak memiliki
makna, atau
pernyataanPaulus Wahana, Mengmk Kebenoan lha...
5. Teori
Kebenaren
SemantisTeori kebenaran semantis dianut oleh faham filsafat
analiti
ka bahasa yang dikembangkan oleh paska filsafat Bertrand Russell.
Teori
kebenaran semantis sebenarnya berpangkalatau
mengacu pada pendapat Aristoteles dengan ungkapan sebagaiberikut:
"Me-ngatakan sesuatu yang ada sebagai yang ada dan sesuatu yang
ti
dak ada sebagai yang tidak ada, adalahbenar",juga
mengacu padateori
korespondensi, yang menyatakan bahwa: "kebenaranterdiri
dari
hubungan kesesuaian antara apa yang dikatakan dengan apayang terjadi dalam realitas".
Bertrand Russell dengan temarrtemannya berusaha untuk
membangun bahasa
ilmiah,
dengan menyusun proposisiproposisidengan
logika
yang ketat, dEN mampu menggambarkan duniase-cara
dapat dipertanggungiawabkan.Mereka
menganggap bahwa bahasa biasaseharihai
(ordinary
language)itu
belum memadai, karenamemiliki
banyak kelemahan, antara lain: kekaburan makna,tergantung pada konteks, mengandung emosi, dan menyesatkan.
Namun
sebaliknya terdapatkelompok
filsuf
analitika
bahasahin
(Wittgenstein PeriodeII,
Moritz
Schlick,Alfred
JulesAyer)
lang
beranggapan bahwa bahasa biasa, yang digunakan dalam
komuni-kasi seharihari,
sebenarnyatelah
cukup memadai sebagai saranapengungkapan konsep-konsep filsafat.
Untuk
mengatasikelemah
arrkelemahan dan kekurangarrkekurangan bahasa biasasehariha-ri
dalam filsafat, harus diberikan suatu pengertian khusus atau perrjelasan
terhadap penyimpangarrpenyimpangan tersebut (Kaelan,1998: 82-83).
Menurut
Wittgenstein
Periode
II
(dalam penjelasannya tentangfilsafat
bahasa biasa), masalahmasalahfilsafat
itu
timbul
justru
karena
adanya penyimpangarrpenyimpangan penggunaanbahasa biasa oleh para
filsuf
dalam berfilsafat, sehinggatimbul
pe-nyimpangan dan kekacauan dalam
filsafat
itu,
serta tanpa adanya suatu penjelasanuntuk
dapat dimengerti. Menurut pandanganini,
tugas
filsuf
adalah memberikan semacam terapi untuk penyembuh-an dalam kelemahpenyembuh-an penggunapenyembuh-an bahasa filsafat tersebut.Positivisme
logis
menentukan sikap bahwa langkah palingtepat agar
tidak
terjadi kekacauan dalam bahasa adalah melakukan analisis terhadap bahasa yang digunakan dalamilmu
pengetahuan danfilsafat.
Usaha yangdilakukan
bukanlahproyek
membangunbahasa khusus dengan menggunakan logika bahasa yang ketat,
penggu-Junral Filsdat Vol.lt, Noma 3, Desernber 2fl)E
naan bahasa. Suatu ungkapan atau
proposisi
dianggap bermakna ataumemiliki
arti,
apabila secaxaprinsip
dapatdiverifikasi.
Menr
verifikasi berarti
menguji,yaitu
membuktikan secara empiris.Se-hingga
ilmu
pengetahuan maupunfilsafat
baru dapatmemiliki
per-nyataanpernyataan yang berupa aksioma, teori atau
dalil
yangbo-leh dikatakan bermakna, apabila secara prinsip pernyataarpernya-taan tersebut dapat
diverifikasi.
Setiap pernyataan atau proposisi yang secaraprinsip tidak
dapatdiverifikasi,
maka pernyataan atauproposisi tersebut pada hakikatnya
tidak
bermakna (Kaelan, 1998:124-t2s).
Meskipun
secaraprinsip positivisme
logis
menerapkanprinsip verifikasi,
namundi
antara para tokohnyamemiliki
perbe-daan pemahaman.Misalnya,
Moritz
Schlick
menafsirkanverifr
kasiitu
dalam pengertian pengamatan secara langsung. Hanya pro-posisi atau pernyataan yang mengandungistilah
yang diangkatse
cara langsung
dari
objek yang dapatdiamati itulah
yang mengan dung makna.Sedangkan
Ayer
memiliki
pandanganyang
berbeda dan berpendapat bahwaprinsip verifikasi
itu
merupakan pengandaianuntuk
melengkapi suatukriteria,
sehinggamelalui kriteria
tersebut dapat ditentukan apakah suatu pemyataan atau proposisiitu
memi
liki
makna atautidak.
Suatukalimat
mengandung makna, apabila pernyataan atau proposisi tersebut dapatdiverifikasi
atau dapatdi-analisa secara empiris,
yaitu
mengandung kemungkinanbagi
pe-ngalaman (Kaelan, 1998: 126-127).Menurut
teori ini,
benar atau tidaknya suatu proposisi dida-sarkan pada ada tidaknyaarti
atau makna dalam proposisi terkait. Apabila proposisi tersebutmemiliki
arti
atau makna, sertamemili
ki
pengacu(eferent\
yangjelas, proposisi
dinyatakan benar.Se-dangkan apabila sebaliknya dapat dinyatakan salah. Setiap
pernya-taan tentu
memiliki arti
atau makna yang menjadi acuannya.Pro-posisi
itu
mempunyainilai
kebenaran,bila
proposisimemiliki
arti.Arti
diperoleh
dengan menunjukkan maknayang
sesungguhnya,yaitu
dengan menunjuk pada referensi atau kenyataan.Arti
yangdikemukakan
itu memiliki
sifatdefinitif
yaitu
secara jelas menurrjuk
ciri
khasdari
sesuatu yang ada.Arti
yang termuat dalam pro-posisi tersebut dapat bersifat esoterik, arbitrer, atau hanya mempu nyaiarti
sejauh dihubung[an dengannilai
praktis dari subyek yangi
Paulus Walrana, Mengaok Kebenaron lbm"'
6. Teori
Kebenaran
Performatif
Teori
ini
terutama dianut olehfilsuf
analitka
bahasa seperti JohnAustin Filsuf
ini
mau menentangteori klasik
bahwa benardan salatr adalah rmgkapan yang hanya menyatakan sesuatu.
Me-nurut teori
klasrlqpioposisi yang
benarberarti
proposisiitu
me-nyatakan sesuatu yang memang dianggap benar, demikian pulase-baliknya untuk proposisi yang salah.
-
Menurut
Austin,
selain ucapan konstatif terdapat jugajenis
ucapan performatif. ucapan performatiftidak
dapat ditentukanbe-nar'dan
salah berdasarkan padaperistiwa atau Iakta yang
telatrlampau, melainkan suatu ucapan yang
memiliki
konsekuensi per-buatan bagi penuturnya (Kaelan, 1998: 167-168).DJngan suatu
ucapan
performatif
seseorang bukannya memberitafuukan suatu peristiwa atau kejadian, melainkan dengan mengucapkankalimat
itu
seseorang sunggubsunggUh berbuatse
suatu, misalnya mengadakan suatu perjanjian. Ucapa*ucapanse
macamitu
tidak
aiUultitan
benar atau salahnyabaik
berdasarkanlogika
maupun fakta yangterjadi
melainkan berkaitan dengan la-yak atau tidak layak diucapkan oleh seseorang. Ucapanucapanter-iebut juga
bukan berkaitan dengan bermakna atau tidaknya suatu ungkapan yang diucapkan oleh seseorang, melainkan suatu ucapanperformatif
akantidak
layak diucapkan manakala seseorang tersefut
tidakmemiliki
kewenangan dalam mengucapkannya. Misalnyaungkapan
Saya
menetapkan saudara menjadiRektor
UniversitasSaiata
Dharma'
adalahtidak
layak bilamana diucapkan olehseo-rang matrasiswa atau Seofturg dosen biasa, karena mereka
itu
secara drmal
tidak memiliki
kewenangan untuk mengucapkan ungkap-an tersebut. Ucapungkap-anucapungkap-anperformatif
memiliki
syarat-syarat se-bagaiberikut:
pertama, suatu ucapan performatif p.Tqlduk
sahji
kaiau
diucapkanoleh
seseorang yangtidak memiliki
kompetensi dengan masalah bersangkutan ; kedua, suatu ucapan performatifju
ga
tlaat
sahjikahu
seseorang yang mengucapkan kalimat tersebutiiaat
Uersitapjujur;
danketiga,
suatu ucapan performatifjuga
ti
dak sah manakala orang bersangkutan menyimpang dari apa yang diucapkannya. Dan selain ketiga syarat tersebut, juga masih
memi-liki
empatciri
sebagaiberikut
l)
diucapkan oleh penutur pertama;2)
orangyang
mengucapkannyahadir dalam
situasi tersebut; 3)Jurnal Filsdat Vol.l8, Nomor 3, Desernber 2fi)g
Menurut teori performatif, suatu pernyataan dianggap benar
falau
pernyataanitu
menciptakan realitas. pernyataan yang uenat bukanlatr pernyataan yang mengungkapkan realitastapijuiru
de-ngan pernyataan
itu
tercipta
suatu realitas sebagaimanayang
di
ungkapkan dalam pernyataanitu.
Contoh: ..Denganini,
saya meng. angkat kamu menjadi bupati Bantul.-.Dengan pernyataanitu,
ter-cipta
sebuahrealitas
baru,
yaitu
realitas
kamu iebagai
bupatiBantul (Sonny Keraf
&
Mil*rael
Dua, 2001:hal.74).
Di
satu pihak, teoriini
dapat dipakai secarapositif
tetapiju
ga
di
pihak
lain
dapatpula dipakai
secara negatif. Secaraporiiiq
dgngan pernyataan tertentu oftrng berusaha mewujudkan apa yang dinyatakannya. "Saya bersumpah akan menjadi suami yangietia
atau
istri
yang setia dalam untug maupun malang." Tetapi-secaranegatif, orang dapat
pula
terlena dengan pernyataan atauungkap
annya seakan pernyataan atau ungkapan tersebut sama dengan rez!
litas begitu saja, padahal
tidak
demikian (SonnyKeraf
&
Mikhael
Dua, 2001
:hal.74).
Acuan kebenaran
performatif
bukan terletak padakenyata
an yang sudah adalterjadi sebelumnya, melainkan terletak pada
ke
nyataan yang kemudian dapat dibentuk oleh pernyataan/proposisi tersebut. Kebenaran
lebih
ditentukanoleh
daya kemampuanper-nyataan
untuk
mewujudkanrealitas. Bukan realitas
menentukanproposisi, melainkan proposisi menentukan realitas.
E.
KebenaranIlmiah
Acuan keluaran
performatif
bukan terletak pada kenyataanyang
sudah ada/te1adi sebelumnya, melainkanterletak
padake
nyataan yang kemudian dapat dibentuk oleh pernyataan proposisi tersebut. Kebenaranlebih
ditentrnkanoleh
daya kemampuan per-nyataan untuk mewujudkan realitas (speakacr). Bukan realitasme-nentukan proposisi, melainkan proposisi menetukan realitas. Kebenaran
ilmiah tidak
bisa dilepaskan dari proseskegiat-an
ilmiah
sampai dengan menghasilkan karyailmiah
yangdiung-kapkan atau diwujudkan. suatu kebenaran
tidak
mungkin muncultanpa adanya prosedur baku yang harus dilaluinya. prosedur baku
yang
harusdilalui
mencakuplangkahlangkah, kegiatankegiatan
pokok,
serta cara-cara bertindakuntuk
memperoleh pengetahuanPaulus Walranq Menguak Kebnaron llmt...
Pada awalnya setiap
ilmu
secara tegasperlu
menetapkan atau membuat batasan tentangobyek
yang akan menjadi sasaranpokok persoalan dalam kegiatan
ilmiah.
Obyek tersebut dapatber-sifat
konkret atau abstrak.Bertumpu
pada penetapan obyek terse but, kegiatanilmiah
berusatra memperoleh jawaban sebagai penje-lasan terhadap persoalan yang telah dirumuskan. Jawaban tersebuttentu saja relevan dengan obyek yang menjadi sasaran pokok per-soalan dalam kegiatan
ilmiah.
Kebenaran dari jawaban yangmeru
pakan
hasil dari
kegiatanilmiah
ini
bersifat obyektif,
didukung otet,fanafakta
yang berupa kenyataan yang berada dalam keadaan obyektif.
Kenyataanyang
dimaksuddi
sini
adalah kenyataanyang berupa sesuatu yang
dipakai
sebagai acuan, atau kenyataan yang pada mulanya merupakan obyek dari kegiatanilmiah ini-
De
ngan demikian suatu konsep, teori, pengetahuan
memiliki
kebenar-an,bila memiliki
sifat yang berhubungan (korespondensi) denganfakta-fakta yang merupakan obyek dari kegiatan
ilmiah
yang dila-hrkan.Setelah menetapkan batasan tentang obyek
yng
disajikan sebagai pokok persoalan, lebih lanjut perlu dibuat kerangkasisterr
atis untuk
menentukanlangkatr
dalam
mengusahakan jawaban. Atas dasarteoriteori
yang sudah ada serta telatrmemiliki
kebenar-an ykebenar-ang dikebenar-andalkkebenar-an,kita
dapat menjalankan penalaran untukmeul
peroleh kemungkinan jawaban atas persoalan yang diajukan dalam kegiatanilmiatr
tersebut.Agar
menghasilkan jawaban yang benar,perlu ada konsistensi dengan
teoriteori
yang telatr diakui kebenar-annya, sehingga jawaban yang dihasilkan koheren denganteorite-ori bersangkutan. Kebenaran yang dituntut dalam proses penalaran
deduktifadalah kebenaran koherensi, ada hubungan logis dan
korr
sisten dengan
teoriteori
sebelumnya yang relevan.Untuk
mengetahui apakah hipotesis tersebutmemiliki
ko
benaran dalam realitasnya,
perlulah
diadakanuji
hipotesis. Secarainduktif
perlu
mengusahakanfaktefakta
yang relevan yangmen
dukung hipotesis tersebut.Bila
ternyata hipotesis tersebutmemiliki
hubungan kesesuaian ftorespondensi) dengan fakta-fakta yang
re
levan dengan obyek kajian, hipotesis tersebut benar (kebenaran ko-respondensi).
Bila
sebaliknya tentu saja salah.Setelah hipotesis
diuji
dan ternyata benar, hipotesis tersebuttidak
lagi
merupakan jawaban sementara, melainkan sudahmeru
Jurnal Fitsdat Vol.l8, Nomor 3, Dcscmber 2fl)8
Manusia
tidak
hanya cukup
berhenti
berusaha denganmemperoleh pengetahuan, melainkan ada dorongan kehendak
urr
tuk
bertindak, melakukanaktivitas dalam
mengusahakan sarilnabagi kebutuhan hidupnya. Pengetatruan
ilmiah
yang telah diperolehtersebut dapat menjadi
kekayaanyang
cukup
berharga sebagai sumber jawaban terhadap berbagai persoalan dan permasalah yangdihadapinya.
Bila
pengetahuanyang
dihasilkan tersebut ternyatamemiliki
konsekuensipraltis, yaitu
berguna
danberhasil
dalammemecahkan berbagai persoalan
yang
kita
hadapi, pengetahuan tersebutmemiliki
kebenaran pragmatis.Pada tahap menyampaikan dan mempublikasikan hasil pe-ngetahuan
ilmiah
yang telah diusahakan,kita perlu
menggunakan bahasa yang sesuai dengan bidangitmu
terkait. Khususnyaberke
naan
denganistilabistilah,
nrmus-nrmusmaupun simbolsimbol
yang
biasadipakai
dalambidang
ilmu
bersangkutan. Kebenarandalam
ilmu
pengetahuan harusselalu
hasil persetujuanatau konvensi dari para
ilmuwan
pada bidangnya. Selainitu juga
perlu
diungkapkan berdasarkan kebenaran sintaksis, kebenaranse-mantis, bahkan juga kebenaran performatif.
F.
Kebenaran
Ilmu
Pengetahuandalam Perkuliahan
Bila
perkuliahan dipandangdalam
kerangka pendidikan, perkuliahan dapatmemiliki
fungsi
sebagai kegiatan pembelajaranyang diharapkan dapat mengembangkan peserta
didik
(mahasiswa)dalam segala aspeknya. Selain mengembangkan aspek
kognitif,
ju
ga
mengembangkan aspek-aspeklainnya:
aspekafektif,
konatif,psikomotorik,
sosial,religius.
Dengandemikian
dapat mengenl bangkan mahasiswa secara menyeluruh, utuh. Namunbila
dilihat
dalam kerangka lembaga
ilmiah,
perkuliatran dapat dipahamiseba-gai kegiatan
ilmiah
yang berusaha melatih dan mengajak mahasis-wa untuk berpikir ilrniah.Pengembangan kompetensi, bukanlah pengembangan ke-mampuan yang
tidak
ada hubungannya dengan pemahamanterha-dap bidang bersangkutan.
Untuk
pengembangan kompetensikira-nya perlu juga adanya kemampuan pemahaman selain terhadap
ke
mampuan apa yang
perlu
dikembangkan,juga perlu
pemahamanterhadap
halhal
lainnya yang
berhubungan dengan kemampuanatau
kompetensiterkait. Bahkan
matakuliahyang
menggunakanPaulus Wahana, Mengaak Kebenaran llnru...
pendidikan moral),
juga memiliki
materi
sebagai bahanpembela-jaran yang perlu
dipikirkan
dan perlu dirahami.Pemahaman akan materi atau bahan perkuliahan diharap
ti
dak hanya akan menjadiisi
atau bahkan beban pemikiran mahasis-wa. Pemahaman diharap dapat menjadi kekayaan mentalmahasis-wa.
Pemahaman dapat meningkatkan kemampuan mentalnya da-lam menghadapi berbagai situasi dan permasalahan kehidupan. Pe-mahaman bukan sekedar hafal, melainkan mengetahui artinya, me-nemukan maknanya.Yang dapat menjadi
materi
atau bahan perkuliahan bolehdikata
dapat mencakup segalayang
ada dengan segalaaktivitas-nya,
sejauh dapatdialami oleh
mahasiswa. Berbagai macam hal tersebut dengan segala aktivitasnya dan yangdilihat
dari berbagai sudut pandang dapatmenjadi
obyek dalam kegiatanilmiah.
Padagilirannya dapat menjadi materi atau pokok bahasan dalam
perku
liahan, sebagai kegiatan ilmiah.Materi yang ditempatkan dalam konteks tertentu dan
diper-hatikan
sertadidekati
dengan sudut pandang tertentu diharapkan dapat menimbulkan rasa penasaran bagi mahasiswa, dan akanme-munculkan persoalan serta permasalahan
terkait
yang membutuh-kan penjelasan serta pemecahannya. Persoalan atau pertanyaanifu
muncul, karena mahasiswa berhadapan denganhal
yang mungkinsebagian masih tersembunyi, masih berada dalam kegelapan, ma-sih kabur, mama-sih belum jelas. Selanjutnya mahasiswa yang
memili
ki
akalbudi
berharap mampu mengungkap, mampu memperoleh terang, dan mampu memberikan penjelasan.Secara singkat,
inti
dari
persoalan ataupertanyaan adalah permohonan penjelasan. atau keterangan, sedangkan jawabanmeru
pakan pemberian penjelasan atau keterangan.
Dari
penjelasan atau keterangan tersebut diharap dapat memberikan pencerahan yang dapat digunakan sebagai dasaruntuk
mencari jalan keluar atau pe-mecahan terhadap berbagai permasalahanyang
dihadapinya.Mi
salnya setelah mahasiswa memperoleh penjelasan tentang manaje men pemasaran, diharapkan mahasiswa mampu mengatasi segala permasalahan pemasaran,
mungkin
berkaitan dengan promosi, de-ngan tempatnya atatr denganhalhal
lainnya yang relevan.dimak-Jumal Filsdat Vol.lE, Nomor 3, Desember 2(n8
sud adalah melihat atau menangkap adanya suatu hubungan kalau
memang ada hubungan, atau melihat atau menangkap tidak adanya
suatu hubungan
kalau
memangtidak
ada hubungan. Dinyatakanada apabila memang ada, dan dinyatakan
tidak
ada apabilame-mang
tidak
ada. Misalnya, mahasiswa dapat melihat ataumenang-kap adanya hubungan sebab akibat antara logam yang dipanasi dan
semakin meningkatnya suhu dengan semakin bertambahnya
pa*
jang
logam tersebut; matrasiswa dapat melihat atau menangkaphrr
bungan antara tongkat lurus yang dimasukkan ke dalam
ah
atartzat cair dengan tongkat bersangkutan tampak bengkok.Hubungan antara yang diterangkan dengan yang
menerang-kan
itu
dapat ditemukan dan dinyatakan secaradeskriptiFkualitatif
dan
juga
dapat diperhitungkan dan dinyatakan secara kuantitatif.Penjelasan
yang bersifat deskriptif-kualitatif
dapat menggunakanbahasa, sedaogkan
yang bersifat
kuantitatif
dapat menggunakan matematika atau statistika.Usatra
untuk
memperoleh penjelasan dan kebenaranterse
but
berjalan dan berkembang secaraprogresif.
Dari
lingkup
atau konteks yang sempit berkembang kelingkup
atau konteks yangse
makin luas.Dari
lapisankulit,
lapisan luar berkembang ke penjela-san dan kebenaran yang semakin mendalam. Dari penjelasan yang masih bersifat teoritis-deskriptif ke penjelasan yang semakinbersi
fat
praktis-operasional.Dari
pematramanyang
masih
gelap,re
mang-remang atau kabur berkembang
ke
pernahaman yangsema-kin
jelas, semakin terang, semakin memberi pencerahan yangme-yakinkan.
Dari
usatra memperoleh penjelasan tersebut, diharapkan secara bertahap mahasiswa dapat menemukan kebenaranilmu
pe
ngetahuan,
yang
semakin luas, semakin mendalam, dan sernakin operasional.Berkenaan dengan sumber dan cara mahasiswa
mempero-leh keterangan, maka kebenaran
ilmu
pengetatruan yang diperoletrnya
dapat berupa kebenaran logrs, kebenaran intelektual, atauke-benaran koherensi apabila materi perkuliatran tersebut bersumber
dari
konsep pengertian yang sekedar ada dalampikiran
saja. Se'dangkan sumber kebenaran
ilmu
pengetatruan yang diperoleh daripengalaman nyata dari kehidupan
ini
akan menghasilkankebenar-an empiris, kebenaran
obyektif,
kebenaran korespondansi. Berda-sarkan caraberpikimya,
akan dapat diperoleh kebenaran deduktif,- -! '_-_
Pauhs rilahana, Menguak Kebenoron llnru...
Berkenaan dengan
hasil
penjelasan tersebut diharap tidal< hanya tersimpan dalam otak saja, tetapi perlu menjadi dasar dalamtindakan
operasional secarapraktis.
Kebenaranyang
diharapkan adalah kebenaran praktis, kebenaran operasional, kebenaranprag
matis.Terkait
dengan bagaimana penjelasan dalamilmu
pengeta-huan tersebut diungkapkan dengan bahasa, dapat diharapkan
ada-nya
kebenaran sintaksb, kebenaran semantis, atau kebenaranper-formatif.
Selanjutnya seandainyaitu
diungkapkan dalamperhitu
ngan
kuantitatif
diharapkan akan menghasilkan kebenaranmate
matis, atau kebenaran statistik. Dengan demikian perkuliahan seba gai kegiatan ilmiatr diharapkan dapat mewujudkan secara optimal kebenaraniltniah dan
sajauhdimungkinkan dapat
mewujudkan berbagai macam kebenaran tersebut.G.Penutup
i
Dari
uraiandi
atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagaii
Ueritut:pertama,
setiap prosesmengetihui
akan memunculkanit*
i
uto kebenaran yang merupakan sifat atau isi kandungan daripenge-i
tahuan tersebut, karena kebenaran merupakan sifat daripengetahu-I
an yang diharapkan. Kedua, sebagaimana ada berbagai macamje
I *t
pengetahuan (menunrt sumber asalnya, cara dan sarananya,bi
I
d*grya,
dan tingkatannya), makasifat
benar yang melekat padaI
kebenaranterkait
tentujuga
beraneka ragam pula.Ketiga,
sesuaiI
denganfokus
perhatian danpemikiran
manusia terhadap prosesJ
serta hasil pengetahuanitu
dapat berbeda, maka pemahamanmau
I
p,rn
teori
tentang pengetahuan serta tentang kebenaran punjuga
I
berbeda-beda pula. Keempal, berhubungilmu
pengetahuanitu
me-I
liputi
berbagai bidang, berbagai kegiatan dalam proses kegiatanil-J
miah, berbagai langkah kegiatan yang ditempuh, serta berbagaidiharap-Jurml Filsdat Vol.lt,
Nm
3, Dcscdcr 2fitrDAFTAR PUSTATA
Albertine Minderop,
20p15, PragmatismeAmerika.
Jakarta:Pener-bit
Obor.Adelbert
Snijders,2UJf,.
Matusia don
Kebenaran
Yogyakarta:Penerbit Kanisius.
Beerling,
dkk.,
1986. PengantarFilsofat
llmu.
Yogyakarla: TiaraWacana.
Driyarkara, 1980.
Driyarkara
ren ang Pendidikan.(lumpulan
ka-raogan Driyarlcara/, Yogyakarta: Penerbit YayasanKa
nisius.Kaelan,
1998.Filsafat
Bahasa (Masalah dan Perkembangannya)-Yogyakarta : Paradigma.Melsen,
A.G.M.
van,
1985.Ilmu
Pengetahuandan
TanggungJawab
Kita
(drteAelnahkanoleh
K.
Bertens). Jakarta: Gramedia.Peursen,
C.A. van,
1985. Susunanllmu
Pengetahuan, SebuahPe'
ngantar
Filsafat
llmu
(dtterlemalrkan oleh J- Drost)-Ja-karta: Gramedia.
Sonny
Keraf
&
Mikhael
Dua,200l.
IlmuPengetahuan.Yogyakar-ta: Kanisius.
Sudanninta ,
!.,2002.
EpistemologiDasar.
(Pengantar FilsafatPe-ngetatruan). Yogyakarta: Penerbit
Kanisius-Suriasumanfii, Jujun, 2003.
Filsafat
llmu,
Sebuah Pengantar Po-puler. Jakarta: Sinar HaraPan.The
Liang
Gie, 1997. Pengantar Filsafatllmu-
Yogyakatta:Liber-ty.
Tim
DosenFilsafatIlmu
Fakultas FilsafatuGM,
2003.Filsafat
Il-mu. Y ogy akafia: LibertY.