EFEKTIVITAS PEMBIASAAN SHALAT DHUHA DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN PESERTA DIDIK DI SMP
MUHAMMADIYAH 1 SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh:
MUCHAMMAD UBAIDILLAH SYAFIQ NIM. D71213111
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
ABSTRAK
Muchammad Ubaidillah Syafiq, Efektivitas pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Skripsi. Surabaya: jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh keprihatinan penulis terhadap siswa-siswi SMP, keadaan tersebut dikarenakan kurangnya kesadaran disiplin disekolah. Peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 sidoarjo yang masih berusia 12 sampai 14 tahun yang termasuk tipe dalam remaja, yang mana masa penuh dengan gejolak karena perkembangan biologisnya sangat begitu cepat bahkan massa ini disebut masa yang sangat rentan terhadap pergaulan remaja. Pada masaa ini kebanyakan seorang anak sekarang sudah terpengaruhi lingkungan, perkembangan teknologi dan budaya sehingga remaja sekarang berprilaku menyimpang.
Akibatnya kebanyakan remaja pada saat belajar disekolah sekarang kurang disiplin sering sekali terjadi, salah satunya yaitu membolos ini malah menjadi rutinitas disebagian efektif sekolah. Bukan hanya membolos saja ada yang terlambat sekolah, berkelahi, masalah pakaiaan, merusak, masalah sampah. Untuk mencegah maraknya penyimpangan yang dilakukan oleh siswa perlu adanya kegiatan yang dapat membatasi gerak mereka untuk melakukan hal-hal yang negatf. Salah satu kegiatan tersebut adalah shalat dhuha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji efektivitas pembiasaan shalat dhuha dalam pemebentukan disiplin peserta didik di SMP Muhammadiayah 1 Sidoarjo.
Berdasarkan tingkat eksplanasi maka penelitian ini termasuk penelitian komparatif, yaitu penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua variabel atau lebih sampel yang berbeda, atau waktu yang berbeda. Dan menurut jenis datanya, penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif. Adapun skala pengukurannya menggunakan skala Likert, paradigma dalam penelitian ini adalah paradigma sederhana dimana penelitian ini terdiri dari dua variabel dependent dan dua variabel independent jadi untuk membandingkan antara dengan Digunakan teknik Uji Test Independent. Dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah 15% dari jumlah keseluruhan peserta didik kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo tahun ajaran 2016/2017 yang berjumlah 42 peserta didik. Teknik pengumpulan datanya menggunakan angket, observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah Uji Test Independent yang yang dikonsultasikan dengan r tabel pada taraf signifikan 5% dan 1% untuk memberikan interpretasi bahwa hipotesisi alternatif diterima atau ditolak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat keefetifan yang positif dan signifikan pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 sidoarjo.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I: PENDAHULUAN... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. RUMUSAN MASALAH ... 7
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN ... 7
D. MANFAAT PENELOTIAN ... 8
E. RUANG LINGKUP DAN KETERBATASANA PENELITIAN ... 8
F. ASUMSI DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 9
G. DEFINISI OPERASIONAL ... 11
H. METODE PENELITIAN ... 13
I. JENIS DAN SUMBER DATA ... 16
J. METODE DAN INSTRUMENT PENGUMPULAN DATA ... 17
K. ANANLISI DATA ... 20
L. SISTEMATIKA PEMBAHASAN ... 21
BAB II: LANDASAN TEORI ... 23
A. TINJAUAN TENTANG PEMBIASAAN SHALAT DHUHA ... 23
1. Pengertian Pembiasaan Shalat Dhuha ... 23
2. Memahami Fiqih Shalat Dhuha ... 25
3. Keutamaan Shalat Dhuha ... 30
B. TINJAUAN TENTANG DISIPLIN ... 34
1. Pengertian Disiplin ... 34
2. Tujuan Disiplin ... 35
3. Indikator Disiplin ... 37
4. Macam-Macam Disiplin ... 39
5. Upaya Meningkatkan Disiplin ... 41
6. Faktor Yang Mempengaruhi Kedisiplinan ... 43
7. Disiplin Di Sekolah ... 47
C. EFEKTIVITAS PEMBIASAAN SHALAT DHUHA DALAM PEMBENTUKAN DISIPLIN PESERTA DIDIK ... 49
BAB III: METODELOGI PENELITIAN ... 52
A. Jenis Dan Rancangan Penelitian ... 52
B. Variabel, Indikator dan Instrument Penelitian ... 54
C. Populasi dan Sampel ... 59
D. Teknik Pengumpulan Data ... 62
E. Teknik Analisis Data ... 65
BAB IV: LAPORAN HASIL PENELITIAN ... 68
A. GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ... 68
1. Profil Umum SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ... 68
2. Sejarah Berdirinya SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo... 69
3. Struktur Organisasi SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ... 70
4. Visi dan Misi SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ... 71
5. Guru Dan Karyawan SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ... 71
7. Sarana Dan Prasana SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ... 75
B. PENYAJIAN DATA ... 82
1. Data Observasi ... 82
2. Data Hasil Angket ... 89
C. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 92
1. Analisis tentang Shalat Dhuha ... 92
2. Analisis tentang Disiplin Peserta Didik ... 104
3. Pengujian Hipotesis ... 125
BAB V: PENUTUP ... 132
A. KESIMPULAN ... 132
B. SARAN ... 133
DAFTAR PUSTAKA ... 135
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 138
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
karakter berasal dari bahasa yunani yang berarti “to mark” menandai dan
menfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam
tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Oleh karena itu, seseorang yang
berprilaku tidak jujur, curang, kejam, rakus dapat dikatakan sebagai orang
yang memiliki karakter jelek, sedangkan yang berprilaku baik, jujur, dan suka
menolong diakatakan sebagai orang yang memiliki karakter baik/mulia.1
Sejalan dengan pendapat tersebut, Dirjen Penddikan Agama Islam,
Kementerian Agama Republik Indonesia (2010) mengemukakan bahwa
karakter (character) dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang
melekat dan dapat diidentifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik,
dalam arti secara khusus ciri-ciri ini membedakan antara satu individu dengan
yang lainya.2 Karakter bukan bawaan sejak lahir, tidak datang dengan
sendirinya melainkan harus dibentuk, ditumbuhkan, dikembangkan, dan
dibangun secara sadar dan sengaja hari demi hari melalui suatu proses.
Salah satu proses tersebut dapat melalui pendidikan.
Dalam UUSPN No.20 tahun 2003 Bab 2 Pasal 3 menjelaskan tujuan
pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
1
H. E. Mulyasa, Manejemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksar, 2012), h. 3
2
2
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demkratis serta tanggung jawab.3 secara ringkas bahwasannya
tujuan pendidikan nasional mengarah pada pengembangan bebagai karakter
manusia Indonesia, walaupun dalam penyelenggaraanya masih jauh dari apa
yang dimaksudkan dalam UU.4 Oleh karena itu pendidikan karakter dalam
sebuah lembaga pendidikan sangatlah penting dan dibutuhkan.
Pendidikan karakter adalah proses menanamkan karakter tertentu
sekaligus memberi benih agar peserta didik mampu menumbuhkan karakter
khasnya pada saat menjalankan kehidupannya. Dalam perspektif islam,
pendidikan karakter secara teoretik sebenarnya sudah ada sejak islam
diturunkan didunia seiring dengan diutusnya nabi Muhammad SAW untuk
mempebaiki atau menyempurnakan akhlak manusia. Ajaran islam sendiri
mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek
keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga akhlak. pengalaman ajaran
islam secara utuh (kuffah) merupakan model karakter seorang muslim,
bahkan dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad SAW,
yang memiliki sifat Shidiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah (STAF).5
Moment pertama pendidikan karakter didalam lembaga pendidikan
adalah penentuan visi dan misinya. Visi dan misi lembaga pendidikan
merupakan momen awal yang menjadi prasyarat sebuah program pendidikan
3
Dharma kusuma, cepi triatna, dan johan permana, Pendidikan Karakter, (Bandung: PT
Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 6 4
Ibid., h. 8 5
H. E. Mulyasa, Manejemen Pendidikan Karakter, h. 5
3
karakter di sekolah. Tanpa ini, pendidikan karakter di sekolah tidak dapat
berjalan.6 Ada 9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam
pendidikan karater, baik di sekolah maupun diluar sekolah salah satunya
adalah disiplin. Karakter di sekolah yaitu menumbahakan disiplin peserta
didik. khususnya disiplin diri. Disiplin peserta didik bertujuan untuk
membantu menemukan diri, mengatasi, dan mencegah timbulnya
problem-problem disiplin, serta berusaha menciptakan suasana aman, nyaman, dan
menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran sehinga mereka menaati segala
perarturan yang sudah ditetapkan.
Dalam rangka menyukseskan pendidikan karakter, seorang guru harus
menumbuhkan sikap disiplin kepada peserta didik. Selain itu guru mampu
mengembangkan pola perilaku peserta didik, meningkatkan standar
perilakunya, dan melaksanakan aturan sebagai alat untuk menegakkan
disiplin. Untuk mendisiplikan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni sikap demokratis.7
Maka dari itu dengan adanya pendidikan karakter diharapakan mampu
menghasilkan/menampilkan generasi yang memiliki kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan serta memiliki pribadi
berkarakter yang meningkatkan kualitas keimanan, akhlak, kedisiplinan, dan
hubungan antar sesama manusia. Dalam membentuk pribadi karakter dapat
6
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
(Jakarta:
Kompas Gramedia, 2010), h. 5 7
H. E. Mulyasa, Manejemen Pendidikan Karakter, h. 26
4
melalui berbagai bentuk dan juga kebiasaan yang baik dan bermanfaat yang
dilakukan secara berulang-ulang setiah hari.
SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo sebagai lokasi penelitian, mempunyai
visi “ Islami, Cerdas dan Berprestasi ”. Agar terwujud visi tersebut maka
sekolah harus tampil dengan kualitas yang tinggi dimana setiap peserta didik
harus memantapkan dirinya dalam hal agama dan juga dalam belajar sehingga
perlu mengadakan suatu program yang dapat membantu pembentukan
karakter siswa. Salah satu kegiatan keagamaan yang dilaksanakan peserta
didik di lembaga SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ini adalah pembiasaan
shalat dhuha.
Shalat Dhuha merupakan shalat sunnah yang dikerjakan pada saat
matahari sudah naik kira-kira sepenggalan (setinggi tonggak) dan berakhir
pada saat tergelincirnya matahari di waktu shalat dhuhur. Jika shalat dhuha
ini dilakukan persis awal waktu terbitnya matahari, maka disebut dengan
shalat al-isyraq (terbit). Melihat intensitas pengerjaanya oleh Nabi SAW dan
pesan-pesan bilau tentang pentingnya shalat dhuha, maka shalat shalat ini
termasuk sunnah mu‟akaddah. Hal itu didasarkan pada hadits Abu Hurairah
r.a sebagai berikut :
ِماَيِص ٍث َََثِب َملَسَو ِهْيَلَع ُهللا ىلَص يِليِلَخ ِِاَصْوَأ
ٍرْهَش ِلُك ْنِم ٍمايَأ ِةَث َََث
َماَنَأ ْنَأ َلْبَ ق َرِتوُأ ْنَأَو ىَحضلا َََْعْكَرَو
Artinya: “Kekasihku Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi wasiat
kepadaku agar aku berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mendirikan shalat
Dhuha dua raka'at dan shalat witir sebelum aku tidur”
5
Hadits di atas merupakan alasan yang kuat terhadap kesunahan
pelaksanaan sholat dhuha, apapun amal ibadah yang sudah disyari’atkan akan
mengandung banyak keutamaan dan hikmah tersendiri. 8
Peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 sidoarjo masih berusia 12
sampai 14 tahun yang termasuk tipe dalam remaja, yang mana masa yang
penuh dengan gejolak karena perkembangan biologisnya sangat begitu cepat
bahkan massa ini disebut masa yang sangat rentan terhadap pergaulan remaja.
Aristoteles mengatakan bahwa anak-anak menganggap masa ini adalah masa
yang paling indah namun juga paling kritis dalam kehidupannya sehingga
muncul perasaan negatif yang berupa perasaan tidak senang, lesu, manarik
diri dari masyarakat, atau reaksi negatif lainnya. Pada masaa ini kebanyakan
seorang anak sekarang sudah terpengaruhi lingkungan, perkembangan
teknologi dan budaya sehingga remaja sekarang berprilaku menyimpang.
Akibatnya kebanyakan remaja pada saat belajar di sekolah sekarang
kurang disiplin sering sekali terjadi, salah satunya yaitu membolos ini malah
menjadi rutinitas disebagian efektif sekolah. Bukan hanya membolos saja ada
yang terlambat sekolah, berkelahi, masalah pakaiaan, merusak, masalah
sampah. Pengaruh lingkungan ini yang paling penting, apalagi kalau
lingkungannya rusak pasti akan rusak semuanya. Disini juga orang tua
berperan penting karena orang tua adalah lingkungan yang pertama atau
pendidikan pertama. Orang tua harusnya mendidik dengan benar sehingga
anaknya akan menjadi seseorang yang patuh dan disiplin.
8
Syakir Jamaluddin M.A, Shalat Sesuai Dengan Tuntunan Nabi SAW, (Yogyakarta: LPPI
6
Berpijak dari hal di atas maka perlu adanya suatu pembinaan yang
merupakan suatu proses dinamika kehidupan manusia yang berlangsung
secara terus menerus sesuai dengan pertumbahan dan perkembangan jiwa
manusia yang dimulai sejaka kandungan ibu sampai dewasa. Pembinaan
kedisiplinan perlu ditanamkan dalam kepribadian anak sejak dini, hal ini
dikarenakan salah satu upaya untuk mengarahkan dan memotivasi anak dalam
meningkatkan kedisiplinan.
Oleh karena itu, perlu diadakannya kegiatan shalat dhuha berjamaah.
Pelaksanaan shalat dhuha berjamaah disini dilakukan setiap hari yang
dipimpin oleh guru. Di dalam kegiatan shalat dhuha berjamaah ini seluruh
peserta didik sebelum memulai kegiatan belajar mengajar melakukan shalat
dhuha terlebih dahulu bersama semua guru-guru di SMP Muhammadiyah 1
Sidoarjo, setalah shalat dhuha selesai dilaksanakan, kemudian guru yang
menjadi imam tadi memimpin dzikir dan disusul dengan ceramah singkat dan
didukung pelaksanaaannya yang dilakukan dipagi hari maka akan
memberikan siraman rohani yang menyegarkan yang diharapkan akan
mempu membuat para peserta didik terbuka fikirannya untuk menjadi pribadi
yang baik.
Kegiatan shalat dhuha di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo dilaksanakan
oleh beberapa peserta didik. Karena kegiatan shalat dhuha ini tidak
diwajibkan bagi peserta didik. Meskipun kegiatan ini bukan program sekolah,
peserta didik masih termotivasi dan rutin dalam pelaksanaan shalat dhuha.
7
kegiatan pembiasaan tesebut. Apakah rutinitas ini efektif memberikan
pengaruh yang positif kepada peserta didik khususnya dalam kedisiplinan
atau tidak ada. Kalau memang ada, maka akan lebih bagus lagi kegiatan ini
menjadi suatu program sekolah untuk membentuk disiplin peserta didik ini
melalui pembiasaan shalat dhuha.
Selain itu biasanya kegiatan shalat dhuha dikaitkan dengan karakter
riligius. Namun yang menjadi menarik adalah dalam penelitian ini adalah
pembiasaan shalat dhuha dikaitkan dengan kedisiplinan. Seefektif apakah
pembiasaan shalat dhuha dalam disiplin. Dengan alasan inilah peneliti ingin
meneliti dan mengkaji lebih mendalam tentang “Efektivitas Pembiasaan
Shalat Dhuha Dalam Meningkatkan Disiplin Peserta Didik di SMP
MUHAMMADIYAH 1 SIDOARJO”.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pembiasaan shalat dhuha Peserta Didik di SMP
Muhammadiyah 1 Sidoarjo ?
2. Bagaimana kedisiplinan Peserta Didik di SMP Muhammadiyah 1
Sidoarjo ?
3. Bagaimana efektivitas pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan
disiplin Peserta Didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah yang telah penulis kemukakan di atas,
8
1. Untuk mengetahui pembiasaan shalat dhuha Peserta Didik di SMP
Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui kedisiplinn Peserta Didik di SMP Muhammadiyah 1
Sidoarjo.
3. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas pembiasaan shalat dhuha
dalam meningkatkan disiplin Peserta Didik di SMP Muhammadiyah 1
Sidoarjo.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun praktis.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu
pengetahuan dan menambah wawasan tentang kedisiplinan siswa melalui
pemebiasaan shalat dhuha.
Adapun secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi
motivasi bagi lembaga pendidikan yaitu SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo
yang dijadikan lokasi penelitian untuk lebih meningkatkan pembiasaan
kegiatan keagamaan dilembaganya seperti meningkatkan disiplin peserta
didik melalui pembiasaan shalat dhuha. Sedangkan manfaat untuk pembaca
diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran para pembaca akan mengetahui
keutamaan dan keistimewaan shalat dhuha. Dengan demikian, pembaca akan
lebih menyadari pentingnya melaksanakan shalat dhuha.
E. Ruang Lingkup Dan Keterbatasan Penelitian
Untuk menghindari ketidak-konsistenan antara topik yang diangkat
9
dan batasan penelitian. Sangatlah penting bagi penulis dalam membatasi
masalah untuk membuat pembaca lebih mudah memahaminya. Dalam skripsi
ini penulis hanya memfokuskan pada :
1. Pembiasaan shalat dhuha yang penulis maksudkan dalam penelitian ini
adalah keaktifan dalam melaksanakan shalat dhuha secara rutin serta
memahami fiqih shalat dhuha
2. kedisiplin yang dimaksud dalam penelitian ini ialah disiplin terhadap tata
tertib sekolah, disiplin perbuatan, disiplin ibadah, disiplin waktu dan
disiplin perbuatan
F. Asumsi dan Hipotesis Penelitian 1. Asumsi Penelitian
Asumsi dapat dikatakan sebagai anggapan dasar yaitu suatu hal yang
diyakini oleh peneliti yang harus terumuskan secara jelas. Di dalam
penelitian anggapan-anggapan semacam ini sangatlah perlu dirumuskan
secara jelas sebelum melangkah mengumpulkan data, menurut Suharsimi
Arikunto merumuskan asumsi adalah penting dengan tujuan sebagai
berikut:
a. Agar ada dasar berpijak yang kukuh bagi masalah yang sedang diteliti
b. Untuk mempertegas variable yang menjadi pusat perhatian
c. Guna menentukan dan merumuskan hipotesis.9
9
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), h. 58
10
Adapun asumsi yang penulis rumuskan yaitu: Efektivitas
pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin Peserta Didik di
SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
2. Hipotesis Penelitian.
Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu kata hypo
yang berarti kurang dan kata thesis yang berarti pendapat. Hypothesis
yang dalam dialek Indonesia menjadi hipotesa kemudian berubah menjadi
hipotesis yang maksudnya adalah suatu kesimpulan yang masih kurang
atau kesimpulan yang belum sempurna.10 Menurut Sudjarwo, hipotesis
adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.
Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.11
Sedangkan Suharsimi Arikunto memberikan pengertian bahwa
hipotesis adalah kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti12,
tetapi harus dibuktikan atau di tes atau di uji kebenarannya. Hipotesis ini
ada dua macam yaitu : Hipotesis nol (Ho) yang menyatakan adanya
persamaan atau tidak adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih
dan hipotesis kerja/alternatif (Ha) yang menyatakan adanya hubungan
antara variabel x dan variabel y atau adanya perbedaan antara x dan y.
Berkaitan dengan ini penulis menggunakan hipotesis alternatif dan
hipotesis nol sebagai kesimpulan sementara, yaitu dengan rumusan
sebagai berikut :
10
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 85 11
Basrowi Sudjarwo, Manajemen Penelitian Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 2009), h. 75
12
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik, h. 71
11
Hipotesis Nihil (Ho): “Pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan
disiplin peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo tidak efektif”.
Hipotesis Alternatif (Ha): “Terdapat keefektifan pembiasaan shalat
dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik di SMP Muhammadiyah
1 Sidoarjo”.
Jika (Ho) terbukti setelah diuji maka (Ho) diterima dan (Ha) ditolak..
Namun sebaliknya jika (Ha) terbukti setalah diuji maka (Ha) diterima dan
(Ho) ditolak.
G. DefinisiOperasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang didasarkan pada
karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau
“mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang
menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji
dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain. .13
Untuk lebih jelas serta mempermudah pemahaman dan menghindari
kesalahpahaman, maka peneliti akan menegaskan definisi operasional
variabel-variabel penelitian ini sebagai berikut:
a. Definisi variabel X
Definisi operasional pada variabel X adalah Efektivitas pembiasaan
shalat dhuha didefinisikan sebagai berikut:
1) Efektivitas : keaktifan, daya guna, adanya kesesuian dalam suatu
kegiatan orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju.
13
12
2) Pembiasaan : melakukan secara rutin atau setiap hari
3) Shalat Dhuha : sholat sunnah yang dilakukan pada waktu matahari
sedang naik, sekurang-kurang sholat dhuha ini dua rakaat, empat
rakaat, enam rakaat atau delapan rakaat. Waktu sholat duha ini
kira-kira matahari sedang naik setinggi 7 hasta (pukul tujuh sampai
maasuk waktu dhuhur)
Jadi yang di maksud dengan efektivitas pembiasaan shalat dhuha dalam penelitian ini adalah keaktifan siswa dalam shalat dhuuha yang dilakukan secara rutin di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
b. Definisi variabel Y
Definisi operasional dalam variabel Y adalah meningkatkan disiplin adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan Disiplin : menanamkan akhlak dalam diri sendiri agar
menjadi seorang yang patuh terhadap peraturan-peraturan atau
larangan yang ada terhadap sesuatu, karena mengerti betapa
pentingnya perintah dan larangan tersebut.
Jadi, yang dimaksud dengan meningkatkan disiplin adalah
menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam perilaku siswa yang harus
mematuhi perintah dan larangan yang sudah berlaku di SMP
Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
Oleh karena itu, dari definisi di atas yang dimaksud dengan Efektivitas
pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik
dalam penelitian di sini adalah keaktifan siswa dalam shalat dhuha yang
13
perilaku siswa sehingga siswa dapat mematuhi perintah dan larangan yang
sudah berlaku di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
H. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sistematis
dan teliti dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan baru atau
mendapatkan susunan atau tafsiran baru dari pengetahuan yang telah ada,
dimana sikap orang bertindak ini harus kritis dan prosedur yang digunakan
harus lengkap.14 Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan,
dikembangkan, dan dibuktikan oleh suatu pengetahuan tertentu sehingga pada
gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan
mengantisipasi masalah.15 Adapun rencana bagi pemecahan yang diselidiki
antara lain :
1. Jenis Penelitian
Penelitian adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan yang bersifat ilmiah melalui prosedur yang telah
ditentukan. Untuk mencapai kebenaran secara sistematis dengan
menggunakan metode ilmiah diperlukan suatu desain atau rancangan
penelitian. Penelitian kuantitatif merupakan suatu metode penelitian yang
berlandaskan pada realitas/gejala/fenomena yang dapat diklasifikasikan,
relatif tetap, konkrit, teramati, terukur dan hubungan gejala bersifat sebab
akibat, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu
14
Sugiyono, Metode Penelitian Adminitrasi, (Bandung: Alfabeta, 2003), h. 5 15
14
dengan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan
statistic dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.16
Penelitian yang berjudul “Efektivitas pembiasaan shalat dhuha dalam
meningkatkan disiplin Peserta Didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo”
termasuk kategori penelitian kuantitatif.
2. Populasi dan Sampel
a) Populasi
Populasi ialah terdiri atas sekumpulan objek menjadi pusat
perhatian, yang dari padanya terkandung informasi yang ingin
diketahui.17 Populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan.18
Nazir menyatakan bahwa populasi adalah kumpulan dari individu
dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Kualitas atau ciri
tersebut dinamakan variabel. Sebuah populasi dengan jumlah individu
tertentu dinamakan populasi finit sedangkan, jika jumlah individu
dalam kelompok tidak mempunyai jumlah yang tetap, ataupun
jumlahnya tidak terhingga, disebut populasi infinit.19
16
Ibid., h. 13-14 17
W.Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 76 18
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan…, h. 117
19
15
Adapun cara yang digunakan peneliti dalam mengambil data
dalam penelitian ini adalah teknik penelitian populasi. Alasan peneliti
mengambil teknik ini adalah karena peneliti hendak meneliti semua
elemen yang ada pada wilayah penelitian dan jumlah subjeknya
kurang dari 100%. Maka dalam penelitian ini populasinya adalah
siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
b) Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.20 Untuk
mengetahui besar kecilnya sampel ini, tidak ada ketentuan yang baku.
“tidak ada ketentuan yang baku atau rumus yang pasti tentang
besarnya sampel”.21
Sedangkan Arikunto lebih rinci menjelaskan beberapa persen atau
sampel yang dianggap mewakili populas yang ada. Pendapatnya
mengatakan bahwa untuk ancer-ancer, maka apabila subjeknya
kurang dari 100%, lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitian
merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya
besar maka dapat diambil diantara 10-15% atau 20-25% atau lebih. 22
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 50% dari populasi.
20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek…, h. 131. Lihat juga
A.
Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, 193. Riduawan, Dasar-dasar Statistika,
(Bandung: Alfa Beta, 2008), h. 10 21
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan…, h. 72. 22
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek …, h. 120
16
15 x N = Jumlah Sampel
100
15 x 281 = 42 Siswa.
100
I. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua
jenis yaitu :
1) Data Kualitatif adalah pengumpulan data dengan cara melihat
gejala-gejala yang ada dilapangan. 23
2) Data Kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan ulang
menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan
mengenai apa yang ingin diketahui.
b. Sumber Data
1) Suasana
Yaitu sumber data yang bisa menyajikan tampilan berupa keadaan
diam dan bergerak yang ditujukan pada aktivitas kinerja pengajar
dalam melaksanakan pembelajaran.
2) Kepustakaan
Yaitu sumber data digunakan untuk mencari landasan teori tentang
permasalahan yang diteliti dengan menggunakan literature yang ada,
baik dari buku, majalah, surat kabar maupun dari internet yang ada
23
17
hubungannya dengan topik pembahasan penelitian ini sebagai bahan
landasan teori.
3) Penelitian Lapangan
Adalah sumber data yang diperoleh dari lapangan penelitian, yaitu
mencari data dengan terjuan langsung ke objek penelitian untuk
memperoleh data yang lebih konkrit yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti. Dalam penelitian disini diperoleh key informan guru
pengajar bidang study dan peserta didik yang ada di SMP
Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
J. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
Untuk menggali data yang ada, peneliti menggunakan beberapa metode
pengambilan data, yaitu :
a. Metode observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharaian manusia
dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu untumaya selain
pancaindra lainnya yaitu telinga, mulut, penciuman, dan kulit. Oleh
karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunkan
pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu panca
indra lainnya.
Dari pemahaman di atas dapat disimpulkan bahwa metode observasi
adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun
18
Dalam arti bahwa data tersebut dihimpun melalui pengamatan peneliti
melalui penggunaan pancaindra.24
Observasi sebagai teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri
yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain yaitu wawancara
dan kuisioner25.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan
bila responden tidak terlalu besar. Peneliti menggunakan metode
observasi untuk mencari data SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo sebagai
berikut :
1) Pelaksanaan shalat dhuha di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
2) Kedisiplin siswa SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
b. Angket
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan data
dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawab.26 Angket merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien bila peneliti secara pasti tahu variable
yang akan diukur dan tahua apa yang bisa diharapkan dari responden.
24
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif,h. 143 25
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan…, h. 120 26
Sugiyono, Metode…, 142. Lihat juga Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 228
19
Sehubungan dengan itu angket bisa disebut juga sebagai interview
tertulis.27 Metode ini digunakan dengan cara membuat daftar pertanyaan
yang diberikan kepada responden disertai dengan alternative jawaban.
Data yang harus dicari melalui Angket adalah pembiasaan shalat dhuha
dalam meningkatkan disiplin peserta didik.
c. Wawancara
Menurut Keraf, wawancara adalah suatu cara untuk mengumpulkan
data dengan menanyakan langsung kepada seorang informan atau seorang
autoritas (seorang ahli atau yang berwenang dalam suatu masalah).28
Wawancara dalam istilah lain dikenal dengan interview. Wawancara
merupakan suatu metode pengumpulan berita, data, atau fakta dilapangan.
Prosesnya bisa dilakukan secara langsung dengan bertatap muka langsung
dengan narasumber.29 Namun, bisa juga dilakukan dengan tidak langsung
seperti melalui telepon, internet atau surat.
d. Metode Dokumentasi
Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda,
dan lain sebagainya. Metode ini digunakan untuk memperkuat data
sebelumnya dengan mengumpulkan bukti-bukti yang tertulis.
27
Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrument Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta:
Gajah
Mada University Press, 19995), h. 120 28
Gorys Keraf, Komposisi…, h. 161 29
Margono, Metodoologi Penelitian Pendidikan…, h. 165
20
K. Analisis Data
a. Analisis Data.
Setelah data terkumpul, maka tahap berikutnya adalah menganalisa
data. Hal ini dilakukan untuk menguji hipotesis, sehingga pada akhirnya
dapat ditarik suatu konklusi dari hasil penelitian yang dilakukan, ada tiga
hal yang dapat dilakukan yaitu:30
1) Persiapan.
Kegiatan dalam langkah persiapan ini antara lain:
a) Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi.
b) Mengecek kelengkapan data, artinya mengecek isi instrument
pengumpulan data.
2) Mengecek macam isian data.
a) Tabulasi.
Tabulasi yaitu proses menempatkan data dalam bentuk tabel,
dengan cara membuat tabel yang berisikan data yang sesuai
dengan kebutuhan analisis.31
3) Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian.
Perolehan data yang diperoleh dengan menggunakan
rumus-rumus atau aturan yang ada, sesuai dengan pendekatan penelitian atau
desain yang diambil.
30
Ibid, h. 235-238 31
Basrowi Sudjarwo, Manajemen Penelitian Sosial…, h. 332
21
b. Teknik Analisis Data.
Teknik ini digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dari
hasil penelitian. Untuk menganalisa data tersebut, peneliti menggunakan
Uji Test Independent yang dapat dirumuskan sebagai berikut32
Keterangan :
T = Nilai t
̅ = Rata-rata data kelompok pertama
̅ = Rata-rata data kelompok 2
= Data kelompok pertama
= Data kelompok kedua
= Estimasi perbedaan kelompok
= Banyaknya sampel pengukuran kelompok pertama
= Banyaknya sampel pengekuran kelompok kedua.
L. Sistematika Pembahasan
Penulis membagi sistematika pembahasan penelitian ini menjadi lima
bab dengan rincian tiap bab sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan yang meliputi tentang : latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan
32
Edi Riadi, Metode Statistika Parametrik Dan Non Parametrik, (Tamgerang: PT Pustaka
22
keterbatasan peneltian, asumsi dan hipotesis penelitian, definisi operasional,
metode penelitian, jenis data dan sumber data, metode dan instrument,
analisis data, sistematika pembahasan.
Bab II Kajian Teori meliputi tentang: A. Tinjauan tentang pembiasaan
Shalat Dhuha yang terdiri dari: pengertian pembiasaan shalat dhuha,
memahami fiqih shalat dhuha, keutamaan shalat dhuha. B. Tinjauan tentang
disiplin yang terdiri dari : pengertian disiplin, tujuan disiplin, indikator
disiplin, macam-macam disiplin, upaya meningkatkan disiplin, Faktor yang
mempengaruhi kedisiplinan, dan disiplin di sekolah. C. Efektivitas
Pembiasaan Shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik di SMP
Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
Bab III Metode Penelitian meliputi :, jenis penelitian, variable, indikator
dan instrument penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data,
teknik analisis data.
Bab IV Laporan Hasil Penelitian yang meliputi : gambaran umum obyek
penelitian, penyajian data, analisis data dan pengujian hipotesis.
Bab V Penutup, sebagai bab terakhir bab ini berisi tentang kesimpulan
dari skripsi dan saran-saran dari penulis untuk perbaikan-perbaikan yang
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Pembisaan Shalat Dhuha 1. Pengertian Pembiasaan Shalat Dhuha
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara
berulang-ulang, agar sesutu itu dapat menjadi kebiasan. Metode pembiasaan
(habituation) ini berintikan pengalaman. Karena dibiasakan itu ialah suatu
yang diamalkan. Dan ini kebiasaan adalah pengulangan. Pembiasaan
menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa yang daat
menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan
spontan. Agar kegiatan itu dapat dilakukan dalam setiap pekejaan.33
Dalam dunia psikologi, metode pembiasaan ini dikenal dengan teori
Operant Conditioning yakni membiasakan peserta didik untuk berprilaku
terpuji, disiplin, dan giat belajar, bekerja keras dan ikhlas, serta jujur dan
tanggung jawab atas segala tugas yang telah dilakukan. Metode pembiasan
ini perlu dilakukan seorang guru dalam rangka pembentukan karakter,
untuk membiasakan peserta didik melakukan prilaku terpuji, disiplin dan
sebagaianya.34
Sedangkan shalat dhuha atau disebut shalat al-awwabin adalah shalat
sunnat yang dikerjakan pada saat matahari sudah naik kira-kira sepengal
33
Heri gunawan, Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), h. 266
34
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, h. 166
24
(setinggi tonggak) dan berakhir saat tergelincirnya matahari diwaktu
Dzuhur.35
Mengerjakan shalat dhuha sangat dianjurkan/disunatkan dan para
ulama sepakat bahwa hukum shalat dhuha termasuk sunat muakad. Oleh
karenanya siapa yang ingin memperoleh pahala, fadilah/keutamaan dan
manfaatnya, dipersilahkan untuk melaksanakan, namun bagi yang tidak
mengingkan, tidak melaksanakannya pun tidak apa-apa artinya tidak
berdosa.36
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembiasaan shalat dhuha adalah
membiasakan peserta didik malaksanakan ibadah shalat dhuha yang
dianjurkan/disunatkan, yang dikerjakan pada saat matahari sudah naik
kira-kira sepengal (setinggi tonggak) dan berakhir saat tergelincirnya
matahari diwaktu dzuhur.
Membiaskaan seorang anak agar melaksanakan shalat terlebih
dilakukan secara berjamaah itu penting. Karena dengan kebiasaan ini akan
membangun karakter yang melekat dalam diri mereka. Dengan cara
menanamkan nilai-nilai positif mulai dari masa dini hingga dewasa.
Sehingga pendekatan pembiasaan ini sesungguhnya sangat efektif dalam
menanamkan nilai-nilai positif kedalam diri peserta didik, baik pada aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik. Dan pendekatan pembiasaan juga
dinilai sangat efektif dalam mengubah kebiasaan negatif menjadi positif.
35
Syakir Jamaluddin, Shalat Sesuai Tuntunan Nabi SAW, h. 223
36
Mukhammad Maskub, Tuntunan Shalat Wajib Dan Sunat ‘Ala Aswaja, (Yogyakarta: PT.
25
Namun demikian, pendekatan ini jauh dari keberhasilan jika tidak diiringi
dengan contoh tauladan yang baik dari si pendidik dan orang tua.
2. Memahami fiqih shalat Dhuha
a. Waktu Shalat Dhuha
Telah terjadi perbedaan dikalangan fuqaaha (ahli hukum islam)
dalam batasan waktu shalat dhuha secara umum. Jumhur ulama
berpendapat bahwa waktu shalat dhuha dimulai dari ketika matahari
mulai meninggi sedikit sebelum tergelincir sebelum masuk waktu
yang dilarang.
Imam Nawawi berpendapat di dalam kitab Al-Raudhah
mengatakan, “para sahabat kami (madzhab syafi’i) berpendapat,
waktu shalat dhuha berawal dari terbit matahari dan dianjurkan agar
mengakhirkannnya hingga ia meninggi.
Hal itu ditunjukkan oleh riwayat Imam Ahmad dari Abu Murrah
Al-Thaifi berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah
berfirman, „Wahai anak Adam, janganlah kalian lemah dari
melaksanakan empat rakaat dari permulaan siangmu yang akan
mencukupkanmu diakhir siangnya.” 37
Dengan demikian waktu shalat dhuha dimulai kira-kira sejak
matahari mulai naik kira-kira sepenggalah hingga sedikit sebelum
masuknya waktu dzhuhur atau sekitar 15 menit setelah waktu syuruq
(terbit matahari) hingga 15 menit sebelum masuk shalat zhuhur.
37
Abu Sabila, dkk, Dahsyatnya Keberkahan Tahajud, Dhuha & Sedekah, (Yogyakarta : semesta hikmah, 2016), h. 77
26
b. Bilangan rakaat shalat dhuha
Adapun tentang rakaatnya, maka tidak ada perbedaaan
dikalangan fuqaha bahwa yang paling sedikit dua rakaat. Hal ini
didasarkan oleh hadist yang diriwayatkan oleh imam Muslim yaitu :
ُنْبا َوَُو يِدْهَم اََ ثدَح يِعَبضلا َءاََْْأ ِنْب ِدمَُُ ُنْب ِللا ُدْبَع اََ ثدَح
َْي ْنَع َةَْ يَ يُع َِِأ ََْوَم ٌلِصاَو اََ ثدَح ٍنوُمْيَم
َ َْي ْنَع ٍلْيَيُع ِنْب َ
ُللا ىلَص ِِ لا ْنَع ٍرَذ َِِأ ْنَع َِِؤدلا ِدَوْسَْْا َِِأ ْنَع َرَمْعَ ي ِنْب
ٌةَقَدَص ْمُكِدَحَأ ْنِم ىَم ََُس لُك ىَلَع ُحِبْصُي َلاَق ُنَأ َملَسَو ِْيَلَع
لُكَو ٌةَقَدَص ٍةَحيِبْسَت لُكَف
لُكَو ٌةَقَدَص ٍةَليِلْهَ ت لُكَو ٌةَقَدَص ٍةَديِمََْ
ٌةَقَدَص ِرَكُْمْلا ْنَع ٌيْهَ نَو ٌةَقَدَص ِفوُرْعَمْلاِب ٌرْمَأَو ٌةَقَدَص ٍةَرِبْكَت
ىَحضلا ْنِم اَمُهُعَكْرَ ي ِناَتَعْكَر َكِلَذ ْنِم ُئِزَُُْو
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin
Asma` Adl Dluba`i telah menceritakan kepada kami Mahdi yaitu
Ibnu Maimun telah menceritakan kepada kami Washil mantan budak
Abu 'Uyainah dari Yahya bin 'Uqail dari Yahya bin Ya'mar dari
Abul Aswad Ad Du`ali dari Abu Dzarr dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bahwa beliau bersabda: "Setiap pagi dari persendian
masing-masing kalian ada sedekahnya, setiap tasbih adalah
sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah
27
sedekah, dan semuanya itu tercukupi dengan dua rakaat dhuha."
(H.R. Muslim)38
Namun disini terjadi perbedaan dikalangan mereka tentang
maksimal rakaatnya :
Para ulama maliki dan hambali berpendapat bahwa maksimal
rakaat shalat dhuha adalah delapan raakaat berdasarkan riwayat
Ummi Hani’ bahwa Nabi Shallallahu „alaihi Wasallam pernah
memasuki rumahnya pada saat penaklukan kota Makkah, kemudian
beliau Shallallahu „alaihi Wasallam shalat delapan rakaat”, saya
menjelaskan, “Aku belum pernah sekalipun melihat beliau
melaksanakan shalat yang lebih ringan daripada saat itu namun
beliau tetap menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.”
Sedangkan para ulama Hanafi dan Syafi’I bahwa maksimal
jumlah rakaat shalat dhuha adalah dua belas rakaat, berdasarkan
hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Nasa’I bahwa
Nabi Shallallahu „alaihi Wasallam bersabda “barang siapa yang
melaksanakan shalat dhuha sebanyak dua belas rakaat maka Allah
SWT (akan) membangunkan baginya istana dari emas disurga.
Tetapi hadis ini menurut ulama sanadnya lemah.39
38 Ibid. 39
28
Jadi, sebagaiman keterangan di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa shalat dhuha ini dapat dilakukan sedikitnya dua rakaat dan
yang paling banyak dua belas rakaat dengan tiap-tiap dua rakaat satu
salam.
c. Niat Shalat Dhuha
Niat secara bahasa berarti menyengaja sehingga siapapun yang
menyengaja suatu perbuatan maka sebenarnya ia telah mempunyai
maksud didalam hatinya.40 Adapun Niat shalat dhuha sebagai
berikut:
َل اَعَ ت ِلِل َِْْ تَعْك َر ىَحضل ا َة ُس ىلَص ُأ
Artinya :
“Saya niat shalat dhuha dua rakaat karena Allah ta‟ala”
d. Doa Setelah Shalat Dhuha
Dibolehkan bagi setiap muslim untuk berdoa dengan doa-doa
yang dikehendakinya selama tidak ada dosa didalamnya dan
memutuskan silaturrahmi baik doa-doa yang ma’tsur dari Nabi
Muhammad SAW atau doa-doa yang mudah bagi dirinya. Akan
tetapi, doa yang ma’tsur lebih utama jika ia hafal.
40
Syakir Jamaluddin, Shalat Sesuai Tuntunan Nabi SAW, h. 77
29
Pada dasarnya doa setalah shalat dhuha dapat menggunakan doa
apapun. Salah satu doa yang dapat kita panjatkan adalah 41:
َةوُيْلاَو َكُل اَََ َلاَمَْْاَو َكُءاَهَ ب َءاَهَ بْلاَو َكُءاَحُض َءاَحضلا نِا مُهللَا
مُهللَا َكُتَمْصِع َةَمْصِعْلاَو َكُت َر ْدُق َة َدُيْلاَو َكُتوُ ق
ِِ ىِقْزِر َناَك ْنِا
ُْرسَيَ ف اًرِسْعُم َناَك ْنِاَو ُ ْج ِرْخ َاَف ِضْرَْْا ِِ َناَك ْنِاَو ُْلِزْنَاَف ِءاَمسلا
َكِءاَهَ بَو َكِءاَحُض قَِِ ُْبرَيَ ف اًدْيِعَب َناَك ْنِاَو ُْرهَطَف اًماَرَح َناَك ْنِاَو
َرْدُقَو َكِتوُ قَو َكِلاََََو
ِِِْْاصلا َكِداَبِع َتْيَ تَاَام ِِِتَا َكِت
Artinya :
“Ya Tuhanku, sesungguhnya waktu dhuha adalah dhuha-Mu,
keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu,
kekuatan adalah kekuatan-Mu, kekuasaan adalah kekuasaan-Mu,
penjagaan adalah penjagaan-Mu. Wahai Tuhanku, apabila rezeki di
atas langit, maka turunkahlah. Apabila berada dibumi, maka
keluarkanlah. Apabila sukar, maka mudahkanlah. Apabila haram,
maka sucikanlah. Apabila jauh, maka dekatkanlah dengan
kebenaran dhuha-Mu, keagunganmu-Mu, keindahan-Mu,
kekuatan-Mu, dan kekuasaan-Mu. (Wahai Tuhanku), datangkanlah kepadaku
apa yang telah engkau datangkan kepada hamba-hamba-Mu yang
saleh.”
41
Mukhammad Maskub, Tuntunan Shalat Wajib Dan Sunat ‘Ala Aswaja, h. 509
30
3. Keutamaan shalat dhuha
Ada banyak pahala bagi siapapun yang mengerjakan sholat dhuha.
Bagi mereka yang meninggalkannya (sholat dhuha), Allah Swt. Juga tidak
memberi keburukan apapun keadanya. Namun, bila kita berpijak kepada
kehidupan Rasulullah Saw., beliau senantiasa mengerjakan sholat dhuha.
Hal ini setidaknya tergambar pada hadits berikut:
Dari Abu Sa’id Al-Khudri, ia berkata:
“Nabi Saw. selalu shalat dhuha sampai-sampai kami mengira bahwa
beliau tidak pernah meninggalkannya, tetapi jika meninggalkannya
sampai-sampai kami mengira bahwa beliau tidak pernah
mengerjakannya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad dari Abu Said
al-Khudri)
Rasulullah Saw. adalah teladan bagi umat manusia. Beliau menjadi
rujukan, seperti seseorang yang berada dalam kegelapan, maka Rasulullah
Saw. sebagai penerang dan pemberi jalan kebenaran. Oleh karena itu,
beliau tidak memerintahkan sesuatu apapun jika beliau tidak mngerjakan.
Demikian halnya dengan sholat dhuha, tentunya Rasulullah Saw.
terlebih dahulu mengerjakan sholat dhuha dan istiqomah menjalankannya.
Kemudian ia berpesan kepada sahabat Abu Hurairah dan Abu Darda’
untuk selalu mengerjakan sholat dhuha. Wasiat Rasulullah Saw. untuk
kedua sahabatnya itu adalah wasiat untuk kita semua. Menunaikan sholat
dhuha selain sebagai wujud kepatuhan kepada Allah dan Rasulnya juga
31
apapun yang disyariatkan-Nya, mengandung banyak sekali keutamaan dan
hikmah. 42
Menurut beberapa hadits, sholat dhuha itu mengandung enam
keutamaan. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Sebagai sedekah bagi persendian tubuh kita
Perintah sholat dhuha secara tidak langsung mengandung isyarat
agar kita selalu mensyukuri segala nikmat dalam bentuk ibadah.
Sesungguhnya 360 persendian itu hanya sebagian kecil dari sekian
banyak nikmat yang tak bisa dihitung. Namun sebagai pernyataan
syukur kita kepada Tuhan, cukuplah diganti dengan dua rakaat sholat
dhuha.
b. Merupakan ghanimah yang besar
Orang yang mengerjakan sholat dhuha seperti mendapatkan
ghanimah yang besar. Ghanimah adalah keuntungan dari harta
rampasan perang. Zaman dahulu jika berperang dan menang, pasukan
mendapatkan barang-barang rampasan. Rasulullah Saw bersabda,
“Maukah kalian kutunjukkan kepada tujuan paling dekat dari mereka
(musuh yang akan diperangi), paling banyak ghanimah (keuntungan)
dan cepat kembalinya?” mereka menjawab “Tentu.” Rasululah Saw
menjawab, “Barang siapa yang berwudhu, kemudian masuk kedalam
masjid untuk melaksnakan sholat dhuha, maka dialah yang paling
42
Nur K, Magnet Rezeki Dengan Sholat Dhuha, (Yogyakarta: Semesta hikmah, 2016), h. 7
32
dekat tujuannya, lebih banyak ghanimahnya dan lebih cepat
kembalinya.” (HR. Ahmad)
Hadits ini menjadikan kita semakin yakin bahwa sholat dhuha
adalah amalan besar yang mengandung banyak kemanfaatan. Besarnya
sholat dhuha bahkan digambarkan oleh Rasulullah Saw.tak sebanding
dengan rampasan sebagai seorang yang syahid.43
c. Merupakan rumah di surga
Orang yang mengerjakan sholat dhuha akan dibangunkan rumah di
Surga. Diterangkan dalam hadits, “Barangsiapa sholat dhuha sebanyak
empat rakaat dan empat rakaat sebelumnya, maka ia akan
dibangunkan sebuah rumah di surge.” (Shahih al-Jami’: 634)
Setiap perbuatan ibadah yang memiliki keistimewaan balasannya
juga istimewa. Ada yng berpendapat bahwa “rumah surga” yang
dimaksudkan adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebahagiaan di
dunia adalah keberuntungan-keberuntungan dan rezseki yang lancar.
d. Pahalanya seperti pahala umroh
Hadits dari Abu Umamah ra. menerangkan bahwa Rasulullah Saw
pernah bersabda, “Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan
suci untuk melaksanakan sholat wajib, maka pahalanya seperti orang
yang melaksanakan haji, dan barang siapa yang keluar untuk
melaksanakan sholat dhuha maka pahalanya seperti orang yang
melaksanakan umroh…” (Shahih al-Targhib: 673).
43
33
e. Dan pelakunya mendapatkan ampunan
Sangat beruntung orang yang mau mendirikan sholat dhuha. Ia
akan mendapatkan ampunan dari Allah Swt. atas dosa-dosa yang telah
diperbuatnya walaupun dosa-dosanya itu sebanyak buih dilautan. Orang
yang rajin melaksanakan sholat dhuha, diampuni dosa-dosanya oleh
Allah. Rasulullah Saw pernah bersabda, “Siapapun yang melaksankan
sholat dhuha dengan istiqomah, akan diampuni dosanya oleh Allah,
sekalipun dosa itu sebanyak buih dilautan.” (HR. Tirmidzi).44
Telah diriwayatkan banyak hadits tentang keutamaan shalat dhuha,
dan kami akan menyebutkan sebagiannya sebagai berikut. Abu Dzar
meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap pagi, setiap
persendian kalian harus dikeluarkan sedekahnya. Setiap tasbih
sedekah, setiap tahmid sedekah, setiap takbir sedekah, amar makruf
sedekah, dan nahi mungkar sedekah. Semua ini bisa diwakili dengan
dua rakaat sholat dhuha.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).
Abu Hurairah menuturkan, “Rasulullah telah mewasiatkan tiga hal
kepadaku, puasa 3harisetiap bulan, sholat dhuha 2 rakaat, dan sholat
witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim).45
44
Zakia Ahmad, Sholat Dhuha Untuk Wanita (Yogyakarta: Wacana Nusantara, 2014), h.
14-17 45
Sulaiman Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq (Jakarta: Ummul Qura, 2013), h.
34
B. Tinjauan Tentang Disiplin 1. Pengertian Disiplin
Disiplin sangat penting artinya bagi peserta didik. karena itu, ia harus
ditanamkan secara terus-menerus kepada peserta didik. jika disiplin
ditanamkan secara terus-menerus maka disiplin tersebut akan menjadi
kebiasaan peserta didik.
Banyak para ahli memberikan pengertian disiplin sesuai dengan sudut
pandang mereka. The liang gie (1972) membeikan pengertian disiplin
sebagai berikut.
“Disiplin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang
tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang
telah ada dengan rasa senang hati”.
Sedngkan Goods (1959) dalam Dictionary of Education mengartikan
disiplin sebagai berikut :
1. Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan
atau kepentingan guna mencapai maksud atau untuk mencapai
tindakan yang lebih efektif.
2. Mencari tindakan terpilih dengan ulet, aktif dan diarahkan sendiri,
menskipun menghadapi rintangan.
3. Pengendalian perilaku secara langsung dan otoriter dengan hukuman
atau hadiah.
4. Pengekangan dorongan dengan cara yang tak nyaman dan bahkan
35
Webster‟s New World Dictionary (1959) memberikan batasan disiplin
sebagai: latiahan untuk mengendalikan diri, karakter dan keadaan secara
tertib dan efisien.46
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa
disiplin adalah suatu keadaan di mana sesuatu itu berada dalam keadaan
tertib, teratur dan semestinya, serta tidak ada suatu
pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung atau tidak langsung.
Adapun pengertian disiplin peserta didik adalah suatu keadaan tertib
dan teratur yang dimiliki oleh peserta didik di sekolah, tanpa ada
pelanggaran-pelanggaran yang merugikan baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap peserta didik sendiri dan terhadap sekolah secara
keseluruhan.
2. Tujuan Disiplin
Tujuan disiplin menurut Charles Schaefer ada dua macam yaitu :
1) Tujuan jangka pendek adalah membuat anak-anak terlatih dan
terkontrol, dengan mengajarkan pada mereka bentuk-bentuk tingkah
laku yang pantas.
2) Tujuan jangka panjang adalah mengembangkan pengendalian diri
sendiri yaitu dalam siri anak itu sendiri tanpa pengaruh dan
pengendalian diri dari luar.47
46
Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h.
172 47
Charles Schaefer, Cara Mendidik Dan Mendisiplinkan Anak, (Jakarta: Mitra Utama, 1994),
36
Soekarto indrafachrudin juga menegaskan bahwa tujuan diadakannya
disiplin adalah:
1) Membantu anak didik untuk menjadi matang pribadinya dan
mengembangkan diri dari sifat-sifat ketergantungan menuju ketidak
ketergantungan, sehingga ia mampu berdiri sendiri di atas tanggung
jawab sendiri.
2) Membantu anak mengatasi dan mencegah timbulnya masalah
disiplin dan berusaha menciptakan situasi yang menyenangkan bagi
kegiatan kegiatan belajar dimana mereka mentaati peraturan yang
ditentukan.48
Bagi siswa, kedisiplinan mempunyai pengaruh positif bagi kehidupan
mereka setalah mereka keluar dari jenjang pendidikan. Kedisiplinan itu
akan tumbuh menjadi bekal dimana yang akan datang. Dengan
mempraktekannya dalam kehidupannya, siswa akan dapat mengendalikan
diri dan kedisiplinan itu akan berbentuk dengan sendirinya.
Adanya keterpaksaan dalam disiplin dapat membuat anak merasa
dikekang dan tidak memili kebebasan dalam menentukan tingkah laku
yang diinginkan.49 Penanaman dan penerapan sikap disiplim tidak
dimjunculkan sebagai tindakan pembatasan kebebasan siswa dalam
melakukan sebuah tindakan, akan tetapi penerapan disiplin itu adalah
sebagai tindakan pengarahan kepada sikap yang bertanggung jawab dan
48
Soekarto Indrafachrudin, Administrasi Pendidikan, (Malang: IKIP Malang, 1989), h. 108
49
Seto Mulyadi, Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya, (Jakarta: Pt. Gelora Aksara
37
melakukan tindakan yang baik dan teratur dalam kehidupannya. Sehingga
dirinya tidak akan merasa bahwa hal itu adalah beban bagi dirinya akan
tetapi adalah sebuah kebutuhan.
Tujuan disiplin bukan hanya sekedar membentuk anak untuk
mematuhi peraturan yang berlaku, akan tetapi disiplin bertujuan untuk
membentuk anak yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan
orang lain.50 Jika disiplin hanya akan menjadi beban bagi anak, maka
disiplin itu akan hanya tejadi sesaat saja dan anak akan menjalakannya
dengan rasa terpaksa bahkan justru anak akan menjadi tertekan dan
melakukan pelanggaran sebagai tindakan protes.51
3. Indikator Disiplin
Dalam menentukan seseorang disiplin tidaknya tidaknya tentu ada
beberapa sikap yang mencerminkan kedisiplinannya seperti indikator
disiplin yang dikemukakan oleh Tu’u dalam penelitian mengenai disiplin
sekolah mengemukan bahwa “indikator yang menunjukkan perubahan
hasil siswa sebagai konstribusi mengikuti dan menaati peraturan sekolah
meliputi dapat mengatur waktu belajar dirumah, rajin dan teratur belajar,
perhatian yang baik saat belajar dikelas, dan ketertiban diri saat
dikelas”.52
50 Ibid. 51
Seto Mulyadi, Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya, h. 37
52Tu’u Tulus,
Peran Disiplin Pada Perilaku Dan Prestasi Belajar, (Jakarta:Grasindo, 2004), h. 92
38
Untuk mengukur tingkat disiplin siswa diperlukan indikato-indikator
mengenai disiplin belajar seperti yang diungkapkan moenir,
indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkah disiplin siswa
berdasarkan ketentuan disiplin waktu dan disiplin perbuatan yaitu :
1) Disiplin waktu, meliputi :
a) Tepat waktu dalam belajar, mencakup datang dan pulang sekolah
tepat waktu, mulai dari selesai belajar dirumah dan di sekolah
tepat waktu.
b) Tidak meninggalkan kelas/membolos saat pelajaran
c) Menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditetapkan
2) Disiplin perbuatan, meliputi :
a) Patuh dan tidak menentang peraturan yang berlaku
b) Tidak malas belajar
c) Tidak menyuruh orang lain bekerja demi dirinya, tidak suka
berbohong
d) tingkah laku menyenangkan, mencakup tidak mencotek, tidak
membuat keributan, dan tidak mengganggu orang lain sedang
belajar.53
Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas peneliti menyimpulkan
indikator disiplin siswa berdasarkan ketentuan disiplin waktu dan disiplin
perbuatan sebagaia berikut, yiatu :
1) Disiplin dilingkungan sekolah
53
Moenir, Manajemen Pelayan Umum Di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 96
39
2) Disiplin dilingkungan kegiatan belajar dikelas
3) Disiplin dirumah.
4. Macam-Macam Disiplin
Adapun macam disiplin berdasarkan ruang ligkup berlakunya
ketentuan atau peraturan yang harus dipatuhi, dapat dibedakan sebagai
berikut :
1) Disiplin diri
Disiplin diri (disiplin pribadi), yaitu apabila peraturan-peraturan
atau ketentuan-ketentuan itu hanya berlaku bagi diri seseorang.
Misalnya, disiplin belajar, disiplin bekerja, dan disiplin beribadah.
2) Disiplin social
Disiplin sosial adalah apabila ketentuan-ketentuan atau
peraturan-peraturan itu harus dipatuhi oleh orang banyak atau masarakat.
Misalnya, disiplin lalu lintas, dan disiplin menghadiri rapat.
3) Disiplin nasional
Disiplin nasional adalah suatu peraturan-peraturan atau
ketentuan-ketentuan itu merupakan tatalaku bangsa atau norma kehidupan
berbangsa dan bernegara yang harus dipatuhi oleh seluruh rakyat.
Misalnya, disiplin membayar pajak dan disiplin mengikuti upacara
bendera.54
Sedangkan Disiplin sekolah dibagi menjadi 3 macam antara lain :
1) Disiplin yang dibangun berdasarkan konsep otoritarian.
54Mas’udi Asy,
Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: PT Tiga Serangkai 2000), h. 88-89
40
Menurut kaca mata ini, peserta didik di sekolah dikatakan
mempunyai disiplin tinggi manakala mau duduk tenang sambil
memperhatikan uraian guru ketika sedang mengajar. Peserta didik
diharuskan mengiyakan saja terhadap apa yang dikehendaki guru dan
tidak boleh membantah. Dengan demikian guru bebas memberikan
tekanan kepada peserta didik, dan memang harus menekan peserta
didik. Dengan demikian, peserta didik takut dan terpaksa mengikuti
apa yang diingini oleh guru.
2) Disiplin yang dibangun berdasarkan konsep permissive.
Menurut konsep ini, peserta didik haruslah diberikan kebebasan
seluas-luasnya didalam kelas dan sekolah. Aturan-aturan di sekolah
dilonggarkan dan tidak perlu mengikat kepada peserta didik. peserta
didik dibiarkan berbuat apa saja sepanjang itu menurutnya baik.
3) Disiplin yang dibangun berdasarkan konsep kebebasan yang terkendali
atau kebebasan yang bertanggung jawab.
Disiplin demikian, memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada
peserta didik untuk berbuat apa saja, tetapi konsekuensi dari perbuatan
itu, haruslah ia tanggung. Karena ia yang menabur maka dia pula yang
menuai.55
55
41
5. Upaya meningkatkan disiplin
Dalam rangka menyukseskan pendidikan karakter guru harus mampu
menumbuhkan disiplin peserta didik, terutama disiplin diri (
self-discipline). Guru harus mampu membantu peserta didik mengembangkan
pola perilakunya, meningkatkan standar perilakunya, dan melaksanakan
aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin. Untuk mendisiplinkan
peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan
pendidikan. Naksional yakni sikap demokratis, sehingga peraturan
disiplin perlu berpedoman pada hal tersebut, yakni dari, oleh dan untuk
peserta didik, sedangkan guru tut wuri handayani. Guru juga berfungsi
sebagai pengembangan ketertiban, yang patut digugu dan tiru, tapi tidak
diharapkan sikap yang otoriter.56
Adapun 9 strategi dalam meningkatkan disiplin peserta didik sebagai
berikut57:
1. Konsep diri (self-concept), strategi ini menekankan bahwa
konsep-konsep diri masing-masing individu merupakan faktor penting dari
setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan
bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka, sehingga peserta
didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaanya dalam
memecahkan masalah.
2. Keterampilan berkomunikasi (communication skills), guru harus
memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu
56
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, h. 26
57
42
menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan
peserta didik.
3. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical
consequences), perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta
didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap drinya.
Hal ini mendorong munculnya perilaku-perilaku yang salah. Untuk
itu, guru disarankan: a) menunjukkan secara tepat tujuan perilaku
yang salah, sehingga membantu peserta didik dalam mengatasi
perilakunya, dan b) memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari
perilaku yang salah.
4. Klarifikasi nilai (values clarification), strategi ini dilakukan untuk
membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri
tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri
5. Analisis transaksional (transactional analysis), disarankan agar guru
belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan
peserta didik yang menghadapi masalah.
6. Terapi realitas (reality therapy), sekolah harus berupaya mengurangi
kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini guru harus
bersikap positif dan bertanggung jawab.
7. Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline), metode ini
menekankan pengendalian penuh oleh guru agar mengembangkan dan
43
8. Modifikasi pe