• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORDA - Jurnal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FORDA - Jurnal"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Majalah Ilmiah Populer Bidang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Contoh gaharu semi sintetis hasil inokulasi Contoh gaharu murni sintetik(BMW)

Contoh kayu gaharu super

Tempat penimbunan rotan

Resorsinol dari Limbah Biomassa Merbau Sebagai Perekat Kayu Komposit Pengawetan Kayu: Belum Membudaya Meski Manfaatnya Nyata

Keruing: Pensubstitusi Kayu Impor untuk Cooling Tower Mengenal Gaharu

Enam Jenis Pohon Berkhasiat Obat dan Keberadaannya

KEMENTERIAN KEHUTANAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN

DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN

(2)

=

i

1

3

Pengantar...

fResorsinol dari Limbah Biomassa Kayu Merbau sebagai Perekat Kayu Komposit...

Pengawetan Kayu: Belum Membudaya Meski Manfaatnya Nyata

g ...

fKeruing: Pensubstitusi Kayu Impor untuk Cooling Tower...6

Mengenal Gaharu... 9

Enam Jenis Pohon Berkhasiat

Obat dan Keberadaannya ... g

12

Pengertian Ekolabeling dan

Penerapannya pada Industri Rotan ...20

Daftar isi

Daftar isi

RESORSINOL4

Merbau merupakan salah satu jenis kayu yang sangat berkualitas. Namun, ternyata ekstrak limbah cair dari kayu ini juga menghasilkan resorsinol yang berfungsi sebagai perekat pada industri kayu. Resorsinol ini merupakan bahan perekat alami ramah lingkungan yang dapat diaplikasikan pada berbagai produk dan jenis kayu serta diyakini mampu menggantikan perekat kimia seperti PRF dan RF.

4TANAMAN OBAT

Indonesia sangat kaya akan tumbuhan obat yang secara tradisional telah lama digunakan oleh masyarakat. Andianto, seorang peneliti dari Pustekolah menuliskan pengalamannya menjelajah untuk menemukan berbagai jenis tanaman obat nusantara seperti pakanangi, kulilawan, kayu manis, gaharu, dan pasak bumi.

4

4

PENGAWETAN KAYU

COOLINGTOWER

Hutan yang semakin berkurang luasannya, kayu yang semakin menurun kualitasnya, dan desakan isu lingkungan semakin mendorong dunia untuk menggunakan kayu dengan bijaksana. Pengawetan kayu merupakan salah satu upaya memperpanjang umur kayu. Bagaimanakah pentingnya pengawetan kayu dan bagaimana upaya menggalakannya?

Cooling tower merupakan salah satu komponen vital dalam pemanfaatan geothermal. Selama ini hanya kayu tertentu seperti Southern Pine, Ponderosa Pine, Coastal Douglas-Fir, Western Hemlock, Hemfir dan Redwood yang dikenal bisa digunakan untuk bahan cooling tower. Namun ternyata, Indonesia memiliki satu jenis kayu yang tidak kalah berkualitas untuk cooling tower yaitu kayu keruing.

4GAHARU

Sudah gaharu, cendana pula. Seperti itulah tersohornya gaharu sebagai salah satu HHBK yang bernilai ekonomi tinggi. Sebagai seorang yang lama berkecimpung dengan gaharu, Ir. Jamal Balfas, M.Sc. memperkenalkan gaharu dan berbagai aspeknya untuk kita semua.

EKOLABELING4

Kesadaran lingkungan sudah menjadi isu global dan semua produk kini dituntut untuk lebih ramah lingkungan. Tentu saja hal ini berlaku untuk rotan Indonesia, yang notabene bersumber dari alam. Ekolabel dapat merupakan sebuah bukti adanya upaya pemanfaatan yang bijaksana dan ramah lingkungan. Bagaimana sebenarnya ekolabel ini berkembang? Bagaimana jika diterapkan pada industri rotan Indonesia?

Rubrik

(3)

Kolom Promosi

Kolom Promosi

Mari kita kenal dan manfaatkan

“XYLARIUM

BOGORIENSE 1915”

“XYLARIUM

BOGORIENSE 1915”

Rak koleksi contoh kayu di Xylarium

Kehadiran mempunyai fungsi:

1. Sarana penunjang penelitian ciri anatomi dan taksonomi tumbuhan berkayu 2. Sebagai bahan rujukan identifikasi contoh kayu tidak dikenal

3. Merupakan sumber informasi nama setempat dan nama ilmiah kayu 4. Sumber informasi keaneka ragaman jenis kayu di suatu wilayah 5. Sumber informasi wilayah persebaran jenis-jenis kayu tertentu.

6. Menunjang bidang forensik dalam menangani perkara dimana kayu sebagai barang bukti 7. Menunjang penelitian arkeologi dan paleo botani

Xylarium Bogoriense

Xylarium Bogoriense berdiri sejak tahun 1915. Koleksi Xylarium Bogoriense 1915 sampai saat ini telah memiliki jumlah koleksi 34.301 sampel kayu yang tergabung 110 suku, 675 marga dan 3667 spesies.

Xylarium Bogoriense 1915 telah terdaftar pada index Xylarium Institusional Wood Collections of the World pada tahun 1988 dengan kode alamat BZFw, dan berada diperingkat ke-3 terlengkap di dunia.

Salah satu fungsi Xylarium Bogoriense 1915 adalah melakukan pelayanan identifikasi jenis kayu. identifikasi kayu ini sebagai langkah awal yang sangat penting dalam proses pengolahan dan pemanfaatan kayu selanjutnya secara rasional.

Sejalan dengan kemajuan teknologi, saat ini untuk proses identifik asi k ayu telah menggunak an komputerisasi, sehingga proses identifikasi kayu sangat dimungkinkan dapat diperoleh hasil yang akurat dan cepat.

Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor

Peralatan Mikroscop dan Komputer di Xylarium Bogorieses 1915

Identifikasi kayu cara mikroskopis dan lab penyiapan preparasi

(4)

Pengantar Redaksi

Pembaca yang budiman,

Dewasa ini kalangan masyarakat ilmiah baik akademisi, peneliti maupun pemerhati IPTEK, dalam menyampaikan buah pikirannya ke khalayak luas yang disalurkan melalui berbagai media semakin semarak saja. Hal ini ditunjukkan dengan bermunculannya media informasi IPTEK baik cetak maupun digital secara sporadis yang diterbitkan oleh lembaga pemerintah, asosiasi profesi, LSM, maupun

pribadi. Gejala ini seyogyanya perlu kita apresiasi bahkan perlu kita dorong, karena hal itu menunjukkan hal positif bahwa masyarakat turut berpartisipasi dalam menyebar-luaskan IPTEK ke masyarakat dalam rangka memajukan dan mengembangkan dunia IPTEK.

Harus kita akui kenyataan bahwa penilaian masyarakat dunia terhadap publikasi terbitan Indonesia baik kuantitas maupun kualitas masuk dalam kategori peringkat rendah dibanding publikasi terbitan luar negeri. Sebagai gambaran, berdasarkan data peringkat dunia 2011, bahwa publikasi di Indonesia menduduki peringkat 65 yaitu sebanyak 12.871 publikasi, Malaysia menduduki peringkat 43 dengan 53.691 publikasi, dan Singapura pada posisi 32 dengan 108.522 publikasi. Jika dihitung publikasi per kapita, posisi Indonesia semakin mengkhawatirkan.

Penilaian ini tentunya tidak menurunkan semangat kita untuk menerbitkan publikasi, malah semestinya menjadikan hal itu sebagai cambuk untuk memacu dan meningkatkan kuantitas dan kualitas publikasi kita. Karena sebenarnya sekecil dan sesederhana apapun buah pikiran kita bisa disampaikan ke masyarakat asalkan hal itu sifatnya baik, harus kita hargai dan pastilah bermanfaat. Semakin banyak kita menerbitkan naskah publikasi, tentunya akan semakin tersedia informasi-informasi baru yang berguna. Sehingga hal ini akan menambah dan memperkaya khasanah IPTEK Indonesia, yang berdampak positif dan dapat memberikan kontribusi berharga bagi pengembangan IPTEK pada umumnya dan khususnya bagi pertumbuhan dunia usaha di dalam negeri.

Keterkaitannya dengan itu dalam rangka mensiasati peningkatkan kuantitas dan kualitas penyebarluasan informasi IPTEK kepada masyarakat luas khususnya dibidang teknologi pengolahan hasil hutan yang memuat berbagai hasil buah website/blog

“SEKAPUR SIRIH”

pikiran para pakar baik ilmuwan peneliti akademisi (dosen), peneliti, teknokrat, pemerhati dll. Maka Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan ( ) sebagai institusi pemerintah yang memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dibidang litbang teknologi pengolahan hasil hutan, berusaha memfasilitasi, menstimulir dan mendorong para pemikir dan pemerhati IPTEK yang pada bidang pengolahan hasil hutan melalui usaha menambah lagi satu media terbitan baru yaitu berupa majalah ilmiah populer yang diberi nama Majalah ini direncanakan terbit rutin setahun dua kali.

Penerbitan majalah ini bertujuan untuk menampung dan mewadahi karya tulis baik berupa hasil penelitian, ide/gagasan maupun ulasan yang mengarah ke pengembangan IPTEK bidang teknologi pengolahan hasil hutan dengan sasaran pembacanya untuk konsumsi berbagai kalangan masyarakat. Sehingga format isi, dan materi tulisan dibuat dengan gaya bahasa populer agar mudah difahami.

Makna dan asal kata ini adalah akronim dari kata yang maksudnya adalah , atau bisa juga merupakan akronim dari kata yang artinya . Filosofi nama ini dianggap paling sesuai dan diharapkan memiliki kekuatan ( ) baru bagi berkembangnya IPTEK pengolahan hasil hutan di tanah air.

Sebagai sesuatu yang baru, tentunya majalah ini masih dirasakan banyak kurangnya, baik , isi maupun kualitas cetakan. Akan tetapi kedepan akan berusaha untuk selalu berubah ke arah yang lebih baik.

Ucapan terimakasih disampaikan kepada berbagai pihak atas partisipasi dan dukungannya sehingga edisi perdana majalah ini bisa terbit pada waktunya. Segala kritik dan saran yang sifatnya membangun demi lebih baiknya media ini akan selalu kami harapkan.

Selamat membaca.

Bogor, Juli 2012 Redaksi Forpro

Pustekolah

“Forpro”.

“Forpro”

hasil hutan pendukung hutan

concern

spirit

design cover

Forest Product

Forest Pro

Pelindung

Dewan Redaksi

Editor Redaksi

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Ketua : Ir. Jamal Balfas, M.Sc. Narasumber : 1.

2. 3. 4.

1. Dr. Ir. Putera Parthama, M.Sc 2. Dr. Drs. Djarwanto, M.Si 3. Drs. M. Muslich, M.Sc

Prof. Dr. Ir. R. Sudradjat, M.Sc Prof. Ir. Dulsalam, MM Prof. Dr. Gustan Pari, M.Si Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si

4. Dra. Jasni, M.Si 5. Dr. Krisdianto, 6. Dra. Gusmailina, M.Si

7. Sujarwo Sujatmoko, S.Hut, M.Sc 8. Setyani Budhi Lestari. Ah.T

Ketua : Kepala Bidang Pengembangan Data dan Tindak Lanjut Penelitian

Anggota : 1. AyitT. Hidayat, S.HutT, M.Sc. 2. Drs. Juli Jajuli

3. Deden Nurhayadi, S.Hut. 4. Sophia Pujiastuti

S.Hut, M.Sc

Sekretariat Redaksi

Susunan Redaksi

Forpro

(5)

Redaksi menerima tulisan, artikel disertai foto yang relevan. Tulisan merupakan artikel, hasil penelitian, feature, peristiwa/ pengalaman. Tulisan maksimal 10 halaman,ukuran kertas A4, jenis font Arial 12, berikut gambar dan foto dengan kualitas fixel tinggi, disertai . Redaksi berhak menyunting tulisan tanpa merubah substansinya. Tulisan/artikel dikirim ke alamat Redaksi , atau melalui e-mail: pep_p3hh@yahoo.com

FORPRO

FORPRO

soft file

Profile Website Pustekolah 2012

Profile Website Pustekolah 2012

(6)

Industri kayu berupa produk majemuk (papan partikel,

kayu lapis, venir lamina), kayu olahan, pulp, komponen mebel dan

lain sebagainya di Indonesia merupakan industri penghasil devisa

dengan nilai ekspor mencapai US $ 750.000.000 atau 45,23 % dari

nilai ekspor hasil pertanian dan kehutanan atau setara

dengan 10,25 % dari seluruh nilai ekspor.

D

alam industri kayu majemuk, perekat merupakan salah satu bahan utama yang amat penting karena berperan 20-60% dari seluruh biaya produksi. Sampai saat ini, sebagian besar perekat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri kayu tersebut adalah perekat sintetis jenis termoset seperti: Urea formaldehida (80%), Phenol formaldehida (10%) dan Melamin formaldehida (10%). Sementara untuk produk kayu keperluan struktural atau bangunan dan perkapalan masih menggunakan perekat impor dari Belgia dan Jepang, yaitu perekat dingin tipe WBP (Weather and Boil Proof ) dari jenis phenol resorsinol formaldehida (

) dan resorsinol formaldehida ( ). Selain itu ada pula jenis perekat termoplastik termoset yang berbahan baku isosianat, poliuretan atau polivinilasetat dan perekat .

Menurut data dari Biro Pusat Statistik, pada tahun 2008 Indonesia telah mengimpor perekat jenis termoset, yaitu: Urea formaldehida sebanyak 201,9 ton dengan nilai Rp 2,5 milyar, Phenol formaldehida sebanyak 56,5 ton dengan nilai Rp 30,9 milyar dan Melamin formaldehida sebanyak 353,8 ton dengan nilai Rp 21,8 milyar. Sementara jenis perekat termoplastik termoset sebanyak

Phenol Resorcinol Formaldehyde, PRF

Resorcinol Formaldehyde, RF

hotmelt

2.214,5 ton dengan nilai Rp 28,6 milyar, jenis perekat sintetis lainnya sebanyak 1.336,5 ton dengan nilai Rp 38,3 milyar dan jenis perekat alami mencapai 193,2 ton dengan nilai Rp 3 milyar. Jenis-jenis perekat tersebut di atas sebagian besar merupakan perekat sintetis yang berasal dari hasil pengolahan minyak bumi di mana sumber dayanya bersifat tidak dapat dipulihkan . Penggunaannya juga menyebabkan pencemaran lingkungan dan menghasilkan emisi gas.

Salah satu solusi alternatif pengganti bahan baku perekat yang bersumber dari dalam negeri dan mempunyai sifat dapat dipulihkan (

serta ramah lingkungan antara lain dari ekstrak cair limbah kayu merbau ( spp.). Kayu merbau sebagai salah satu jenis kayu komoditi ekspor Indonesia, mudah dikenal dari seratnya yang berwarna merah kecokelatan, memiliki keunggulan dalam kekerasan dan tektur halus kayunya. Kegunaanya cukup luas sebagai

karena sifat fisik dan mekanik yang dimilikinya membuat kayu merbau menjadi sebuah simbol exlusive dalam hal untuk penggunaan di dalam ruangan. Salah satu kelemahan kayu ini adalah dalam keadaan hujan atau lembab, kayu merbau mampu mengeluarkan senyawaan ekstrak-tif berwarna merah, yang menurut hasil analisa

(non renewable)

renewable) Intsia

kayu bangunan

desain

Resorsinol

Limbah

Biomassa Kayu Merbau

Perekat Kayu Komposit

dari

sebagai

Oleh :Adi Santoso

Tajuk Utama

(7)

ekstrak cair tersebut mengandung komponen kimia fenolik yamg didominasi oleh senyawa resorsinol. Keberadaan senyawa fenolik dalam kayu ini salah satunya berfungsi sebagai bahan pembangun dinding sel dan sistem pertahanan tumbuhan terhadap serangga penggerek tanaman. Ekstrak cair limbah kayu merbau yang didominasi senyawa resorsinol ini ternyata dapat dikopolimerisasi membentuk kopolimer sebagai resin untuk aplikasi perekat kayu untuk proses kempa dingin yang kualitasnya sekelas dengan perekat golongan resorsinol impor, seperti phenol resorsinol formaldehida (

) dan resorsinol formaldehida ( ). Pada skala labora-torium produk kopolimerisasi ekstrak cair limbah kayu merbau ini dapat diaplikasikan pada pembuatan produkkayu lamina dengan proses kempa dingin 1 - 3 jam, berupa

(CLT) dari 5 (lima) jenis kayu sengon, pinus, mindi, pangsor dan mangium, baik secara tunggal maupun kombinasi dari jenis-jenis kayu tersebut. Emisi formaldehida dari produk kayu lamina tersebut tergolong F**** (klasifikasi produk paling rendah emisi).

Uji coba di laboratorium juga menunjukkan bahwa resin produk kopolimerisasi ekstrak merbau ini dapat diaplikasikan pada pembuatan kayu lapis berinti sengon (tripleks maupun multipleks) dengan kempa dingin selama 10 menit, kempa panas (120 C) selama 2 menit pada 4 (empat) jenis kayu keruing, meranti merah, manii, dan pinus masing-masing sebagai lapisan atas dan bawah.

Uji coba aplikasi resin produk kopolimerisasi resorsinol dari ekstrak limbah kayu merbau dalam pembuatan produk majemuk pada skala industri untuk ekspor ke Amerika dan Timur Tengah berupa produk pada 7 (tujuh) jenis kayu, yaitu: Sungkai, Oak, Kempas, Merbau, Acacia, Mahoni dan Karet, masing-masing meng-gunakan dari jenis kayu sengon di daerah Jawa Tengah memperlihatkan hasil yang memuaskan, demikian pula hasil uji coba pada pembuatan kayu lamina untuk sarang lebah (ekspor ke Korea) di daerah Jawa Barat dan kayu lapis sengon (ekspor ke Jepang) di Propinsi Banten.

Prospek penggunaan perekat berbahan dasar dari limbah biomassa merbau sangat me-nguntungkan guna mencapai dan . Langkah pemanfaatan ini pelu didukung semua perekatan kayu di Indonesia.

Phenol Resorcinol Formaldehyde, PRF

Resorcinol Formaldehyde, RF

Cross Linked Timber

3 ply-1strip flooring parquet

core

green technology green product

stakeholder

(8)

PENGAWETAN

KAYU:

Pengawetan kayu adalah suatu upaya untuk meningkatkan keawetan atau

meningkatkan kekebalan kayu terhadap serangan organisme perusak kayu,

sehingga umur pakai kayu bertambah panjang menjadi beberapa kali lipat.

Pengawetan kayu dapat mencegah kerusakan kayu akibat jamur, serangga

(rayap dan bubuk), penggerek kayu di laut, kembangsusut dan kebakaran.

Dengan manfaat seperti itu, kita semua semestinya gemar menerapkan

pengawetan kayu dalam setiap pemanfaatan kayu untuk sesuatu yang

permanen. Siapapun pasti menginginkan kayu bangunan (konstruksi) rumah

dan gedung yang dimilikinya awet.

S

ebenarnya nenek moyang kita sudah menyadari manfaat keawetan dan pe-ngawetan kayu. Mereka punya kearifan untuk itu, mulai dari penentuan waktu kapan sebatang pohon sebaiknya ditebang, meren-damnya dalam lumpur, di kolam atau air mengalir, hingga mengasapi kayu atau bambu.

Sayangnya, justru dewasa ini pengawetan kayu di Indonesia belum membudaya. Bahkan ada kelompok masyarakat yang masih meragukan manfaat pemberian bahan pengawet kepada kayu. Padahal, pengawetan kayu tidak hanya mencip-takan kekebalan kayu, tetapi juga penting dalam menjaga kelestarian sumberdaya hutan dan kesinambungan usaha.

Di Indonesia, jenis kayu yang memiliki keawetan tinggi atau tergolong ke dalam kelas awet I dan II jumlahnya relatif sedikit, yaitu kira-kira hanya 600 dari 4.000 jenis yang dapat mencapai diameter 40 cm. Di samping itu, kita juga tidak boleh terjebak dengan nama jenis kayu yang sudah dikenal awet (I dan II), karena sekarang banyak pohon yang dipanen pada umur muda, sehingga umur layanannya menjadi singkat. Contoh, kayu rasamala (Alitingiaexcelsa) yang secara alami

awet (kelas awet II), pada umur pohon 48 tahun ternyata umur layanannya hanya 33 bulan dan jati ( termasuk kelas awet II jika daur teknisnya 80 tahun, padahal sekarang mau diturunkan menjadi 30 tahun. Keawetan jati umur 30 tahun sudah pasti tidak sama dengan jati umur 80 tahun.

Sesungguhnya dugaan akan terjadi kelangkaan akan bahan bangunan organik khususnya kayu awet di Indonesia sudah diprediksi sejak awal abad ke 20, ketika pada tahun 1911 Jawatan Kereta Api mengimpor bantalan rel dari kayu yang telah diawetkan. Untuk menjawab tantangan tersebut, pada tahun 1939 Jawatan Kehutanan di Bengkalis, Riau mendirikan industri pengawetan kayu, ketika mendapat order untuk ekspor bantalan rel kereta api dari kayu kempas ( sp.). Kemudian, pada tahun 1953 NV. Gebr. Van Swaay atas permintaan Jawatan Kehutanan membuka cabangnya di Surabaya dan Tanjung Priok untuk antara lain: (1) mengawetkan kayu tiang listrik PLN, (2) mengawetkan kayu perumahan dalam proyek

Tectonagrandis)

Koompassia

Sempat Mendapat Perhatian

Belum Membudaya Meski

Manfaatnya Nyata

Oleh : Barly

Tajuk Utama

(9)

khusus Kebayoran dan Slipi dan (3) mengawetkan kayu bantalan dan bangunan di pelabuhan. Pada tahun 1966, Direktorat Jendral Kehutanan mendirikan pabrik pengawetan kayu di Cipinang, Jakarta sebagai contoh pengawetan kayu yang berasal dari luar Jawa. Hasilnya cukup memuaskan sehingga pemakaian kayu jati ) untuk bantalan rel, tiang listrik dan telepon dapat dikurangi.

Pengawetan kayu nampak mulai menjanjikan pada tahun 1970-an sejalan dengan rencana pembangunan lima tahunan (REPELITA), yaitu ditandai dari bertambahnya instalasi proses vakum-tekan dari 3 (tiga) menjadi 14 unit (1974) dan 32 unit (1986). Instalasi tersebut digunakan untuk melayani PLN dalam rangka mengawetkan 40.000 tiang kayu yang terdiri atas kayu rasamala ( ), tusam ( ) di Wilayah Exsploitasi IX Jawa Tengah dan kayu damar laut ( sp.) dan keruing ( spp.) di Wilayah Eksploitasi Sumatra Utara. Di samping itu, Koperasi Listrik Pedesaan menggunakan berbagai jenis kayu setempat guna keperluan jaringan di Luwu (SulawesiTengah), Lombok dan Lampung.

Selain instalasi proses vakum-tekan, masih ada puluhan instalasi pengawetan dengan proses rendaman dingin dan panas-dingin yang dikelola oleh para pengembang perumahan terutama yang mendapat fasilitas kredit melalui Bank Tabungan Negara (KPR-BTN). Di samping itu, PT INHUTANI di Samarinda membangun unit perumahan pra-pabrik yang dipasarkan di Kalimantan Timur dari kayu meranti yang diawetkan, PERUMNAS membangun industri rumah pra-pabrik di Cibadak, Sukabumi dan Semarang, menggunakan kayu borneo yang diawetkan dan PT Djajanti Djaya membuat rumah pra-prabik di Irian Jaya.

Pengawetan kayu bulat di pembalakan dan kayu gergajian dari jenis kayu yang berwarna cerah

(Tectonagrandis

Altingiaexcelsa Pinusmerkusii

Shorea Dipterocarpus

seperti ramin ( ), Jelutung ( sp.), tusam ( ) dan meranti putih ( spp.) juga dimulai pada awal tahun 1970 yang bertujuan untuk mencegah jamur biru ( ) dan penggerek kayu basah. Cara tersebut kemudian marak ketika kayu karet ( ) menjadi primadona sebagai pengganti peran kayu ramin.

Meskipun substitusi kayu seperti beton, baja ringan dan plastik (WPC) sudah tersedia di pasar, untuk berbagai tujuan penggunaan, kayu dengan berbagai keunggulannya tidak tergantikan. Contoh, bantalan rel kereta api yang dipasang di jembatan, sambungan dan wesel, PT KAI tetap akan menggunakan kayu. Kebutuhan rumah di Indonesia terus meningkat dari 7,4 juta unit pada tahun 2004 menjadi 8 juta unit pada tahun 2009. Pada tahun 2012 kekurangan rumah diperkirakan sebanyak 13,6 juta unit dengan perhitungan penambahan kebutuhan sebesar 800 ribu unit setiap tahun karena didorong oleh pertumbuhan jumlah penduduk yang memerlukan rumah baru dan perbaikan rumah yang rusak. Dari jumlah kebutuhan tersebut, 200.000 unit diantaranya direncanakan berbentuk rumah panggung guna pemenuhan kebutuhan rumah murah bagi masyarakat di pedesaan.

Persoalan utama dalam pembangunan rumah murah bagi rakyat terletak pada kelangkaan bahan baku kayu yang berkualitas. Kebutuhan masyarakat u n t u k m e m b a n g u n b e r b a g a i k o n s t r u k s i diperkirakan sebanyak 25 juta m kayu bulat per tahun. Sementara, perkiraan kebutuhan kayu gergajian untuk keperluan perumahan berkisar antara 6-8 juta m . Jumlah itu akan bertambah seiring dengan banyaknya peristiwa bencana alam, yang berujung pada kebutuhan kayu untuk memperbaiki bangunan rumah atau konstruksi yang rusak.

Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, perlu dilakukan kampanye tentang pengawetan kayu, khususnya pengawetan dengan cara sederhana menggunakan bahan dan peralatan yang tersedia di pasar lokal. Di samping itu, pengawetan kayu tentunya perlu mendapatkan dukungan penuh dari semua pihak, termasuk masyarakat. Karena diakui, sampai saat ini masih dijumpai sejumlah tantangan, antara lain: pemahaman yang kurang dari sebagian kalangan masyarakat, mitos yang salah bahwa pengawetan itu mahal, bahaya pencemaran

Gonistylusbancanus Dyera Pinusmerkusii Shorea

blue stain Heveabrasiliensis

Perlu Disosialisaikan Kembali

3

3

Pengawetan kayu dengan bahan kimia menggunakan alat vakum tekan di Pustekolah - Bogor

(10)

lingkungan, kendala geografis, sarana dan pra-sarana, serta sumber daya manusia (SDM) yang belum tersedia.

Masyarakat juga perlu memahami dampak dari penggunaan kayu tidak awet. Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya dari segi materi berupa pemborosan kayu, waktu dan biaya tetapi juga imateri seperti rasa nyaman dan aman dari kelalaian yang mengakibatkan bangunan tidak layak fungsi, padahal hak masyarakat untuk memperoleh kenyamanan dan keamanan dijamin dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Di Indonesia memang belum tersedia data berapa besar volume kayu yang setiap tahun dihabiskan untuk mengganti konstruksi yang lapuk. Di Amerika, angka tersebut ialah 10%. Angka di Indonesia sangat mungkin lebih besar meng-ingat kondisi alam kita yang memang kondusif bagi organisme perusak kayu (OPK). Dengan asumsi 10% saja, berarti sekitar 3,636 juta m kayu bundar setiap tahun rusak karena lapuk (asumsi produksi kayu dari hutan alam sebesar 36,36 juta m pertahun). Jika harga kayu bundar rata-rata Rp. 500.000.-/m , maka kerugian tersebut bisa mencapai Rp.1,818 triliun atau setara 363.600 ha hutan jika potensinya 100 m /ha. Potensi kerugian tersebut makin ke hilir akan bertambah besar, sebab kerusakan kayu bukan saja karena pelapukan (jamur), tetapi juga oleh serangga (bubuk dan rayap) yang jenisnya cukup banyak. OPK tersebut tumbuh dan berkembangbiak karena kondisi lingkungan yang kondusif.

Sejatinya, masyarakat tidak perlu ragu akan keamanan dan manfaat pengawetan kayu. Saat ini Negara maju seperti Australia, New Zealand dan Amerika Serikat masih terus melaksanakan peng-awetan kayu. Bahkan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand masih menggunakan kayu yang diawetkan guna keperluan berbagai konstruksi.

3

3

3

3

Pencegahan OPK melalui pengawetan merupakan cara perlindungan paling efektif dan jauh lebih murah ketimbang terlanjur kayu bangunan rusak dan harus diganti. Jika daur teknis kayu pertukangan diturunkan dapat dipastikan keawetannya rendah. Dengan demikian peng-awetan kayu bisa dikatakan investasi kehutanan untuk masa depan. Oleh karena itu sebaiknya semua kayu yang akan digunakan dalam konstruksi harus diawetkan dan tersedia di pasar dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Sebab dengan terhindarnya kayu dari serangan OPK, berarti membantu menambah jumlah ketersediaan kayu untuk berbagai keperluan, membuka kesem-patan berusaha dan kelangsungan usaha dengan mutu produk sesuai kebutuhan standar tanpa mengganggu kelestarian hutan.

Segala sesuatu memang tidak akan berjalan tanpa peran pemerintah yang signifikan. Dalam hal pengawetan kayu, yang akan berdampak pada penghematan hutan (pengurangan luas hutan yang ditebang), Pemerintah dituntut untuk m e n g e l u a r k a n k e b i j a k a n - k e b i j a k a n y a n g mengarahkan pengawetan kayu menjadi budaya, sebagaimana halnya di negara maju. Itu antara lain dapat dalam bentuk menghidupkan kembali peraturan atau ketentuan agar developer perumahan menggunakan kayu yang diawetkan, memberi subsidi bagi industri pengawetan kayu, memberikan pelatihan SDM, dan sebagainya. Dalam hal ini Kementerian Kehutanan perlu duduk bersama dengan kementerian lainnya untuk bersinergi menghasilkan kebijakan lintas sektoral yang terbaik bagi negeri.

Peran Pemerintah

Kayu yang sudah diawetkan siap untuk digunakan

Alat/ruang kombinasi pengeringan dan pengawetan kayu menggunakan energi surya dan listrik rancangan

peneliti Pustekolah - Bogor

(11)

KERUING:

Oleh :BarlydanPutera Parthama

PENSUBSTITUSI KAYU IMPOR

UNTUK COOLING TOWER

Tajuk Utama

Tajuk Utama

Depan Unit 1 ( ), tengah (Unit 2) dan belakang (Unit 3) kayu keruing

Redwood

Depan (Unit 1) kayu , Tengah dan belakang (Unit 2 dan 3) kayu keruing

Redwood

S

etiap proses produksi yang melibatkan panas dan/atau menghasilkan air panas sebagai dampak sampingan, memerlukan

menara pendingin atau .

adalah suatu sistem atau sarana yang berfungsi untuk mendinginkan air panas yang dihasilkan sebelum digunakan kembali atau dikembalikan ke tanah/bumi. juga merupakan salah satu sarana paling vital dalam industri pemanfaatan sumber energi panas bumi (geothermal). Ke depan pemanfaatan energi terbarukan panas bumi akan semakin meningkat dengan terbitnya ketentuan yang membolehkan “penambangan” panas bumi pada kawasan hutan lindung. Sejalan dengan itu, kebutuhan akan r juga akan meningkat. Bagi sebagian orang, sebuah

mungkin dibayangkan semata sebuah menara dengan tangki air di atasnya. Tidak sepenuhnya salah, hanya saja“menara”tersebut bisa sebesar gedung berlantai empat dengan ukuran tower panjang 50 m, lebar 17 m dan tinggi 15 m dengan kapasitas tangki 6.840 m / jam atau 164.160.000 liter/hari. Dengan ukuran sebesar itu, bisa diperkirakan kayu yang diperlukan. Dan, karena bersentuhan dengan air, maka tidak sembarang kayu dapat diper-gunakan. Di sini, pemilihan jenis dan teknologi pengawetan kayu akan mendapat arena aplikasi yang cukup menantang.

Mengapa Kayu?

cooling tower Cooling tower

Cooling tower

cooling towe

cooling tower

3

Cooling tower

counter flow)

fill packing cross flow

bukan sekedar bangunan, melainkan sebuah sistem atau alat yang berfungsi untuk memindahkan panas melalui kontak langsung antara air panas dengan udara segar dengan bantuan kipas. Ada dua model, yaitu: pertama, model arah berlawanan ( di mana pergerakan udara segar dan air panas berlawanan arah 180 , mengalir tegak lurus keatas melalui . Kedua, model arah memotong ( ), dimana pergerakan udara segar dan air

o

panas bersilangan 90 , mengalir mendatar yang masuk melalui . Proses pendinginan uap air dapat dilakukan dengan cara alami, mekanis, dan atau kombinasi dari keduanya. Pada proses secara alami, biasanya digunakan konstruksi beton dan dilakukan pada menara pendingin yang berkapasitas besar. Sedangkan pada proses secara mekanis, digunakan kipas yang digerakan oleh motor untuk mendistribusikan udara segar ke dalam menara pendingin.

Prinsip kerja pendingin sebagai berikut: Air panas dialirkan melalui pipa ke bak

fill packing

cooling tower

o

(12)

Tutup bak air panas, lantai dan pagar dari kayu keruing pada Unit 2 dan 3

Menara pendingin konstruksi beton Unit 4 milik Pertamina

penampungan di bagian atas ( ) dengan menggunakan pompa, kemudian melalui corong dimasukkan ke dalam mangkuk untuk dijatuhkan melalui . Panas yang dilepaskan air yang dijatuhkan, bersentuhan dengan udara segar dari luar yang masuk melalui kisi-kisi dinding ( ). Aliran udara dipercepat dengan bantuan kipas serta melepaskannya melalui cerobong udara di bagian atas menara. Air yang sudah dingin dalam bak penampung selanjutnya dinetralkan sebelum dimanfaatkan kembali sebagai air proses, diinjeksikan kembali ke perut bumi, atau dibuang ke saluran umum.

Konstruksi utama umumnya terdiri atas bagian luar (seperti dinding, lantai, dan bak penampung air) dan bagian dalam (seperti

, , dan rangka). Konstruksi tersebut semuanya menggunakan kayu, kecuali bak penampung air dingin ( ) yang terbuat dari beton bertulang. Kayu banyak digunakan untuk , , , , , , , , , , , dan

. Jumlah sel (cell) yang dibuat bergantung pada kapasitas air yang didinginkan (m /jam). Dengan demikian makin banyak sel yang digunakan makin banyak jumlah kayu yang diperlukan.

Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi yang banyak digunakan untuk karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan beton dan baja, antara lain: elastis, mudah dibentuk, relatif sangat kuat dibandingkan dengan beratnya, tahan terhadap korosi, relatif lebih murah dan yang sangat penting, kayu adalah penghantar panas yang buruk.

water inlet

fill packing

louver

cooling tower

drift eliminator fill packing

cold water basin frame fill packing drift eliminator hot water basin distribution box fan deck fan ring handrail ladder spilce acces door partition sheating

cooling tower

3

Jenis Kayu untukCooling Tower

Jamaknya sebuah sarana industri,

semestinya tidak boleh dibangun sekenanya, karena ada spesifikasi standar yang berlaku, yang dikeluarkan asosiasi internasional. Penyimpangan dari spesifikasi standar, misalnya bisa menyebabkan produk yang dihasilkan tidak mendapat sertifikasi. Indonesia sendiri belum memiliki SNI . Dan nampaknya pembangunan di Indonesia belum ketat benar dalam mengacu standar internasional. Hanya persoalannya, ketika misalnya sebuah perusahaan geothermal melakukan tender pekerjaan pembangunan , pada umumnya spesifikasi yang diacu adalah spesifikasi standar internasional. Dalam spesifikasi tersebut antara lain disebutkan jenis-jenis kayu yang dapat digunakan dan tentu saja bukan jenis-jenis yang ada di Indonesia.

Dalam spesifikasi pengawetan kayu tercantum nama jenis-jenis kayu yang digunakan untuk

, yaitu

dan . Semua jenis kayu ini adalah kayu asing, dan bila ini diacu, maka bisa menimbulkan kesulitan bagi pemborong lokal. Oleh sebab itu, adalah sangat penting untuk mencari jenis-jenis lokal yang memenuhi persyaratan termasuk teknologi pengawetannya.

Jenis kayu tersebut di atas, memiliki sifat fisis-mekanis yang setara dengan kayu Pinus (

) dan Melur ( sp.) yang tumbuh di Indonesia. Kedua jenis kayu itu tidak lebih rendah dibanding yang biasa dipakai

cooling tower

cooling tower

cooling tower cooling tower

cooling tower

cooling tower Southern Pine, Ponderosa Pine, Coastal Douglas-fir, Western Hemlock, Hemfir Redwood

Pinus merkusii Podocarpus

Redwood

(13)

sebagai bahan konstruksi menara pendingin di Amerika Serikat. Hasil uji laboratorium terhadap kayu Douglas-fir menunjukkan nilai mekanisnya setara dengan kayu meranti yang biasa digunakan sebagai kusen di rumah sederhana, yaitu nilai MOE 55.000 kg/cm dan kekuatan tekan 230 kg/cm atau kelas kuat IV. Dalam hal itu, kayu pinus lebih kuat, yaitu kelas kuat III.

Pada tahun 1986, dipilih jenis kayu keruing sebagai bahan konstruksi menara pendingin Unit II dan III Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di Kamojang. Alasan dipilih jenis kayu tersebut karena termasuk kelas kuat I-II, lebih kuat dari jenis kayu daun jarum di Amerika. Selain itu juga mudah diawetkan (kelas keterawetan I-II) berdasarkan hasil pengujian menggunakan bahan pengawet tipe CCA menurut proses vakum-tekan. Bahan pengawet tersebut lazim digunakan dalam proses pengawetan kayu untuk .

Hasil pengamatan pada tanggal 7 Juni 2012, terhadap Unit II dan III PLTPB Kamo-jang menunjukkan bahwa bangunan tersebut masih kokoh atau bagus meskipun usianya sudah mencapai 25 tahun. Penampilannya tampak berbeda dengan Unit I yang dibuat dengan kayu Redwood, dan kini telah berusia 30 tahun, yang sudah mengalami penggantian pada bagian lantai dan tutup bak menggunakan kayu keruing yang diawetk an. Hasil tersebut mengokohk an kedudukan kayu keruing sebagai komponen menara pendingin sebagai pengganti kayu impor. Performa kayu keruing terbukti tidak kalah, selama diawetkan dengan bahan pengawet yang tepat dan dilakukan dengan benar sesuai standar.

Di bawah, dicantumkan berbagai standar sebagai rujukan pada waktu mengawetkan kayu keruing bahan konstruksi menara pendingin Unit II dan III PLPTB Kamojang, yaitu :

1. AWPA standar C30-79 yang merujuk kepada Standar C2-80, dimana tercantum persyaratan retensi CCA yang diperlukan adalah 0,4 lb per cu.ft atau 6,4 kg/m dihitung berdasarkan bahan oksida.

2. British Standar BS 4485 yang mencantumkan konsentrasi larutan CCA minimal 5% (b/b). 3. BWPA Manual (

) yang mencantumkan ketentuan konsen-trasi larutan CCA berdasarkan umur layanan kayu pada bangunan yang selalu berhubungan

2 2

3

cooling tower cooling tower

British Wood Preserving Asso-siation

Pengawetan Kayu Keruing

dengan air : 4% (15 tahun) dan 5% (30 tahun) atau 5% (15 tahun) dan 6% (30 tahun) pada bangunan yang berhubungan dengan air laut. 4. Australian Standar 1604-1980 mencantumkan

persyaratan retensi Celcure A(P) berdasarkan ketebalan kayu, yaitu tebal kayu di atas 37 mm sebesar 12 kg/m dan ketebalan sampai 37 mm yaitu 24 kg/m .

5. Indian Standar IS: 401-1982 mencantumkan persyaratan retensi CCA sebesar 12 kg/m . 6. Cooling Tower Institute CTI Bulletin WMS di

Amerika Serikat mencantumkan persyaratan retensi CCA sebesar 0.4 lb/cu.ft atau 6,4 kg/m . 7. Standar Filipina PHILSA 104:1975

mencantum-kan persyaratan Celcure A untuk struktural 13,42 kg/m dan rusuk (slats) 26,78 kg/m .

8. Standar Malaysia MS 360:1986 mencantumkan persyaratan retensi CCA sebesar 16 kg/m dengan penetrasi 25 mm.

Hasil pengawetan kayu keruing dengan cara vakum-tekan menggunakan bahan pengawet CCA yang dilakukan oleh PN Metrika di Cikampek, dimuat dalam Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 11 (8):1993. Bagan pengawetan yang diterapkan berpengaruh nyata terhadap banyaknya bahan pengawet yang terdapat di dalam kayu (retensi). Disarankan untuk mencapai retensi 24 kg/m , konsentrasi yang digunakan minimal 6,25% dengan absorbsi larutan sebanyak 384 liter per m . Pengukuran retensi berdasarkan penimbangan berat contoh dan pembacaan skala dapat dipakai untuk memperkirakan retensi berdasarkan hasil analisa kimia di laboratorium, biasanya lebih tinggi. Sehingga perbaikan dalam mengatasi penyimpang dapat segera dilakukan dan pemakai kayu dapat cepat mengetahui hasilnya.

Pengalaman di atas, sudah dipakai sebagai bahan pertimbangan dan saran bagi para pihak yang memerlukan dan beberapa industri yang telah menggunakan kayu untuk merenovasi

, di antaranya PT Star Energy, Pangalengan, PT Karakatau Steel, Cilegon; Petrokimia, Gresik; Pupuk Kujang, Cikampek; PT Stratomer, Merak, Pupuk Iskandar Muda, Aceh; dan PT Pupuk Sriwijaya, Palembang.

Karena sangat vital, maka kondisinya harus selalu prima. Untuk mengetahui adanya kerusakan pada komponen kayu struktural dapat dilakukan pengukuran dengan

meng-3

3

3

3

3 3

3

3

3

cooling tower

cooling tower

(14)

gunakan alat ultrasonik yang kemudian data uji ultrasonik tersebut dikonversikan kekekuatan kayu. Jika terjadi penurunan kekuatan selanjutnya disarankan untuk diperbaiki. Pada komponen kayu non struktural, kerusakan sering terjadi pada tutup bak disekitar mulut pipa air panas dimasukkan

). Papan lantai dek, memangkuk (

disebabkan perbedaan suhu permukaan papan pada bagian atas dan bawah, dan dapat diatasi dengan cara penyemprotan ( ). Di bagian pagar dan tangga kerusakan terjadi pada bidang potong transversal ( ) disebabkan oleh pelapuk an. Pencegahan pelapuk an dapat dilakukan dengan cara melaburkan larutan bahan pengawet pekat pada waktu cooling tower diistirahatkan ketika kegiatan pemeliharaan ( ) .

(inlet cupping)

spraying cross cutting

overhaul

Upaya dan Riset Lebih Lanjut

Beberapa hal yang perlu segera dilakukan dalam mengantisipasi semakin meningkatnya kebutuhan

ke depan antara lain:

1. Menyusun SNI cooling tower termasuk aspek jenis kayu dan pengawetannya.

2. Mencari jenis-jenis kayu lain, selain keruing yang memenuhi syarat untuk cooling tower.

3. Mencari bahan pengawet alternatif selain CCA. 4. Mem- penanaman jenis keruing,

termasuk dalam pengembangan HTI kayu pertukangan kayu keruing sudah makin langka dan harganya tinggi.

Memang masih banyak kerja keras yang harus dilakukan, khususnya oleh Litbang Kehutanan, apabila tidak mau untuk keperluan

Indonesia harus mengimpor berbagai jenis kayu e

cooling tower

promote

cooling tower temperat .

Mengenal

GAHARU

Oleh : Jamal Balfas

Tajuk Utama

Tajuk Utama

Latar Belakang

Istilah Gaharu

Dalam dekade terakhir terjadi perubahan harga gaharu secara signifikan, sementara pada sisi lain banyak institusi, ormas dan media yang melakukan sosialisasi produksi gaharu secara buatan.

Situasi ini telah menarik banyak pihak yang terlibat dalam pengusahaan gaharu di seluruh Indonesia. Banyak investasi dilakukan oleh ber-bagai kalangan, mulai dari kelompok tani hingga pengusaha kelas besar dengan ekspektasi yang sama, yaitu memperoleh keuntungan maksimal. Namun fakta yang dijumpai dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan hasil sebaliknya, banyak pihak mengalami kerugian baik dalam per-dagangan maupun budidaya gaharu. Faktor utama yang berperan dalam fenomena tersebut adalah kekeliruan informasi mengenai gaharu. Dalam tulisan ini diuraikan beberapa aspek yang perlu diketahui oleh semua pihak yang tertarik menekuni usaha gaharu.

Gaharu adalah nama perdagangan nasional untuk kayu aromatik yang dikenal di berbagai daerah dengan sebutan garu, alim, karas, ahir,

age, kereh, seringak, nyabak dan beberapa nama daerah lainnya. Kayu gaharu dalam perdagangan internasional biasa dikenal dengan nama

-, , , ,

dan istilah lainnya. Kayu ini merupakan kayu termahal di dunia karena harganya dapat mencapai lebih dari US$ 10,000 per kilogram (Anonim, 2007). Kayu gaharu yang benar, atau disebut ”gaharu betul” adalah bagian kayu yang mengandung minyak dan resin sebagai akibat gangguan fisis pada jaringan kayu yang diikuti dengan infeksi oleh mikroba pada jenis tertentu terutama dari genus dan , famili Thymeleaceae (Sidiyasa dan Suharti, 1998; Anonim, 1999b). Formasi minyak dan resin juga terjadi pada genus lainnya, seperti , , dan namun gaharu dari kelompok ini bernilai rendah dan dikenal dengan istilah ”gaharu buaya”. Dengan demikian secara praktis dapat digunakan pedoman dalam penentuan jenis

agar wood kingswood eaglewood aloeswood, oudh jinkoh

Aquilaria Gyrinops

Gonystylus Aetoxylon Enkleia Wikstroemia

(15)
[image:15.612.313.535.65.239.2]

gaharu secara anatomis, apakah sampel kayu wangi (aromatik) termasuk pada gaharu betul atau gaharu buaya berdasarkan struktur anatomi yang dimiliki oleh genus tertentu sebagaimana tampak pada Gambar 1.

Jenis gaharu yang paling umum dijumpai di Indonesia adalah dan

untuk wilayah Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Sedangkan dan spp. umumnya diperoleh dari wilayah Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua. Semua kayu dari kelompok jenis tersebut berwarna cerah, putih sampai berwarna krem, serta memiliki berat jenis yang rendah (sekitar 0,3) bila tidak mengandung minyak dan resin.

Aquilaria malaccensis A. microcarpa

A. fillaria Gyrinops

Kualitas dan Harga Kayu Gaharu

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa kayu gaharu mengandung bahan aromatik berupa minyak dan resin. Kehadiran dua bahan aromatik pada kayu ini secara umum menentukan kualitas kayu tersebut, makin tinggi kandungan minyak dan resin, maka makin tinggi kualitas dan harga kayu gaharu. Kayu gaharu yang memiliki kualitas terbaik biasa dikenal dengan kelas ” ” atau ” ” (Gambar 2), sedangkan kualitas terendah biasa dikenal dengan istilah ”TGC” (Tanggung Campur) atau ”kemedangan”. Istilah

dimaksudkan pada kayu gaharu yang nyaris atau tenggelam di air, artian kayu gaharu kelas ini memiliki berat jenis mendekati atau lebih dari 1. Hal ini berarti kayu mengandung minyak dan resin secara kumulatif lebih dari 200% berat kayu gaharu tanpa isi. Kayu dapat mengandung minyak hingga 12% dari berat kering, selebihnya adalah resin, yaitu sekitar 188% atau lebih dari berat kering. Sedangkan kelompok kayu kemedangan adalah kayu gaharu yang paling sedikit mengandung minyak (sekitar 0,1% dari berat kering) dan resin sekitar 8% dari berat kering. Oleh sebab itu berat jenis kayu kemedangan mendekati berat jenis kayu gaharu tanpa isi, yaitu sekitar 0,3.

Harga kayu yang dipasarkan oleh pedagang di Jakarta beberapa bulan lalu dapat mencapai lebih dari Rp 600 juta/kg, sementara pembelinya dapat menjual barang yang sama di China dengan harga lebih dari US$ 100.000/kg. Harga kayu gaharu dari kelompok kelas super di Jakarta umumnya dipasarkan di bawah US$ 20.000/kg. Kayu gaharu dari kelompok kelas A, B dan C memiliki keragaman harga yang sangat lebar, mulai dari US$ 250 hingga US$ 3.000/kg.

double super super

double super

double super

double super

double super

Aquilaria malaccensis Gyrinopsspp.

[image:15.612.348.497.562.706.2]

Gambar 1. Struktur anatomi kayu gaharu

Gambar 2. Contoh kayu gaharu super

Kegunaan Gaharu

Penggunaan kayu gaharu secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pengobatan

Kayu gaharu telah digunakan untuk pengobatan sejak abad ke-3 oleh bangsa China dan Jepang (Wikipedia, 2008). Kemudian menyebar kebangsa lainnya, seperti India, Yunani dan Arab. Kayu gaharu digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit gangguan pencernaan, ginjal, paru, hati dan jantung. Jenis kualitas gaharu yang digunakan untuk pengobatan umumnya berasal dari kualitas baik, yaitu kelas A, atau . Konsumsi obat dari kayu ini dilakukan dengan mengunyah serpihan gaharu, atau merebus serpihan gaharu, kemudian meminum larutan ekstraknya. Cara lain yang paling banyak dilakukan dewasa ini adalah menghirup asap dari bakaran kayu gaharu atau dikenal dengan istilah aroma terapi.

Super Double Super

(16)

2. Meditasi

Penggunaan kayu gaharu untuk keperluan meditasi dilakukan oleh hampir seluruh pemuka agama di dunia. Kualitas gaharu yang digunakan untuk keperluan ini sangat beragam, mulai dari yang paling baik ( ) untuk patung dan tasbih, hingga kualitas rendah, bahkan gaharu sintetik banyak digunakan sebagai pengharum ruang peribadatan.

3. Parfum dan Dupa

Penggunaan kayu gaharu untuk parfum umumnya dilakukan melalui pengolahan destilasi serpihan gaharu menjadi minyak. Minyak yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai parfum atau bahan campuran parfum. Bahan baku kayu gaharu untuk pembuatan minyak umumnya ber-asal dari kelas gaharu rendah, terutama keme-dangan dan kelas tanggung campur (TGC). Bahan baku dari kelompok kelas ini memiliki batasan harga maksimum sekitar Rp 100.000/kg. Batasan ini dapat berubah di masa mendatang bila harga minyak gaharu dapat meningkat secara nyata.

Limbah penyulingan minyak gaharu berupa serpihan kecil atau serbuk selanjutnya dimanfaat-kan sebagai bahan baku untuk pembuatan dupa. Serbuk tersebut biasanya dicampur dengan perekat (kanji) dan bahan pewangi, kemudian dicetak menjadi dupa menurut bentuk dan selera konsumen.

Dalam dekade terakhir banyak dijumpai produk kayu gaharu sintetik. Kayu gaharu jenis ini secara umum terdiri dari dua kelompok produk, yaitu kelompok murni sintetik dan kelompok semi sintetik. Kelompok murni sintetik diawali dengan melakukan ekstraksi resin pada serbuk gaharu dengan pelarut metanol, kemudian resin yang diperoleh ditingkatkan konsentrasinya dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kayu gaharu kualitas rendah dengan cara impregnasi. Produk kayu gaharu sintetis ini biasa dikenal dengan istilah ” ” atau disebut BMW (Gambar 3). Cara ini mampu meningkatkan kandungan resin dan kualitas kayu gaharu, sehingga harga kayu gaharu yang semula bernilai sekitar Rp 30.000/kg dapat meningkat hingga mencapai lebih dari Rp 1.000.000/kg.

Kelompok gaharu semi sintetik adalah produk gaharu yang diperoleh melalui perlakuan gangguan fisis pada pohon gaharu dewasa dengan atau tanpa diikuti perlakuan inokulasi. Setelah

Double Super

Black Magic Wood

Gaharu Sintetik

Gambar 4. Contoh gaharu semi sintetis hasil inokulasi

Gambar 3. Contoh gaharu murni sintetik (BMW)

DAFTAR PUSTAKA

______. 1999. Plant Resources of South-East Asia No. 1 9 : E s s e n t i a l - o i l p l a n t s . P r o s e a Foundation. Bogor.

______. 2007. Factual information about cultivated agarwood. http://www.traffic.org/ news/ press releases/wood. Diakses tanggal 5 April 2008.

Donovan, D. dan R. Puri. 2004. Learning from traditional knowledge of non-timber forest products: PenanBenalui and the autecology of Aquilaria in Indonesian Borneo. Ecology infeksi pada pohon berlangsung selama lebih dari satu tahun atau sudah terjadi pembentukan gaharu, pohon ditebang, kemudian bagian kayu yang mengandung gaharu dipisahkan dari jaringan lainnya (Gambar 4). Menurut Donovan dan Puri (2004) teknologi inokulasi telah dikembangkan di India sejak tahun 1930-an. Kayu gaharu dari kelompok ini umumnya mengandung sedikit m i ny a k d a n re s i n , s e r u p a d e n g a n k e l a s kemedangan atau TGC. Harga kayu sintetik ini berkisar antara Rp 200.000 sampai Rp 1.500.000/kg, setara dengan harga kayu gaharu alam kualitas rendah.

(17)

and Society 9(3): 3. [online] URL: http://www. ecologyandsociety.org/vol9/iss3/art3/ Sidiyasa, K. dan S. Suharti. 1998. Potensi jenis pohon

penghasil gaharu. Prosiding Lokakarya Pengembangan Tanaman Gaharu. Direktorat

Oleh : Andianto*

ENAM JENIS POHON

BERKHASIAT OBAT

DAN

KEBERADAANNYA

ENAM JENIS POHON

BERKHASIAT OBAT

DAN

KEBERADAANNYA

Artikel

Artikel

B

u d a y a p e n g o b a t a n t r a d i s i o n a l dengan memanfaat-kan bagian-bagian tanaman sudah lama teruji dan tumbuh b e r k e m b a n g d i Indonesia. Dalam per-kembangannya, di-kenal istilah jamu, kemudian didi-kenal dengan adanya obat herbal terstandar (OHT), dan terakhir yang kita kenal dengan istilah fitofarmaka. Ketiganya merupakan tingkatan produk obat- obatan yang berasal dari tumbuhan. Jamu dapat dibedakan dengan obat tradisional lainnya karena jamu belum mengalami proses standardisasi bahan baku. Menurut Poerwadarminta (1976) jamu adalah obat yang dibuat dari akar-akaran, daun-daunan, kulit dan sebagainya atau bahan obat-obatan dari tumbuhan. Standardisasi bahan baku sangat diperlukan dalam uji praklinik maupun uji klinik sebagai persyaratan untuk mendapatkan status fitofarmaka yang setara dengan obat konvensional yang dapat diresepkan oleh dokter.

Slogan “kembali ke alam” mendasari pengguna-an bahpengguna-an tumbuhpengguna-an sebagai pengobatpengguna-an tradisional saat ini. Kesadaran adanya efek samping bila mengkonsumsi obat konvensional (modern) dalam waktu yang lama, bahan alam yang relatif murah dan kemudahan memperolehnya, serta kenyataan adanya penyakit tertentu yang belum dapat diobati dengan obat modern menjadi sekian alasan mengapa obat bahan alami mulai kembali digunakan.

Pemanfaatan hasil hutan di Indonesia belumlah mampu menggali potensi sumber daya alam secara optimal. Hal ini dibuktikan dengan lebih dominannya konsumsi hasil hutan berupa kayu

dibandingkan hasil hutan non kayu atau hasil hutan ikutan lainnya. Salah satu hasil hutan ikutan diantaranya berupa bahan kimia alami yang berasal dari jenis-jenis tanaman hutan yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat. Sebagai wilayah mega biodeversity, tidak dipungkiri bahwa hutan di Indonesia sangat kaya akan berbagai jenis tumbuhan. Dari sekitar 30.000 jenis tumbuhan di Indonesia, tidak kurang dari 1.000 jenis diantaranya diketahui dapat digunakan sebagai bahan baku obat (Hamid , 1990 dalam Zuhud, 1991). Tumbuhan obat adalah jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan baku obat bahan alam maupun modern (Dalimartha, 2008). Diantara tumbuhan yang berkhasiat obat tersebut diketahui 87 jenis adalah pohon hutan (Jafarsidik, 1986).

Komponen kimia tumbuhan terbagi ke dalam beberapa golongan senyawa yang sebagian besar merupakan bahan ekstraktif tumbuhan. Zat ekstraktif merupakan produk akhir proses metabolisme yang terbagi ke dalam dua kategori, yaitu metabolisme primer dan metabolisme sekunder. Metabolisme primer merupakan susunan kimia sederhana (gula, asam amino, lemak sederhana) dan terdapat pada semua tanaman serta jumlahnya bergantung pada jenis, gen, unsur

et al.

Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.

Wikipedia. 2008. Agarwood. http://en.wikipedia. org/wiki/Agarwood. Diakses tanggal 12 April

2008.

(18)

hara, iklim dan taksonominya tidak berbeda. Pada metabolisme sekunder penyebaran senyawanya terbatas (hanya ada pada jenis tertentu) dan campuran senyawanya lebih kompleks (seperti tanin, lignin, lemak, terpen), serta taksonominya berbeda. Golongan senyawa ekstraktif tersebut dikenal dalam beberapa kelompok senyawa, yaitu : 1. kelompok terpens dan terpenoids seperti resin, minyak atsiri; 2. gabungan senyawa phenolik seperti tanin; 3. lemak seperti minyak lemak; dan 4. lilin (wax) seperti karet, gum. Terpens merupakan zat ekstraktif kayu yang mengandung semua kelas terpen (dari monoterpenes hingga tetraterpenes, kecuali sesterpena yang merupakan kelas yang sangat jarang). Terpen merupakan hidrokarbon murni. Gabungan senyawa phenolik meliputi tanin, lignin, flavonoids, stilbene dan quinon. Minyak lemak yang dihasilkan oleh tumbuhan dikelompokkan dalam senyawa lemak. Lemak merupakan ester asam karbonat tinggi (asam lemak) dengan gliserol. Sedangkan lilin adalah ester asam lemak dengan alkohol tinggi (Syafii, 2009).

Kelompok senyawa-senyawa yang berasal dari tumbuhan selain merupakan sumber dari banyak bahan farmasi dan obat-obatan juga digunakan sebagai bahan baku industri cat, pewarna, plastik dan korek api. Kelompok senyawa terpens seperti resin sebagian dihasilkan dari Famili Dipterocar-paceae yaitu , , . Jenis tumbuhan ini menghasilkan produk yang dikenal dengan damar mata kucing. Produk ini memiliki komposisi asam damar, damar resin yang berguna sebagai bahan baku pembuatan korek api, kembang api, plastik, plester, vernis dan lak. Kopal juga merupakan produk dari kelompok resin yang dihasilkan dari pohon yang memiliki komposisi seperti pinena yang berguna dalam pembuatan cat, vernis, lak merah dan tinta. Produk lain dari kelompok resin ini adalah gondorukem, yang berasal dari suku . Gondorukem memiliki komposisi kimia anhidrida asam abietat dan abietat anhidrida yang berguna dalam pembuatan sabun, campuran cat, tinta, pelitur. Produk lainnya adalah jernang yang diperoleh dari jenis yang memiliki komposisi kimia berupa resin drako yang diperlukan dalam pembuatan bahan pewarna keramik, marmer, cat dan keperluan farmasi. Kemenyan juga salah satu produk yang berasal dari jenis yang memiliki k o m p o s i s i k i m i a b e r u p a e s t e r b e n z o a t , benzeldehida, vanilin, asam sinamat dan sterol yang digunakan untuk obat batuk, obat luka, kosmetik

Shorea Vatica Dryobalanops

Agathis

Pinaceae

Daemanorops

Styrax

dan industri vernis (Syafii, 2009).

Akar wangi, cendana, nilam, kayu putih, eukaliptus, gandapura, dan kamper menghasilkan produk minyak atsiri yang berguna untuk bahan kosmetik, farmasi, aroma pewangi dan insektisida. Pohon jarak, kemiri, tengkawang dan wijen juga menghasilkan senyawa lemak yang dimanfaatkan untuk farmasi, energi, pangan dan kosmetik. Sedangkan bahan sebagai penyamak dapat diambil dari berbagai jenis pohon seperti akasia dan jenis-jenis pohon mangrove. Sebagai bahan karet dapat diambil dari pohon perca, jelutung, jenis dan jenis-jenis dari suku Sapotaceae. Bahan ini dimanfaatkan dalam produk insulator kabel, pembuatan gigi, perekat, cat dan permen karet. Gom dihasilkan dari pohon

yang dimanfaatk an dalam pembuatan perekat, korek api, dan tinta (Syafii, 2009).

Potensi pemanfaatan jenis-jenis pohon sebagai sumber bahan kimia terutama yang diketahui berkhasiat obat sudah banyak dikenal, namun kondisi keberadaan jenis-jenis tersebut di lapangan dewasa ini belum banyak diketahui. Daerah-daerah di Indonesia yang menginformasikan data keberadaan jenis pohon tertentu yang dikenal berkhasiat obat belum semuanya benar, hal ini bisa saja karena berbagai perubahan dan kondisi di lapangan akibat berbagai faktor yang terjadi. Gencarnya exploitasi menyebabkan tidak sedikit jenis-jenis tertentu mulai langka atau bahkan tidak lagi diketahui keberadaannya.

Tulisan ini menyajikan informasi sekilas me-ngenai keberadaan 6 (enam) jenis pohon ber-khasiat obat baik yang tumbuh di hutan alam maupun di areal kebun masyarakat hasil survey tahun 2005 hingga tahun 2009, serta manfaat kandungan kimia alami-nya yang disadur dari beberapa sumber literatur

.

Jenis pohon spp. termasuk dalam suku Lauraceae. Menurut Rismunandar (1989) suku Lauraceae memiliki ciri pohon mulai kulit batang hingga ranting yang mengandung minyak atsiri, daunnya tunggal, berseling dan berwarna hijau. Pucuk daun ada yang berwarna kemerah-merahan. Bunga kecil berkelamin dua berwarna hijau atau kuning. Bentuk buah buni, berbiji satu, berdaging bulat memanjang. Kostermans (1957) me-ngelompokkan 2.000 hingga 2.500 jenis anggota

Palaqium

Acasia, Sterculia dan, Swietenia

Cinnamomum

A. P a k a n a n g i / K i s e r e h ( )

C i n n a m o m u m parthenoxylon/C. porrectum

(19)

famili ke dalam 31 marga (genus) diantaranya adalah genus , , , , dan . Terdapat sekitar 600 jenis pohon di Indonesia yang dikenal dan biasa disebut dengan nama daerah “medang” yang di dalamnya termasuk genus . Dalam Prosea No. 5 (2) tahun 1995 disebutkan bahwa marga (genus) Cinnamomum beranggotakan sekitar 250 jenis. Heyne (1987), m e ny i n g g u n g b e b e r a p a a n g g o t a m a rg a Cinnamomum diantaranya seperti Bl.,

Nees & Eberm., Bl.,

Bl., Bl., Meissn., Bl., dan Breyn.

Pak anangi/Kisereh (

dapat ditemukan di lahan perkebunan coklat milik rakyat di Desa Namo, dusun Sada Unta, Gunung Panto Lumba Kec. Kulawi, Kabupaten Donggala propinsi Sulawesi Tengah. Pohon ini tumbuh pada lahan dataran tinggi dan pegunungan dengan ketinggian sekitar 800 mdpl. Pohon yang ditemui berdiameter kecil dan merupakan trubusan dari tunggak pohon tebangan yang sudah mati.

Pada peninjauan ke lokasi pabrik pengolahan minyak pakanangi (PT. Artha) tahun 2008 di Desa Batu Suya, Kecamatan Sindue Kabupaten

Lauraceae

Cinnamomum Sassafras Litsea Eusideroxylon Cryptocarya Cassytha

Cinnamomum

C. burmanii C. camphora C. Cassia C. culilawan C. javanicum C. Parthenoxylon C. Sintok C. zeylanicum

C. par thenox ylon/C. porrectum)

Pohon dan batang kayu pakanangi/kisereh (C. parthenoxylon/C. porrectum)

Donggala, bahan baku yang digunakan umumnya berupa tunggak-tunggak dan akar pohon pakanangi yang berasal dari daerah Kabupaten Poso, dan sekitar Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Penyelamatan/pelestarian jenis pohon pakanangi perlu segera dilakukan karena saat ini keberadaannya sudah sangat sulit ditemukan. Penghentian pengolahan minyak pakanangi perlu dipertimbangkan apabila tidak ada upaya budidayanya. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung, dikhawatirkan jenis pohon pakanangi nasibnya akan serupa dengan jenis pohon eboni yang sudah masuk dalam jenis yang dilindungi.

B. Kulilawang/Kulilawan (C. halmaherae)

Pohon berkhasiat obat dengan nama setempat kulilawan ditemukan pada areal hutan adat di Desa Telutih Baru, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah. Hutan adat ini berada di bawah lereng yang berbatasan dengan daerah luar kawasan Taman Nasional Manusela. Saat ditemukan terdapat sekitar 10-15 pohon dan kurang lebih 20-25 anakan kulilawan (sapling) dengan kondisi tapak hutan berupa batu-batu berkarang. Berdasarkan hasil identifikasi pada herbarium Puslitbanghut Hutan dan Konservasi (Puskonser) Bogor, nama botanis pohon ini adalah

Kosterm.

Berdasarkan informasi masyarakat setempat, pemungutan kulit kulilawan dilakukan dengan cara menebang pohon hingga roboh. Hal tersebut mengakibatkan keberadaan pohon kulilawan di Desa Telutih Baru, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah semakin berkurang dan sulit ditemukan. Sepuluh tahun silam, di sekitar daerah ini pernah terdapat usaha penyulingan minyak kulilawan yang dikelola oleh masyarakat setempat. Karena bahan baku semakin berkurang, usaha ini akhirnya gulung tikar dan saat ini usaha demikian sudah tidak ditemukan lagi. Selain kulilawan, di daerah ini juga terdapat jenis pohon lain dengan nama daerah kanini, kole, linghua, kenari, kayu besi dan meranti. Masyarakat memanfaatkannya untuk bahan pembuatan rumah, kayu bakar dan pembuatan perabot rumah tangga. Pada lahan areal hutan adat ini sudah banyak ditanami jenis-jenis pohon perkebunan seperti cengkeh, coklat dan jati super.

Hasil peninjauan di Desa Negeri Lima, Kecamatan Leihitu di kabupaten yang sama ditemukan sejenis pohon dengan ciri kulit batang mengeluarkan bau harum balsam. Namun

Cinnamomum halmaherae

(20)

Daun dan kayu Kulilawan(C. halmaheirae Kosterm)

demikian jenis pohon ini belum diketahui nama setempatnya dan belum dimanfaatkan sebagai tanaman obat oleh masyarakat. Hasil identifikasi contoh herbarium, pohon ini memiliki nama botanis A.Gray suku . Kurangnya pengetahuan masyarakat setempat mengenai jenis-jenis pohon yang memiliki khasiat obat menyebabkan ketidak pedulian terhadap jenis ini, sehingga pemanfaatan pohonnya hanya sebatas untuk pembuatan rumah.

Produk dari beberapa jenis pohon

umumnya berasal dari bagian kulitnya yang berasa manis, sehingga kebanyakan masyarakat menyebut jenis ini dengan pohon kayu manis. Kulit kayu manis padang adalah kulit batang dalam perdagangan dikenal dengan nama

dengan bau khas aromatik, rasa agak manis, agak pedas dan kelat. Jenis dalam dunia perdagangan dikenal dengan . Jenis yang asli Indonesia dalam perdagangan diberi nama padang kaneel atau eks. padang. Jenis Blume banyak ditemukan di Jawa Barat dan Tengah. Sedangkan

Blume asli dari Ambon (Rismunandar, 1989).

Menurut Anonim (2007), penyebaran di Indonesia banyak terdapat di daerah Sumatera, khususnya di daerah Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Kerinci. Pohon kayu manis di Sumatera disebut dengan holim, holim manis, modang siak-siak (Batak), kanigar, kayu manis (Melayu), madang kulit manih (Minangkabau). Di Jawa dikenal dengan huru mentek, di kalangan masyarakat suku Sunda dikenal dengan kiamis, kanyengar (Kangean), dan di daerah lain seperti kesingar (Nusa Tenggara), kecingar, cingar (Bali), onte (Sasak), kaninggu (Sumba), Puundinga (Flores). Selanjutnya dijelaskan bahwa tanaman ini juga terdapat di daerah Srilanka, namun kulit

Alphitonia zizyphoides Rhamnaceae

Cinnamomum

C. burmannii,

Cassia vera C. zeylanicum

ceylon cinnamon C. burmanni

cassia vera C. sintok

C. culilawan

C. burmannii

C. Kayu Manis (Cinnamomumsp.)

batangnya lebih tipis dari kulit batang

yang ada di Indonesia. Dikenal 2 varietas , varietas pertama yang berdaun muda berwarna merah pekat dan varietas kedua berdaun hijau ungu. Varietas pertama terdiri dari 2 tipe, yaitu tipe pucuk merah tua dan tipe pucuk merah muda. Varietas yang banyak ditanam di daerah pusat produksi di Sumatera Barat dan Kerinci adalah varietas pertama. Varietas kedua hanya didapat dalam jumlah populasi yang kecil. Kayu manis pucuk merah mempunyai kualitas yang lebih baik, tetapi produksinya lebih rendah daripada kayu manis yang berpucuk hijau.

Meskipun keberadaan pohon kayu manis awalnya banyak tumbuh di hutan, dewasa ini sudah banyak dibudidayakan pada lahan perkebunan, dan pekarangan penduduk. Kegunaan dan manfaat jenis kayu ., seperti kayu manis sangat luas dan kandungan kimianya telah banyak diinformasikan. Bahan aktif pada kayu manis adalah eugenol dan safrol yang ditemukan pada kayu atau kulit (Putra, 2005) dalam Triantoro dan Susanti (2006). Menurut Sastrohamidjojo (

2005) dalam Triantoro dan Susanti (2006) disebutkan bahwa komponen senyawa kimia yang diperoleh dari kayu kulilawan ( .) hampir sama dengan senyawa kimia yang berasal dari kulitnya, yaitu eugenol (69,0%) dan safrol (21,0%). Eugenol dan safrol tidak hanya terdapat pada tanaman kulilawang dan masoi tetapi juga pada pala ( ), kayu manis ( , cengkeh ( ), dan sirih ( . Di Indonesia banyak pohon penghasil minyak atsiri yang mengandung komponen safrole (Sumadiwangsa, 2006). Hasil penelitian Triantoro dan Susanti (2006) pada Kulilawan menunjukkan bahwa eugenol kayu teras di bagian pangkal (66,23%) lebih tinggi dibandingkan dengan bagian ujung (34,36%), dan sebaliknya safrol berkadar lebih tinggi pada bagian ujung (12,10%) dibandingkan dengan bagian pangkal (9,56%). digunakan sebagai bahan baku farmasi, yaitu sebagai obat analgesik lokal dan antiseptik. Selain itu disebutkan pula bahwa eugenol dapat dikonversi menjadi senyawa turunan amfetamin maupun L-DOPA (dihidroksi fenil alanin) yang dikenal sebagai obat parkinson. Safrole dapat digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan tropical antiseptik dan ekstasi ( Triantoro dan Susanti, 2006). Beragamnya kegunaan senyawa safrole mengindikasikan perlunya kehati-hatian dalam penggunaan jenis kayu .

C. burmannii C. burmannii

Cinnamomum spp

Personal comm.,

C.culilawane Bl

Myristica fragrans

C.burmanii) Sizygium aromatica Piper betle)

Cinnamomum

Cinnamommum

(21)

Masyarakat Kabupaten Solok di Sumatera Barat sebagian besar memanfaatkan pohon kayu manis untuk diambil kulitnya. Pemanfaatan batang pohon kayu manis umumnya digunakan untuk kayu bakar dikarenakan kayunya yang cepat mengalami retakan, sehingga sebagian kecil masyarakat memanfaatkannya sebagai kayu pertukangan. Pohon kayu manis ( Camm dan Blume) banyak tumbuh di Desa/Jorong Bukit Gompong, Petak Tinggi, Koto Gadang Talang, Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Pohon ini ditemukan di areal lahan perkebunan swasta, hutan alam serta hutan rakyat. Tumbuh pada lahan yang datar hingga dataran tinggi dan pegunungan, dengan ketinggian sekitar 900 mdpl. Tinggi pohon berkisar antara 4 - 15 m dengan diameter pangkal batang antara 7-50 cm. Potensi pohon kayu manis cukup tersedia di daerah setempat, terlihat pada pekarangan dan kebun masyarakat dan merupakan usaha sampingan selain menanam tanaman kebun/ladang.

Selain di Kabupaten Solok, pohon kayu manis juga tumbuh di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan pada areal lahan pekarangan rumah dan kebun warga. Jenis yang ditemui adalah Miq., Blume dan Miq. Jenis-jenis ini tumbuh pada lahan yang datar hingga dataran tinggi dan pegunungan dengan ketinggian sekitar 800 mdpl. Tinggi pohon berkisar antara 3 - 15 m dengan diameter pangkal batang antara 8 - 25 cm. Potensi pohon kayu manis cukup tersedia di daerah setempat (desa Cindranae dan sekitarnya).

C. coriaceum C.burmanii

C.subavenium C.inners Reinw ex. C.celebicum

Di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah juga ditemukan pohon kayu manis ( ). Pohon ini ditemukan di areal lahan hutan yang sudah dibuka menjadi lahan perkebunan coklat milik rakyat. Tumbuh pada lahan dataran tinggi dan pegunungan dengan ketinggian sekitar 800 mdpl. Jenis kayu manis yang ada di daerah ini merupakan hasil penanaman masyarakat pada tahun 1972 yang merupakan jenis tanaman dalam program reboisasi saat itu. Namun saat ini pohon kayu manis digantikan dengan jenis tanaman perkebunan (coklat), sehingga pohon kayu manis yang terdapat di daerah ini hanya merupakan sisa hasil penanaman tahun 1972 yang belum di tebang.

Di Kecamatan Kedungbanteng, Desa Windujaya, Dusun Peninis yang terletak di lereng Gunung Slamet-Jawa Tengah, pohon kayu manis didominasi oleh yang dikenal dengan nama setempat Keningar dan yang dikenal dengan manis atau ki teja. Tinggi pohon tercatat antara 10 - 15 m dan diameter pangkal batang antara 25 - 30 cm. Umur pohon diperkirakan 15-30 tahun. Daerah ini memiliki curah hujan tercatat rata-rata 3000-4000mm/tahun (type B). Pohon kayu manis tumbuh pada lahan dataran tinggi dengan ketinggian 500-1000 mdpl, dimana suhu udara berkisar antara 24,4 - 30,9 C. Kondisi lahan setempat memiliki kemiringan lereng sekitar 25-40% yang merupakan zona pegunungan Serayu utara yang sebagaian besar tertutup oleh endapan Gunung Slamet dengan jenis tanah latosol coklat. Daerah setempat merupakan daerah aliran sungai (DAS) Serayu, Sub Das Logawa.

Salah satu jenis tumbuhan yang juga diketahui berkhasiat obat adalah Pulai ( sp.). Jenis ini termasuk ke dalam suku . Secara hirarki taksonomi jenis ini berturut-turut termasuk ke dalam Kingdom Plantae, Divisi Magnoliophyta, Klas Magnoliopsida, Ordo Gentianales, Suku/famili dan Genus (Anonim, 2008). Dari sekitar 40 hingga 60 jenis pohon spp. yang dikenal dengan nama Pulai diantaranya adalah

dan yang terkenal adalah (L.) R.Br. (Anonim, 2008). Salah satu jenisnya, yaitu (pulai rawa) dapat mencapai diameter 100 cm dengan tinggi 40-50 m, mempunyai banir dan batang

C.burmanii

C.burmanii

C.iners

Alstonia Apocynaceae

Apocynaceae Alstonia

Alstonia A. macrophylla, A. angustiloba, A. angustifolia, A. spatulata, A. elliptica, A. oblongifolia, A. pneumatophora, A. scholaris, A. costaca

A.scholaris

A.pneumatophora

0

D. Pulai (Alstoniasp.)

Pohon, daun dan batang kayu manis

(Cinnamomumsp.) di Kabupaten Banyumas - Jawa Tengah

Pohon dan batang kayu manis ( sp.) di Kabupaten Solok - Sumatera Barat

Cinnamomum

(22)

bergalur berwarna abu-abu hingga putih. Jenis kayu ini cocok untuk ukiran, peti dan kayu lapis. Jenis ini memiliki akar nafas yang besar dan panjang, sehingga dikenal dengan pulai rawa. Bagian kulit mengandung alkaloid sebagai bahan obat. Kayunya banyak digunakan untuk papan tulis sekolah, sehingga dinamakan scholaris. Pohon dapat mencapai tinggi lebih dari 40 m, batang pohon tua beralur sangat jelas, sayatan berwarna krem dan banyak mengeluarkan getah berwarna putih (Anonim, 2001) Jenis umumnya disebut dengan pulai gading (Pulai putih) dan tersebar luas terutama di Sumatera, Kalimantan dan Jawa Barat (Anonim, 2008). Genus terdiri dari sekitar 40 jenis, dimana dua jenis merupakan tumbuhan asli di daerah tropis Afrika, empat jenis di Australia, sekitar 15 jenis di daerah Pasifik, 12 jenis di daerah Malesiana dan sisanya di benua Asia. (Rudjiman

., 1994). Selanjutnya diinformasikan bahwa kulit jenis ini mengandung latex yang penting dan sering digunakan sebagai obat tradisional, di daerah Fiji digunakan untuk mata yang bermasalah, kulitnya digunakan untuk melawan malaria dan bahan obat penenang di Pilipina dan jenis ini begitu populer di India dan Jawa untuk penyakit diare dan disentri. Heyne (1987) mencatat bahwa di Indonesia terdapat 11 jenis , yaitu

Miq, Wall,

M i q , M i q , M i q , Backer, Miq, R. BR., BL., dan

Miq).

Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah dimana dapat ditemui keberadaan pohon jenis pulai. Tiga jenis pulai yang dapat ditemui di daerah ini adalah pulai putih ( ), pulai hitam ( ) dan pulai rawa ( ). Selain di kawasan hutan KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) Balai Penelitian Kehutanan Palembang, tegakan pulai rawa ( ) terlihat tumbuh di sudut pinggiran jalan arah ke luar kota.

Pohon Pulai diinformasikan banyak digunakan sebagai bahan obat-obatan. Menurut Heyne (1987) getah dimanfaatkan untuk penyembuhan luka bernanah, dan kulit

dapat digunakan untuk membersihkan lambung dari lendir, mengobati perut kembung dan p e m b e n g k a k a n l i m p a . J e n i s

mengandung tiga senyawa alkaloid yaitu ditamine, echitamine (ditaine), Echitenines, beberapa senyawa lemak dan resin, sedangkan dalam

A.scholaris A.scholaris A.scholaris Alstonia et al Alstonia A.acuminata A.angustifolia A. angustiloba

A . e x i m i a A . g r a n d i f o l i a A.pneumatophora A.polyphylla A.scholaris A.spathulata A.villosa (Blaberopus villosus A. scholaris A. angustiloba A. pneumatophora A. pneumatophora A.pneumatophora A.scholaris

A . s c h o l a r i s

penggunaan sebagai obat kulitnya dimanfaatkan untuk obat tradisional sebagai obat diare dan disentri (Grieve, 2009). Menurut Anonim (2008), kulit mengandung alkaloida ditanin, ekitamin (ditamin), ekitanin, ekitamidin, alstonin, ekiserin, ekitin, ekitein, porfirin dan triterpen, sedangkan daunnya mengandung pikrinin, dan bunga pulai mengandung asam ursolat dan lupeol yang dapat mengatasi borok, bisul, rasa sakit setelah melahirkan (nifas), beri-beri dan payudara bengkak karena bendungan ASI. Kulitnya diberitakan dapat mengatasi demam, malaria, limpa membesar, batuk berdahak, diare, disentri, kurang nafsu makan, perut kembung, sakit perut, kolik, kencing manis, tekanan darah tinggi, wasir, anemia, gangguan haid, rematik akut.

Famili dari beberapa jenis penghasil gaharu adalah genus , dan . tercatat memiliki 12 jenis. Jenis dari

diantaranya adalah

Manfaat gaharu dikelompokkan ke dalam penggunaan obat-obatan, parfum dan kosmetika (Anonim, 2002). Menurut Sidiyasa dan Suharti (1987) dalam Anonim (2002), selain jenis tumbuhan spp. dan spp., gaharu dapat diperoleh dari jenis-jenis tumbuhan seperti spp; spp; spp; spp; dan spp. Dalam buku

( 1 9 6 0 ) t e rc a t a t b a hw a f a m i l i terdiri dari beberapa genus, yaitu ,

dan

Di sekitar daerah Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara ditemukan beberapa jenis pohon penghasil gaharu genus . Batang pohon ini memiliki diameter berkisar 20 cm - 65 cm dengan tinggi berkisar 10 m - 25 m. Masyarakat setempat mengenal 4 jenis pohon penghasil

A.scholaris

Thymelaeaceae Aetoxylon, Aquilaria Gyrinops Gonystylus Genus Aquilaria

Thymelaeaceae Amyxa pluricornis Domke, Gyrinopsis cumingiana, Phaleria Sp., Gyrinops versteegii (Gilg) DOMKE, Aquilaria malaccensis LAMK., A.beccariana VAN TIEGH., dan A.microcarpa BAILL.

Aquilaria Gonystilus

Weikstromia Enkleia Actoxylon Gyrinops Dalbergia Flora M a l e s i a n a

Thymelaeaceae

Aquilaria Enkleia, Linostoma, Wikstroemia, Daphne, Gyrinops, Drapetes, Pimelea Amyxa.

Aquilaria

E. Gaharu (Aquilariasp.,Gyrinopssp ).

Daun dan kayu pulai putih(A. scholaris)

(23)

(Aquilaria sp.)

Pohon dan kayu gaharu

F. Pasak Bumi (Eurycoma longifoliaJack)

Jenis pohon pasak bumi ( Jack) termasuk anggota dari suku . Suku Dayak Kenyah menggunakannya untuk obat sakit

E.longifolia Simaroubaceae

perut dan demam, suku Banjar menggunakannya untuk (penunjang stamina) sedangkan di Thailand digunakan untuk anti malaria. Pasak bumi sudah merupakan komoditi ekspor (Mandang dan Andianto, 2005).

aphrodisiac ,

gaharu yang dicirikan dengan penampakan kulit batang pohon dan bentuk daun, yaitu gaharu buaya, gaharu tanduk, gaharu air, dan gaharu beringin. Dari beberapa sumber Herbarium Wanariset Samboja, diperoleh informasi bahwa di seki

Gambar

Gambar 2. Contoh kayu gaharu super

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait