• Tidak ada hasil yang ditemukan

MELATI ARUM BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MELATI ARUM BAB II"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Pendidikan merupakan hubungan normatif antara individu dan nilai. Hal tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada bagaimana belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2). Perubahan tingkah laku tersebut bertujuan untuk menjadikan sesorang menjadi lebih baik dan mendewasakan seseorang untuk menjalani kehidupannya.

(2)

Belajar (Sagala, 2010: 11) merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai kegiatan seorang atau individu untuk memeproleh pengetahuan, keterampilan dan perilaku dengan cara mengolah bahan belajar.

2. Pengertian Pembelajaran

Dalam dunia pembelajaran banyak sekali dijumpai berbagai macam konsep pembelajaran yang dipakai dalam pengembangan pembelajaran di sekolah. Guru dalam proses pembelajaran harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa.

Pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan ( Sagala, 2010: 61). Konsep belajar menurut Corey (1986: 195) dalam Sagala (2010: 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.

(3)

diinginkan, serta didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada, kegiatan ini merupakan untu dari perencanaan pembelajaran (Dengeng dalam Sagala (2010: 2).

Berdasar pendapat yang dikemukakan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa pembelajaran menekankan pada kegiatan proses belajar siswa yang telah di desain oleh tenaga pendidik melalui usaha yang di rencanakan melalui proses komunikasi dua arah. Adanya perubahan tingakah laku secara keseluruhan sebagai pengalaman belajar untuk menjadikan seseorang itu lebih matang dan bisa menjalani kehidupannya dengan baik.

3. Pengertian Hasil Belajar

Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru dan siswa, serta keterlaksanaan progam belajar mengajar. Penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka pendek dan hasil belajar jangka panjang.

Penialaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu (Sudjana, 2001: 3). Hasil belajar siswa pada hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku. Tingkah laku yang di maksud mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor.

(4)

penguasaan yang dimiliki siswa stelah melakukan pengalaman belajarnya melalui proses belajar mengajar.

Hamalik (2001: 159) berpendapat bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku secara keseluruhan untuk menjadikan seseorang lebih baik merupakan tujuan dari pengalaman seseorang dalam belajar.

Berdasar pengertian hasil belajar yang dikemukakan di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa melaui kegiatan yang telah dilakukan berulang-ulang berdasarkan pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru sebagai alat ukur kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai seiring dengan adanya perubahan tingkah laku menjadi lebih baik lagi, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.

4. Ranah Hasil Belajar

(5)

a. Ranah Kognitif

1) Tipe hasil belajar: Pengetahuan

Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual.

Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun tipe belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Misal, hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana meggunakan rumus tersebut, hafal kata-kata akan memudahkan membuat kalimat.

2) Tipe hasil belajar: Pemahaman

Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimat sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori. (Sudjana, 2001: 24).

(6)

Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.

3) Tipe hasil belajar: Aplikasi

Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.

Prinsip merupakan abstraksi suatu proses suatu hubungan mengenai kebenaran dasar hukum umum yang berlaku pada bidang ilmun tertentu. Prinsip juga dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang berlaku pada dalam suatu keadaan dan mungkin merupakan asumsi dari suatu teori.

Generalisasi merupakan rangkuman sejumlah informasi atau rangkuman sejumlah hal khusus yang dapat digunakan pada hal khusus yang baru.

4) Tipe hasil belajar: Analisis

(7)

sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif .

Kecakapan analisis dapat memilah integritas menjadi bagian-bagian yang terpadu, hal ini bertujuan untuk dapat memahami prosesnya, memahami cara kerjanya, dan untuk memahami sistematikanya. Bila keahlian menganalisis dapat berkembang pada diri seseorang, maka ia akan dapat mengaplikasikannya menjadi sesuatu yang baru secara kreatif.

5) Tipe hasil belajar: Sintesis

Sintesis adalah unsur-unsur atau bagian dari pernyataan menjadi bentuk yang menyeluruh. Berpikir sintesis merupakan cara pemecahan atau mencari jawaban yang belum bisa dipastikan. Mengartikan analisis harus dengan penuh telaah dan hati-hati dalam menyatukan unsur-unsur penting.

Berpikir sintesis merupakan salah satu cara untuk menjadikan seseorang lebih kreatif. Seseorang yang kreatif sering menciptakan sesuatu yang baru yang mempunyai manfaat besar bagi masyarakat luas, hal itu merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai dalam pendidikan.

6) Tipe hasil belajar: Evaluasi

(8)

Evaluasi merupakan suatu proses yang berlangsung secara berkesinambungan. Evaluasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah proses pembelajaran. Dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu.

Mengembangkan kemampuan evaluasi penting bagi kehidupan bernasyarakat. Mampu memberikan evaluasi tentang suatu kebijakan mengenai kesempatan belajar, kesempatan kerja, dapat mengembangkan partisipasi serta tanggung jawabnya sebagai warga negara (Sudjana, 1991: 29). Mengembangkan kemampuan evaluasi yang dilandasi pemahaman aplikasi, analisis dan sintesis akan mempertinggi mutu evaluasi tersebut.

Menurut peneliti urutan-urutan seperti yang dikemukakan di atas, sebenarnya masih mempunyai bagian-bagian lebih spesifik lagi. Diantara bagian tersebut akan lebih memahami akan ranah-ranah psikologi sampai di mana kemampuan pengajaran mencapai Introduktion Instruksional. Terdapat dua kategori dalam evaluasi, yaitu “Penilaian dengan menggunakan kriteria internal” dan

“Penilaian dengan menggunakan kriteria eksternal”. Keterangan

yang sederhana dari aspek kognitif seperti dari urutan-urutan di atas, bahwa sistematika tersebut adalah berurutan yakni satu bagian harus lebih dikuasai baru melangkah pada bagian lain.

(9)

b. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli berpendapat bahwa seseorang yang tingkat kognitifnya tinggi maka sikap seseorang tersebut dapat diramalkan perubahannya. Tipe belajar afektif terlihat pada siswa dalam berbagai bentuk tingkah laku, misal perhatian siswa terhadap pelajaran, kedisiplinan, minat, motivasi belajar, kebiasaan belajar dan cara menghargai guru serta teman kelasnya.

Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru, kebanyakan guru hanya menilai hasil belajar siswa dari ranah kognitif saja, namun penilaian afektif sejatinya menjadi bagian yang penting dalam bahan pelajaran yang berisi ranah kognitif dan harus tampak dalam proses belajar mengajar yang dicapai oleh siswa. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar siswa (Sudjana, 2001: 30) :

1) Reciving/ attending (menerima)

Reciving merupakan kepekaan siswa dalam menerima

(10)

ini berjenjang mulai kesadaran bahwa sesuatu itu ada sampai kepada minat khusus dari pihak siswa

2) Responding (jawaban)

Reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap rangsangan yang datang dari luar. Siswa tidak hanya peka terhadap suatu kejadian atau fenomena yang terjadi, namun siswa tanggap dan bereaksi terhadap fenomena tersebut dan mencari cara untuk mengatasinya. Dapat digambarkan seperti siswa yang secara tanggap dan sukarela mengerjakan dan membaca tanpa ditugaskan sebelumnya oleh guru. Menurut Suke Silverius, 1991: 49) hasil belajar dalam jenjang ini dapat menekankan kemauan untuk menjawab atau kepuasan dalam menjawab.

3) Valuing (penilaian)

Berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau rangsangan tadi. Evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

4) Organisasi

(11)

5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai

Sudjana (2001: 30) berpendapat bahwa karakteristik nilai atau internalisasi nilai merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.

Menurut peneliti bidang afektif dalam psikologi akan memberi peran tersendiri untuk dapat menyimpan menginternalisasikan sebuah nilai yang diperoleh lewat kognitif dan kemampuan organisasi afektif itu sendiri. Pengaruh afektif dalam dunia psikologi pengajaran adalah sangat urgen untuk dijadikan pola pengajaran yang lebih baik tentunya.

c. Ranah Psikomotor

Hasil belajar psikomotor terlihat dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak siswa. Terdapat enam tingkatan keterampilan, yaitu :

1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar) 2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar

3) Kemampuan perseptual, termasuk membedakan visual, membedakan auditif, motoris dll.

(12)

5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.

6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive, seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

Menurut peneliti domain psikomotorik dalam taksonomi instruksional pengajaran adalah lebih mengorientasikan pada proses tingkah laku atau pelaksanaan, sebagai fungsinya adalah untuk meneruskan nilai yang terdapat lewat kognitif dan diinternalisasikan lewat afektif sehingga mengorganisasi dan diaplikasikan dalam bentuk nyata oleh domain psikomotorik ini.

B. Pendekatan Saintifik

1. Pengertian Pendekatan Saintifik

Menurut An-Naqah (2006) yang dikutip oleh Acep Hermawan, Pendekatan hakikatnya adalah sekumpulan asumsi tentang proses belajar mengajar yang dalam pemikiran aksiomatik tak perlu diperdebatkan. Pendekatan merupakan pendirian filosofis yang selanjutnya menjadi acuan kegiatan belajar mengajar (Hermawan, 2011:167).

(13)

ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Pendekatan pembelajaran ilmiah (scientific teaching) merupakan bagian dari pendekatan pedagogis pada pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang melandasi penerapan metode ilmiah.

Pengertian penerapan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran tidak hanya fokus pada cara mengembangkan kompetensi siswa dalam melakukan observasi atau eksperimen, namun cara mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir sehingga dapat mendukung aktivitas kreatif dalam berinovasi atau berkarya.

2. Kriteria Pendekatan Saintifik

Menurut Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan kriteria pendekatan saintifik adalah sebagai berikut (Kemendikbud, 2013: 2-3): a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat

dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata

b. Penjelasan guru, respon siswa dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

(14)

d. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran

e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola pikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran

f. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan

g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas namun menarik sistem penyajiannya

Jadi dapat disimpulkan bahwa kreteria pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik yaitu materi bersifat fakta, interaksi guru dan siswa berdasarkan alur berfikir logis, mendorong siswa berfikir kritis, hipotetik, rasional, berbasis pada fakta empiris dan tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan menarik.

3. Langkah- Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Dalam buku panduan kurikulum 2013 proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan dan keterampilan (Kemendikbud, 2013: 2-3).

a. Ranah sikap mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar

peserta didik “tahu mengapa.”

(15)

c. Ranah pengetahuan mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.”

d. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Jadi proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik yang digunakan dalam kurikulum 2013 tidak hanya menyentuh ranah pengetahuan saja tetapi seimbang antara ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan.

Langkah Pembelajaran menggunakan Pendekatan Saintifik menurut Permendikbud 81 A (Kemendikbud, 2013). Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:

1. mengamati; 2. menanya;

3. mengumpulkan informasi; 4. mengasosiasi; dan

5. mengkomunikasikan. 1. Mengamati (Observasi)

(16)

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

2. Menanya

Kegiatan belajar dalam kegiatan menanya mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan menanya, mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat (Kemendikbud, 2013: 11)

(17)

dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan - pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari mulai situasi peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.

3. Mengumpulkan informasi

(18)

cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat (Kemendikbud, 2013: 12).

Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Oleh karena itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek, kejadian atau aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

4. Menalar

Kegiatan belajar dalam menalar:

a. Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari

(19)

menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan menalar meliputi, mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan (Kemendikbud, 2013: 15)

Kegiatan menalar dalam kegiatan pembelajaran adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut.

(20)

pengetahuan.

Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.

5. Mengomunikasikan

(21)

mengasosiasikan dan menemukan pola.

Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

4. Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup (Kemendikbud, 2013: 16). Berikut penjelasan mengenai tiga kegiatan pokok dalam pendekatan saintifik :

a. Kegiatan pendahuluan

1) Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

2) Sebagai contoh ketika memulai pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan gembira (mengucapkan salam), 3) Mengecek kehadiran para siswa dan menanyakan ketidak hadiran

siswa apabila ada yang tidak hadir. b. Kegiatan inti

1) Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu.

(22)

terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan bantuan dari guru melalui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka.

c. Kegiatan penutup

Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok.

1) Validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa.

2) Pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa. Validasi dapat dilakukan dengan mengindentifikasi kebenaran konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa.

Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam pendekatan saintifik tujuan utama kegiatan pendahuluan adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang akan dipelajari oleh siswa. Dalam kegiatan ini guru harus mengupayakan agar siswa yang belum paham suatu konsep dapat memahami konsep tersebut, sedangkan siswa yang mengalami kesalahan konsep, kesalahan tersebut dapat dihilangkan. Pada kegiatan pendahuluan, disarankan guru menunjukkan fenomena atau kejadian “aneh” atau “ganjil” (discrepant event) yang dapat menggugah

timbulnya pertanyaan pada diri siswa.

(23)

siswa. Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan inti dalam metode saintifik ditujukan untuk terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan bantuan dari guru melalaui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka.

Dalam kegiatan penutup terdapat dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa.

C. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

(24)

berfikir dari fakta ke konsep. Bruner berpendapat (dalam Suprijono 2009:71) mengemukakan dukungan tentang dukungan teoritis pada pengembangan model pembelajaran berbasis masalah memberikan arti penting belajar konsep dan belajar menggeneralisasi. Pembelajaran ini berorientasi pada kecakapan peserta didik memperoleh informasi.

Dalam memecahkan permasalahan yang ada di dunia nyata , kita perlu menyadari bahwa seluruh proses kognitif dan aktivitas mental yang terlibat didalamnya (Rusman 2013:231). Pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan dengan menggunakan masalah dalam kehidupan sehari-hari sebagai konteks bagi siswa untuk belajar berfikir kritis dan kreatif, keterampilan memecahkan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep dasar dari suatu materi pelajaran.

Berdasarkan definisi di atas maka pembelajaran berbasis masalah menurut peneliti adalah metode pembelajaran yang di awali dengan pemaparan masalah untuk dicari pemecahannya bersama-sama baik dalam kelompok besar maupun kelompok kecil untuk melatih siswa berfikir ktitis dan logis. Model pembelajaran berbasis masalah juga menjadikan siswa berfikir kreatif karena siswa dapat mengahasilkan suatu karya atau kreasi sebagai hasil dari pemecahan masalah.

(25)

kritis. Unsur kooperatif ditandai dengan upaya pemecahan masalah oleh siswa yang dilakukan dengan kerjasama baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar. Unsur demokrasi ditandai dengan kebebasan siswa dalam mengemukakan ide, pendapat dan gagasan sendiri. Siswa disini dituntut untuk berfikir dan bertindak mandiri. Unsur kontruktivisme ditandai dengan peran guru yang tidak bersifat sentral, tetapi hanya sebagai pemandu, pembimbing dan fasilitator siswa dalam melakukan segala aktivitas dan kegiatan belajar di kelas.

2. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitasyang ada. Tan (2000) dalam Rusman (2013: 232). Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar

b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur

c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple persepective) d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,

sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar

e. Belajar pengarahan diri menjadi hal utama

(26)

PBM

g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif

h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama

pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan

i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar

j. PBM meliputi evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses

belajar

Berdasarkan karakteristik di atas, maka Pembelajaran Berbasis Masalah mempunyai lima ciri yaitu:

1. Pengajuan masalah di awal pembelajaran

Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan dengan mengajukan permasalahan kepada siswa pada awal pembelajaran. Masalah yang diangkat biasanya didasarkan atas kehidupan nyata yang autentik dan dalam penyelesaiannya siswa ditekankan untuk tidak memberikan jawaban yang sederhana. Hal itu bertujuan untuk melatih siswa untuk berfikir lebih kritis dan mendalam yang pada akhirnya memungkinkan siswa untuk meninjau masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

(27)

Tetapi masalah yang diselidiki dalam pembelajaran ini diusahakan benar-benar nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini bertujuan agar dalam pemecahannya siswa dapat meninjaunya dari banyak mata pelajaran.

3. Penyelidikan autentik

Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa untuk melakukan penyelidikan autentik yang akan digunakan dalam mencari penyelesaian terhadap masalah yang sedang dipelajari. Metode penyelidikan yang digunakan tergantung pada masalah yang sedang dipelajari.

4. Menghasilkan dan menyajikan hasil karya

Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang diharapkan dapat menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.

5. Kerjasama dalam kelompok

(28)

kelompok besar. Besar atau kecilnya kelompok ditentukan oleh kompleks atau tidaknya problem yang akan di cari solusimya atau dipandang dari rumit atau tidaknya problem tersebut.

3. Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah

Berikut ini disajikan tabel tahapan pembelajaran berbasis masalah serta aktivitas yang dilakukan oleh guru dan penerapannya.

Tabel 2.1 Tahapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah beserta aktivitas yang harus dilakukan oleh guru. (Rusman, 2013:243)

Tahap Indikator Aktivitas guru

(29)
(30)

a. Mengorientasikan siswa pada masalah

Pada tahap ini guru perlu menyajikan situasi masalah dengan hati-hati atau dengan prosedur yang jelas. Situasi masalah harus disampaikan kepada siswa semenarik mungkin. Biasanya memberikan kesempatan siswa untuk melihat, merasakan dan menyentuh sesuatu sehingga memunculkan ketertarikan dan motivasi inquiri. Hal terpenting pada tahap ini adalah orientasi kepada situasi masalah yang akan menentukan tahap untuk penyelidikan selanjutnya, oleh karena itu penyampaian masalah harus menarik minat siswa agar bisa menimbulkan rasa ingin tahu pada diri siswa.

b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membagi siswa dalam kelompok – kelompok disesuaikan dengan tujuan yang ditetapkan oleh guru. Seusai siswa diorientasikan pada situasi masalah dan telah membentuk kelompok, maka tugas pertama bagi kelompok adalah membuat dan mengajukan hipotesis dari permasalahan yang dipelajari. kegiatan selanjutnya yang dilakukan oleh guru adalah membantu siswa untuk merencanakan kegiatan pada tahap berikutnya.

c. Melakukan penyelidikan individual maupun kelompok

(31)

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Data dan informasi yang diperoleh tersebut digunakan untuk menjawab hipotesis yang dibuat sebelumnya dan menjelaskan serta memberikan pemecahan terhadap permasalahan yang ada.

Selama tahap penyelidikan, guru menyediakan bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu dan mengingatkan tugas – tugas yang harus mereka selesaikan. Bantuan guru dapat berupa memberikan bimbingan apabila siswa menemukan kesulitan dan menyediakan bahan ajar sebagai sumber belajar tambahan dalam mengumpulkan informasi.

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

(32)

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Tahap ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis, mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri serta keterampilan penyelidikan dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama tahap ini guru meminta siswa untuk melakukan rekontruksi pemikiran dan aktivitas mereka selama tahap-tahap pelajaran yang telah dilewatinya. Pada tahap ini guru memberikan penguatan- penguatan terhadap hasil diskusi tiap kelompok.

4. Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah a. Kelebihan Model Pembelajaran berbasis masalah

1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus, siswa lebih memahami pembelajaran

2) Pemecahan masalah daoat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa

3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa

4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata

(33)

6) Melalui pemecahan masalah bias memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa

7) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa

8) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru

9) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata

10) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal belum berakhir

b. Kekurangan model pembelajaran berbasis masalah

1) Pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah membutuhkan waktu yang lama

2) Perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal

3) Membutuhkan fasilitas yang memadai 4) Tidak semua materi pelajaran dapat diajarkan

(34)

D. Kerangka Berpikir

Penerapan metode ilmiah merupakan proses berpikir logis berdasarkan fakta dan teori. Pertanyaan muncul dari pengetahuan yang telah dikuasai. Kemampuan bertanya merupakan kemampuan dasar dalam mengembangkan berpikir ilmiah. Informasi baru digali untuk menjawab pertanyaan. Penguasaan teori dalam sebagai dasar untuk menerapkan metode ilmiah. Dengan menguasi teori maka siswa dapat menyederhanakan penjelasan tentang suatu gejala, memprediksi, memandu perumusan kerangka pemikiran untuk memahami masalah. Bersamaan dengan itu, teori menyediakan konsep yang relevan sehingga teori menjadi dasar dan mengarahkan perumusan pertanyaan penelitian.

Problem di SD ini adalah belum terbiasanya guru dalam menerapkan pembelajaran saintifik dalam proses belajar mengajar, karena kurikulum 2013 adalah kurikulum baru jadi guru belum terbiasa menerapkan kurikulum 2013 jadi guru masih menggunakan metode konvensional. Hal tersebut akan berimbas pada tidak maksimal pengalaman belajar siswa dengan menggunakan pendekatan saintifik yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Oleh karena itu dengan upaya guru menerapkan model pembelajaran berbasis masalah, proses pembelajaran akan lebih efektif.

(35)

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pikir di atas maka penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut :

“Dengan penggunaan pendekatan saintifik (scientific) dengan model

pembelajaran berbasis masalah dalam tema IX “Makananku Sehat dan

Bergizi” subtema 3 “Kebiasaan Makanku”, dapat meningkatkan hasil belajar

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian 1) Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Jenang 02 Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap. Peneliti memilih tempat tersebut dengan alasan bahwa SD Negeri Jenang 02 sudah melaksanakan Kurikulum 2013 dan hasil belajar tema Makananku Sehat dan Bergizi masih rendah.

2) Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada semester genap sekitar bulan Mei-Juni tahun ajaran 2013/2014.

3) Jenis Penelitian

Gambar

Tabel 2.1  Tahapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah beserta

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

Menu aplikasi menampilkan APLIKASI dan widget yang tersedia pada tablet Anda. APLIKASI ditampilkan dalam urutan alfabet. Geser ke kiri untuk melihat lebih banyak APLIKASI. Ketika

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian jus buah pepaya sebelum pemberian aspirin selama 10 hari dapat mengurangi tanda-tanda gastritis akut

3) Peserta didik diberikan LKPD - 1 tentang penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel dengan menggunakan metode eliminasi yang diunggah guru melalui aplikasi GCR

Imam Malik berpendapat, dinamakan syirkah mufāwaḍah ialah persekutuan antara dua orang atau lebih dalam modal dan keuntungan, dengan ketentuan masing- masing anggota

Dari banyaknya perlakuan pada pembuatan rayon viskosa terutama ripening, polimer selulosa dari rayon viskosa banyak terpotong dan mempunyai berat molekul yang relatif

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keberdayaan transmigran dalam berusahatani adalah: (1) meningkatkan ketersediaan sumber daya pendukung, melalui:

Dari rumusan masalah yang ada bahwa lebih populernya prodak buku bergambar luar negeri yang lebih di minati oleh anak-anak dibandingkan dengan prodak lokal maka tujuan