• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Pembangunan nasional mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa yang mana masyarakat menjadi pelaku utama pembangunan serta pemerintah wajib melindungi dan menumbuhkan iklim perekonomian.1 Hal ini sesuai dengan salah satu agenda pembangunan nasional, yakni Nawa Cita yang digagas oleh Pemerintahan Republik Indonesia (RI) Tahun 2014-2019, yakni mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor strategis ekonomi domestik. Penerapan gagasan tersebut diantaranya dengan membangun kedaulatan pangan dan mendirikan bank petani/nelayan dan UMKM2 termasuk gudang dengan fasilitas pengolahan paska panen di tiap sentra produksi petani/nelayan.3 Perkembangan ekonomi yang diukur dengan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan nasional.

Meski Indonesia dikenal sebagai negara agraris, pembangunan ekonomi kini justru berbasis pada industri dan jasa. Dalam konteks pembangunan ekonomi,

1 Lihat Bagian Umum pada Paragraf II Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866).

2 UMKM merupakan singkatan dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Lihat Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866).

3 Raden Siliwanti, “RPJMN 2015-2019 Bidang Politik (Draf Awal)”, Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Ciputat, 20 November 2014.

(2)

Indonesia sedang tumbuh menjadi negara maju melalui transformasi struktural yang berlangsung sangat cepat. Transformasi struktural ini ditandai oleh perubahan struktur ekonomi, semula bertumpu pada pertanian lalu bergeser ke industri (manufaktur) dan jasa. Kontribusi ketiga sektor itu pada Produk Domestik Bruto4 (PDB) pun bergeser.5 Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 menunjukkan, kontribusi menurut sektor adalah sektor pertanian (14%), industri (21%), dan jasa (43%).6 Sektor pertanian pun kian turun dan memprihatinkan.

Sebagai faktor utama yang memegang peranan fundamental dalam pertumbuhan PDB, yakni sektor pertanian terbagi atas beberapa sub sektor. Sub sektor ini terbagi atas tanaman pangan, tanaman hortikultura7, tanaman perkebunan, dan lain-lain, dimana perhitungan PDB menggunakan pendekatan produksi.8 Fokus sub sektor dalam Penulisan Hukum ini adalah tanaman hortikultura, sebab jenis tanaman tersebut merupakan objek perjanjian dalam penelitian yang dilakukan oleh Penulis.

PDB sektor pertanian memiliki pertumbuhan yang cenderung fluktuatif, yaitu tahun 2011 meningkat sebesar 3,47% kemudian pada tahun 2012 sampai tahun 2014 berturut-turut sebesar 4,58%, 3,85% dan 3,71%. Jika dilihat dari data

4 Produk Domestik Bruto adalah total pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi

dalam kegiatan proses produksi di suatu negara selama satu periode (setahun). Lihat Istilah Statistik dalam website Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id), diakses 6 April 2016.

5 Amich Alhumami, “Bidang Ilmu di Perguruan Tinggi”, Kompas, 7 April 2016, hlm. 7. 6

Badan Pusat Statistik, “(Seri 2010) Distribusi PDB Seri 2010 Triwulanan Atas Dasar Harga

Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Persen), 2014-2015”,

https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/828, diakses 7 April 2016.

7 Cakupan kelompok hortikultura sayuran meliputi, bawang daun, bawang merah, kubis,

petsai/sawi, wortel, kacang panjang, cabai, tomat, terung, buncis, ketimun, labu siam, kangkung, bayam, lobak, petai, melinjo, kacang merah dan kentang (garis bawah oleh Penulis).

8 Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Analisis PDB Sektor Pertanian Tahun 2015, Pusat

Data dan Sistem Informasi Pertanian – Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian, Jakarta, 2015, hlm. 1-2.

(3)

PDB atas dasar harga konstan tahun 2010, PDB sektor pertanian tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 masing-masing sebesar 754,4 triliun rupiah, 780,6 triliun rupiah, 816,3 triliun rupiah, 847,8 triliun rupiah, dan meningkat hingga mampu menyumbangkan 879,2 triliun rupiah pada kuartal tahun 2014.9 Akan tetapi kontribusi tanaman hortikultura pada sektor ini adalah paling kecil dibandingkan sektor tanaman lain, yakni kurang dari 1,7% atau maksimal PDB atas harga berlaku 159,5 triliun rupiah.10

Kemudian berkembangnya dunia usaha dan/atau perdagangan membawa akibat munculnya pengertian perusahaan, baik menyangkut bentuk, bidang kegiatan atau usaha dan sebagainya. Dalam kemajuan dunia perekonomian secara global ini telah memunculkan istilah yang disebut dengan hukum perusahaan (corporate law).11 Perusahaan merupakan salah satu sendi utama dalam kehidupan masyarakat modern, karena merupakan salah satu pusat kegiatan manusia untuk memenuhi kehidupan kesehariannya. Kegiatan perusahaan merupakan bagian dari kegiatan ekonomis yang dilakukan oleh suatu organisasi, secara terbuka dan berkesinambungan, mengenai suatu barang baik yang bergerak dan tidak bergerak maupun bidang jasa, serta dengan bersaing mutu atau kualitas.12 Usaha perusahaan sesungguhnya merupakan padanan kata dari pedagang atau kegiatan perdagangan, yang maknanya melakukan kegiatan terus menerus, secara

9 Ibid., hlm. 21.

10 Ibid., hlm. 20.

11 R. T. Sutyanta, R. Hadhikusuma dan Sumantoro, 1991, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan:

Bentuk-bentuk Perusahaan yang Berlaku di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 7 dalam Mulhadi, Ibid., hlm. 9

12 Kurniawan, “Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas Menurut Hukum Positif”,

(4)

terangan dalam rangka memperoleh laba atau keuntungan.13 Bagi negara, keberadaan perusahaan tidak dapat dipandang sebelah mata karena kontribusinya tidak kecil sebagai sumber pendapatan negara terutama dari sektor pajak. Pada sektor lain, perusahaan juga merupakan wahana penyalur tenaga kerja.14

Di Indonesia ada beberapa bentuk organisasi bisnis yang sudah dikenal sejak zaman Hindia Belanda, seperti Firma, Commanditaire Vennootschap (biasa dengan sebutan CV), dan Perseroan, dimana dalam praktik bisnis dewasa ini kerap dipakai dengan istilah perusahaan saja.15 Istilah perusahaan ini tentu lahir sebagai wujud perkembangan yang terjadi dalam lanskap dunia usaha. Hal itulah yang kemudian diakomodir pengaturan mengenai hukum perusahaan ini oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan peraturan perundang-undangan lainnya. Selain bersumber perundang-undangan, sumber hukum perusahaan ini juga dapat berasal dari kontrak perusahaan, yurisprudensi maupun kebiasaan.16 Pada dasarnya, sebagian besar bentuk-bentuk perusahaan yang ada bentuk asalnya adalah perkumpulan. Secara yuridis perihal perkumpulan sudah diatur dalam Pasal 165317 KUHPerdata yang menyebutkan mengenai jenis-jenis perkumpulan atau badan hukum. Setiap perusahaan memiliki peran dan kedudukan dalam

13 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, dalam Kurniawan, Ibid.

14 Kurniawan, “Tanggung Jawab Direksi dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan

Undang-Undang Perseroan Terbatas”, Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 24, No. 2, Juni 2012, hlm. 214.

15

Abdul R. Saliman, 2006, Hukum Bisnis untuk Perusahaan – Teori dan Contoh Kasus, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 93.

16 Ibid., hlm. 18-20.

17 Vide Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Selain perseroan perdata sejati,

perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan.

(5)

menyokong dunia perekonomian. Dari berbagai bentuk perusahaan yang paling banyak didirikan adalah Perseroan Terbatas18 yang selanjutnya akan disingkat dengan PT atau juga biasa disebut dengan istilah Perseroan.19 Dalam Penulisan Hukum ini, Penulis akan membahas mengenai perusahaan yang berbadan hukum khususnya berkaitan dengan PT.

Dalam tataran perekonomian yang lebih luas, era globalisasi20 telah muncul ke permukaan dalam konstelasi ekonomi.21 Sebagai akibat globalisasi dan peningkatan perdagangan internasional telah membawa dampak yang sangat besar terhadap perkembangan hukum di Indonesia. Globalisasi ekonomi sebagai suatu proses, sehingga semakin banyak negara yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi global telah meningkatkan kadar hubungan saling kebergantungan ekonomi dan juga mempertajam persaingan antarnegara, tidak hanya dalam

18 Vide Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756): “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

19 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas dalam Winda Ho, 2014,

Akibat Hukum Peruabahan Nama Perseroan Terbatas Tanpa Perubahan Anggaran Dasar, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, hlm. 1.

20 Budi Winarno mendefinisikan globalisasi sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat

dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun lingkungan. Selanjutnya Martin Khor menempatkan salah satu ciri utama globalisasi dalam ruang ekonomi, yakni berupa peningkatan konsentrasi dan monopoli berbagai sumber daya dan kekuatan ekonomi oleh perusahaan-perusahaan transnasional. Berbagai perusahaan ini diprediksi semakin beragam produk yang dihasilkan tergantung dari permintaan pasar negara-negara tempat perusahaan beroperasi. Lebih lanjut lihat Endang Sutrisno, 2007, Bunga Rampai Hukum & Globalisasi, Genta Press, Yogyakarta, hlm. 107.

21 Konsep globalisasi dalam arti luas termasuk di dalamnya hal-hal yang bukan ekonomi, seperti

kebudayaan, pendidikan, teknologi, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Lihat Ajit Singh,

Liberalization and Globalization: An Unhealthy Euphoria dalam Jonathan Michi and John Grieve Smith, Employment and Economic Performance, Jobs, Inflation, and Growth sebagaimana dikutip oleh An An Chandrawulan, 2014, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum Perdagangan Internasional, dan Hukum Penanaman Modal, PT Alumni, Bandung, hlm. 29.

(6)

perdagangan internasional, tetapi juga dalam bidang penanaman modal asing dan produksi.22 Pada pihak yang sama pula, penanaman modal merupakan sektor utama yang sangat dihandalkan negara-negara di dunia untuk menggerakan roda perekonomian negara. Penanaman modal asing dapat berperan dalam pembangunan ekonomi, meningkatkan produksi, memberi perluasan, kesempatan kerja, mengolah sumber-sumber potensi ekonomi di dalam negeri. Dampak positif bagi negara penerima modal asing dapat menjamin dan mengalihkan modal dalam negeri yang tersedia untuk digunakan bagi kepentingan publik.23

Penanaman modal asing telah berkembang pesat pada akhir abad ke-20 melebihi perkembangan perdagangan internasional dan mempunyai keterkaitan secara prinsip dengan ekonomi nasional. Penanaman modal asing sejak tahun 1995 telah meningkat sebesar 40% mengalir dari negara maju ke negara berkembang.24 Kegiatan penanaman modal asing dari negara maju ke negara berkembang sebagian besar dilakukan oleh perusahaan multinasional25. Dalam melakukan kegiatannya perusahaan multinasional tersebut menanamkan modalnya melalui pendirian cabang perusahaan, anak perusahaan, usaha patungan

22 Tulus Th. Tambunan, Globalisasi dan Perdagangan Internasional dalam An An

Chandrawulan, Ibid., hlm. 8

23

M. Sornarajah, The International Law on Foreign Investment dalam An An Chandrawulan,

Ibid., hlm. 1.

24 UNCTAD, “World Investment Report 1996, Investment, Trade, and International Policy

Arrangements” dalam An An Chandrawulan, Ibid., hlm. 2.

25

Organisation for Economic and Co-Operation Development (OECD) mendefinisikan sebagai: “Multinational enterprises usually comprise companies or other entities established in more than one country and so linked that they may coordinate their operation in various ways. While one or more of these entities may be able to exercise a significant influence over the activities of others, their degree of autonomy within the enterprise may vary widely from one multinational enterprise to another, ownership may be private, state or mixed.” Lihat Organisation for Economic and

Co-Operation Development, “OECD Guidelines for Multinational Enterprises”, OECD Guidelines Report, Paris, 2008, hlm. 12.

(7)

(mayoritas atau minoritas), dan mempunyai afiliasi tersebar di berbagai negara.26 Pembentukan atau pengembangan perusahaan multinasional a quo akan mendapati suatu konstruksi perusahaan grup. Perkembangan terkini menunjukkan bahwa pengaruh perusahaan grup dalam kegiatan usaha di Indonesia semakin kuat. Fenomena mengenai perusahaan grup ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga melalui perusahaan multinasional yang menjalankan kegiatan bisnis yang berbasiskan produksi pada wilayah yurisdiksi yang berbeda.27

Atas dasar tujuan pembangunan nasional dan data-data serta fakta-fakta umum yang telah dipaparkan, maka menjadi penting untuk meningkatkan sektor pertanian khususnya sub sektor tanaman hortikultura demi mendongkrak perekonomian negara. Dalam perjalanannya, Indonesia telah mengalami akitvitas dagang komersial yang kian marak. Berbagai skema kerjasama bisnis muncul dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masuknya perusahaan-perusahaan asing (multinasional) tersebut yang melakukan kerjasama dengan para pelaku usaha lain di Indonesia. Contohnya kegiatan usaha yang dijalankan oleh pihak swasta nyatanya memberikan dampak yang signifikan dalam usaha peningkatan ekonomi di Indonesia. Salah satunya adalah melalui perjanjian kerjasama sektor pertanian.

Pada tataran perekonomian yang lebih sempit, era globalisasi pun juga telah berpengaruh pada kontestasi ekonomi bagi sektor pertanian. Dengan melihat

26 Yusuf Panglaykim, Multinational Corporationdan Segi Tiga/Segi Lima Kekuatan; Beberapa

Catatan, dalam An An Chandrawulan, Loc.Cit.

27 Philip I. Blumberg, “The Transformation of Modern Corporation Law: The Law of Corporate

Groups” dalam Sulistiowati, 2010, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis – Perusahaan Grup Di Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta, hlm. 2. Bandingkan dengan Emmy Pangaribuan, 1994,

Perusahaan Kelompok, Seri Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 5.

(8)

tuntutan globalisasi dan kondisi petani kecil di Indonesia, membuat pemerintah memformulasikan sebuah perpaduan antara kebijakan pemerintah yang khas dan perkembangan teori pembangunan internasional yang cenderung melahirkan dualisme kebijakan pembangunan ekonomi.28 Kebijakan ekonomi yang bersifat dualistik yang bermaksud melakukan efisiensi terhadap pertanian rakyat (petani kecil) dengan mengatur hubungan petani kecil dan petani besar (perusahaan) dengan berbagai skema kemitraan. Salah satu skema tersebut adalah pola kemitraan inti-plasma yang mengatur hubungan kerjasama yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama antar perusahaan penghasil produk-produk terkait dengan penyediaan sarana produksi pertanian (‘inti’) dengan petani kecil (‘plasma’).

‘Inti’ sebagai pihak pertama berkewajiban untuk menyediakan sarana produksi dan membeli hasil produksi dari ‘plasma’, sedangkan ‘plasma’ wajib menggunakan sarana produksi yang dipasok oleh ‘inti’ serta menjual hasil produksinya kepada ‘inti’. Hubungan kerjasama ini justru menimbulkan suatu hubungan bisnis yang tidak seimbang. Pasalnya ‘inti’ sebagai pihak yang memiliki kekuatan modal (capital power) serta dukungan politik (political support) yang lebih kuat daripada ‘plasma’ akan lebih leluasa melakukan segala tindakan yang hendak dilakukan dalam kerjasama tersebut. Sedangkan ‘plasma’ memiliki kekuatan yang jauh berada dibawahnya, sehingga posisi tawar yang dimiliki sangatlah rendah. Hal yang sama pula nampak pada kemampuan ‘inti’ yang secara sepihak dapat melakukan pengendalian terhadap distribusi sarana

28

Paramita Prananingtyas, “Pembaharuan Peraturan Perundang-undangan Mengenai Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia” dalam Maya Hasanah, 2011, Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersil pada Perjanjian Kemitraan Inti Plasma, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, hlm. 2.

(9)

produksi, pengolahan hingga pemasaran. Dilain pihak ‘plasma’ harus menggunakan sarana dan mematuhi Standard Operational Procedure (SOP) yang telah dipasok dan ditentukan oleh ‘inti. Bahkan ‘inti’ telah menjadi penentu harga (price determinator) untuk produk-produk yang dihasilkan ‘plasma’, sedangkan para ‘plasma’ hanyalah menjadi penerima harga (price taker) karena kemampuan tawar yang demikian rendah.29 Dengan demikian sedari awal dalam perjanjian kerjasama dengan pola kemitraan inti-plasma ini, secara sosiologis posisi tawar yang dimiliki para pihak sudah tidak seimbang.

Mengingat, upaya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional memerlukan adanya suatu pembangunan ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Konstitusi, maka negara memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Sila Kelima Pancasila serta Alinea IV (Keempat) Pembukaan (Preambule) dan Pasal 3330 UUD NRI 1945. Arti penting bunyi pasal dalam Konstitusi tersebut bagi negara adalah sebagai penegasan diri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara hukum (rechtstaat)31. Hukum memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara.32 Negara hukum yang dianut oleh Indonesia, dilihat dari segi hukum dalam arti materiil bukan dalam arti formal. Pengertian secara materiil diistilahkan

29 Maya Hasanah, Op.Cit., hlm. 4. 30

Dalam ketentuan hukum ini yang paling relevan adalah Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan sebagai berikut: “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

31

Vide Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: “Negara Indonesia adalah negara hukum.”

32 Jimly Asshiddiqie, 2011, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,

(10)

dengan negara kesejahteraan (welfare state).33 Negara hukum merupakan negara yang berlandaskan pada hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh rakyatnya.

Peranan pemerintah yang begitu besar dalam dunia bisnis semakin disadari akan keterlibatannya terhadap UMKM. Terbukti dengan salah satu pertimbangan bahwa pemberdayaan UMKM perlu diselenggarakan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi UMKM dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi34, maka pemerintah menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU UMKM). Undang-undang tersebut memberikan suatu pengaturan dalam ranah bisnis bagi para pengusaha yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia, khususnya bagi usaha besar. UMKM merupakan jenis-jenis usaha yang menjadi perhatian utama bagi pemerintah untuk dilindungi dan dilestarikan sebagaimana mestinya. Dalam UU UMKM diatur pula mengenai kemitraan dengan pola inti-plasma35. Oleh karena itu, perlunya keterlibatan peran pemerintah baik pusat maupun daerah, dunia usaha dan masyarakat yang dapat memfasilitasi mendukung, dan

33 E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Universitas Negeri

Padjajaran, Bandung, hlm. 21-22.

34

Lihat poin Menimbang huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866).

35 Lihat Pasal 1 angka 13, Pasal 7 ayat (1) huruf d jo. Pasal 11, Pasal 25-37 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866). Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma dijaminkan melalui Pasal 27 undang-undang a quo.

(11)

menstimulasi kegiatan kemitraan dengan memerhatikan prinsip saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan.36

Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak. Perumusan hubungan hukum dalam perjanjian senantiasa diawali dengan proses negosiasi. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan kepentingan (interest).37 Demikian pula halnya dengan perjanjian kerjasama yang berpolakan kemitraan inti-plasma. Para pihak yang terlibat, yakni usaha besar sebagai ‘inti’ dan mitra tani sebagai ‘plasma’, sudah barang tentu memiliki kepentingan masing-masing yang menguntungkan bagi dirinya. Kepentingan-kepentingan tersebut biasanya diakomodasi yang selanjutnya dibingkai dengan perangkat hukum yang mengikat para pihak tersebut, yakni perjanjian a quo. Oleh karena itu, hubungan bisnis dengan skema kemitraan inti-plasma ini memiliki sifat komersial yang mana memiliki orientasi untuk saling mencapai keuntungan. Jenis perjanjian yang terjalin diatas tentunya berbeda dengan perjanjian (kontrak) konsumen yang sifat hubungannya subordinat (atas-bawah)38.

Dalam kontrak bisnis pertanyaan mengenai sisi kepastian dan keadilan justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada di antara para pihak terakomodasi melalui mekanisme hubungan kontraktual yang bekerja secara proporsional.

36 Lihat Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866).

37 Jeremy G. Thorn, Terampil Bernegosiasi dalam Agus Yudha Hernoko, 2013, Hukum

Perjanjian – Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana – Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 1.

38

Kontrak komersial perlu dibedakan dengan kontrak konsumen. Secara singkat kontrak komersial hubungan para pihak pada umumnya diasumsikan seimbang yang berorientasi pada keuntungan (profit motive), sedangkan kontrak konsumen pihak-pihaknya adalah konsumen (end user) dengan produsen yang acap kali diasumsikan pada ketidakseimbangan kedudukan pihak.

(12)

Meskipun demikian, kebebasan berkontrak masih merupakan asas yang dipegang dalam dunia hukum perdata bisnis sampai saat ini. Hal itu memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak pihak-pihak diasumsikan memiliki kedudukan yang seimbang. Akibatnya, dalam praktik sekarang masih banyak ditemukan model perjanjian standar (baku) yang cenderung dianggap berat sebelah, tidak seimbang, bahkan tidak adil.39 Begitu pula dalam kontrak komersial kebanyakan, perjanjian kerjasama dengan pola kemitraan inti-plasma yang melibatkan peranan perusahaan besar (‘inti’) memilih mitra yang hanyalah usaha-usaha yang berukuran kecil, bahkan mikro (‘plasma’), semata-mata guna mendapat keuntungan yang besar. Pihak yang lemah bargaining position-nya seperti ‘plasma’ hanya sekedar menerima segala isi perjanjian (taken for granted). Sebab apabila ‘plasma’ mencoba menawar, kemungkinan besar menerima konsekuensi hilangnya apa yang dibutuhkan. Jadi hanya ada dua alternatif pilihan sebagaimana perjanjian baku pada umumnya bagi pihak yang lemah posisi tawarnya, yaitu menerima atau menolak perjanjian (take it or leave it contract).

Tak bisa dimungkiri dalam dunia bisnis peran sentral aspek hukum perjanjian dalam membingkai pola hubungan para pihak semakin dirasakan urgensinya. Mudahnya, setiap langkah bisnis yang dilakukan oleh para pelaku bisnis, pada dasarnya merupakan langkah hukum.40 Karenanya, kontrak-kontrak komersial semestinya dikaji secara seksama dan hati-hati agar tidak serta merta menyatakan klausul perjanjian didalamnya tidak seimbang atau berat sebelah, semata-mata membaca teks gramatikal substansi perjanjian tersebut. Banyak

39 Agus Yudha Hernoko, Ibid., hlm. 2.

40 M. Isnaeni, Perkembangan Prinsip-prinsip Hukum Kontrak sebagai Landasan Kegiatan Bisnis

(13)

pihak yang terjebak untuk menyatakan suatu perjanjian itu berat sebelah atau tidak seimbang, hanya mendasarkan pada perbedaan status masing-masing pihak yang berkontrak. Pemahaman yang salah serta sesat tersebut, misalnya dengan sekedar memerhatikan perbedaan latar belakang (asing-domestik, bank-nasabah, produsen-konsumen), kemudian secara sumir menyatakan perjanjian berat sebelah dengan asumsi perbedaan bargaining position yang kian tampak. Namun demikian, kiranya akan lebih adil dan objektif pula apabila menilai keberadaan suatu perjanjian dengan mencermati substansinya, serta kategori perjanjian yang bersangkutan (kontrak konsumen atau kontrak komersial).41

Perjanjian kerjasama dengan pola kemitraan inti-plasma yang menjadi pokok bahasan dalam Penulisan Hukum ini, berdimensikan kontrak komersial. Hal tersebut mengakibatkan penekanan pada aspek penghargaan terhadap kemitraan dan kelangsungan bisnis (efficiency and profit oriented), tidak lagi berkutat pada keseimbangan matematis. Dimensi perjanjian yang demikian lebih menekankan pada proporsionalitas pertukaran hak dan kewajiban di antara pelaku-pelakunya.42 Artinya, pembagian beban kewajiban dalam perjanjian tersebut perlu diatur secara proporsional, terlepas dari proporsi hasil akhir yang diterima para pihak. Urgensi pengaturan mengenai perjanjian dalam praktik bisnis adalah untuk menjamin pertukaran kepentingan (hak dan kewajiban) berlangsung secara proporsional sehingga hubungan kontraktual yang adil dan saling menguntungkan dapat terjalin.43

41 Agus Yudha Hernoko, Ibid., hlm. 5. 42 Ibid.

(14)

Dalam rangka menganalisis pokok bahasan yang demikian, hubungan ‘inti’ dengan ‘plasma’ memerlukan suatu metode pengujian terhadap eksistensi perjanjian kerjasama a quo melalui proses yang sistematis dan padu. Keterpaduan asas-asas hukum perjanjian, khususnya asas proporsionalitas dan asas keadilan merupakan pisau analisis untuk membedah eksistensi dan substansi perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak. Kedua asas tersebut mengandaikan pembagian hak dan kewajiban yang diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual: tahap pra-perjanjian; tahap pembentukan perjanjian; tahap pelaksanaan perjanjian; bahkan pada tahap kegagalan berkontrak dalam pelaksanaan perjanjian yang menimbulkan sengketa bagi para pihak. Oleh karena itu, fokus tujuan Penulis adalah dengan melihat perbedaan-perbedaan kepentingan dapat diatur sedemikian rupa secara proporsional dan adil, bahkan saling menguntungkan para pihak (win-win contract).

Salah satu perusahaan grup multinasional berbadan hukum Perseroan di Indonesia yang menjadi objek penelitian Penulis dalam Penulisan Hukum ini adalah PT Fresh Grow International (PT FGI). PT FGI telah terbentuk di Indonesia sejak tahun 2013. Namun pengesahan perusahaan sebagai badan hukum Indonesia melalui akta notaris baru pada tahun 2014 di Tabanan, Bali. Akan tetapi saat ini PT FGI berkedudukan sah di Jakarta Pusat, DKI Jakarta sebagai akibat pembaharuan akta mengenai pemindahan tempat kedudukan. Maksud dan tujuan dari PT FGI adalah berusaha dan bergerak dalam bidang perdagangan dan pertanian dengan melakukan kegiatan usaha yang utama berupa penanaman tomat. Guna mengembangkan usahanya, PT FGI telah melaksanakan perjanjian

(15)

dengan orang perseorangan, yakni para mitra tani yang berada pada beberapa kabupaten di Provinsi Bali.

Hal yang dicermati oleh Penulis dalam peristiwa hukum ini adalah mengenai perikatan-perikatan yang tertuang dalam perjanjian kerjasama dengan pola kemitraan inti-plasma yang secara sepihak dibuat oleh PT FGI. Perjanjian tersebut memiliki kegiatan utama, yaitu kerjasama untuk penanaman tomat. Sebagaimana telah diketahui sebelumnya perjanjian standar (standardized contract), yaitu perjanjian yang dibuat oleh salah satu pihak saja (PT FGI) dengan cara menyiapkan syarat-syarat baku pada satu formulir perjanjian yang kemudian disodorkan kepada pihak lain (para mitra tani) untuk disetujui.44 Masalah yang kerap kali muncul pada penentuan isi perjanjian standar dalam perjanjian kerjasama adalah belum menerapkan asas proporsionalitas dan asas keadilan secara seimbang, yakni tidak membagi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan porsinya masing-masing karena isi perjanjian tersebut dibuat oleh satu pihak saja. Padahal dalam mengatasi permasalahan ekonomi dapatlah teratasi jika hubungan bisnis yang terjadi dikembalikan pada kondisi yang seimbang.

Penulis tertarik untuk mengkaji dan mendalami perjanjian ini karena adanya beberapa masalah dalam perjanjian kerjasama yang dilakukan. Misalnya, ditinjau dari penerapan asas proporsionalitas, adanya beberapa pasal dalam perjanjian berkenaan dengan kewajiban bagi mitra tani dalam hal penjualan hasil panen yang dilakukan secara eksklusif hasil panen hanya akan dijual kepada pada PT FGI saja, tidak pada pihak lain ataupun dikonsumsi sendiri oleh mitra tani.

(16)

Kemudian ditinjau dari penerapan asas keadilan, dalam Pasal 7 Perjanjian Kerjasama untuk Penanaman mengenai Sanksi hanya mengatur sanksi bagi mitra tani yang melakukan wanprestasi, tidak untuk PT FGI. Kemudian dalam hal cara penyelesaian wanprestasi, Pasal 8 perjanjian a quo mengenai Pemutusan Kerjasama hanyalah dapat dilakukan oleh PT FGI saja, tidak pula oleh mitra tani. Maka dari itu, Penulis akan lebih berfokus pada tahap pra dan pembentukan perjanjian serta melihat beberapa kenyataan di lapangan yang relevan dalam membahas tahap kegagalan berkontrak yang dapat menimbulkan sengketa.

Atas penjelasan uraian tersebut, maka kiranya perlu dilakukannya penelitian mendalam mengenai perjanjian kerjasama untuk penanaman tomat dengan meninjau pola kemitraan inti-plasma sebagai suatu usaha bisnis yang dilakukan oleh sebuah perusahaan berbentuk badan hukum asing dalam rupa PT dengan orang perseorangan yang berbentuk kelompok dalam suatu wilayah, yakni mitra perusahaan (petani). Hal itu pula yang membuat Penulis ingin menuangkan sebuah penulisan hukum dengan judul: “Penerapan Asas Proporsionalitas dan Asas Keadilan dalam Perjanjian Kerjasama dengan Pola Kemitraan Inti-Plasma (Studi Kasus pada PT Fresh Grow International).”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka kajian permasalahan dalam Penulisan Hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan asas proporsionalitas dalam perjanjian kerjasama untuk penanaman tomat dengan pola kemitraan inti-plasma antara PT Fresh Grow International dengan para mitra tani?

(17)

2. Apakah ketentuan mengenai wanprestasi beserta cara penyelesaiannya yang diatur dalam perjanjian kerjasama untuk penanaman tomat dengan pola kemitraan inti-plasma antara PT Fresh Grow International dengan para mitra tani telah memenuhi asas keadilan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang ingin dicapai, tujuan Penulis dalam Penulisan Hukum ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis penerapan asas proporsionalitas dalam perjanjian kerjasama untuk penanaman tomat dengan pola kemitraan inti-plasma antara PT Fresh Grow International dengan para mitra tani.

b. Untuk menelaah, mengkritisi dan menganalisis ketentuan mengenai wanprestasi beserta cara penyelesaiannya dengan dikaitkan pada penerapan asas keadilan sebagaimana yang dimaksud dalam perjanjian huruf a a quo.

2. Tujuan Subjektif

a. Tujuan yang ingin diperoleh Penulis dari penelitian ini guna memperoleh data yang relevan sesuai dengan topik yang dibahas dalam rangka melengkapi persyaratan akademis dengan menyelesaikan Penulisan Hukum untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

(18)

b. Harapan dari Penulis setelah melakukan penelitian ini supaya dapat mengetahui bahkan menguasai implementasi perjanjian kerjasama dengan pola kemitraan inti-plasma supaya nantinya melalui analisis dan pembahasan dapat ditemukan suatu kesimpulan dan saran (rekomendasi) berupa suatu keadilan dalam perjanjian bagi para pihak yang berkontrak. Selain itu, Penulis perlu untuk memahami pengaruh suatu hukum perjanjian dalam kehidupan perekonomian secara luas serta mengkerucut pada perekonomian secara sempit, yakni sektor pertanian berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait serta asas-asas hukum perdata dan hukum dagang.

D. Keaslian Penelitian

Pada bagian ini, Penulis akan memuat uraian secara singkat, padat dan jelas mengenai hasil penelitian dalam bentuk penulisan hukum berupa skripsi, tesis, disertasi, laporan, dan/atau pemikiran dari gagasan-gagasan dari para penulis sebelumnya atau terdahulu yang mempunyai relevansi dan berkorelasi dengan penelitian yang dilakukan oleh Penulis dalam Penulisan Hukum ini.

Penulisan Hukum yang berjudul “Penerapan Asas Proporsionalitas dan Asas Keadilan dalam Perjanjian Kerjasama dengan Pola Kemitraan Inti-Plasma (Studi Kasus pada PT Fresh Grow International)” sepanjang penelusuran Penulis, belum pernah ada penelitian hukum sejenis yang membahas permasalahan yang sama persis. Namun demikian, dari penelusuran tersebut masih terdapat beberapa penelitian atau karya tulis ilmiah yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang dibahas. Adapun penelitian termaksud antara lain:

(19)

1. Penulisan hukum (skripsi) yang berjudul: “Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Pendahuluan tentang Pengikatan Jual Beli Antara PT Aryaguna Putra dengan Konsumen di Kabupaten Sleman” oleh Misael Asarya Tambunan, Mahasiswa pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2014 di Yogyakarta. Skripsi ini merupakan hasil penulusuran Penulis di lantai 3 (tiga) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Penelitian pada skripsi ini berfokus pada asas proporsionalitas dalam pelaksanaan perjanjian pendahuluan tentang pengikatan jual beli yang dilakukan oleh PT Aryaguna Putra dengan konsumen serta penyelesaiannya atas penyimpangan asas tersebut dalam perjanjian yang dilakukan.

2. Tesis yang berjudul: “Implementasi Asas Proporsionalitas dalam Pembentukan dan Pelaksanaan Kontrak Komersial” oleh Darisah, Mahasiswa Pascasarjana pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada Tahun 2014 di Yogyakarta. Tesis ini merupakan hasil penulusuran Penulis yang berada di lantai 2 (dua) Ruang Electronic Theses & Dissertations

Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada. Penelitian pada tesis ini berfokus pada tahap pembentukan dan pelaksanaan suatu kontrak komersial secara umum dengan mengkaitkan pada asas proporsionalitas mengenai implementasi dan konsekuensi hukum apabila para pihak berada dalam kontrak tidaklah seimbang kedudukannya.

3. Tesis yang berjudul: “Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama dengan Surat Perjanjian Kemitraan antara Petani Penangkar Bibit Tanaman dengan CV

(20)

Putra Tani di Yogyakarta” oleh Henricus Arwi Sanjaya, Mahasiswa Pascasarjana pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2007 di Yogyakarta. Tesis ini merupakan hasil penulusuran Penulis yang berada di lantai 2 (dua) Ruang Electronic Theses & Dissertations

Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada. Penelitian pada tesis ini berfokus pada pelaksanaan perjanjian kemitraan antara petani penangkar bibit tanaman dengan CV Putra Tani berkaitan dengan keseimbangan hak dan kewajiban yang diatur dalam perjanjian termaksud serta upaya penyelesaian yang dilakukan para pihak jika terjadi wanprestasi.

Terhadap tiga penelitian hasil penelusuran penulis terdapat 4 (empat) letak perbedaan mendasar dengan usulan penelitian untuk penulisan hukum yang akan diteliti, yaitu materi objek perjanjian yang diteliti, kedudukan para pihak yang terlibat, fokus tinjauan asas hukum perdata dalam perjanjian serta lokasi penelitiannya. Pertama, materi objek perjanjian yang diteliti oleh Penulis adalah perjanjian kerjasama untuk penanaman tomat, sedangkan tiga penelitian hasil penelusuran tersebut bermaterikan perjanjian pendahuluan tentang pengikatan jual beli, suatu kontrak komersial yang dibahas secara umum, dan perjanjian kerjasama dengan surat perjanjian kemitraan penangkar bibit tanaman.

Kedua, kedudukan para pihak dalam tiga penelitian sebelumnya berlaku antara badan hukum berupa PT dengan konsumen serta badan usaha berupa Persekutuan Komanditer (CV) dengan petani. Satu penelitian milik Darisah melihat kedudukan para pihak berdasarkan ukuran ketidakseimbangan posisi tawar yang dinilai secara mengambang. Namun, Penulis dalam penelitiannya

(21)

memilih badan hukum berupa PT bertarafkan multinasional dengan mitra, yaitu petani. Ketiga, asas hukum menjadi bagian penting dalam membahas penelitian Penulis, yakni asas proporsionalitas dan asas keadilan. Sedangkan, dua peneliti sebelumnya, yakni Misael Asarya Tambunan dan Darisah hanya menggunakan asas proporsionalitas saja. Analisis terakhir, melihat pada lokasi penelitian dua peneliti, yaitu Misael Asarya Tambunan dan Henricus Arwi Sanjaya di daerah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penulis memilih lokasi penelitian yang berbeda yang akan dijelaskan dalam Bab III Penulisan Hukum ini.

Terhadap tiga penelitian hasil penelusuran Penulis, terlihat jelas letak perbedaan dengan Penulisan Hukum yang akan diteliti. Dengan demikian, sebagai seorang akademisi yang menjunjung tinggi etika akademik dalam penulisan suatu karya ilmiah dan menghindari perbuatan plagiasi. Maka peneltian dan penulisan hukum akan dilakukan dengan itikad baik serta menuliskan setiap pemikiran atau gagasan dan temuan orang lain dengan mencantumkannya dalam bentuk kutipan dan/atau catatan kaki serta menyebutkan sumbernya yang jelas. Hal tersebut semata-mata untuk menyumbangkan ilmu dan menambah informasi apabila tidak terdapat pada penelitian sebelumnya. Uraian diatas telah menunjukkan adanya perbedaan fokus pada tiga penelitian sebelumnya dengan yang akan dituliskan. Maka, penelitian yang akan Penulis lakukan dapat memperlihatkan keasliannya.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan oleh Penulis dari hasil yang akan diperoleh atas Penulisan Hukum ini kiranya dapat memberikan manfaat dan kegunaan secara teoritis maupun praktis sebagai berikut:

(22)

1. Manfaat Teoritis

Penulisan Hukum ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan, berupa konsep pemikiran dan pemahaman yang dapat bermanfaat mengenai perjanjian kerjasama dengan pola kemitraan inti-plasma yang dilakukan oleh suatu badan hukum perseroan asing dengan orang perseorangan yang kiranya disusun secara adil dan proporsional. Hal tersebut guna mengatasi permasalahan praktis supaya dikemudian hari penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan kepustakaan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Disamping itu, usulan penelitian untuk penulisan hukum ini diharapkan dapat memperkaya ilmu hukum secara umum dibidang hukum perdata dan hukum dagang.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari Penulisan Hukum ini kiranya dapat memberikan manfaat praktis bagi pihak-pihak terkait, yaitu:

a. Manfaat bagi Penulis

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan Penulis dalam bidang keperdataan maupun bisnis sebagai persiapan awal dalam dunia kerja dibidang tersebut nantinya.

b. Manfaat bagi Para Pelaku Bisnis

Penelitian ini diharapkan menjadi sarana bagi para pelaku bisnis untuk segera menyadari proses pembentukan perjanjian komersial yang proporsional agar saling menguntungkan para pihak. Selain itu kiranya para pelaku bisnis dapat mengetahui dan memahami langkah-langkah

(23)

yang adil dalam penyelesaian wanprestasi pada tataran normatif perjanjian, supaya tidak terjadi kelalaian maupun kesalahan kemudian. c. Manfaat bagi Pemerintah

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa saran dan rekomendasi bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan sebagai upaya peningkatan perekonomian. Kebijakan termaksud kiranya dituangkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai UMKM serta juga dilaksanakan secara aktual. Hal tersebut guna mendukung pembangunan nasional yang berbasiskan perekonomian rakyat.

d. Manfaat bagi Pembangunan dan Masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membuat masyarakat khususnya para petani untuk semakin sadar dan mengetahui pentingnya peran dan eksistensi perusahaan (usaha skala menengah-besar) dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Hasilnya supaya dapat dipelajari oleh masyarakat serta kaum intelektual untuk dapat mengadvokasi pelaksanaan hukum dan ekonomi secara partisipatif dan mandiri.

Referensi

Dokumen terkait

Kep / 74 / XI / 2003 tanggal 11 Nopember 2003 dan yang terbaru Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia ( Perkap) Nomor 8 tahun 2015 tentang

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan bentuk tampilan kartu kata yang sesuai dan penggunaan kartu kata tersebut pada pembelajaran kosakata berafiks

Jika pelayanan angkutan umum dilakukan dengan baik dan dapat menjangkau wilayah yang luas serta memuaskan penumpang, maka pergerakan orang dapat dilayani dengan kendaraan

Narasi kandang menuntut para religious untuk kembali lahir sebagai manusia baru, manusia yang berpihak kepada mereka yang terpinggirkan. Para religius perlu hadir sebagai kandang

Tingkat penetrasi bank asing dihipotesakan berpengaruh terhadap tingkat kompetisi perbankan yang diukur dengan Indeks Lerner atau pendekatan Conjectural Variation,

Variansi minimum dari masing-masing penaksir untuk rata-rata populasi yang diajukan telah diperoleh kemudian dengan membandingkan variansi minimum dari masing-masing

“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak

Apa bentuk hukuman yang dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Negeri Bangkinang terhadap kasus penganiayaan dalam perkara pidana No340/Pid.B/2012/PN.Bkn yang diputuskan oleh