PERBANDINGAN PERHITUNGAN EKONOMI DAN
PENDANAAN PLTN BERBASIS SYARIAH DAN NON SYARIAH
Mochamad Nasrullah*)
Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN)-BATAN
Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710 Telp/Fax : (021) 5204243 Email: [email protected]
ABSTRAK
PERBANDINGAN PERHITUNGAN EKONOMI DAN PENDANAAN PLTN BERBASIS SYARIAH DAN NON SYARIAH. Perhitungan ekonomi dan pendanaan sangat diperlukan untuk mengetahui obyektifitas dari biaya pembangkit listrik tenaga nuklir dan dalam menentukan harga tarif listrik. Model perhitungan yang digunakan dalam menghitung harga tarif listrik (levelized tariff) adalah model pendanaan yang dikeluarkan oleh PLN Litbang . Model ini digunakan untuk menghitung biaya investasi, biaya bahan bakar, operasional dan perawatan, serta melihat porsi pinjaman baik lokal maupun asing dan tingkat suku bunga yang telah mempertimbangkan country risk disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Prosedur penelitian yang digunakan adalah pengumpulan data, survey, studi banding, dan kajian tekno ekonomi serta pendanaan. Hasil kajian menunjukkan jika biaya investasi sesaat PLTN 2 x 1350 MWe sebesar US$ 1850/kWe. Sumber utama pendanaan berbasis non syariah adalah menggunakan bunga bank, pajak dan mempertimbangkan inflasi, sedangkan pendanaan berbasis syariah pendanaannya tanpa bunga, tanpa mempertimbangkan pajak dan inflasi serta menggunakan konsep bagi hasil. Dengan menggunakan asumsi discount rate 10% levelized tarif atau harga listrik PLTN berbasis syariah menunjukkan harga sebesar 4,83 centsUS$/kWh, sedangkan PLTN harga listrik PLTN berbasis non syariah sebesar 6,94 centsUS$/kWh. Hasil perhitungan menunjukkan pendanaan PLTN yang menggunakan basis syariah lebih murah dibandingkan pendanaan berbasis non syariah.
Kata kunci : Biaya Pembangkitan, Harga listrik, PLTN, syariah
ABSTRACT
COMPARISON ON CALCULATE ECONOMIC AND FINANCING OF NPP BETWEEN SYARIAH AND NON SYARIAH BASES. The calculation of economics and funding really was needed to know objectivity from the nuclear cost of the generator of power electricity and in determining the price of the electricity tariff. The calculation model that was used in counting the price of the electricity tariff is the financing model that was issued by PLN Litbang. This model was used to calculating the investment cost, the fuel cost, operational and the maintenance cost also the portion of local loan as well as foreign interest rate that considered country risk adapted to the Indonesian condition. The research procedure that was used was the data collection, survey, comparative study and the study tecno economics and funding. Study result points out if momentary investment cost PLTN 2 x 1350 MWe as big as US$ 1850 / kWe. Main source finance non syariah is utilize bank interest, taxes and regards inflation, meanwhile finance syariah its finance interest free, without regard the taxes and inflation and utilizes production sharing concept. By using an assumption of discount rate 10% levelized rate or electricity price of NPP syariah shows value is 4,83 centsUS$ / kWh, and electricity price non syariah have value 6,94 centsUS$ / kWh. Result calculation showed that electricity price and finance of NPP that utilize syariah more cheaper than finance non syariah.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana langsung dari masyarakat. Bidang usaha lembaga pembiayaan mencakup beberapa alternatif kegiatan pembiayaan seperti sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), kartu kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen (consumer finance). Memasuki dekade tahun 2000 industri jasa pembiayaan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga menuntut industri jasa pembiayaan dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan jasa keuangan yang sangat kompleks. Perkembangan industri jasa pembiayaan ini secara keseluruhan telah mampu menjadikannya sebagai suatu industri yang cukup menonjol dalam dunia bisnis khususnya sektor keuangan yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi secara nasional. Peranan yang menonjol dari industri jasa pembiayaan adalah menyediakan dana bagi masyarakat yang memerlukan sumber dana pembiayaan baik untuk keperluan investasi, modal kerja, atau semata-mata untuk barang yang akan dipakai sendiri (konsumsi). Dana yang disalurkan oleh industri jasa pembiayaan kepada masyarakat diharapkan akan dapat bermanfaat untuk mendorong perkembangan perekonomian nasional.
Dengan perkembangan kegiatan industri jasa pembiayaan yang sedemikian pesat, pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan dituntut untuk mengoptimalkan perannya sebagai regulator dan supervisor kegiatan jasa pembiayaan melalui upaya kebijakan yang mendorong kearah perkembangan industri jasa pembiayaan secara berkesinambungan. Salah satu upaya Departemen Keuangan dalam rangka optimalisasi peran dilakukan melalui peningkatan fungsi pembinaan dan pengawasan secara berkelanjutan dengan tujuan untuk memastikan bahwa pengelolaan kegiatan industri jasa pembiayaan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah [1]
Kelayakan ekonomi dan teknologi PLTN yang membutuhkan biaya investasi yang besar membuat pendanaan menjadi salah satu kendala utama pada proyek PLTN di sebagian besar negara berkembang. Dalam setiap pendanaan suatu proyek masalah terletak tidak hanya
disebabkan besarnya jumlah pendanaan yang dibutuhkan, tetapi juga rendahnya creditworthiness dari sejumlah besar negara yang membangun PLTN. Seperti diketahui pola pendanaan yang digunakan sekarang adalah pola pendanaan konvensional, pola pendanaan BOO, pola pendanaan sewa beli dan pola pendanaan barter, semuanya ini kategori pola pendanaan berbasis bunga bank. Pola pendanaan selain berbasis bunga bank ada juga pola pendanaan berbasis syariah, yang sekarang telah diakui keberadaannya diberbagai negara termasuk Indonesia.
Dalam konteks perusahaan pembiayaan syariah, sangat jarang tulisan dan makalah yang ditulis oleh para ahli ekonomi saat ini, terlebih memang konsep dan pelaksanaan pembiayaan syariah oleh perusahaan pembiayaan syariah belum banyak dan belum lama beroperasi di Indonesia. Oleh karena itu dalam tulisan ini mencoba untuk mengkaji lebih dalam mengenai perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah khususnya dalam perhitungan ekonomi dan pendanaan PLTN berbasis syariah.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah menghitung pendanaan PLTN menghitung pendanaan PLTN berbasis syariah dan membandingkan dengan pola pendanaan konvensional yang berbasis bunga bank. Selain itu tujuanlain adalah menambah dan memperkaya khazanah pengetahuan khususnya tentang teori dan praktek pendanaan yang berbasis syariah.
1.3. Lingkup Studi
Lingkup studi mencakup analisis kelayakan pendanaan untuk PLTN 2 x 1350 MWe dengan biaya investasi sesaat 1850 $/kWe. Kelayakan pendanaan akan dibuat dengan membuat analisis pendanaan PLTN dengan pola pendanaan berbasis syariah dan non syariah
1.4. Teori
hasil setelah periode transaksi berakhir. Hal ini berarti dalam pembiayaan syariah pembagian hasil dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan berdasar hasil perhitungan spekulatif. Sistem bagi hasil ini dipandang lebih sesuai dengan iklim bisnis yang memang mempunyai potensi untung dan rugi. Baik sistem bunga maupun bagi hasil sebenarnya sama-sama dapat memberikan keuntungan bagi pemilik dana (bank/lembaga keuangan), namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Secara ringkas perbedaan kedua sistem tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. Perbedaan antara sistem bunga dan bagi hasil.
Mekanisme pembiayaan utang pada perusahaan pembiayaan konvensional berbeda dengan pembiayaan syariah. Ada dua jenis
utang yang berbeda sama sekali, yaitu utang yang terjadi karena pinjam meminjam uang dan utang yang terjadi karena pengadaan barang. Utang yang terjadi karena pinjam meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lain yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi tidak diperbolehkan, dan mekanisme inilah yang berlaku pada perusahaan pembiayaan konvensional. Kemudian ada utang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang, utang seperti ini harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh yang disebut harga jual. Harga jual itu terdiri atas harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual disepakati, selamanya tidak boleh berubah naik karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Mekanisme pembiayaan seperti ini berlaku pada perusahaan pembiayaan syariah.[3] Jadi utang yang terjadi pada perusahaan pembiayaan konvensional adalah utang uang dan utang yang terjadi pada perusahaan pembiayaan syariah adalah utang pengadaan barang.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Metode kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kritis berdasarkan studi literatur dan model perhitungan pendanaan yang berbasis syariah dan kemudian membandingkannya dengan praktek pendanaan berbasis non-syariah. Selanjutnya dilakukan analisis kesesuaian praktek di lapangan dengan teorinya dalam berbagai literatur ekonomi syariah dalam dunia akademik.
Langkah-langkah penelitian adalah menghitung kembali biaya-biaya yang mempengaruhi biaya PLTN dengan cara sebagai berikut :
1. Menetapkan parameter teknis dan ekonomis dari PLTN yang akan dijadikan dasar perhitungan.
2. Menghitung kembali parameter yang mempengaruhi biaya PLTN
3. Membandingkan hasil kelayakan PLTN dengan pola pendanaan berbasis syariah dan non syariah
2.1. Perhitungan Harga Listrik Teraras
perawatan tetap (fixed operational and maintenance cost), biaya operasi dan perawatan tetap (variable operational and maintenance cost) dan biaya bahan bakar. Harga listrik teraras tidak termasuk biaya transmisi, sehingga sering disebut juga busbar cost. Pada beberapa literatur harga listrik teraras juga disebut Levelized Cost Of Electricity (LCOE) atau disebut juga Levelized Unit Electricity Cost (LUEC). Perbandingan keekonomian pembangkit tenaga listrik secara internasional maupun perbandingan jenis pembangkit yang berbeda biasa dilakukan dengan konsep harga listrik teraras ini, yang sering juga disebut discounted levelized cost. Harga listrik teraras adalah biaya rata-rata teraras (levelized), yaitu biaya yang diperlukan (dalam mata uang tetap) per kWh yang memperhitungkan semua biaya, meliputi biaya kapital pembangunan pembangkit, biaya operasi dan biaya bahan bakar, selain biaya-biaya tersebut harus ditambah dengan biaya pengelolaan limbah dan dekomisioning.
Perbandingan harga listrik teraras sulit dilakukan, karena ada banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya, dimana faktor-faktor tersebut dapat berbeda pada tempat dan waktu. Tujuan perbandingan harga listrik teraras adalah untuk membantu pengambil keputusan dalam memilih jenis PLTN yang akan dipertimbangkan dalam rangka penentuan pemanfaatan sumber daya (resource allocation). Harga listrik teraras tidak memperhitungkan faktor-faktor sosial politik yang dapat mempengaruhi biaya pembangkitan. Perhitungan dan perbandingan keekonomian tersebut akan digunakan analisis kelayakan ekonomi dengan menggunakan model G4Econs yang berasal dari IAEA.
Langkah-langkah penelitian adalah menghitung kembali biaya yang mempengaruhi biaya pembangkit listrik dengan cara sebagai berikut :
Menetapkan parameter teknis dan ekonomi dari PLTN untuk dijadikan dasar perhitungan.
Menentukan komponen biaya pembangkit listrik seperti biaya investasi, biaya bahan bakar dan biaya operasional dan perawatan dari PLTN.
Menghitung biaya pembangkit listrik dari data masukan dengan menggunakan G4Econs
Menghitung dan menganalisis pendanaan PLTN berbasis syariah dan non syariah
2.2. Dasar Perhitungan Biaya Pembangkitan
PLTN 4)
LUEC = ∑t (Investasit + O&Mt + Fuelt + Carbont + Decomt)/(1 + r )t ∑t ((Electricityt)/ (1 + r)t)
dimana:
Electricityt : Jumlah produksi listrik dalam
tahun t
r : discount rate tiap tahun; Investasi t : Biaya Investasi dalam tahun t;
O&Mt : Biaya Operasi dan perawatan
dalam tahun t
Fuelt : Biaya Fuel dalam tahun t;
Carbont : Biaya Carbon dalam tahun t;
Decomt : Biaya Decomissioning dalam
tahun t;
2.3. Kelayakan finansial 5)
Kelayakan finansial dari proyek dapat diketahui dari parameter:
a. Internal rate of return (IRR) yang akan dibandingkan dengan weigth average cost of capital (WACC). Apabila IRR > WACC maka proyek layak
b. Net present value (NPV). Apabila NPV > 0 maka proyek layak
c. Pay back periode (PB). Tingkat pengembalian investasi tanpa memperhitungkan nilai waktu uang d. Benefit cost ratio (BC). Apabila nilai BC >
1 maka proyek layak
3. ASUMSI DAN DATA YANG
DIGUNAKAN
3.1. Data Teknis dan Ekonomi
Parameter dasar ekonomi yang digunakan pada data pembangkit tenaga listrik, industri/pabrik hydrogen dan desalinasi yang digunakan untuk menghitung dan mengevaluasi keekonomian adalah sebagai berikut: PLTN yang dikaji dalam studi ini adalah PLTN, hal ini seperti yang tercantum dalam Tabel 2. Referensi pembangkit (reference plant) yang digunakan pada studi ini adalah PLTN 2 x 1350 MWe jenis PWR.
ekonomi lebih singkat/berbeda dibandingkan dengan umur teknis. Umur ekonomi PLTN sebenarnya bervariasi, tapi disain modern sekarang telah menargetkan umur ekonomis sekitar minimal 40 tahun, bahkan sampai 60 tahun. Dalam studi ini umur ekonomi untuk PLTN 2 x 1350 MWe diasumsikan 40 tahun dan umur teknis 60 tahun. Production data dimulai pada tahun 2025 dan diakhiri tahun 2060. Dalam studi ini nilai gross output 7446 GWh dengan capacity factor 85%.
Tabel 2. Parameter Ekonomi dan Teknis PLTN tahun 2012 6)
Keterangan Satuan PLTN
Sumber Energi Nuclear
Tipe PLTN PWR
Plant Capacity MWe 2 x 1350
Plant net thermal % 33.4
Capacity Factor % 85
Umur ekonomi tahun 40
Masa Konstruksi tahun 3
3.2. Biaya Investasi PLTN
Biaya investasi PLTN biasanya disebut biaya sesaat (overnight cost), yaitu biaya yang belum memasukkan tingkat suku bunga selama konstruksi atau Interest During Construction (IDC). Biaya ini terdiri dari biaya EPC (Engineering Procurement Construction), biaya pengembangan (development costs) dan biaya lain-lain (other costs) serta biaya contigency. Komposisi biaya kapital untuk EPC terdiri atas biaya nuclear island, conventional island, balance of plant, construction dan erection work, design dan engineering. Biaya investasi yang dihitung disesuaikan dengan disbursement selama masa konstruksi, dan data tersebut diambil dari data terbaru tahun 2012. Pembangunan PLTN memerlukan dana yang cukup besar sehingga biasanya pemilik modal (owner) tidak cukup dana untuk membiayai pembangunan PLTN tersebut. Owner biasanya meminjam dana dari lembaga keuangan internasional, dengan demikian ada konsekuensi biaya berupa interest during construction (IDC). Biaya sesaat apabila ditambahkan dengan IDC disebut juga dengan biaya investasi. Secara rinci biaya investasi ditunjukkan pada Tabel 3.
3.3. Biaya Bahan Bakar
Bahan bakar nuklir (nuclear fuel) merupakan bahan bakar yang dibutuhkan oleh
PLTN untuk dapat beroperasi menghasilkan energi listrik selama waktu hidupnya (life time). Daur bahan bakar nuklir (nuclear fuel cycle) mencakup seluruh aktivitas mulai dari eksplorasi, penambangan, penggilingan, pemurnian, pengkayaan dan kemudian dilanjutkan dengan fabrikasi menjadi elemen bakar nuklir untuk siap digunakan dalam operasi reaktor dan akhirnya menjadi bahan bakar bekas (spent fuel). Secara rinci biaya bahan bakar nuklir dapat dilihat padaTable 4.
Tabel 3. Biaya Investasi PLTN tahun 2012 6)
Keterangan Satuan Nilai Plant Capacity MWe 2 x 1350 Overnight Cost (millions US$) 4995 Overnight Cost (US$/kWe) 1850
Table 4. Total Biaya Bahan Bakar 7)
Keterangan Satuan PLTN
Harga uranium ore $/lbU3O8 74,20 Oxide to UF6
conversion $/KgU 10,00
Enrichment $/SWU 145,00
Fabrication $/KgHM 240,00
Outside reactor bldg
spent fuel storage $/KgHM 200,00
DUF6
conv/storage/geologic disposal
$/Kg DU 5,00
Geological Repository.
D mills/Kwh 1,00
3.4. Biaya Operasi dan Pemeliharaan
Biaya operasi dan pemeliharaan (O&M Cost) merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan operasi rutin PLTN. O&M Cost besarnya bergantung pada teknologi dan kapasitas daya yang terpasang. Biaya variable O&M akan tergantung pada jam operasi PLTN sebagaimana yang ditunjukkan dalam Table 5.
Tabel 5. Total Biaya O&M PLTN
No Deskripsi Unit Nilai
1 Biaya Fixed O&M US$ juta 9,0
2 Biaya Variable O&M US$ juta 77,6
Total US$ juta 86,6
3.5. Asumsi Data Finansial
Pada bagian ini menggambarkan aplikasi model untuk analisis pendanaan dari single plant yang dibangun oleh Utility. Diasumsikan utility disebut “Nuclear Power Utility” yang akan membangun PLTN dengan kapasitas 1000 MWe dan perusahaan yang menjual listrik serta mendistribusikan namanya PLN. Diasumsikan bahwa Utility menggunakan porsi distribusi pembangunan yang mempunyai masa konstruksi 6 tahun dari tahun 2018 hingga tahun 2023 dengan % distribusi tahunan masing-masing sebesar 10%, 15%, 20%, 25%, 20%, 10%. Investasi dengan porsi local berasal dari equity dan bonds, nilai IDC, inflasi dan nilai tukar asing yang akan dibayar oleh equity untuk dua tahun dan sisanya akan dibayar dengan bonds. Selanjutnya rincian asumsi yang akan digunakan untuk menganalisis pendanaan PLTN adalah seperti terlihat pada Tabel 6.
4. HASIL PEMBAHASAN
Hasil perhitungan keekonomian atau biaya pembangkitan menunjukkan bahwa PLTN 2 x 1350 MWe yang mempunyai biaya sesaat 1850 $/kWe mempunyai biaya pembangkitan sebesar 46,03 millsUS$/kWh. Hasil biaya pembangkitan ini dianggap sama antara yang berbasis syariah
dengan non syariah, karena belum ditambahkan beberapa komponen financial seperti, bunga, pajak, eskalasi/inflasi. Secara rinci biaya pembangkitan PLTN dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Perhitungan Keekonomian Biaya Pembangkit PLTN
No Keterangan Satuan Nilai 1 Biaya Investasi millsUS$/kWh 33,24 2 Biaya Bahan
Bakar millsUS$/kWh 8,46 3 Biaya
Operasional dan Pemeliharaan
millsUS$/kWh 4,33
4 Total Biaya
Pembangkit millsUS$/kWh 46,03
Sedangkan hasil perhitungan finansial menunjukkan bahwa secara finansial pada discount rate 10 %, proyek PLTN berbasis syariah harga listrik menunjukkan sebesar 4,83 cent$/kWh, sedangkan PLTN berbasis non syariah menunjukkan hasil sebesar 6,94 cent$/kWh. Dengan demikian pendanaan PLTN berbasis syariah harga listriknya lebih murah dibandingkan PLTN berbasis non syariah. Hal ini wajar mengingat pendanaan berbasis syariah tidak mempertimbangkan pajak, bunga bank, eskalasi/inflasi.
Namun permasalahan yang dihadapi jika PLTN menggunakan pendanaan berbasis syariah adalah pendanaan berbasis syariah tersebut meskipun sudah diterapkan pada beberapa proyek pendanaan tertentu, namun belum pernah diterapkan pada proyek berskala mega proyek, khususnya pendanaan PLTN. Secara rinci hasil perhitungan pendanaan berbasis syariah dan non syariah dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 6. Asumsi Dasar Untuk Analisis Pendanaan PLTN 8)
No Keterangan Nilai
1. Investasi Asing /Lokal 85 /15 2. Discount Rate dan Umur ekonomis 10% / 40 tahun 3 Suku Bunga dan Porsi:
Perusahaan Swasta Asing/Internasional Perusahaan Swasta Domestik Government via PT PLN (Persero)
Lihat Persyaratan dan Kondisi
4 Informasi Nilai Tukar Tahun 2010 rata-rata Rp. 9040 / 1 US$ dan tahun 2011 rata-rata Rp. 8738 / 1 US$ tingkat nilai tukar yang mencerminkan tingkat inflasi
5 Informasi tingkat inflasi US$ inflasi Tahun 2011 : 3%, steady rate 3% per tahun Rp. Inflasi Tahun 2011 : 5%, steady rate 6% per tahun
Tabel 8. Perbandingan Hasil Perhitungan Pendanaan Syariah dan Non Syariah
No. Keterangan
Perhitungan Pendanaan Syariah Syariah Non
1 IRR Equity (%) 11,15 12,36
2 IRR Project (%) 12,01 12,00
3 WACC (%) 10,00 10,00
4 NPV (juta US$) 906 947
5 BCR 1,30 1,28
6 Payback Period
(tahun, bulan) 4,1 bulan 6 tahun 0,3 bulan 6 tahun 7 Debt Service
Coverage ratio - 8,67
8 Discount Rate
(%) 10 10
9 Country Risk
(%) 10 5
10 Harga listrik
(cents$/kWh) 4,83 6,94
5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari hasil analisis dalam studi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
Perhitungan keekonomian menunjukkan bahwa biaya pembangkit PLTN berada dibawah 5 cents USD/kWh yaitu sebesar 4,6 cents USD/kWh. Komitmen mengeluarkan sejumlah besar dana untuk pembangunan PLTN tidak mudah. Dengan semakin terbatasnya dana Pemerintah, baik rupiah maupun pinjaman luar negeri, dan kebutuhan yang juga mendesak untuk sektor-sektor lain seperti kesehatan, pendidikan, dan sebagainya, maka alokasi dana Pemerintah untuk membangun PLTN diperkirakan akan sangat sulit. Oleh karena itu ada beberapa pilihan pola pendanaan, salah satunya adalah menggunakan pola pendanaan berbasis syariah.
Dengan menggunakan asumsi discount rate 10% levelized tarif atau harga listrik PLTN berbasis syariah menunjukkan harga sebesar 4,83 centsUS$/kWh, sedangkan PLTN harga listrik PLTN berbasis non syariah sebesar 6,94 centsUS$/kWh. Hasil perhitungan menunjukkan pendanaan PLTN yang menggunakan basis syariah lebih murah dibandingkan pendanaan berbasis non syariah. Namun permasalahan yang dihadapi jika PLTN menggunakan
pendanaan berbasis syariah adalah pendanaan berbasis syariah tersebut meskipun sudah diterapkan pada beberapa proyek pendanaan tertentu, namun belum pernah diterapkan pada proyek berskala mega proyek, khususnya pendanaan PLTN. Di lain pihak, sektor swasta diperkirakan
akan tertarik untuk berinvestasi di PLTN karena nilai kapital yang meskipun relatif tinggi, namun masa konstruksi yang relatif tidak terlalu lama (6 tahun) ditambah dengan kemajuan teknologi dibidang PLTN. Namun demikian resiko yang sangat tinggi khas PLTN seperti resiko delay dan cost over-run konstruksi, resiko kecelakaan, dan resiko lingkungan perlu mendapatkan pertimbangan.
6. DAFTAR PUSTAKA
1. MUHAIMIN., Perusahaan Pembiayaan
Syariah di Indonesia (Sebuah Tinjauan Analisis Terhadap Perusahaan Pembiayaan PT FIF Syariah), 2010
2. Manajemen PT. Federal International
Finance, Memo Pelunasan Non Avalist, (Yogyakarta: PT Federal International Finance , 2007).
3. Manajemen FIF Syariah, Ketentuan
Tentang Asuransi Syariah pada FIF Syariah, (Yogyakarta: PT Federal International Finance Unit Syariah, 2008). 4. IEA/NEA, Projected Costs of Generating
Electricity: 2010 Edition, OECD, Paris,France. 2010
5. PT. PLN (Persero) Litbang., “Studi
Ekonomi, Pendanaan dan Struktur Owner dalam rangka rencana persiapan pembangunan PLTN pertama di Indonesia” Jakarta biaya pembangkitan listrik termurah, 2006
6. World Nuclear Association, The Economics of Nuclear Power, Vienna August 2011
7. EMWG, User’s Manual for G4-ECONS
Version 2.0 A Generic EXCEL-based Model for Computation of the Projected Levelized Unit Electricity Cost (LUEC) and/or Levelized non-Electricity Unit Product Cost (LUPC) from Generation IV Systems, 2008
8. NASRULLAH, Perhitungan Ekonomi