PENGARUH DOSIS KOMPOS AMPAS TAHU
TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao, L) Mulyadi1), Islan2) dan M. Amrul Khoiri2)
E-mail : [email protected] CP : 085376017100
1)
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 2)
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau ABSTRACT
Growth of cocoa seedlings to a maximum of one of them with the required nutrient availability in the soil. Utilization of tofu waste into compost is a waste of effort to change the negative perceptions of the environment to be beneficial to plants. This study aims to get a dose of compost tofu is best for the growth and development of the cocoa seedlings. Studies have been conducted in experimental field of the Faculty of Agriculture, University Village Rimbo Riau Kampar Regency Long District Mine Riau province for 6 months from March to September 2012. This research was conducted using completely randomized design (CRD) consisting of 7 treatments and 3 replications, each re-treatment at 3 times so it gets 21 experimental units. Parameters measured were seedling height increment (cm), increase the number of leaves, stem diameter increment (cm), root volume, and plant dry weight ratio of the root crown. Used statistical analysis using analysis of variance and tested further by Duncan's test New Multiple Range Test (DNMRT) at the level of 5%. Based on the research that has been done dosing compost tofu 250 g / polybag showed the best results on the High parameter Seeds, stem diameter, root volume and plant dry weight, so to get a good growth of cocoa seedlings can use tofu waste compost dose 250 g / polybag.
Keywords: Dose, compost tofu and cocoa seedlings I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kakao ( Theobroma cacao L ) merupakan salah satu komoditas ekspor yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara, sehingga kakao mempunyai arti penting dalam perekonomian Indonesia, yang memiliki peluang besar untuk pengembangan kakao sebab semakin meningkat dan berkembangnya sektor agroindustri. Kakao juga memiliki pasar yang cukup stabil dan harga yang relatif mahal, sehingga peningkatan kualitas dan kuantitas hasil selalu dilakukan agar kakao tetap menduduki tempat penting sebagai penghasil devisa negara dari sektor non migas.
Seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk dunia, maka permintaan pasar untuk komoditas kakao juga akan meningkat. Ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk terus meningkatkan produksi kakao. Produksi kakao dunia diramalkan akan terus meningkat karena negara-negara produsen utama kakao cenderung terus memperluas area perkebunan kakao. Dalam kondisi seperti diatas, konsumen sebagai penentu harga akan memilih kakao bermutu tinggi dengan harga yang murah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Menurut Badan Pusat Statistik Propinsi Riau (2009), pada tahun 2004 luas perkebunan kakao di Riau 4.868 Ha, tetapi pada tahun 2008 telah mencapai 6.420 Ha. Luas areal tanaman kakao ini akan terus bertambah karena tingginya animo masyarakat dalam membangun kebun kakao apalagi adanya dukungan dari pemerintah. Keberhasilan pengembangan komoditas kakao ini sangat ditentukan oleh tersedianya bibit dalam jumlah yang cukup dan mutu yang baik melalui perbanyakan tanaman, pemilihan benih, perkecambahan dan pembibitan. Medium dan teknis pemeliharaan pada pembibitan merupakan suatu mekanisme yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan, untuk mendapatkan hasil akhir berupa bibit kakao yang bermutu dari varietas unggul.
Pertumbuhan bibit kakao dapat maksimal salah satunya dengan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan dalam tanah. Rendahnya ketersediaan unsur hara pada tanah menjadi kendala utama bagi pertumbuhan bibit kakao, namun kendala tersebut dapat diatasi dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan. Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan unsur hara dapat dilakukan dengan pemberian pupuk kompos. Pemupukan merupakan salah satu upaya pemeliharaan tanaman dengan tujuan memperbaiki kesuburan tanah melalui cara penambahan unsur hara, baik makro maupun mikro yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao. Dalam upaya mencapai produktivitas yang tinggi sesuai potensi genetiknya, maka pemupukan merupakan faktor penentu utama khususnya pada keseimbangan dosis dan jenis pupuk yang digunakan dan bukan tingkat dosis yang tinggi (Ade Wachjar dan Luga Kadarisman, 2007).
Salah satu bahan organik dari limbah sisa industri pertanian adalah ampas tahu, ampas tahu mengandung berbagai komponen antara lain protein 43,8 %, lemak 0,9%, serat kasar 6%, kalsium 0,32%, fosfor 0,67%, magnesium 32,3 mg/kg dan bahan lainnya (Anggoro, 1985). Selanjutnya Tillman (1998) menyatakan ampas tahu mengandung unsur N rata-rata 16% dari protein yang dikandungnya. Pemanfaatan limbah ampas tahu menjadi kompos merupakan salah satu upaya untuk mengubah limbah dari yang bersifat negatif terhadap lingkungan menjadi bermanfaat bagi tumbuhan, karena menghasilkan pupuk yang bermanfaat bagi tanaman, meningkatkan kesuburan tanah, dapat memperbaiki struktur tanah, untuk meningkatkan permeabilitas tanah, dapat mengurangi ketergantungan dalam pemakaian pupuk mineral/anorganik. Pada pembibitan kelapa sawit dengan menggunakan kompos ampas tahu dengan dosis 250 g/polybag cenderung meningkatkan pertumbuhan yang baik pada parameter tinggi bibit, jumlah daun, diameter bonggol, berat kering dan indeks mutu bibit ( Adzizan, 2005).
Berdasarkan uraian diatas penulis telah melaksanakan penelitian dengan judul “Pengaruh Dosis Kompos Ampas Tahu terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.)”
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemberian dosis kompos ampas tahu yang terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan bibit kakao.
II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilakukan selama 6 bulan dimulai dari bulan Maret-September 2012. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian
Universitas Riau-Pekanbaru Desa Rimbo Panjang Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
2.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao varietas (Trinitario), polybag ukuran 25 x 30 cm, Kompos Ampas Tahu, Dithane M-45. Sedangkan alat yang digunakan adalah: gembor, meteran, timbangan, ajir, parang, ember, cangkul, ayakan, ember plastik, serta alat tulis.
2.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 7 taraf dan 3 ulangan. Adapun masing-masing taraf adalah K0 = Tanpa kompos ampas tahu; K1 = Kompos ampas tahu 50g/polybag; K2 = Kompos ampas tahu 100g/polybag; K3 = Kompos ampas tahu 150g/polybag; K4 = Kompos ampas tahu 200g/polybag; K5 = Kompos ampas tahu 250g/polybag dan K6 = Kompos ampas tahu 300g/polybag.
Masing-masing perlakuan di ulang sebanyak 3 kali sehingga mendapat 21 unit percobaan, setiap unit percobaan terdiri dari 3 bibit tanaman 2 diantaranya digunakan sebagai sampel. Dengan demikian jumlah bibit yang digunakan adalah sebanyak 63 bibit. Data yang di peroleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan Analisis Of varience dengan model linear, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5 %.
2.4. Pelaksanaan Penelitian 2.4.1. Pembuatan Kompos
Pembuatan kompos ampas tahu dilakukan selama satu bulan dengan menggunakan bioaktifator Effektif Mikroorganisme (EM-4).
2.4.2. Persiapan Tempat
Lahan dibersihkan dari vegetasi, sampah dan sisa tanaman atau tunggul, permukaan tanah diratakan, kemudian dilakukan pengukuran luas tempat penelitian. Lahan di sediakan naungan dari atap pelepah kelapa sawit yang berfungsi untuk melindungi bibit dari sinar matahari langsung dan percikan air hujan.
2.4.3. Persiapan Medium 2.4.3.1. Medium Persemaian
Medium semai yang digunakan berupa pasir dan tanah organik, tanah organik berada di lapisan paling bawah dengan ketebalan 10 cm dan di atas lapisan pasir dengan ketebalan 5 cm, medium persemaian di sediakan naungan dari pelepah kelapa sawit. 2.4.3.2. Medium Pembibitan
Tanah untuk medium pembibitan diambil dari Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau yang diambil dengan menggunakan cangkul kedalaman 20 cm dari permukaan tanah, kemudian dibersihkan dari kotoran atau sampah, diayak. Tanah dimasukkan kedalam polybag ukuran 30 x 25 cm dan disusun pada tempat yang telah disediakan. Jarak antar polybag 30 x 30 cm. Pupuk kompos diberikan setelah tanah dimasukkan kedalam polybag dengan cara mencampurkannya kedalam medium tanam sesuai dengan dosis yang telah ditentukan untuk masing-masing taraf. Kemudian di diamkan selama 2 minggu sebelum penanaman.
2.4.4. Persiapan Bahan Tanam
Persiapan bahan tanam dilakukan dengan cara mengambil benih dari buah yang normal bentuknya, sehat dan cukup tua (masak atau matang di pohon) yang biasanya ditandai dengan warna buahnya kuning, pada kakao yang kulit buahnya merah alurnya berwarna kuning. Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Trinitario berasal dari PT. Inang Sari Lubuk Basung, Agam, Sumatera Barat.
2.4.5. Penyemaian
Sebelum biji disemai medium pasir disiram air agar tidak terbentuk rongga didalamnya, kemudian buat jarak antar alur 3 cm dan jarak dalam alur 2 cm. Biji ditanam sedalam 2/3 bagian berada dalam medium dengan posisi biji mendatar dan posisi mikropil berada pada bagian bawah, kemudian permukaan ditutup dengan karung goni. Medium disiram tiap pagi dan sore.
2.4.6. Penanaman
Benih yang telah berkecambah dengan kriteria telah mengeluarkan radikula sepanjang 1 cm atau berumur 14 hari kecambah dipindahkan kemedium tanam, dengan cara buat lubang ditengah-tengah medium tumbuh dengan kedalaman 2 cm, lalu tanah disekitar perakaran kecambah dipadatkan kemudian disiram.
2.4.7. Pemeliharaan 2.4.7.1. Penyiraman
Penyiraman bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman yaitu dimulai saat penyemaian benih sampai akhir penelitian. Penyiraman bibit dilakukan secara teratur pada pagi dan sore hari. Jika kondisi tanah dalam keadaan basah karena hujan, maka penyiraman tidak dilakukan. Penyiraman bibit dilakuan dengan menggunakan gembor.
2.4.7.2. Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk mencegah terjadinya persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara antara tanaman kakao dengan gulma. Penyiangan di lakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada di dalam polybag.
2.4.7.3. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan mengunakan Decis 35 EC konsentrasi 0,2% dan pengendalian penyakit dengan Dithane M-45 konsentrasi 0,2%. Penyemprotan dilakukan secara terpisah dan dilakukan bila terlihat gejala serangan. 2.4.7.4. Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada bibit yang pertumbuhannya tidak normal (tanaman kerdil, daun tidak tumbuh) atau mati. Bibit yang digunakan untuk penyulaman yaitu bibit yang sudah disiapkan untuk penyulaman yang pertumbuhannya normal dan umurnya sama.
2.5. Pengamatan
2.5.1. Tinggi Bibit (cm)
Tinggi bibit diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh dengan menggunakan penggaris. Untuk menghindari kesalahan pengukuran diberikan ajir 2 cm dari pangkal batang. Pengukuran bibit dilakukan 2 kali yaitu dengan mengukur tinggi awal dan tinggi akhir. Untuk mendapatkan pertambahan tinggi bibit data akhir tinggi tanaman dikurangi data awal dilakukan pada akhir penelitian.
2.5.2. Diameter Batang (cm)
Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, yang di ukur 2 cm diatas leher akar. Pengamatan dilakukan pada awal penelitian dan diakhir penelitian.
2.5.3. Jumlah Daun (helai)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung semua jumlah daun yang telah membuka sempurna. Pengamatan jumlah daun dilakukan pada awal penelitian dan diakhir penelitian.
2.5.4. Volume Akar (ml)
Pengamatan volume akar dilakukan dengan membongkar dan mengeluarkan tanaman dengan hati-hati akar dibersihkan dari tanah yang menempel, kemudian dipotong pada leher akar. Akar dimasukkan kedalam gelas ukur yang telah berisi air dengan volume tertentu, sehingga didapatkan volume akhir pada gelas ukur.
Volume akar dihitung dengan rumus : Volume Akar = Volume Air Akhir – Volume Air Awal 2.5.5. Berat Kering (cm)
Tanaman yang telah bersih kemudian di potong-potong dan dimasukkan ke dalam amplop yang telah diberi label. Setelah itu bibit dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 700C selama 2 x 24 jam sampai kering. Selanjutnya hasil pengamatan ditimbang.
3.5.6. Rasio Tajuk Akar (%)
Bibit yang telah dipotong pada leher akar dimasukkan ke dalam amplop yang telah diberi label sesuai perlakuan secara terpisah antar tajuk dengan akar. Setelah itu bibit dimasukkan ke dalam oven selama 48 jam dengan suhu 700C kemudian berat akar dan berat tajuk diukur dengan menggunakan timbangan analitik. Rasio tajuk akar dapat dihitung dengan menggunakan rumus.
Nilai ratio tajuk akar = III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Tinggi Bibit (cm)
Hasil sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan pemberian berbagai dosis kompos ampas tahu berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit kakao. Rata-rata pertambahan tinggi bibit kakao setelah dilakukan uji lanjut dengan DNMRT taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata pertambahan tinggi bibit kakao (cm) dengan pemberian berbagai dosis kompos ampas tahu
Kompos ampas tahu (g/polybag) Rata-Rata
300 52.56 a 250 55.60 a 200 49,88 ab 150 43,30 b 100 40,00 b 50 38,20 b 0 35,75 b
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DNMRT pada taraf 5%.
Pada Tabel 1 memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata antara pemberian kompos ampas tahu dosis 300 g/polybag dan 250 g/polybag dengan pemberian kompos ampas tahu pada dosis 150 g/polybag, 100 g/polybag, dan 50 g/polybag dan tanpa pemberian kompos ampas tahu, tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian kompos ampas tahu 200 g/polybag.
Tanaman tertinggi ditampilkan oleh perlakuan kompos ampas tahu 250 g/polybag yaitu sebesar 55,60 cm, hal ini diduga pada dosis tersebut kompos ampas tahu mampu menyediakan unsur hara Nitrogen (N) yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Pemberian dosis 300 g/polybag cenderung menurun. Diduga pemberian kompos ampas tahu pada dosis 300 g/polybag tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh tanaman, karena tanaman mempunya batas jenuh dalam penyerapan unsur hara.
Tanaman terendah ditampilkan oleh perlakuan tanpa pemberian kompos yaitu sebesar 35,75 cm, hal ini disebabkan oleh rendahnya bahan organik pada tanah sehingga penyerapan air dan penyerapan unsur hara juga menjadi rendah dan tanaman kekurangan unsur hara terutama N yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman seperti pertambahan tinggi tanaman.
Peningkatan tinggi pada tanaman sangat erat hubungannya dengan ketersediaan unsur hara makro yang ditambahkan melalui pemupukan kompos ampas tahu seperti Nitrogen (N). Hasil Analisis dari Laboratorium Pengujian Tanah, Tanaman dan Pupuk BPTP-SUMBAR bahwa kompos ampas tahu mengandung unsur N 2,48%, P 0,42 %, K 1,17%, Mg 0,29 %. Unsur N yang terdapat pada kompos ampas tahu berperan dalam merangsang pertumbuhan vegetatif pada tanaman, salah satunya dalam peningkatan tinggi tanaman.
Menurut Hakim, dkk (1986) pemberian pupuk organik dapat mengaktifkan kehidupan jasad renik di dalam tanah dan mempertinggi daya serap tanah terhadap unsur hara yang tersedia, sehingga dapat meningkatkan kesuburan dan kegemburan tanah. Rosita, dkk (2007), menyatakan pertumbuhan tanaman semakin meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Meningkatnya pertumbuhan tanaman ini diduga karena adanya penambahan unsur hara dengan penambahan bahan organik.
Jumin (2002) menjelaskan juga bahwa nitrogen berfungsi untuk merangsang pertunasan dan penambahan tinggi tanaman. Lingga (2001) bahwa nitrogen dalam jumlah yang cukup berperan dalam mempercepat pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang dan daun. Unsur nitrogen berperan dalam pembentukan
sel, jaringan, dan organ tanaman. Selain itu, Yuliarti dan Redaksi Agromedia (2007) juga menambahkan nahwa nitrogen berfungsi sebagai bahan sintesis klorofil, protein dan asam amino. Bersama fosfor nitrogen digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.
3.2. Diameter Batang (cm)
Hasil sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan pemberian berbagai dosis kompos ampas tahu berpegaruh nyata terhadap diameter batang bibit kakao. Rata-rata pertambahan diameter batang bibit kakao setelah dilakukan uji lanjut dengan DNMRT taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata pertambahan diameter batang bibit kakao (cm) dengan pemberian berbagai dosis kompos ampas tahu
Kompos ampas tahu (g/polybag) Rata-rata
300 3,59 bc 250 3,77 a 200 3,68 b 150 3,64 b 100 3,58 bc 50 3,18 c 0 3,08 c
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DNMRT pada taraf 5%.
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pemberian kompos ampas tahu 250 g/polybag berbeda nyata dengan pemberian kompos ampas tahu pada dosis 200 g/polybag, 150 g/polybag, 100 g/polybag, 50 g/polybag dan tanpa pemberian kompos ampas tahu. Hal ini disebabkan kompos ampas tahu 250 g/polybag mengandung unsur hara makro primer yang sesuai kebutuhan bibit kakao, yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Unsur hara makro sekunder, dibutuhkan dalam jumlah kecil, yaitu seperti sulfur (S), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah sedikit, seperti Besi (Fe), Tembag (Cu), Seng (Zn), Klor (Cl), Boron (B), Mangan (Mn) dan Molibdenun (Mo) (Yuwono, 2008).
Penggunaan dosis 100 g/polybag, 50 g/polybag berbeda tidak nyata dengan tanpa perlakuan diduga karena kandungan hara yang sedikit sehingga pengaruh terhadap sifat fisik tanah rendah. Tetapi pada pemberian dosis 150 g/polybag dan 200 g/polybag berbeda nyata dengan tanpa perlakuan. Leiwakabessy (1988) menyatakan bahwa unsur kalium sangat berperan dalam meningkatkan diameter batang tanaman, khususnya dalam peranannya sebagai jaringan yang menghubungkan antara akar dan daun pada proses unsur hara. Dengan tersedianya unsur hara K maka pembentukan karbohidrat akan berjalan dengan baik dan translokasi pati ke batang bibit kakao akan semakin lancar, sehingga akan terbentuk diameter batang baik.
Tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup menyebabkan kegiatan metabolisme dari tanaman akan meningkat demikian juga akumulasi asimilat pada daerah batang akan meningkat sehingga terjadi pembesaran pada bagian batang. Menurut Jumin (2002) bahwa batang merupakan daerah akumulasi pertumbuhan tanaman khususnya pada tanaman yang lebih muda sehingga dengan adanya unsur hara yang dapat mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman diantaranya pembentukan
klorofil pada daun sehingga akan memacu laju fotosintesis. Semakin laju fotosintesis maka fotosintat yang dihasilkan akhinya akan memberikan ukuran lingkar batang yang besar.
Hakim, dkk (1986) menyatakan unsur nitrogen, fosfor dan kalium merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman karena pengaruhnya nyata bagi tanaman serta merupakan unsur hara yang paling banyak jumlahnya dibutuhkan tanaman. Pembesaran lingkar batang dipengaruhi oleh ketersediaan unsur kalium, kekurangan unsur ini menyebabkan terhambatnya proses pembesaran lingkar batang. Leiwakabessy (1988) mengatakan unsur kalium sangat berperan dalam meningkatkan diameter batang tanaman, khususnya dalam peranannya sebagai jaringan yang menghubungkan antara akar dan daun.
3.3. Jumlah Daun (helai)
Hasil sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan pemberian berbagai dosis kompos ampas tahu berpegaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman kakao. Rata-rata pertambahan jumlah daun tanaman kakao setelah dilakukan uji lanjut dengan DNMRT taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata pertambahan jumlah daun tanaman kakao (helai) dengan pemberian berbagai dosis kompos ampas tahu
Kompos ampas tahu (g/polybag) Rerata
300 43,10 a 250 34.10 ab 200 27,20 b 150 25,50 b 100 24,60 b 50 23,45 b 0 23,50 b
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DNMRT pada taraf 5%
Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian kompos ampas tahu 300 g/polybag memperlihatkan perbedaan yang nyata antara pemberian kompos ampas tahu 200 g/polybag, 150 g/polybag, 100 g/polybag dan tanpa pemberian kompos ampas tahu, tetapi berbeda tidak nyata dengan pemberian kompos ampas tahu 250 g/polybag.
Perlakuan kompos ampas tahu 300 g/polybag memberikan jumlah daun yang terbanyak, hal ini disebabkan karena pada dosis tersebut mampu menyuplai unsur hara. Ketersediaan unsur hara pada tanah mempengaruhi dalam proses pembentukan daun pada tanaman kakao. Kondisi ini disebabkan karena pembentukan sel-sel baru dalam suatu tanaman sangat erat hubungannya dengan ketersediaan hara pada tanah, termasuk dalam pembentukan daun.
Proses pembentukan daun tidak terlepas dari peranan unsur hara seperti nitrogen dan fosfat yang terdapat pada medium tanah dan dalam kondisi tersedia bagi tanaman (Nyakpak dkk, 1986). Secara umum apabila tanaman kekurangan unsur hara tersebut akan mengganggu kegiatan metabolisme tanaman sehingga proses pembentukan daun yang dalam hal ini sel sel baru akan terhambat. Lakitan (2007) bahwa tanaman yang tidak mendapat tambahan N akan tumbuh kerdil serta daun yang terbentuk lebih kecil, tipis dan jumlahnya akan sedikit sedangkan tanaman yang mendapat tambahan unsur N maka daun yang terbentuk akan lebih banyak dan lebar.
Selanjutnya Hakim dkk (1986) mengungkapkan bahwa nitrogen berperan dalam pembentukan sel-sel klorofil, dimana klorofil berguna dalam proses fotosintesis sehingga dibentuk energi yang diperlukan untuk aktifitas pembelahan, pembesaran, dan pemanjangan sel. Hal ini juga dikemukakan oleh Lakitan (2007) unsur hara yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan daun adalah nitrogen. Kandungan nitrogen yang terdapat dalam tanah akan dimanfaatkan oleh tanaman kakao dalam pembelahan sel. Pembelahan sel tiga lapis sel terluar pada permukaan ujung batang. Pembelahan oleh pembesar sel-sel yang muda akan membentuk primodia daun. 3.4. Volume Akar (ml)
Hasil sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan pemberian berbagai dosis kompos ampas tahu berpegaruh nyata terhadap volume akar bibit kakao. Rata-rata volume akar bibit kakao setelah dilakukan uji lanjut dengan DNMRT taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata volume akar bibit kakao (ml) dengan pemberian berbagai dosis kompos ampas tahu
Kompos ampas tahu (g/polybag) Rerata
300 95,00 b 250 99,40 a 200 91,80 ab 150 68,00 bc 100 39,80 c 50 38,60 c 0 36,68 c
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DNMRT pada taraf 5%.
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan berbagai dosis kompos ampas tahu berbeda nyata terhadap volume akar tanaman kakao, pemberian kompos ampas tahu 250 g/polybag berbeda nyata bila dibandingkan dibandingkan dengan pemberian kompos ampas tahu 300 g/polybag (95,00), kompos ampas tahu 150 g/polybag (68,00), kompos ampas tahu 100 g/polybag (39,80), kompos ampas tahu 50 g/polybag (38,60) dan tanpa kompos ampas tahu.
Volume akar merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman yang mencerminkan kemampuan penyerapan unsur hara serta metabolisme yang terjadi pada tanaman. Lakitan (2007) menyatakan sebagian besar unsur yang dibutuhkan tanaman diserap dari larutan tanah melalui akar.
Dari tabel diketahui bahwa kompos ampas tahu memberikan pengaruh positif terhadap volume akar. Volume akar sangat erat hubungannya dengan unsur hara makro dan mikro, dimana menurut Sarif (1986) bahwa unsur N yang diserap tanaman berperan dalam menunjang pertumbuhan vegetatif tanaman seperti akar. Unsur P berperan dalam pembentukan sistem perakaran yang baik. Unsur K yang berada pada ujung akar merangsang pemanjangan akar. Menurut Foth (1994) volume air yang cukup dapat menyediakan kebutuhan fosfor karena merupakan unsur hara immobil (tidak dapat diedarkan) dalam tanah. Semakin bersifat mobil unsur hara tersebut dalam air tanah maka semakin mudah hara tersebut bergerak kearah akar dan diserap oleh tanaman.
Volume akar juga dipengaruhi oleh laju pemanjangan akar, Lakitan (2007) menjelaskan bahwa laju pemanjangan akar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
lingkungan. Faktor internal yang mempengaruhi adalah pasokan fotosintat (umumnya dalam bentuk sukrosa) dari daun. Faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain suhu tanah, dan kandungan air tanah. Kompos ampas tahu dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman karena kompos ampas tahu mengandung karbohidrat yang berperan untuk pembentukan klorofil pada daun – daun yang mengalami pertumbuhan di tempat yang gelap (Dwidjoseputro, 1994 dalam Ningrum, 2010).
3.5. Berat Kering Tanaman (g)
Hasil sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan pemberian berbagai dosis kompos ampas tahu berpengaruh nyata terhadadap berat kering tanaman. Rata-rata berat kering tanaman setelah dilakukan uji lanjut dengan DNMRT taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata berat kering tanaman bibit kakao (g) dengan pemberian berbagai dosis kompos ampas tahu
Kompos ampas tahu (g/polybag) Rata-rata
300 303,13 a 250 313,25 a 200 276,00 ab 150 268,35 ab 100 235,11 b 50 228,00 b 0 197,88 b
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DNMRT pada taraf 5%.
Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan berbagai dosis kompos ampas tahu berbeda nyata terhadap berat kering tanaman kakao, perlakuan kompos ampas tahu 250 g/polybag berbeda nyata dengan perlakuan kompos ampas tahu 150 g/polybag, kompos ampas tahu 100 g/polybag, kompos ampas tahu 50 g/polybag, dan tanpa kompos ampas tahu, namun tidak berbeda nyata dengan perlakukan kompos ampas tahu 300 g/polybag, 200 g/polybag dan 150 g/polybag. Berat kering tertinggi tanaman kakao ditunjukkan oleh perlakuan 250 g/polybag yaitu memiliki berat sebesar 313,25 g, sedangkan berat yang terendah ditujukkan oleh perlakuan tanpa pemberian kompos ampas tahu sebesar 197, 88 g.
Menurut Prawiranata dkk, (1995) tanaman akan tumbuh subur jika unsur hara yang dibutuhkan tanaman tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat diserap oleh tanaman. perlakuan 250 g/polybag menunjukkan ketersedian unsur hara yang maksimal sehingga mampu menunjang proses sintesis. Berat kering tanaman merupakan hasil dari tiga proses yaitu proses penumpukan asimilat melalui proses fotosintesis, respirasi dan akumulasi senyawa organik. Berat kering merupakan akumulasi senyawa organik yang dihasilkan oleh sintesis senyawa organik terutama air dan karbohidrat yang tergantung pada laju fotosintesis tanaman tersebut, sedangkan fotosintesis dipengaruhui oleh kecepatan penyerapan unsur hara di dalam tanaman melalui akar (Lakitan, 2007). Nyakpa dkk, (1986) menambahkan bahwa pertumbuhan tanaman dicirikan dengan pertambahan berat kering tanaman. Ketersediaan hara yang optimal bagi tanaman akan diikuti peningkatan aktifitas fotosintesis yang meghasilkan asimilat yang mendukung berat kering tanaman.
Menurut Faridah (2003), air memiliki banyak fungsi bagi pertumbuhan tanaman dan salah satunya untuk melarutkan unsur-unsur hara yang terserap. Serapan N yang banyak oleh tanaman dapat manambah ukuran tinggi tanaman, besar batang dan jumlah daun. Dengan demikian berat kering tanaman juga meningkat. Hal ini juga diungkapkan Tinggi rendahnya berat brangkasan kering tanaman tergantung pada banyak atau sedikitnya serapan unsur hara yang berlangsung selama proses pertumbuhan tanaman (Nyakpa, 1986).
3.6. Rasio Tajuk Akar (%)
Hasil sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan pemberian berbagai dosis kompos ampas tahu berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk akar bibit kakao. Rata-rata rasio tajuk akar bibit kakao setelah dilakukan uji lanjut dengan DNMRT taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 6. Rata-rata rasio tajuk akar bibit kakao (%) dengan pemberian berbagai dosis kompos ampas tahu
Kompos ampas tahu (g/polybag) Rata-rata
300 10,45 a 250 8,61 ab 200 8,71 ab 150 7,83 ab 100 6,89 ab 50 6,52 b 0 5,92 b
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DNMRT pada taraf 5%.
Perbandingan tajuk akar mempunyai pengertian bahwa pertumbuhan suatu tanaman diikuti dengan pertumbuhan bagian tanman lainya, dimana tajuk akan meningkat secara ratio tajuk akar mengikuti peningkatan berat akar (Gardner, dkk, 1991). Jumin (2002) menyatakan bahwa pesatnya pertumbuhan vegetatif tanaman tidak terlepas dari ketersediaan unsur hara di dalam tanah.
Tabel 6 di atas memperlihatkan bahwa pemberian kompos ampas tahu 300 g/polybag berbeda nyata dengan pemberian 50 g/polybag dan tanpa pemberian kompos ampas tahu, namun pemberian kompos ampas tahu 300 g/polybag tidak berbeda nyata dengan pemberian kompos ampas tahu 250 g/polybag, kompos ampas tahu 200 g/polybag, kompos ampas tahu 150 g/polybag dan kompos ampas tahu 100 g/polybag.
Rasio tajuk tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 300 g/polybag yaitu sebesar 10,45 g, diduga pada dosis tersebut unsur hara yang tersedia dapat dimanfaatkan oleh tanaman, sedangkan tanpa perlakuan kompos ampas tahu unsur hara tidak tersedia bagi tanaman sehingga rasio tajuk hanya mampu pada 5,92 g.
Jumin (2002) menyatakan bahwa pesatnya pertumbuhan vegetatif tanaman tidak terlepas dari ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Ketersediaan unsur hara akan menentukan produksi berat kering tanaman yang merupakan hasil dari tiga proses yaitu proses penumpukan asimilat melalui proses fotosintesis, respirasi dan akumulasi senyawa orgnik. Berat kering merupakan akumulasi senyawa organik yang dihasilkan oleh sintesis senyawa organik terutama air dan karbohidrat yang tergantung pada laju
fotosintesis tanaman tersebut, sedangkan fotosintesis dipengaruhui oleh kecepatan penyerapan unsur hara di dalam tanaman melalui akar (Lakitan, 2007).
Nyakpa, dkk (1986) menambahkan bahwa pertumbuhan tanaman dicirikan dengan pertambahan berat kering tanaman. Ketersediaan hara yang optimal bagi tanaman akan diikuti peningkatan aktifitas fotosintesis yang menghasilkan asimilat yang mendukung berat kering tanaman. Ratio tajuk akar merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman yang mencerminkan kemampuan dalam penyerapan unsur hara serta proses metabolisme yang terjadi pada tanaman. Hasil berat kering tajuk akar menunjukan penyerapan air dan unsur hara oleh akar yang ditranslokasikan ke tajuk tanaman (Gardner, dkk, 1991).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pemberian kompos pada berbagai dosis secara statistik menunjukkan hasil yang
berbeda nyata pada parameter tinggi bibit (cm), diameter batang (cm), jumlah daun (helai), volume akar (ml), berat kering tanaman (g) dan rasio tajuk akar.
2. Pemberian dosis kompos ampas tahu 250 g/polybag menunjukkan hasil yang terbaik pada parameter tinggi bibit (55,60 cm), diameter batang (3,77 cm), volume akar (99,40 ml) dan berat kering tanaman (313,25 g).
4.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pemberian dosis kompos ampas tahu 250 g/polybag menunjukkan hasil yang terbaik pada parameter tinggi bibit, diameter batang, volume akar dan berat kering tanaman, sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan bibit kakao yang baik dapat menggunakan pupuk kompos ampas tahu dengan dosis 250 g/polybag.
DAFTAR PUSTAKA
Ade W dan L. Kadarisman. 2007. Pengaruh kombinasi pupuk organik cair dan pupuk anorganik serta frekuensi aplikasinya terhadap pertumbuhan tanaman kakao (Theobromea cacao L) belum menghasilkan. Jurnal Agronomi (35) (3): 212-217
Adzizan. 2005. Pemanfaatan Kompos Ampas Tahu untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit. Skripsi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru. Tidak dipublikasikan.
Anggoro R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Kemajuan Mutakhir. UI Press. Jakarta
Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2009. Riau Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Riau. Pekanbaru.
Faridah. 2003. Analisis Kebutuhan Air Tanaman Jagung (Zea mays L.) Pada Berbagai Umur Tanaman. Diakses tanggal 12 Juni 2012
Foth H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah (Edisi Terjemahan Soenartono Adisoemarto). Erlangga. Jakarta
Gardner F.P., R.B. Peace dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Edisi Terjemahan oleh Herawati Susilo dan Subiyanto) Jakarta: Universitas Indonesia Press 428
Hakim N., M.Y.Nyakpa., A.M. Lubis.,S.G.Nugroho.,M.R.Saul., M.A. Diha., Go Ban Hong., H. Bailey.1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
Jumin H.B. 2002. Dasar-Dasar Agronomi. Rajawali. Jakarta
Lakitan B. 2007. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Leiwakabessy F.M. 1988. Kesuburan Tanah Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor
Lingga P. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ningrum, F.G.K. 2010. Efektifitas Air Kelapa dan Ampas Teh Terhadap Pertumbuhan Tanaman Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Pada Media Tanam yang Berbeda. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Nyakpa M.Y., N. Hakim, A.M. Lubis, M.A. Pulung, G.B. Hong, A.G. Amrah, A. Musnawar. 1986. Kesuburan Tanah. Unipersitas Lampung. Bandar Lapung
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Prawiranata W,S. Harran dan P. Tjandronegoro. 1995. Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan II. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Rosita S, M.D. Raharjo dan M. Kosasih. 2007. Pola Pertumbuhan dan Serapan Hara N, P, K Tanaman Bangle. Balai Pelatihan Tanaman Rempah dan Obat, http.//digiliblipi.go.id/view.html?idm=39615. Diakses pada tanggal 04 Januari 2013 jam 14.59 WIB.
Sarif, S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.
Tillman, D. Allen., 1998. Ilmu Makan Ternak Unggas. Fakultas Peternakan UGM. Gajah Mada University Press.
Yuliarti N. dan Redaksi Agromedia. 2007. Media Tanam dan Pupuk untuk Athurium Daun. Agromedia Pustaka. Jakarta.