• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keputusan Menteri tentang penyelenggaraan NAP (Netwok Access Point) dan ISP (Internet Service Provider) Oleh: Yudha Febi Irawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keputusan Menteri tentang penyelenggaraan NAP (Netwok Access Point) dan ISP (Internet Service Provider) Oleh: Yudha Febi Irawan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Keputusan Menteri tentang penyelenggaraan NAP (Netwok Access Point) dan ISP (Internet Service Provider)

Oleh:

Yudha Febi Irawan 55408110018

Dosen: DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester (UAS)

Mata Kuliah Hukum dan Regulasi Telekomunikasi Semester Genap Tahun Akademik 2008 – 2009.

PROGRAM PASCA SARJANA

MAGISTER MANAJEMEN TELEKOMUNIKASI

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

UNIVERSITAS MERCUBUANA

JAKARTA

(2)

ISP (Internet Service Provider).

I. Visi dan Misi

Pada penyelenggaraan jasa multimedia di Indonesia beberapa jasa penyelenggaraan diantaranya adalah jasa yang bergerak dalam penyelenggaraan jasa Internet. Ada dua penyelenggara izin yang ditunjuk pemerintah untuk memberikan pelayanan Internet kepada masyarakat yaitu NAP (Network Access Point) dan ISP (Internet Service Provider). Ini diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi pada bab II tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi pasal 46.

Sebelum berbicara lebih jauh mari kita definisikan dari kedua penyelenggaraan Internet yang disebutkan diatas.

NAP merupakan penyelenggara jasa interkoneksi Internet dimana NAP menyediakan interkoneksi Internet dan bandwidth ke pelanggannya yaitu ISP (Internet Service Provider).

ISP merupakan penyelenggara jasa Internet kepada end-user atau pemakai.

Namun pada saat ini implementasi ketentuan izin NAP itu hanya diatas kertas dan hanya untuk memuluskan transit IP (Internet Protocol) atau protokol Internet saja.

II. Dasar Hukum dan Regulasi

Kajian ini mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan No: KM. 21 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi. Terdiri dari beberapa pasal yang terkait pada kajian ini yaitu:

Pasal 3

(1) Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri atas : a. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar;

b. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi; c. Penyelenggaraan jasa multimedia.

(2) Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf c dapat dilakukan secara jual kembali.

(3)

Pasal 4

Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) merupakan penyelenggaraan yang jumlah penyelenggaranya tidak dibatasi. Pasal 5

(1) Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan

telekomunikasi.

(2) Penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menggunakan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui kerjasama yang

dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis.

Pasal 46

Tentang Penyelenggaraan Jasa Multimedia

(1) Penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri atas:

a. jasa televisi berbayar;

b. jasa akses internet (internet service provider); c. jasa interkoneksi internet (NAP);

d. jasa internet teleponi untuk keperluan publik; e. jasa wireless access protocol (WAP);

f. jasa portal;

g. jasa small office home office (SOHO); h. jasa transaksi on-line

i. jasa aplikasi packet-switched selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e,f,g dan huruf h.

(2) Penyelenggaraan jasa multimedia selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

(4)

(1) Penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a,b,c dan huruf d merupakan penyelenggaraan jasa multimedia yang memerlukan izin dari Direktur Jenderal.

(2) Penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf e, f, g dan huruf h merupakan penyelenggaraan jasa multimedia yang tidak memerlukan izin dari Direktur Jenderal.

(3) Penyelenggara jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus didaftarkan pada Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi

Pasal 48

Penyelenggara jasa multimedia wajib memenuhi kualitas standar pelayanan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 49

(1) Penyelenggara jasa multimedia wajib menyediakan fasilitas jasa multimedia untuk menjamin pelayanan jasa multimedia.

(2) Dalam menyediakan fasilitas jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penyelenggara jasa multimedia wajib mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 50

(1) Penyelenggaraan jasa televisi berbayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a merupakan penyelenggaraan jasa multimedia yang menyediakan jasa siaran televisi berbayar per tayangan (pay per view).

(2) Penyelenggara jasa televisi berbayar dapat menyelenggarakan jasa multimedia lainnya berdasarkan izin dari Direktur Jenderal.

(3) Penyelenggara jasa televisi berbayar wajib menginformasikan besaran tarif penggunaan setiap tayangan yang diminta sebelum acara dimulai.

Pasal 51

Penyelenggara jasa televisi berbayar diselenggarakan dengan cakupan lokal atau nasional.

(5)

Pasal 52

(1) Penyelenggaraan jasa akses Internet (internet service provider) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b merupakan penyelenggaraan jasa akses internet ke publik.

(2) Penyelenggara jasa akses Internet dapat menyediakan jasa akses Internet untuk keperluan pengguna kelompok (closed user) dalam bentuk internet virtual private network.

Pasal 53

Penyelenggaraan jasa akses internet diselenggarakan dengan cakupan nasional atau lokal.

III. Pokok Permasalahan.

Sesuai ketentuan yang berlaku dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.21 Tahun 2001, PJI (Penyelenggara Jasa Internet) hanya diperbolehkan membeli bandwidth kepada NAP, NAP tersebut diatur agar hanya boleh menjual bandwidth kepada PJI. Namun karena aturan tadi, justru ada PJI dan NAP yang saling mengambil izin satu sama lain agar “aman” menjalankan bisnis sesuai kewenangannya. Pada kenyataannya, izin NAP dan PJI hampir tidak ada bedanya lagi. NAP yang merasa kehilangan pasar karena aturan itu mengambil izin PJI agar bisa menjual ke end-user. Sebaliknya ada PJI yang mengambil izin NAP untuk mencari bandwidth murah.

Secara legal, PJI juga mengambil izin NAP agar dapat membeli bandwidth dari luar negeri. Ketentuan itu menjadi hambatan bagi PJI terutama perusahaan baru, mengingat harga yang ditawarkan oleh NAP di Indonesia masih relatif tinggi.

IV. Data-data yang Digunakan

Menurut data dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), sebagai perbandingan harga bandwidth internasional mencapai Rp24 juta per mbps per bulannya.

Sementara itu harga bandwidth lokal mencapai Rp500.000 per mbps belum termasuk biaya penyelenggara jaringan (local loop) yang mencapai Rp13 juta per dua mbps per bulan.

(6)

dengan masa krisis moneter. Penurunan itu mulai dari US$9.000 per megabit per second (Mbps) menjadi US$1.800-US$2.000 per bulan untuk kapasitas 1 Mbps. Dengan pemangkasan NAP maka dampaknya akan dapat terjadi efisiensi kanal distribusi dan banyak perusahaan PJI tumbuh sehat sehingga menurunkan tarif Internet di dalam negeri.

Sebagian PJI, terutama yang berskala besar yang memiliki jaringan dan memiliki izin NAP biasanya mampu membeli bandwidth dalam jumlah besar sehingga mempunyai peluang membantingnya harga dan tumbuh sehat. APJII merasa perlu membantu anggota barunya untuk mendukung penyebaran layanan Internet terutama untuk daerah-daerah di luar pulau Jawa. Untuk tahun ini, diperkirakan terjadi pertumbuhan belanja bandwidth terutama di PJI berskala kecil menengah antara 20% dan 25%. Menurut data lembaga pengawas Internet Indonesia Security Infrastrucutre Trafic Internet di Indonesia setiap harinya bisa mencapai 3 Gbps (gigabit persecond), tetapi pada masa-masa tertentu seperti pemilu bandwidth-nya bisa mencapai 4 Gbps.

Statistik pelaku usaha Internet di Indonesia

Indikator Jumlah

Total PJI (ISP)* 281 Anggota APJII* 255

PJI menyatakan

eksis* 160

Total Izin NAP 44 Total Warnet >6.000

Sumber: Depkominfo & APJII Ket: data APJII, November 2007

V. Teori penalaran atau dasar hukum dan peraturan yang dipergunakan

Sejauh ini Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi yang di antaranya di dalamnya mengatur tentang jasa akses internet (ISP) dan jasa interkoneksi internet (NAP) masih tetap berlaku.

(7)

Secara lengkap, Pasal 46 Ayat (1) Kepmenhub tersebut menyebutkan: (1) Penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri dari:

a. jasa televise berbayar;

b. jasa akses internet (internet service provider); c. jasa interkoneksi internet (NAP);

d. jasa internet teleponi untuk keperluan public; e. jasa wireless access protocol (WAP);

f. jasa portal;

g. jasa small office home office (SOHO); h. jasa transaksi on-line;

i. jasa aplikasi packet-switched selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, f, g dan huruf h.

Selanjutnya Ayat (2) menyebutkan, bahwa penyelenggaraan jasa multimedia selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Ditjen Postel pada dasarnya cukup responsif terhadap setiap usulan konstruktif dan signifikan yang menghendaki adanya perubahan terhadap Kepmenhub tersebut, sebagaimana perubahan yang terjadi pada sejumlah regulasi telekomunikasi lainnya selama ini atas dasar berbagai pertimbangan yang ada, termasuk sudah barang tentu untuk tujuan kompetisi sehingga memungkinkan di antaranya terjadinya penurunan tarif jasa telekomunikasi dan harga bandwith. Sejauh ini tanpa harus melanggar ketentuan yang masih berlaku, sesungguhnya Ditjen Postel sudah mulai membatasi jumlah penyelenggara NAP, yaitu dengan mengeluarkan kebijakan yang cenderung agak memberatkan persyaratannya, misalnya bandwidth minimal, komitmen pembangunan, modal usaha dan lain-lain. Namun demikian, mengingat belum adanya perubahan, maka Kepmenhub tersebut harus tetap ditaati.

VI. Analisa singkat tentang kasus.

Untuk mencegah terhadap kemungkinan indikasi penyalah-gunaan perizinan NAP, Ditjen Postel diharapkan akan tetap berkomitmen untuk melakukan pengawasan secara intensif, sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh Ditjen Postel terhadap beberapa penyelenggara ISP, NAP, ITKP dan jasa telekomunikasi lainnya yang terbukti melakukan penyelenggaraan jasa telekomunikasinya tidak sesuai dengan peruntukannya.

(8)

Jasa Telekomunikasi terutama terkait dengan perizinan penyedia interkoneksi atau Network Access Point perlu ditinjau agar tidak terjadi polemik yang akan ditimbulkan dimasa yang akan datang.

VII. Kesimpulan.

Perizinan NAP masih diperlukan dengan alasan antara lain:

a. Agar end-user Internet di Indonesia bisa mendapatkan bandwidth dengan harga yang murah, mengingat jika ISP langsung membeli bandwidth dari luar negeri secara sendiri-sendiri (parsial) dengan jumlah yang kecil-kecil, mereka akan memperoleh harga yang mahal, berbeda bila bandwidth internasional tersebut dibeli oleh suatu operator NAP secara whole sale maka akan diperoleh harga yang lebih murah dan operator di Indonesia akan memiliki daya tawar yang lebih baik. b. Agar “pemain” asing tidak langsung menjual bandwidthnya secara retail ke ISP

bahkan berpotensi berjualan langsung ke end-user yang dapat merugikan kepentingan nasional. Dengan adanya penyelenggara NAP, sudah selayaknya operator asing tersebut harus memiliki partner dengan pihak lokal dalam bentuk Badan Usaha di Indonesia (dalam hal ini penyelenggara NAP) yang wajib mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di Indonesia seperti jaminan kualitas layanan, ketentuan perpajakan dsb.

c. Yang tidak kalah pentingnya juga adalah untuk penghematan biaya internet dan devisa nasional dengan kehadiran NAP proses pemisahan trafik internet untuk tujuan domestik dan tujan ke luar negeri dapat dilakukan di penyelenggara NAP, pengguna internet dan negara akan sangat dirugikan bila trafik antar pelanggan ISP untuk tujuan domestik ternyata harus disalurkan dulu melalui luar negeri karena ISP di Indonesia menginduk pada operator di luar negeri.

d. Perlu ditegakannya regulasi yang sudah berlaku di Indonesia tanpa prinsip “tebang pilih” sehingga persaingan bisnis Internet di Indonesia semakin maju dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Penyelenggara Jasa Titipan yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan asing yang bergerak di bidang

(7) Surat izin pengambilan jenis ikan dari alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf g berlaku selama 1 (satu) tahun sesuai dengan kuota yang ditetapkane. (2)

(7) Bagi perusahaan angkutan laut nasional yang melakukan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf b, tidak diperlukan