• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM PENINGKATAN MUTU DI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM PENINGKATAN MUTU DI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM PENINGKATAN MUTU DI SMAN 2 BORONG

Oleh: Yohanes Baptista, S.Pd, M.Pd PENDAHULUAN

Kompleksitas persoalan pendidikan menempatkan mutu pendidikan kita pada posisi yang buruk. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pengangguran terdidik bertambah 300.000 orang menjadi 7,45 juta orang per Februari 2015. Kondisi ini seiring dengan perlambatan ekonomi yang terjadi pada kuartal I 2015 hanya 4,71%. Pengangguran paling besar terjadi pada masyarakat berpendidikan dengan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yaitu sebesar 9,05%. Dibandingkan dengan Februari 2014, juga ada kenaikan 1,84 poin menyusul diurutan berikutnya adalah penganguran tingkat SMA dengan porsentase 8,14% (Maikel Jefriando – detikfinance).

(2)

Sementara itu, kemajuan bergerak cepat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah meretas batas-batas yang dulu menjadi sekat. Interaksi dengan orang dan kebuadayaan lain kian muda. Akses informasi menjadi gampang. Dengan kata lain, apa yang sedang terjadi di belahan dunia tidak membutuhkan waktu lama untuk mengetahui. Dalam banyak hal, revolusi informasi telah “membentuk” dunia dan orientasi kita pada dan dalam dua hal; yakni efektif dan efisien. Kita terpaksa mengikuti irama itu. Bila tidak, maka kita hanya bisa jadi penonton dan/atau korban dari kemajuan tersebut. Sederhanamya dapat dikatakan, globalisasi telah merasuk pada berbagai sendi kehidupan kita. Terkait itu, Sujarwo (2006) berpendapat bahwa globalisasi akan membuka diri bangsa dalam menghadapi bangsa-bangsa lain. Batas-batas politik, ekonomi, sosial budaya akan semakin kabur. Dalam gambaran dunia yang demikian, persaingan dan kompetisi sangat menonjol. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) akan menjadi faktor pokok yang dapat membedakan; selain banyak faktor yang lain tentunya. Mereka yang memperoleh informasi dan mampu merealisasikannya menjadi peluang, akan merasakan manfaat yang paling menguntungkan.

(3)

peserta didik dapat bersing dengan dinamika dan tantangan global (Miftahuddin, 2006:1).

Persoalannya, sekolah-sekolah di NTT, di Manggarai Timur kususnya; sedang berada pada masa transisi yang dicirikan dengan kaburnya format dan menu pendidikan yang sesuai. Kaburnya format dan menu pendidikan dan pembinaan tersebut. utamanya disebabkan oleh kondisi dan fasilitas sekolah yang “tanggung”. Disatu sisi sekolah harus berhadapan dengan dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sisi lain fasilitas sekolah belum berhadapan dengan keterbelakangan fasilitas pendukung dan kompetensi PTK yang belum mumpuni. Sesungguhnya, “galau” yang seperti itu, tidak hanya terjadi pada level penguasaan keilmuan dan keterampilan; tapi juga pada dimensi pembentukan sikap.

Anak-anak jaman sekarang adalah anak-anak Net Generation yang juga disebut generasi Z, mereka adalah digital native yang tumbuh dan terbiasa mengunakan teknologi. Sedangkan fasilitas dan juga PTK yang tersedia disekolah-sekolah adalah digital immigrant yang terpaksa berlajar oleh tuntutan perubahan. Karena itu, cara belajar dan dan cara pandang siswa terhadap dunia berbeda dengan guru. Pembelajaran dengan cara konvensional yang justru dikuasi guru, bagi mereka membosankan. Dan sebaliknya, stigma “internet itu tidak baik” menguat dikalangan guru-guru, karna itu perlu dijauhkan dari siswa-siswi. Persoalan dan benturan-benturan semacam itu, saat ini secara mendalam mengungat program-program konvensional yang telah mantap dalam perancanaan sekolah.

(4)

melakukan dua pendekatan penting (terbaru) dalam konteks pegembangan sekolah yakni; pembentukan sikap belajar dan gerakan digital literacy. Dalam kerangka berpikir seperti itu, target “mutu” berada pada konteks tertentu dan khas melalui program-pogram sekolah yang terukur melalui prestasi siswa.

Tulisan best practice akan mencoba mendeskripsikan lebih banyak soal program-program sekolah terkait dengan pembentukan sikap belajar dan gerakan digital literacy disekolah dari segi praktik, ketimbang teoritik. Karena itu, kutipan-kutipan teori yang ada dalam tulisan ini hanya merupakan rasionalisasi dari praktik-praktik yang ada di SMAN 2 Borong; ketimbang landasan berpikir dari rencana pengembangan sekolah. Hal ini terutama karena pengembangan sekolah lebih banyak berorientasi pada hasil analisis konteks, ketimbang hasil kajian akademik dan studi-studi pustaka. Merujuk pada pembahasan diatas, maka masalah-masalah yang akan dibicarakan dalam tulisan ini terdiri dari dua hal sebagao berikut: (1) Bagaimanakah menu program unggulan di SMAN 2 Borong dalam upaya pembentukan sikap belajar siswa; (2) Bagaimanakah upaya sekolah dalam rangka menggerakkan digital literacy dilevel Siswa dan`atau siswa. Maka dengan demikian tulisan ini best practice ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan menu-menu program unggulan yang terdapat di SMAN 2 Borong dalam upaya pembentukan sikap belajar siswa demi tercapainya mutu sekolah yang terukur lewat prestsi siswa. (2) Mendeskripsikan dan menganalisis upaya sekolah dalam rangka menentaskan digital literacy baik dikalangan guru maupun siswa di SMAN 2 Borong.

PEMBAHASAN

(5)

Sikap manusia merupakan prediktor yang ·utama bagi perilaku (tindakan) sehari-hari, meskipun masih ada faktor-faktor lain, Yakni lingkungan dan keyakinan seseorang. Hal ini berarti bahwa kadang kadang sikap dapat menentukan tindakan seseorang, tetapi kadang kadang sikap tidak mewujud menjadi tindakan. Karena itu, hasil belajar sebagai buah dari proses belajar merupakan dua hal yang saling berhubungan dengan sikap, termasuk sikap belajar. Artinya bahwa siswa perestasi siswa akan baik jika sikap belajarnya tepat. Hal itu dibuktikan dalam sejumlah penelitian diantaranya; Herbiadi, dkk (2017); Bimantara (2017); dan ratusan penelitian lain yang dapat dijangkau secara elektronik.

Sikap itu sendiri terdiri atas tiga komponen: kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif berupa persepsi dan keyakinan. Komponen afektif menyangkut aspek emosional, sedangkan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan bertindak (Zuchdi, 1995}. Penting untuk dicatat bahwa pembentukan sikap merupakan hal yang kompleks karena berhubungan berkaitan dengan kebutuhan individu (fisiologis, keselamatan, sosial, harga diri, dan aktualisasi diri). Karena itu program pembentukan sikap haruslah memiliki perencanaan yang matang, target dan arah yang jelas, dan intensitas kegiatan yang terukur dan terjadwal. Sikap berkaitan dengan kebutuhan individu.

(6)

1. Program Studi Awal (Model) Pengasramaan Boarding School

Boarding school adalah sistem sekolah dengan asrama, dimana peserta didik dan juga para guru dan pengelola sekolah tinggal di asrama yang berada dalam lingkungan sekolah dalam kurun waktu tertentu biasanya satu semester diselingi dengan berlibur satu bulan sampai menamatkan sekolahnya. Di lingkungan sekolah, para siswa dapat melakukan interaksi dengan sesama siswa, bahkan berinteraksi dengan para guru setiap saat. Contoh yang baik dapat mereka saksikan langsung di lingkungan mereka tanpa tertunda. Dengan demikian, pendidikan kognisi, afektif, dan psikomotor siswa dapat terlatih lebih baik dan optimal.

Boarding School yang baik dijaga dengan ketat agar tidak terkontaminasi oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan sistem pendidikan atau dengan ciri khas suatu sekolah berasrama. Dengan demikian peserta didik terlindungi dari hal-hal yang negatif seperti merokok, narkoba, tayangan film atau sinetron yang tidak mendidik dan sebagainya. Di sekolah dengan sistem ini, para siswa mendapatkan pendidikan dengan kuantitas dan kualitas yang berada di atas rata-rata pendidikan dengan sistem konvensional.

(7)

 89% siswa-siswi SMAN 2 Borong berasal dari

kampung-kampung yang jauh dan tidak memiliki rumah tinggal sendiri.

 Sampai saat ini, belum ada asrama yang terkordinir

dengan baik di sekitar sekolah. Asrama-asrama yang tersedia adalah rumah-rumah penduduk dengan fasilitas seadanya tanpa ada program pembimbingan yang teratur. Dengan demikian, orientasi pendirian asrama-asrama tersebut hanya profit semata.

 Sejumlah siswa dilaporkan sering berkeliaran malam

hari tanpa terjangkau pengawasan sekolah.

Merujuk pada kondisi tersebut sekolah merencanakan pengembangan mutu melalui program Boarding School. Diyakini dalam program tersebut prestasi belajar siswa akan meningkat yang diinterfensi melalui pembentukan sikap harian dan sikap belajar siswa.

Pada saat ini, kegiatan boarding school masih dalam tahapan uji coba penerapan model. Melalui penerapan model tersebut, sekolah dapat memiliki referensi yang cukup untuk rencana pendirian asrama kedepan. Dalam kegiatan uji coba tersebut, siswa-siswi kelas tiga dilibatkan. Pelibatan siswa-siswi kelas tiga didasari oleh pemikiran bahwa pelakuan uji coba ini dapat dilakukan sekaligu dengan training center persiapan USBN dan UN. Selain siswa, sejumlah guru-guru juga dilibatkan sebagai Pembina yang terbagi menjadi Pembina putri, terdiri dari 8 orang ibu guru dan Pembina putra yang terdiri dari 8 orang bapak guru.

(8)

keberhasialan dan evaluasi akan dilaksanakan pada akhir kegiatan. Rencanannya kegiatan ini dilakukan selama tiga bulan; dari bulan januari sampai maret. Melaui diskusi-diskusi informal, siswa-siswi mengaku senang dan mengalami perkembangan belajar (kognitif). Tampak bahwa perkembangan hasil belajar (progress sementara) siswa merupakan hasil positif dari perubahan sikap belajar seperti (tekun membaca, rajin mengerjakan tugas, dll); hal tersebut terartikulasi melalui pengakuan guru-guru. (struktur dan jadwal kegiatan terlampir).

2. Program dan Kegiatan Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

Diketahi bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan pada tahun 2016, getol memperkenalkan gerakan literasi di sekolah (Kemendikbud, 2016). Faktanya, gerakan ini masih belum banyak mendapat feed back dari sekolah-sekolah.

(9)

(PISA). Pada tahun 2012 misalanya PISA merilis skor membaca Indonesia adalah 396, skor ini dibawa rata=rata (rata=rata OECD adalah 496). Dengan skor ini Indonesia menempati urutan 64 dari 65 negara yang dilibatkan.

Karena itu, pada tingkat SMA, Kemdikbud menggagas GLS mencakup: Literasi Dasar (Basic Literacy), Literasi Perpustakaan (Library Literacy), Literasi Media (Media Literacy, Literasi Teknologi (Technology Literacy) dan Literasi Visual (Visual Literacy) yang tahap-tahap kegiatannya meliputi tahapan pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran (Kemdikbud, 2016: 5-6).

Menyambut itu, sekolah mengintegrasikan kediatan tersebut menjadi salah satu kegiatan unggulan. Pembiasaan tersebut dilakukan melalui:

 Membaca 15 menit perhari (diadopsi dari kegiatan GLS

kemdikbud)

 Membaca Buku dengan Memanfaatkan Peran

Perpustakaan (mengikuti kegiatan GLS kemdikbud dan dimodifikasi oleh sekolah) kegiatan modifikasi tersebut dilakukan melalu kewajiban siswa mengunjungi perpustakaan paling kurang tiga kali dalam seminggu . Kegiatan tersebut sedang belansung dan penilaan progress-nya akan dinilai pada akhir semester.

 Membaca terpandu (Guided Reading); pada gerakan ini

(10)

Melalui kegiatan ini diharapakan sikap membaca menjadi salah satu budaya sekolah.

3. Program dan kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Sekolah

Menurut Three Main Factor Theory

(www.safetyshoe.com), kecelakan yang disebabkan faktor manusia dapat digolongkan menurut umur, jenis kelamin, masa kerja, pengunaan alat pelindung diri, tingkat pendidikan, prilaku, manajemen K3, pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja; sedangkan yang disebabkan oleh lingkungan meliputi kebisingan, suhu udara, penerangan dan lantai licin; dan Faktor Peralatan meliputi kondisi mesin (kondisi fasilitas untuk sekolah) dan letak mesin (letak peralatan untuk sekolah). Tampak jelas bahwa untuk lingkungan sekolah (SMA) hal-hal tersebut salaing berhubungan satu sama lain.

(11)

diharapkan: 4]mengajar, memberi contoh dan mendorong prilaku sosial yang bertanggung jawab yang memberi kontribusi terhadap komunitas sekolah; 5] memecahkan masalah secara damai menghargai perbedaan dan mengedepankan hak asasi manusia: 6]bertanggung jawab, dan bermitra dengan masyarakat, untuk memecahkan masalah keamanan yang penting; 7]Berkerjasama untuk memahami bersama isu-isu tentang kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah, hukuman fisik, rasisme, ketidakadilan gender, dan berbagai ketakutan lainnya: 8]Merespon secara konsisten dan adil terhadap berbagai insiden dan menggunakan intervensi untuk memperbaiki kerusakan fisik maupun psikis dan memperkuat hubungan dan mengembalikan rasa percaya diri; 9]berpartisipasi dalam pengembangan kebijakan, prosedur, praktek-praktek yang mempromosikan keamanan sekolah; 10]memonitor dan mengevaluasi lingkungan sekolah untuk bukti dan peningkatan keamanan sekolah; 11] memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap prestasi sekolah yang pencapaian sekolah yang aman, damai dan teratur sambil menyebutkan hal-hal yang masih perlu untuk ditingkatkan (Zanwir, 2009)

(12)

bersifat persuasif untuk memberitahukan atau menawarkan sesuatu (produk, jasa atau gagasan) dengan cara yang menarik. Dalam dunia kesehatan, upaya promotif dipahami sebagai serangkaian upaya untuk memberikan pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, dan masyarakat guna mempengaruhi perilaku, dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan (Hadjo, 2014). Maka dengan demikian upaya preventif-promotif dapat didefendisikan sebagai upaya memberikan pengalaman dengan cara-cara persuasive yang bersifat mendidik agar siswa memiliki sejumlah informasi dan/ atau prilaku mengenai pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan kerja untuk mengurangi atau menghilangkan kemungkinan yang tidak diinginkan

Dalam praktiknya di SMAN 2 Borong, telah dilakukan upaya-upaya tersebut, misalnya berupa pamflet-pamplet yang digantung di toilet, taman sekolah, dinding kelas. Ditoilet misalnya, terdapat pamflet berbunyi “Semua Yang Anda Tinggalkan Menunjukan Siapa Diri Anda Sesungguhnya”; pamphlet ini bertujuan mengajak siswa meninggalkan toilet dalam keadaan bersih. Ditaman terdapat pamphlet “Satu Pohon Untuk Satu Dunia, Rawatlah” ajakan ini merupakan ajakan untuk peduli terhadap lingkungan hidup. Selain pamphlet ada juga sejumlah kegiatan sosialisasi yang bersifat momental.

(13)

Setidaknya ada tiga tahap yang dilakukan team penilai, sebelum kegiatan penilaian berlansung, yakni:

1. Tahap Perencanaan: Pada tahap perencanaan tim penilai menyusun dan membuat perangkat penilaian dan mendata kondisi awal kelas. Kondisi awal kelas penting untuk diketahui untuk dapat menilai kemajuan dan kesadaran setiap angota kelas dalam menjaga kondisi kelasnya. Data awal ini akan menjadi rujukan penilaian akhir untuk menjawab pertanyaan seperti: kerusakan fasilitas selama satu semester, kerajinan anggota kelas merawat taman bunga dan pagar taman, kondisi meja dan kursi (dicoret atau tidak), kondisi dinding kelas, tempat sampa kelas, dan lain-lain.

2. Tahap sosialisasi kriteria. Setelah kriteria dan prangkat penilaian disusun, selanjutnya kriteria tersebut disosialisasi pada setiap kelas. Wali kelas dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi tersebut. Oleh tim penilai, diberi kesempatan tiga hari untuk mendengar masukan dari setiap rombongan belajar terkait dengan kriteria tersebut untuk perbaikan. Jika tidak ada masukan, maka kriteria yang dibuat oleh tim dianggap disepakati oleh setiap rombongan belajar.

(14)

berlansung, anggota rombel menyiapkan air cuci tangan dan sabun cuci tangan, dan lain-lain. Guru-guru yang menjadi wali kelas tidak akan diminta pendapatnya untuk mencegah pendapat yang subjektif.

4. Tahap Pemilihan dan Penetapan Rombel Terbaik. Pada tahap ini tim akan melakukan rapat pleno untuk menetapkan kelas terbaik. Hasil dari rapat pleno akan disampaikan pada rapat dewan guru pada evaluasi akhir semester. Penyampaian hasil penetapan dan juga bersama laporan lengkap dari tim dimaksudkan untuk dapat disahkan pada rapat dewan guru.

5. Tahap Reward. Kelas yang dianggap empat terbaik akan diberi reward. Penentuan jenis hadia ditentukan oleh jajaran pimpinan sekolah yang dasar pertimbangannya diatur tersendiri. Jajaran pimpinan yang dimaksud adalah kepala sekolah dan wakil-wakilnya.

Adapun penilaian dan penetapan kelas terbaik akan dinilai merujuk pada beberapa kriteria umum yakni: kebersihan, keindahan, kerapian, Inisiatif (mendekor kelas dan taman), tanggungjawab, (tanggungjawab menjaga fasilitas kelas dan taman), dan aman. Secara praktis indikator sokolah yang sehat yang ditetapkan sebagai berikut:

(15)

2. Diluar kelas: 1] memiliki tempat sampa dua jenis didepan kelas (organik dan non organik); 2] bertanggunjawab merawat taman kelas; 3] berinisiatif membuat pagar indah untuk taman kelas; 4] lingukungan depan kelas bebas dari kotoran dan sampah

Selain itu sekolah aman akan dinilai berdasarkan hubungan anggota kelas, yakni:

1. Bebas dari intimidasi dan tindak kekerasan (bullying) baik yang berasal dari dalam lingkungan maupun luar lingkungan sekolah

2. Bebas dari rasa sentimen yang bersifat suku, agama ras antar golongan (SARA).

3. Aman dari praktik-praktik vandalisme (coret-coret yang tidak pada tempat selayaknya) dan kekerasan visual (terhindar dari penempelan gambar-gambar yang tidak edukatif di lingkungan sekolah.

4. Memiliki poster (satu) yang menarik dan untuk menyampaikan pesan damai dan/atau menghormati guru dan teman

(16)

anatara siswa maupun siswa dan guru; 4]sekolah makin rindang dengan tanaman bunga yang beraneka;

4. Program Pengembangan Minat dan Bakat Lainya Selain pengembangan kegiatan diatas, program-program konvensional yang telah menjadi capaian sekolah juga tetap diperhankan. Kegiatan tersebut diantarannya; kegiatan keolahragaan, rohani, music vocal dan lain-lain. Untuk alasan penyederhanaan kegiatan-kegiatan tersebut tidak dibahas satu persatu dalam tulisan best praktis ini, akan tetapi hasil capaian dan prestasi-prestasi yang diraih akan dilampirkan pada tulisan ini.

Program Digital Literacy

(17)

Setelah itu muncul Generasi Y (Lahir Tahun 1981-1994). Dikenal dengan sebutan generasi millenial atau milenium. Generasi ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, instan messaging dan media sosial seperti facebook-twitter. Mereka juga suka main game online.Gen Y berusia 21 hingga 29 tahun. Mereka mendapatkan pandangan hidup yang berbeda dari Gen X. Mereka sudah berinteraksi dengan teknologi sejak lahir. Orang tua mulai mengajarkan keberanian untuk berbicara, mendapatkan pergaulan di luar lingkungan pribadi melalui saluran internet. Generasi ini dalam ruang pekerjaan memiliki pola yang berbeda dengan generasi X. mereka lebih fleksibel. Tidak melulu mengejar harta, tapi Gen Y lebih mengejar kebersamaan, solidaritas, kebahagiaan bersama dan yang terpenting eksistensi diri mereka dihargai secara sosial. Dalam dunia industri Gen Y harus diperlakukan berbeda dengan generasi “profesional’ karena mereka telah terbiasa hidup dengan pola kekinian.

Yang sekarang duduk dibangku SMA adalah Generasi Z (Lahir Tahun 1995-2010) Disebut juga iGeneration, generasi net atau generasi internet. Mereka memiliki kesamaan dengan generasi Y namun, mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu. Contohnya, bermain twitter dengan ponsel, browsing dengan PC, dan mendengarkan musik menggunakan headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya. Sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian mereka.

(18)

kebutuhan. Tuntutan cara belajar siswa dan harapan dunia kerja mengharuskan sekolah menggeser cara mengajar dari konvensional menjadi digital. Jika tidak maka ruang kelas akan menjadi bahan tertawaan yang tidak bermanfaat bagi anak-anak generasi Z.

Secara praktis, gerakan literasi digital di SMAN 2 Borong mencakup dua subjek sekaligus, yakni: gerakan literasi untuk siswa dan gerakan literasi untuk guru. Gerakan literasi untuk guru dianggap penting karena untuk dapat menuntun siswa dalam memanfaatkan teknologi secara positif, setidakanya guru harus belajar terlebih dahulu. Secara konkrit pelaksanaan kegiatan literasi digital di SMAN 2 Borong tampak pada beberapa kegiatan sebagai berikut:

1. Program UNBK

Penerapan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMAN 2 Borong telah digagas sejak tahun pelajaran 2016/2017. Meskipun pada awalnya sempat mengalami keraguan, pada akhirinya sekolah sukses menerapakan UNBK. Dengan kegiatan ujian tersebut, maka merupakan sebuah keharusan siswa-siswi SMAN 2 Borong, maupun guru untuk menguasai teknologi computer. Kesadaran akan penguasaan Komputer tersebut semakin bertambah jumlah proktor dan teknisi pada tingkat sekolah terbatas. Dengan demikian guru-guru dituntut untuk menguasai IT, sebagaimana siswa dilatih untuk menguasainya.

(19)

Pada praktiknya, cara terbimbing dilakukan secara terjadwal dan ditemani oleh kepala atau staf laboratorium computer. Sedangkan cara mandiri, yakni siswa-siswi kelas XII pada waktu senggang diberi akses untuk mengunjungi labortorium dan mengoperasikan secara mandiri.

Untuk cara simulasi pra UN, dilakukan selama dua kali. Ujian simulasi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran bagi siswa secara garis besar mengenai pengoperasian computer pada waktu pelaksanaan UN. Pada level PTK, guru-guru (proktor dan teknis) dilibatkan dalam sejumlah pelatian baik internal maupun external.

2. Literasi Digital di Tingkat Siswa

Pada tingakat siswa, literasi digital dilakukan untuk menyalurkan bakat-bakat siswa secara positif pada dunia digital. Selain itu, gerakan literasi digital pada tingkat siswa, sebetulnya mengandung “agenda terselubung” yakni pengendalian pengunaan media sosial, khususnya Facebook.

Secara praktis, pelatihan digital pada siswa memiliki beberapa menu diantaranya; Pelatihan pembuatan email, pelatihan pembuatan blog, pelatiahan pembuatan chanel youtube. Sampai saat ini pelatihan pembuatan blog baru sebatas latihan memposting berita atau opini pada kelompok minat jurnalistik.

(20)

mewawancara narasumber, mengedit berita dan memposting berita pada

https://wordpress.smandunes.wordpress.com. Secara garis

besar tampilan berita pada blog tersebut dapat dilihat pada screen capture dibawah ini:

Selain itu, pengendalian pengunaan media sosial Facebook rencanaanya dilakukan dengan melakukan lomba pembuataan gambar meme di didinding facebook masing-masing siswa. Meme tersebut disyaratkan harus mengandung pesan positif tentang visi-misi sekolah, nilai-nilai dan keyakinan sekolah, hal ini dilakukan untuk menghidupkan visi misi sekolah pada tingkat discourse. Adapun salah satu syarat pada lomba tersebut adalah berteman dengan guru di facebook minimal 21 guru. Hal tersebut dilakukan agar dengan muda guru-guru memantau aktifitas siswa siswi di facebook.

(21)

Pada level guru-guru, menu literasi digital lebih diutamakan pelatihan pembuatan media belajar interaktif dan pemanfaatan suber belajar dari internet. Dengan demikian fokus pelatihannya adalah pembuatan media belajar interaktif PPT, Adobe Flash, pelatihan pembuatan blog dan pemanfaatan HTML; sedangkan untuk pemanfatan media online sebagai suber belajar dilakukan dengan mendirikan group facebook masing-masing mata pelajaran, membuat blog dan lain-lain.

Pelatihan ini berlansung satu kali dalam sebulan, pada akhir pekan (hari sabtu). Sampai saat ini, yang telah dilakukan adalah pelatihan pemanfaatan blog dan pembuatan PTT, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hasil kerja salaah seorang guru dibawah ini:

Gambar Blog Salah Seorang Guru dalam link https://yohanesbaptistablog.wordpress.com/2016/03/29/ma ke-it-closer-to-them

(22)

PENUTUP

Tampak jelas bahwa, dinamika perkembangan dan konteks persekolahan sangat dominan dalam menentukan menu pembinaan di SMAN 2 Borong. Sesuai dengan konteks kekinian bahwa sekolah memikul beban ganda, yakni tangungjawab untuk mejadi benteng nilai dan sekaligus lokomotif perubahan, maka SMAN 2 Borong menyiasati dengan sejumlah program unggul dengan dua sasaran akhir, yakni pembentukan sikap dan penentasan literacy digital. Program=program tersebut disebut unggul karena diyakini dapat menanamkan sikap=sikap yang dapat memediasi prestasi belajar, sekaligus menjawab tututan perubahan.

(23)

teruji melalui capai sekolah, dipertahankan dalam sejumlah program pengembangan minat dan bakat.

Untuk menjawab tututan literasi digital dan pengendalian dampak negative dari perkembangan teknologi informasi, sekolah menjawabnya melalui propaganda pemanfaatan sarana digtal sehat melalui sejumlah program unggul yakni pelaksanaan UNBK, sejumlah pelatihan literasi digital pada level siswa dan pelatihan literasi digtal dikalangan PTK.

Dengan demikian kondisi=kondisi yang mendukung dan memediasi prestasi belajar sebagaimana yang dituntut kurikulum nasional telah tercipta. Melalui penciptaan kondisi=konsisi tersebut, paradigma target dan capaian sekolah unggul berada dalam konteks tertentu yang sesui dengan kondisi lingkungan persekolahan.

REFERENSI

Herbiadi, Ardianus. 2017. Hubungan Antara Sikap Dengan Hasil Belajar Siswa DalamMata Pelajaran Fisika Di SMA. http://download.portalgaruda.org/article.php

http://www.safetyshoe.com/ 3-faktor-penyebab-kecelakaan-kerja-k3-mencakup-5-m-faktor-manusia/

Jun, Pei, Wong, Pearl.2012. Blogging for Education: Unleashing the Potential of Humble Blog A case Study into the Application of Blog as Parts of a Project Portofolio. Advance in Language and Literrary Studies. Vol.3 No.2. Australian Internasional Academic Centre, Australia

Kemdikbud. 2016. Panduan Gerakan Litersi Sekolah di Sekolah Menenga Atas. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah

(24)

Putra, Yanuar S. 2016. Theoritical Review :Teori Perbedaan Generasi. Among Makarti Vol.9 No.18, Desember 2016 Sujarwo. 2006. Reorientasi Pengembangan Pendidikan Di Era

Global. Majalah Ilmu Pendidikan: Dinamika Pendidikan. Th. XII: 02. Fakultas Ilmu Pendidikan UNY

Wahyu Bimantara F. 2017. Hubungan Sikap Dan Motivasi Belajar Dengan Prestasi Belajar Ips Terpadu Siswa Kelas VIII. http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JPG/article

Zanwir. 2009. Upaya Menciptakan Sekolah Yang Aman, Nyaman

Dan Efektif Dalam Pembelajaran.

bdkpadang.kemenag.go.id

Gambar

Gambar  Blog  Salah  Seorang  Guru  dalam  linkhttps://yohanesbaptistablog.wordpress.com/2016/03/29/make-it-closer-to-them

Referensi

Dokumen terkait

Proses informasi dari yayasan diberitahukan melalui pihak sekolah lalu pihak sekolah menyampaikan kepada Orang tua/ Wali murid dengan surat undangan, namun selalu ada surat

hubungan antara orangtua dan anak tersebut harus ada keseimbangan atas perhatian yang diberikan seperti guru di sekolah (Lewis, West, Robert & Noden, 2014). Ciri-ciri

A középkori hagyományoknak és az egyetemi középkori tanagyagnak megfelelően a legtöbben Arisztotelész műveit és kommentárjait forgatták tanulmányaik során, kiegé-

Saya mengesahkan bahawa lawatankuasa Pemeriksa bagi Zolman bin Hari telah mengadakan pemeriksaan akhir pada 27 hb lun 2000 untuk menilai tesis Doktor Falsafah

Keypad.. TeKan group dari line yang dimaKsud. Pi1ih nomor telepon. TeKan tombol SPEED seKa11. UntuK menghapus nomor cepat. Tekan tombol SPEED seKali. Pilih lokasi

1) Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas yang sebelum mendapat Surat Keputusan Pendirian Perseroan Terbatas akan tetap sah tetapi menjadi

Deskriptif Dengan menjamurnya media sosial saat ini, pemasaran untuk peluang bisnis tata kecantikan khususnya rias pengantin Jawa menjadi lebih mudah dalam mempromosikan

Film Rinduku terpaut di Awan tidak ditonton sebanyak orang dibanding film terdahulu, tetapi mendapat piala Citra dua lebih banyak dari film Pencuri Yang Baik Hati merupakan