• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaran Nitrat dan Fosfat di Perairan Mu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sebaran Nitrat dan Fosfat di Perairan Mu"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Kondisi suatu wilayah pesisir erat kaitannya dengan sistem suatu sungai

yang bermuara ke wilayah itu. Oleh karena itu, wilayah pesisir secara alami

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem aliran sungai

(Supriharyono, 2007). Sungai merupakan perairan yang memiliki peran penting

bagi makhluk hidup. Keberadaan ekosistem sungai dapat memberikan manfaat

bagi makhluk hidup, baik yang hidup didalam sungai maupun yang ada

disekitarnya. Kegiatan manusia sebagai bentuk kegiatan pembangunan akan

berdampak pada perairan sungai. Adanya kegiatan manusia dan industri yang

memanfaatkan air sungai sebagai tempat untuk membuang limbah akan

berdampak pada penurunan kualitas air, yaitu perubahan kondisi fisika, kimia dan

biologi (Sastrawijaya, 1991). Sungai akan memperoleh masukan bahan maupun

energi yang berasal dari wilayah sepanjang aliran sungai atau segala aktivitas

manusia yang berkaitan dengan produksi limbah dan kemudian dialirkan melalui

badan-badan sungai. Pembangunan industri di daerah permukiman sepanjang

aliran sungai memberikan masukan bahan-bahan pencemar bagi perairan sungai

yang pada akhirnya akan dialirkan ke muara (Santoso, 2007).

Pesisir Sidoarjo secara umum dialiri sejumlah sungai, salah satunya adalah

sungai Porong. Sungai Porong yang terletak di Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa

(2)

Menurut Supriharyono (2007) muara sungai Porong merupakan perairan yang

sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia terutama dari daratan. Pemasukan air

dari darat cukup banyak karena adanya aliran sungai yang bermuara di Sungai.

Unsur-unsur hara yang berasal dari daratan dan aktivitas manusia yang masuk ke

dalam sungai akan terbawa oleh aliran sungai, sehingga mencapai ke muara

sungai. Aliran tersebut menyebabkan dampak terhadap lingkungan sekitarnya,

karena unsur-unsur hara akan mengendap di daerah muara. Masuknya limbah air

buangan dari indusri tekstil, industri pengalengan makanan, home industri, kegiatan pertambakan ikan dan pemukiman penduduk menyebabkan daerah

muara tersebut banyak mengandung unsur hara nitrat, fosfat dan zat organik lain.

Nitrat dan fosfat menyebar ke berbagai arah, dan pola sebaran ke dua unsur

tersebut sangat dipengaruhi oleh arah arus ke muara. Bagaimanakah pola atau

arah sebaran unsur nitrat dan fosfat di daerah muara, maka perlu dilakukan

penelitian tentang sebaran nitrat dan fosfat di perairan muara sungai Porong

Kabupaten Sidoarjo.

1.2 Pendekatan Masalah

Limbah atau buangan yang mengandung unsur hara (nitrat dan fosfat) akan

terbawa oleh aliran sungai Porong dan mencapai ke daerah muara. Nitrat dan

fosfat yang terdapat di muara sungai akan menyebar ke berbagai arah. Pola atau

arah sebaran akan sangat dipengaruhi oleh fenomena oseanografi terutama pola

(3)

fosfat perlu dilakukan pengolahan dengan software ArcGIS 10.1 dan permodelan arus dengan software SMS 8.1.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi dan arah

sebaran konsentrasi nitrat (N-NO3-) dan fosfat (P-PO4-) pada saat surut di perairan

muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah didapatkannya data

mengenai arah sebaran nitrat dan fosfat sebagai indikator produktivitas perairan

pesisir melalui parameter fisika kimia perairan yang diharapkan dapat menjadi

bagian penting dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan kawasan pesisir

dan muara Sungai Porong dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang terlibat.

1.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada 18-31 Desember 2013. Lokasi

penelitian berada di wilayah muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi

(4)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Unsur Hara dan Kesuburan Perairan

Senyawa kimia yang terdapat di laut sangat kompleks, baik zat-zat organik

maupun anorganik. Beberapa senyawa dari zat tersebut sangat dibutuhkan untuk

perkembangan populasi mahluk hidup dilaut yang selanjutnya disebut sebagai zat

hara (nutrien). Unsur hara adalah suatu unsur yang mempunyai peranan dalam

melestarikan kehidupan karena dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam

peningkatan pertumbuhan yang mendukung produktivitas primer. Nitrat dan

fosfat merupakan unsur hara yang penting bagi pertumbuhan dan metabolisme

fitoplankton yang merupakan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat

kesuburan perairan (Fachrul et al., 2005).

Kesuburan perairan adalah deskripsi kualitatif yang menyatakan

konsentrasi unsur hara yang terdapat dalam suatu badan air. Penelitian yang

dilakukan dari berbagai belahan bumi menemukan bahwa unsur hara anorganik

utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah

fosfat dan nitrat sebagai komponen penyusun jaringan fitoplankton melalui

sintetis zat organik dalam aktivitas metabolisme. Menurut Chester (2003), proses

penguraian senyawa organik terjadi melalui aktivitas bakteri dan organisme

pengurai lainnya, mengalami dekomposisi menjadi senyawa anorganik dan

dimanfaatkan oleh organisme autotrof. Kandungan nutrien (nitrat dan fosfat) yang

diperoleh dari proses penguraian tersebut memacu pertumbuhan fitoplankton dan

(5)

2.2. Nitrat Dalam Perairan

Nitrat (NO3-) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan

merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat sangat

mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses

oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan

proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting

dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Menurut Imas (1989),

nitrifikasi merupakan proses nitrit mengalami oksidasi menjadi nitrat. Sementara

Jenie (1993) menyebutkan, bahwa dalam sistem biologi, senyawa nitrogen

organik dapat ditransformasikan menjadi amonia dan dioksidasi menjadi nitrit dan

nitrat. Oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat disebut nitrifikasi dan

berlangsung dalam kondisi aerobik. Konsentrasi nitrat di suatu perairan selain

berasal dari proses nitrifikasi nitrit, juga berasal dari masukan limbah rumah

tangga, limbah pertanian yang berupa sisa pemupukan, limbah peternakan sisa

dari pakan, pengikatan nitrogen bebas dari udara oleh mikroorganisme dan aliran

tanah yang masuk ke laut (Wardoyo, 1982).

Oksidasi ammonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas

sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang yang

mendapatkan energi dari proses kimiawi. Oksidasi nitrit menjadi ammonia

ditunjukkan oleh persamaan berikut : 2NH3 + 3O2 nitrosomonas 2NO2-+ 2H+ + 2H2O

sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat ditujukkan oleh persamaan : 2NO2- + O2

nitrobakter

(6)

Nitrogen di air laut berada dalam bentuk nitrogen molekuler (N2) atau

sebagai garam-garam anorganik seperti nitrat (NO3-), nitrit (NO2-), amonium

(NH4+) dan beberapa senyawa nitrogen organik seperti urea dan asam-asam

amino. Nitrogen yang terdapat di laut selain berasal dari udara dan laut itu sendiri,

juga berasal dari limbah domestik dan industri, hujan serta dari bahan-bahan

organik yang dialirkan oleh sungai (Susana, 1987). Sementara menurut Sidjabat

(1973) menyatakan, bahwa senyawa-senyawa nitrogen dalam air laut terdapat

dalam bentuk gas nitrogen terlarut dan nitrogen yang terikat pada

senyawa-senyawa organik maupun anorganik.

Nitrat di alam didapatkan dari hasil siklus nitrogen, sehingga dalam

pembahasan tentang nitrat tidak terlepas dari unsur nitrogen. Pada umumnya

senyawa nitrogen organik terlarut dalam bentuk hasil metabolisme organisme

bahari dan hasil proses pembusukan. Nitrogen terdapat juga dalam bentuk

molekul-molekul protein pada organisme yang telah mati kemudian diuraikan

menjadi bentuk-bentuk anorganik oleh serangkaian organisme pengurai, terutama

bakteri pembusuk nitrat. Bentuk organik dapat berasal dari hasil metabolisme

organisme bahari dan hasil pembusukan, sedangkan yang berbentuk zarah

(particulate) dari reruntuhan sedimen, binatang dan tumbuhan laut (Koesoebiono,

1980).

Senyawa nitrat umumnya berada dalam kondisi terlarut sebagai hasil

metabolisme oragnisme laut dan hasil pembusukan. Bentuk nitrat yang berupa

molekul-molekul protein terdapat pada organisme mati kemudian diuraikan

(7)

di laut yang digunakan sebagai penyusun jaringan lunak plankton dan

pembentukan protoplasma. Menurut Millero dan Sohn (1992), proses biologi dan

fisika di laut mempengaruhi keberadaan nitrat dilaut.

Menurut Millero dan Sohn (1992), keberadaan nitrat di lapisan permukaan

laut juga diatur oleh proses biologi dan fisika. Pemanfaatan nitrat oleh

fitoplankton terjadi selama berlangsung proses fotosintesis dan tergantung pada

intensitas sinar matahari. Proses regenerasi NO3- sebagian oleh bakteri

pengoksidasi dari nitrogen organik, yang kemudian melepaskan NH4+dan PO42-

selanjutnya NH4+ akan mengalami oksidasi menjadi NO3-.

Pada siklus nitrogen (Gambar 1) terdapat dua bagian (Pescod, 1973),

yaitu:

a. Pemanfaatan nitrat oleh fitoplankton melalui proses fotosintesis yang

menghasilkan asam-asam amino.

b. Proses regenerasi, yaitu proses bakterial senyawa-senyawa organik yang

mengandung nitrogen dirombak menjadi amonia yang kemudian diubah

(8)

Gambar 1. Siklus nitrogen di laut (Millero dan Sohn, 1992)

2.3. Fosfat Dalam Perairan

Menurut Romimohtarto dan Juana (2003), fosfat merupakan unsur yang

sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi berbagai organisme akuatik. Fosfat

merupakan salah satu zat hara yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut (Nybakken, 1992).

Sumber fosfat di perairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua

adalah sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat

daratan lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari

sekitarnya. Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi

antara lain dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh

(9)

antropogenik fosfor adalah dari limbah industri dan limbah domestik, yakni

berasal dari deterjen (Effendi, 2003).

Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada

proses fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan

nukleotid koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun

dalam keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4-) adalah bentuk fosfat anorganik yang

paling banyak terdapat dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk yang beragam dari

fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik. Di permukaan air,

fosfat di angkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis. Di perairan unsur

fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam

bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa

organik yang berupa partikulat (Effendi, 2003).

Kotoran burung Organ burung

Organ tanaman Organ hewan

Feses

Fosforus organik Partikel

Fotosintesis

Limbah manusia Bakteri Sedimentasi tanah dan batuan

Ortofosfat terlarut

(10)

Fosfor tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan dan ikan. Keberadaan

fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat

menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air yang selanjutnya

dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang

menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat perairan cukup mengandung

fosfor, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel melebihi kebutuhannya.

Fenomena ini dikenal istilah konsumsi berlebih (luxury consumption). Kelebihan fosfor yang diserap akan dimanfaatkan pada saat perairan mengalami defisiensi

fosfor sehingga algae masih dapat hidup untuk beberapa waktu selama periode

kekurangan pasokan fosfor (Effendi, 2003).

Damanhuri (1997) menyatakan, bahwa kadar fosfat akan semakin tinggi

dengan menurunnya kedalaman. Biasanya terjadi pengendapan sehingga nutrien

meningkat seiring dengan waktu karena proses oksidasi P dan bahan organik.

Adanya proses run off yang berasal dari daratan akan mensuplai kadar fosfat pada lapisan permukaan. Konsentrasi fosfat relatif konstan pada perairan dalam, tetapi

ini tidak terlalu besar. Penambahan terbesar dari lapisan dalam melalui proses

kenaikan massa.

2.4. Faktor Lingkungan Perairan

Faktor lingkungan perairan yang mempengaruhi konsentrasi nitrat dan

(11)

2.4.1. Salinitas

Salinitas adalah garam-garaman terlarut dalam satu kilogram air laut dan

dinyatakan dalam satuan perseribu (Nybakken, 1993). Salinitas merupakan

indikator utama untuk mengetahui penyebaran massa air laut sehingga

penyebaran nilai-nilai salinitas secara langsung menunjukkan penyebaran dan

peredaran massa air dari satu tempat ke tempat lainnya. Menurut Dahuri

(2001), secara umum salinitas permukaan perairan Indonesia rata-rata berkisar

antara 32-34 per mil. Nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar ke air

laut, curah hujan, musim, topografi, pasang surut dan evaporasi (Nybakken,

1993). Ditambahkan pula oleh Nontji (1987), bahwa sebaran salinitas dipengaruhi

oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, dan aliran sungai.

Daerah yang mengalami penguapan cukup tinggi akan mengakibatkan

salinitas perairan yang tinggi. Salinitas air laut juga akan semakin tinggi dengan

bertambahnya kedalaman. Perbedaan terbesar terjadi pada kedalaman 100-1000

meter. Selain beberapa hal di atas perubahan salinitas juga dapat disebabkan oleh

pola sirkulasi massa air dan aliran sungai. Perubahan salinitas di perairan bebas

lebih kecil dibandingkan dengan perairan dangkal. Perubahan ini disebabkan

karena perairan pantai banyak dipengaruhi oleh massa air tawar terutama pada

musim hujan. Nilai kisaran salinitas di perairan laut terbuka secara umum

bervariasi antara 33 psu sampai 37 psu dengan nilai rata-rata 35 psu (Ross, 1970

dalam Rosmawati, 2004). Satuan psu dalam menuliskan nilai salinitas merupakan singkatan dari “practical salinity unit”. Karena salinitas praktis adalah rasio, maka

(12)

sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak diperlukan (Kalujnaia., et al 2007).

Tinggi rendahnya kadar garam (salinitas) sangat tergantung kepada banyak

sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang

bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut semakin rendah dan

sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya

akan tinggi (Prasetyarto dan Suhendar, 2010 dalam Dewi, 2011).

2.4.2. Suhu

Suhu air laut merupakan salah satu faktor abiotik yang sangat berperan

dalam kehidupan dan pertumbuhan organimse perairan. Perubahan suhu pada

perairan alami terjadi karena adanya pemanasan oleh radiasi matahari yang

menembus lapisan air. Secara langsung suhu ini akan mempengaruhi organisme

fitoplankton dalam aktifitas fotosintesis dan kelarutan berbagai macam gas

(Boney, 1976). Hutabarat dan Evans (1985) menambahkan, bahwa suhu sebagai

salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di laut karena

suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari

organisme-organisme tersebut.

Suhu di laut adalah faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme

(Nybakken, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu air antara lain

komposisi substrat, kekeruhan, air hujan, luas permukaan perairan yang langsung

mendapat sinar matahari serta perairan yang menerima pasokan air (Nybakken,

1992). Selain itu suhu suatu badan air juga dipengaruhi oleh musim, lintang,

(13)

dan aliran serta kedalaman badan air.Suhu juga sangat berperan mengendalikan

kondisi ekosistem perairan.Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika,

kimia dan biologi badan air (Effendi,2003). Naiknya suhu air yang berubah lebih

hangat menyebabkan organisme perairan mengalami peningkatan laju respirasi

dan peningkatan konsumsi oksigen serta lebih mudah terkena penyakit, parasit

dan bahan kimia beracun (Haryono dan Badrus, 2004).

Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena

mendapat radiasi matahari pada siang hari. Karena pengaruh angin, maka di

lapisan teratas sampai kedalaman kira-kira 50-70 m terjadi pengadukan, hingga di

lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar 28°C) yang homogen. Oleh sebab

itu lapisan teratas ini sering pula disebut lapisan homogen. Karena adanya

pengaruh arus dan pasang surut, lapisan ini bisa menjadi lebih tebal lagi. Di

perairan dangkal lapisan homogen ini sampai ke dasar (Nining, 2002).

Tingginya suhu memudahkan terjadinya penyerapan nutrien oleh

fitoplankton. Dalam kondisi konsentrasi fosfat sedang di dalam kolom perairan,

laju fotosintesis maksimum akan meningkat pada suhu yang lebih tinggi

(Brotowidjoyo dan Ruyitno, 1995).

2.4.3. Kekeruhan

Kekeruhan (turbiditas) adalah gambaran sifat optik air dari suatu perairan

yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang dipancarkan dan diserap

(14)

Kekeruhan pada sungai lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan

tersuspensi yang berukuran lebih besar berupa lapisan permukaan tanah yang

terletak oleh aliran air pada saat hujan. Padatan tersuspensi mempengaruhi

kekeruhan dan kekeruhan sangat berpengaruh terhadap proses fotosintesis.

Menurut Davis dan Comwell (1991), kekeruhan menggambarkan sifat optik air

yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan

oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Semakin banyak partikel atau bahan

organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Perairan yang mempunyai

kekeruhan yang tinggi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam kolom air

sehingga membatasi proses fotosintesis dan produktivitas perairan berkurang.

2.4.4. Derajat Keasaman (pH)

Nilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan

antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion

hidrogen dalam larutan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan

pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).

Air laut umumnya memiliki nilai pH diatas 7 yang berarti basa, namun

dalam kondisi tertentu nilainya dapat menjadi rendah sehingga menjadi bersifat

asam. pH merupakan variabel kualitas air yang dinamis dan berfluktuasi

sepanjang hari sehingga perubahan nilai pH yang demikian berpengaruh terhadap

kualitas perairan yang pada akhirnya berdampak terhadap kehidupan biota di

dalamnya. Banyaknya buangan yang berasal dari rumah tangga dan

(15)

Biasanya angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari

adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan

unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

vegetasi akuatik. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2

dan CO2.

Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang sangat asam dan dapat

menyebabkan kematian makhluk hidup. Adapun pH > 9,5 merupakan perairan

yang sangat basa yang dapat menyebabkan kematian dan mengurangi

produktivitas perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif lebih

stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7-8,4. pH

dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer), yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Nybakken, 1993).

Satino (2010) menjelaskan bahwa air yang agak basa dapat mendorong

proses perombakan atau penguraian bahan organik yang ada dalam air menjadi

mineral-mineral yang dapat diasimilasi oleh tumbuhan dan fitoplankton sehingga

pH ikut berperan dalam menentukan produktivitas perairan. Perairan yang baik

untuk fitoplankton adalah pH normal, yaitu 7,0 atau mendekati basa, karena

perairan dengan pH tinggi (7-9) merupakan perairan yang produktif dan berperan

mendorong bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat

diasimilasikan oleh fitoplankton. Penggolongan nilai pH bila dihubungkan dengan

tipe kesuburan perairan maka perairan dengan pH 4-5 termasuk tipe perairan

oligotrofik, pH 5-7 termasuk tipe perairan mesotrofik dan pH 7-9 termasuk tipe

(16)

2.4.5. Oksigen Terlarut (DO)

DO atau Dissolved Oxygen atau oksigen terlarut adalah parameter kimia perairan yang menunjukkan banyaknya oksigen yang terlarut dalam ekosistem

perairan. Odum (1971) berpendapat, bahwa kadar oksigen dalam air laut akan

bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin

tingginya salinitas dan dimanfaatkan untuk respirasi, dekomposisi kimia di dalam

air. Jumlah oksigen dalam air bervariasi sesuai dengan variasi parameter

lingkungan. Semakin besar ketinggian (latitude) serta semakin kecil tekanan

atmosfer, kadar oksigen terlarut juga semakin kecil (Effendi, 2003).

Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan,

proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi

untuk pertumbuhan dan pembiakan. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan

berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme

yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005).

Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan,

karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik

dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan biologis yang dilakukan oleh

organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah

untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah

nutrien yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesuburan perairan (Salmin,

(17)

2.5. Faktor Hidro-Oseanografi

Arus adalah pergerakan massa air atau partikel air dari tempat yang satu ke

tempat yang lain di suatu perairan. Arus adalah gerakan massa air yang arah

gerakannya horizontal maupun vertikal. Arus sungai adalah gerakan massa air

sungai yang arahnya searus dengan aliran sungai menuju hilir atau muara. Faktor

yang mempengaruhi arus, yaitu tahanan dasar, gaya Coriolis, perbedaan densitas

(Wibisono, 2005).

Arus dapat dibedakan dalam 2 kategori, yaitu: arus permukaan (surface current) dan arus dalam (subsurface current). Arus permukaan dibangkitkan dari berbagai proses, termasuk di dalamnya adalah akibat gesekan angin dan

perbedaan densitas karena pemanasan matahari. Arus permukaan ini bergerak

secara horizontal sedangkan arus dalam yang dikenal dengan termohalin

merupakan pergerakan arus yang disebabkan oleh adanya perbedaan temperatur

dan salinitas. Arus ini dapat disebut juga arus densitas karena arus ini digerakkan

oleh gradien densitas air. Arus termohalin ini pergerakannya secara vertikal.

Menurut Hutabarat dan Evans (1985), faktor pembangkit arus permukaan

adalah:

1. Bentuk topografi pulau-pulau sekitarnya

Beberapa sistem lautan utama dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga

sisi dan juga oleh equatorial current disisi yang keempat. Batas-batas ini menghasilkan sistem aliran yang hampir tertutup dan cenderung membuat

(18)

2. Gaya Coriolis dan arus Ekman

Gaya Coriolis mempengaruhi aliran massa air, gaya ini akan membelokan arah arus dari arah yang lurus. Gaya ini timbul sebagai akibat dari

perputaran bumi pada porosnya. Pembelokan ini dibelahan bumi utara

mengarah kekanan dan dibelahan bumi selatan mengarah ke kiri.

Stress angin yang bekerja pada permukaan laut akan mendorong lapisan permukaan dan gerakan lapisan permukaan ini akan mendorong lapisan

dibawahnya dan begitu seterusnya, sehingga terbentuk arus permukaan sampai

kedalaman 100-300 m. Arus yang terjadi di perairan laut dapat dipisahkan

menjadi arus pasut dan arus residual, peran arus pasut di daerah estuari cenderung

lebih dominan dibandingkan dengan arus residu (Surbakti, 2012).

Arus pasut adalah pergerakan massa air laut secara horisontal yang

dihubungkan dengan naik turunnya permukaan air laut akibat gaya tarik

benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari. Pada waktu pasang di suatu perairan

muara arus laut akan bergerak memasuki muara. Sebaliknya arus bergerak dalam

arah yang berlawanan (keluar muara) pada saat surut. Arus pasut memiliki sifat

bergerak dengan arah yang saling tolak belakang (bi-directional). Arah arus saat air meninggi biasanya bertolak belakang dengan arah arus saat air merendah.

Kecepatan arus pasut minimum atau efektif nol terjadi saat air tinggi atau air

rendah (slack waters), pada saat-saat tersebut pasut minimum terjadi saat-saat antara air tinggi dan air rendah. Dengan demikian, perioda kecepatan arus pasut

(19)

Pasang surut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya

permukaanair laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi

dan gaya tarik benda-benda astronomi terutama oleh bumi, bulan dan matahari.

Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh dan

ukurannya lebih kecil. Faktor non astronomi yang mempengaruhi pasang surut

terutama di perairan semi tertutup seperti teluk adalah bentuk garis pantai dan

topografi dasar perairan (Musrifin, 2011).

Pada tipe pasut harian tunggal arus pasut yang terjadi adalah harian

tunggal sedangkan untuk tipe pasut harian ganda maka arus pasutnya akan

mengalami dua kali perubahan arah arus dalam satu hari. Pasut campuran arahnya

akan mengalami perubahan dalam interval sekali sampai dua kali sehari. Pada saat

elevasi pasut mencapai titik tertinggi (maksimum) dan terendah (minimum) maka

laju arus akan sama dengan nol. Laju arus maksimum terjadi pada saat elevasinya

sama dengan nol. Arus pasut akan mengalami perubahan arah setelah elevasi

pasut mencapai minimum atau maksimum (Wyrtki, 1961).

Energi pasang dari laut akan berkurang sebanding dengan berkurangnya

kedalaman. Ketika memasuki estuari air sungai didesak ke atas sehingga alirannya

menjadi relatif terhenti saat puncak pasang tertinggi selama beberapa saat. Ini

berarti permukaan air sungai sama tinggi dengan permukaan air laut dimana

kecepatan aliran dari kedua belah pihak menjadi nol. Sebaliknya kecepatan air

sama dengan nol juga terjadi pada saat air rendah. Suatu titik yang berada di

tengah antara air tinggi dan air rendah mempunyai kecepatan alir terbesar (Danial,

(20)

Kecepatan arus saat kondisi perbani tidak sebesar saat kondisi purnama,

hal ini disebabkan karena saat kondisi purnama gaya tarik bulan dan matahari

mencapai maksimum sehingga selain menyebabkan muka air laut mengalami

kenaikan tertinggi juga menyakibatkan pergerakan arus yang disebabkan oleh

pasang surut menjadi maksimal maka kecepatan arus yang terjadi menjadi besar,

sedangkan saat kondisi perbani gaya tarik bulan dan matahari menjadi minimum

sehingga muka air laut mengalami kenaikan terendah hal ini menyakibatkan

pergerakan arus pasut menjadi minimal maka kecepatan arus yang terjadi menjadi

kecil (Atmodjo, 2011).

2.6. Pemodelan Pergerakan Arus Dengan Program SMS

Program SMS ini dirancang untuk mensimulasikan kondisi oseanografi

yang terjadi di alam ke dalam sebuah model satu dimensi, dua dimensi, atau tiga

dimensi dengan finite element method (metode elemen hingga). Model yang dipakai untuk membuat simulasi pola arus yang terjadi pada lokasi studi adalah

ADCIRC. Pemodelan dengan ADCIRC berdasarkan finite element methode

(metode elemen hingga) untuk memperoleh simulasi pola arus dan pasang surut.

Parameter yang mempengaruhi pola arus dan pasang surut adalah kedalaman

nodal, periode gelombang, bentuk garis pantai, garis boundary dan posisi matahari dan bulan.

Menggunakan peta batimetri dapat diketahui kedalaman nodal, bentuk

(21)

cepat-rambat gelombang, sedangkan panjang gelombang di laut dangkal dapat

diketahui dari data periode gelombang.

Data yang dibutuhkan untuk menjalakan model ADCIRC yaitu:

1. Peta batimetri lokasi studi

(22)

III.

MATERI DAN METODE

3.1. Keadaan Umum Muara Sungai Porong Sidoarjo

Kabupaten Sidoarjo memiliki luas wilayah sebesar 714.243 km2 yang

terbagi dalam 353 Kelurahan/Desa dan 18 Kecamatan. Secara administratif

Kabupaten Sidoarjo dibatasi oleh:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Surabaya dan Kabupaten

Gresik

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto

 Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Madura

Geomorfologi daerah Sidoarjo dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

daerah pegunungan yang menempati bagian selatan, dan daerah dataran yang

menempati bagian utara. Daerah dataran terdapat di bagian utara dengan

ketinggian mencapai 15-18 m dpl merupakan delta dikenal sebagai delta Brantas

yang terbentuk oleh sungai Surabaya yang mengalir di bagian utara ke Kota

Surabaya dan sungai Porong yang mengalir di bagian selatan. Ke dua sungai ini

merupakan anak dari sungai Brantas. Sungai Porong merupakan anak dari sungai

Brantas yang termasuk sungai terbesar di Jawa Timur, sungai-sungai tersebut

memasok sejumlah besar angkutan sedimen yang terbawa dari daratan, sehingga

mempengaruhi banyak hal di perairan muara sungai Porong, seperti

(23)

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perairan muara sungai Porong Kabupaten

Sidoarjo. Lokasi penelitian terletak di perairan Selat Madura dan secara geografis

terletak pada 112°53'10.98" BT dan 7°34'40.50" LS. Pelaksanaan survei lapangan

dilakukan pada tanggal 4-6 November 2013 dan pelaksanaan penelitian dilakukan

pada tanggal 18 Desember 2013. Lokasi pengamatan dan koordinat titik sampling

tersaji dalam Tabel 1:

Tabel 1. Lokasi pengambilan sampel

No. Titik Sampling Latitude Longitude

Stasiun 1 7°33'48.73" 112°52'1.78"

Stasiun 2 7°33'45.77" 112°52'28.29"

Stasiun 3 7°33'56.56" 112°52'23.11"

Stasiun 4 7°33'24.51" 112°52'40.81"

Stasiun 5 7°33'51.61" 112°52'50.16"

Stasiun 6 7°34'23.41" 112°52'46.46"

Stasiun 7 7°32'59.95" 112°53'0.59"

Stasiun 8 7°33'49.66" 112°53'10.87"

Stasiun 9 7°34'40.50" 112°53'10.98"

Stasiun 10 7°34'27.63" 112°53'5.44"

Stasiun 11 7°32'48.60" 112°53'17.39"

(24)
(25)

3.3. Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer yang digunakan adalah data hasil pengukuran selama

pengambilan sampel. Data primer berupa data nutrien (nitrat dan fosfat) data

kualitas perairan (suhu, DO, kekeruhan, salinitas dan pH) dan data arus lapangan,

sedangkan data sekunder atau data pendukung yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data peramalan pasut dan peta batimetri.

3.3.1. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bahan kimia untuk

analisa nitrat dan fosfat (Tabel 2).

Tabel 2. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kadar nitrat dan fosfat

No. Nama Bahan

1. Bahan kimia untuk analisis nitrat

- Aquabides

2. Bahan kimia untuk analisis fosfat - H2SO4

- Aquabides

- Asam Askorbat (AA)

(26)

1

Tabel 3 . Alat-alat yang digunakan di perairan muara Sungai Porong

No. Nama alat Kegunaan

1. GPS Menentukan posisi sampling

2. Perahu Alat transportasi

3. Botol sampel Menyimpan sampel air

4. Kertas label Memberi label pada sampel

5. Coolbox Menyimpan botol sampel

6. Bola duga Mengambil data arus

7. Spektrofotometer Untuk mengukur kandungan nitrat dan fosfat dari sampel air laut, panjang gelombang 880 nm untuk fosfat dan 454 nm untuk nitrat

8. Termometer (digital)

Mengukur temperatur di lokasi penelitian

9 pH meter Digunakan untuk mengukur pH sampel

10. DO meter Untuk mengetahui kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian

11. Salinometer Untuk mengukur salinitas

12. Software SMS 8.1 Membuat permodelan arus

13. Software ArcGIS

10.1

(27)

3.4. Bagan Alir Penelitian

(28)

3.5. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan bersifat eksploratif.

Menurut Whitney (1960) dalam Dianingrum (2007), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Tujuan dari penelitian deskriptif

ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena

yang diselidiki (Nasir, 1983 dalam Dianingrum, 2007). Menurut Husein (1999) metode eksploratif adalah jenis penelitian yang berusaha mencari ide-ide atau

hubungan-hubungan yang baru. Dalam hal ini adalah kandungan unsur hara yang

menyebar akibat adanya pengaruh arus.

Posisi stasiun pengambilan sampel air ditetapkan dengan menggunakan

GPS (Global Positioning System) secara purposive. Hadi (2004) menerangkan bahwa, metode purposive merupakan metode pengambilan sampel yang merepresentasikan keadaan keseluruhan. Penentuan lokasi stasiun penelitian

dilakukan berdasarkan kondisi yang dapat mewakili kondisi secara keseluruhan

daerah dan memperhatikan kemudahan pencapaian.

3.6. Metode Pengambilan Data dan Analisis Data

Dalam penelitian ini, pengambilan data dilakukan di beberapa stasiun

dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning system). Data yang di ambil meliputi data nutrien (nitrat dan fosfat), data kualitas air dan data arus. Parameter

(29)

agar dapat diketahui distribusinya. Adapun metode pengumpulan data tersebut

diuraikan sebagai berikut:

3.6.1. Data Kualitas Air

Pengambilan sampel air laut dilakukan dengan menggunakan botol sampel

dan analisis sampel air laut yang meliputi konsentrasi nitrat dan fosfat yang

dilakukan di Laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL)

Surabaya. Parameter lingkungan perairan yang diukur selama penelitian seperti

suhu, DO, kekeruhan, salinitas, dan pH, merupakan data pendukung dari

penelitian Tim Porong.

Pengujian sampel air untuk menentukan konsentrasi nitrat dan konsentrasi

fosfat dilakukan di Laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan

(BBTKL) Surabaya, dimana metode yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Nitrat

Butiran Cd (Cadmium) dalam kolom pereduksi yang akan mereduksi

semua kandungan nitrat untuk diubah menjadi nitrit. Selanjutnya nitrit dari

hasil reduksi tersebut dalam suasana asam kuat di determinasi dengan

sulphanilamide dalam senyawa diazonium. Senyawa tersebut dengan

N-1-Napthtylene diamin dihidrocloride dapat bereaksi menjadi larutan

berwarna pink kemudian diukur absorbansinya pada spektrofotometer

(30)

2. Fosfat

10 ml larutan sampel ditambah dengan 1 ml mix reagen. Kemudian

diamkan selama 10 menit. Selanjutnya dibaca absorbansinya pada

spektrofotometer dengan panjang gelombang 880 nm (Prosedur fosfat

pada lampiran 1).

3.6.2. Data Arus

Pengambilan data arus dilakukan dengan teknik pengukuran Lagrangian.

Dalam proses perekaman data arus didapat juga koordinat titik pengukuran. Data

kecepatan arus dalam cm/det diubah kesatuan m/det. Data kecepatan arus yang

dikelompokkan dan diubah kesatuan m/det tersebut digunakan untuk verifikasi

dengan kecepatan arus hasil model. Dalam pembuatan model ini menggunakan

modul RMA2 untuk pola sirkulasi arus. Simulasi dilakukan untuk 15 hari untuk

simulasi pola arus dengan RMA2.

Verifikasi model adalah proses membandingkan data lapangan dan hasil

simulasi menggunakan cara statistik. Dalam proses verifikasi ini, hanya dilihat

sejauh mana kemiripan hasil simulasi terhadap data lapangan. Metode statistik

yang dapat digunakan pada proses verifikasi model adalah rata-rata kesalahan

relatif (Mean Relative Error/MRE) (Thomann. et al., 1987)

RE = [

] x 100%

(31)

Keterangan :

hc = besar nilai hasil model

ho = besar nilai pengukuran lapangan

n = jumlah lapangan

Jika MRE < 10 %, maka model diterima

Jika MRE > 10 %, maka model ditolak

3.7. Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh melalui pengukuran lapangan kemudian dianalisa di

laboratorium. Berikut teknis pengolahan datanya.:

3.7.1. Data Kualitas Air

Hasil pengujian laboratorium untuk data kandungan nitrat, fosfat dan

parameter lingkungan perairan yang lain seperti suhu, DO, kekeruhan, salinitas,

dan pH yang merupakan data sekunder dilakukan pemetaan sebaran

konsentrasinya diolah dengan menggunakan software ArcGIS 10.1.

3.7.2. Data Arus

Pengambilan data arus dilakukan dengan teknik pengukuran Lagrangian

dengan menggunakan Bola Duga untuk memperoleh data kecepatan arus (jarak

tempuh bola, waktu tempuh bola). Berdasarkan pengukuran data lapangan, maka

didapatkan besar dan arah arus total serta titik koordinat tempuh bola). Peneliti

tidak menggunakan ADCP disebabkan karena ketidaktersediaan alat tersebut

(32)

dahulu sebelum di dapatkan data arus yang dibutuhkan, sehingga peneliti hanya

melakukan pengukuran arah dan kecepatan arus secara insitu di lapangan. Hasil vektor plot yang berupa vektor arah arus yang diperoleh dari penelitian ini berasal

dari pengolahan data batimetri. Untuk mendapatkan vektor arah arus

(33)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil analisis sampel air untuk menentukan konsentrasi nitrat, fosfat dan

pengolahan data hidro-oseanografi disajikan sebagai berikut :

4.1.1. Konsentrasi Nitrat

Hasil analisis laboratorium untuk nilai konsentrasi nitrat (N-NO3-) yang

terukur di perairan muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo berkisar antara

1,3043-3,1079 mg/l (Tabel 4). Konsentrasi nitrat tertinggi terdapat di stasiun 3,

dan terendah terdapat di stasiun 5. Secara ilustratif arah sebaran konsentrasi nitrat

dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 4. Konsentrasi nitrat (mg/l) di muara Sungai Porong

Stasiun Pengamatan Nitrat (mg/l)

Stasiun 1 2,8746

Stasiun 2 3,0823

Stasiun 3 3,1079

Stasiun 4 2,5206

Stasiun 5 1,3043

Stasiun 6 1,5242

Stasiun 7 2,5874

Stasiun 8 2,6945

Stasiun 9 2,5535

Stasiun 10 2,4411

Stasiun 11 2,4713

(34)
(35)

4.1.2. Konsentrasi Fosfat

Hasil analisis laboratorium untuk nilai konsentrasi fosfat(P-PO4-) yang

terukur di perairan muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo berkisar antara

0,084-0,128 mg/l (Tabel 5). Konsentrasi fosfat tertinggi terdapat di stasiun 9, dan

terendah terdapat di stasiun 2.Secara ilustratif arah sebaran konsentrasi fosfat

dapat dilihat pada Gambar 6.

Tabel 5. Konsentrasi fosfat (mg/l) di muara Sungai Porong

Stasiun Pengamatan Fosfat (mg/l)

Stasiun 1 0,111

Stasiun 2 0,084

Stasiun 3 0,104

Stasiun 4 0,114

Stasiun 5 0,103

Stasiun 6 0,104

Stasiun 7 0,1

Stasiun 8 0,116

Stasiun 9 0,128

Stasiun 10

Stasiun 11

Stasiun 12

0,116

0,1

(36)

4.1.3. Parameter Pendukung Kualitas Perairan

Hasil pengukuran kualitas perairan yang menjadi faktor pendukung dalam

penelitian meliputi kedalaman, suhu, DO, kekeruhan, salinitas dan pH. Hasil

pengukuran kualitas air tersebut masih baik. Nilai kedalaman pada masing-masing

stasiun berkisar antara 0,4-2,2 m. Stasiun 1 memiliki kedalaman paling besar yaitu

2,2 m dibandingkan stasiun lainnya. Suhu berkisar antara 22-22,5oC. Oksigen

terlarut (DO) perairan ini berkisar antara 5-5,9 mg/l dan nilai kekeruhan berkisar

antara 3,6-20,5 NTU. Nilai salinitas berkisar antara 20-20,8 ‰, dan nilai pH

berkisar antara 7,1-7,9 (Tabel 6).

Tabel 6. Hasil parameter pendukung kualitas perairan

(37)

4.1.4. Arus Permukaan

Dari hasil pengukuran kecepatan dan arah arus yang dilakukan pada saat

penelitian menunjukkan arah arus permukaan dominan mengalir dari Barat ke

Timur. Kecepatan arus maksimal di permukaan mencapai 0,5 m/det dan kecepatan

arus minimal adalah 0,01 m/det. Data sampling kecepatan dan arah arus disajikan

pada Tabel 7.

Tabel 7. Data sampling arah dan kecepatan arus di permukaan perairan muara Sungai Porong

(38)
(39)

4.1.4.1. Verifikasi Hasil Permodelan

Berdasarkan hasil permodelan pola arus di muara sungai Porong yang

telah di dapat, selanjutnya dilakukan verifikasi data hasil model dengan data arus

lapangan agar diketahui hasil permodelan tersebut dapat diterima atau tidak.

Perbandingan data lapangan dan data hasil permodelan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Verifikasi hasil permodelan dan nilai MRE

Data arus lapangan (m/det)

Data arus hasil model (m/det)

RE (%)

0,05 0,0146345 0,70731

0,08 0,108266 0,864668

0,2 0,0011223 0,994389

0,01 0,00271026 0,728974

0,012 0,002833 0,763917

0,06 0,00402554 0,932908

0,3 0,128085 0,57305

0,5 0,242849 0,514302

0,1 0,0508789 0,491211

0,2 0,0286698 0,856651

0,05 0,0440658 0,118684

0,15 0,0421037 0,719309

(40)

4.1.5. Pasang Surut

Data pasang surut digunakan sebagai data sekunder berasal dari data

pengamatan pasang surut yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) untuk wilayah perairan sekitar Surabaya tahun 2011, kemudian

diolah dengan menggunakan metode admiralty untuk menentukan nilai MSL, HHWL dan LLWL serta tipe pasang surut.

Pengamatan pasang surut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka

air laut di lokasi penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat

ditetapkan datum vertikal penelitian yang sesuai untuk keperluan-keperluan

tertentu pula.

Berdasarkan perhitungan dengan metode Admiralty didapatkan

perhitungan bilangan Formzahl untuk komponen pasang surut menghasilkan nilai

0,9607 yang berarti pasut bertipe campuran cenderung ganda. Tinggi muka air

laut (MSL) 180 cm, pasang tertinggi (HHWL) 337 cm dan surut terendah

(LLWL) 24 cm seperti terlihat pada Gambar 7. Dari data yang diperoleh

selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode Admiralty sehingga diperoleh

(41)

Tabel 9. Konstanta harmonik hasil pengolahan data dengan menggunakan metode

Admiralty

Konstanta Harmonik

A (cm) g 0

S0 180 -

M2 60 224

S2 11 345

N2 18 269

K1 43 175

O1 25 44

M4 0 447

MS4 0 207

K2 3 345

P1 14 175

Keterangan :

A = tinggi/nilai komponen pasut (cm) ; g = besar gaya pembangkit

(42)

Gambar 9. Waktu pengambilan sampel pada saat pasang menuju surut

4.2. Pembahasan 4.2.1. Sebaran Nitrat

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa pada masing-masing sampel air laut

yang diambil di perairan muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo, memiliki

konsentrasi antara 1,3043-3,1079 mg/l. Konsentrasi nitrat semakin jauh dari

pantai semakin besar. Menurut Hutagalung dan Rozak (1997), distribusi

horizontal kadar nitrat semakin tinggi menjauhi pantai dan kadar tinggi biasanya

ditemukan di perairan muara. Dilihat dari Gambar 5 sebaran konsentrasi nitrat

tertinggi pada lapisan permukaan ditunjukkan oleh stasiun 3 dengan nilai 3,1079

mg/l. Hal ini disebabkan karena stasiun 3 berada di sekitar Pulau Tujuh. Pulau

Tujuh tersebut terbentuk karena adanya proses sedimentasi lumpur Lapindo yang

membentuk suatu daratan kecil dan di pulau Tujuh tersebut ditumbuhi hutan

mangrove. Dekomposisi sedimen maupun senyawa-senyawa organik yang berasal

dari jasad flora dan fauna yang mati dapat mempengaruhi tingginya kandungan

nitrat di perairan. Hutan mangrove yang serasahnya membusuk oleh bakteri,

diuraikan menjadi zat hara nitrat. Nitrat merupakan zat yang diperlukan dan

(43)

organisme di perairan. Adanya masukan nitrat baru (new nitrate) dari ligkungan sekitarnya. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat di hulu muara Sungai

Porong terdapat banyak tambak. Menurut Yoo dan Boyd (1994) adanya aktivitas

pertambakan dapat memberikan kontribusi bahan organik yang banyak

mengandung senyawa nitrat.

Sebaran konsentrasi nitrat semakin tinggi menjauhi pantai, hal ini

dikarenakan adanya pengaruh arus pasut. Arus yang dominan di perairan ini

adalah arus pasang surut karena berada di wilayah muara sungai. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian Atmodjo (2011) yang menyatakan bahwa pasang surut

yang terjadi di muara Sungai Porong sangat berpengaruh terhadap pola arus yang

terjadi. Arus pada saat surut dari sungai menuju laut sehingga kecepatan arus

menjadi relatif besar menjauhi pantai. Karakteristik pola arus di perairan Sungai

Porong cenderung bergerak ke arah Timur (Gambar 7). Menurut Mann dan Lazier

(1991) pasang surut dapat menyebabkan arus pasut. Arus pasut ini dapat

menyebabkan terjadinya turbulensi dalam air. Jika kedalaman suatu perairan tidak

terlalu besar maka kekuatan arus pasut semakin besar dan berpengaruh terhadap

proses percampuran (mixing) (Tabel 6). Proses mixing yang besar pada stasiun yang agak jauh dari pantai tersebut (stasiun 7-12) berdampak meningkatkan kadar

nitrat. Proses percampuran ini akan terjadi ke semua arah dan lapisan. Davis

(1992) mengatakan bahwa peranan pasang surut terhadap proses-proses di estuari

yaitu adanya interaksi antara lautan dan sungai secara horizontal.

Seperti halnya dengan proses fisik perairan, proses kimia dan hayati

(44)

semakin tinggi menjauhi pantai. Jadi semakin meningkat suhu perairan, maka

konsentrasi nitrat pada perairan tersebut cenderung menurun. Menurut Stum dan

Morgan (1981), suhu dapat mempengaruhi proses dan keseimbangan reaksi kimia

yang terjadi dalam air. Rata-rata suhu jauh dari pantai lebih rendah dibandingkan

rata-rata suhu di pantai (Tabel 6). Semakin rendah nilai suhu di perairan maka

nilai salinitas rendah dan nilai salinitas yang rendah mengakibatkan kandungan

nutrien tinggi. Oksigen terlarut (DO) dan kekeruhan memiliki peranan dalam

mempengaruhi kandungan nitrat di perairan. Semakin tinggi DO, konsentrasi

nitrat juga akan tinggi dan semakin tinggi kekeruhan, konsentrasi nitrat rendah.

Rata-rata nilai DO semakin tinggi menjauhi pantai dan nilai kekeruhan semakin

rendah menjauhi pantai (Tabel 6).

4.2.2. Sebaran Fosfat

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa pada masing-masing sampel air laut

yang diambil di perairan muara Sungai Porong Kabupaten Sidoarjo, memiliki

konsentrasi antara 0,0804-0,128 mg/l. Kadar fosfat tertinggi pada lapisan

permukaan diperoleh dari stasiun 9 yaitu sebesar 0,128 mg/l. Dilihat dari posisi

stasiun 9 berada jauh dari pantai. Kondisi perairan sangat menentukan konsentrasi

dan sebaran fosfat. Sistem penyebaran fosfat di perairan dipengaruhi oleh proses

fisik, kimia dan hayati perairan. Arus dan pengadukan massa air merupakan faktor

fisik yang mempengaruhi penyebaran fosfat diperairan.

Seperti halnya dengan pola sebaran nitrat, pola sebaran konsentrasi fosfat

(45)

pengaruh arus pasut. Arus pasang surut sangat berpengaruh terhadap sebaran

fosfat, sehingga semakin menjauhi dari pantai maka konsentrasi fosfat semakin

besar karena arus bergerak ke arah Timur dan menjauhi pantai (Gambar 7). Arus

pada saat surut dari sungai menuju laut, sehingga kecepatan arus menjadi relatif

besar menjauhi pantai.

Proses kimia dapat mempengaruhi sebaran konsentrasi fosfat di perairan

yaitu parameter kualitas perairan. Sebaran konsentrasi fosfat semakin tinggi

menjauhi pantai. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata suhu jauh dari pantai (stasiun

7-12) lebih rendah dibandingkan rata-rata suhu di pantai (stasiun 1-6) (Tabel 6).

Levinton (1982) menyatakan, bahwa pengaruh suhu dalam perairan sangat

penting dalam hal produktivitas perairan. Perairan dengan suhu rendah lebih kaya

akan nutrien dibandingkan dengan perairan yang memiliki suhu tinggi. Semakin

tinggi suhu, semakin rendah kandungan nutrien (nitrat dan fosfat).

Oksigen terlarut (DO) dan kekeruhan memiliki peranan dalam

mempengaruhi kandungan fosfat di perairan. Semakin tinggi DO, konsentrasi

fosfat juga akan tinggi dan semakin tinggi kekeruhan, konsentrasi fosfat rendah.

Rata-rata nilai DO semakin tinggi menjauhi pantai dan nilai kekeruhan semakin

rendah menjauhi pantai (Tabel 6). pH memiliki peranan dalam mempengaruhi

kandungan fosfat di perairan. Menurut Santoso (2007) organisme akuatik dapat

hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH yang netral dengan kisaran

antara 7 sampai 8,5 yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik. (Tabel 6).

(46)

perairan. Nilai pH akan mempengaruhi proses-proses biokimia perairan, misalnya

proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi,2003).

4.2.3. Verifikasi Hasil Permodelan

Berdasarkan hasil perhitungan MRE (Mean Relative Error), diperoleh hasil bahwa nilai error antara hasil di lapangan dengan simulasi model untuk data

arus sebesar 0,68 % (Tabel 8). Berdasarkan nilai tersebut, maka hasil permodelan

masih dapat diterima. Hal ini sesuai dengan pernyataan Thomann et al., (1987) yang menyatakan bahwa jika nilai MRE <10 % maka model diterima, sebaliknya jika

(47)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Konsentrasi nitrat di perairan muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo

memiliki kisaran sebesar 1,3043-3,1079 mg/l, dan konsentrasi fosfat

berkisar antara 0,084-0,128 mg/l.

2. Arah sebaran konsentrasi nitrat dan fosfat di daerah penelitian

menunjukkan bahwa lokasi stasiun penelitian yang berada jauh dari pantai

adalah semakin tinggi ke arah Tmur, hal ini dikarenakan adanya pengaruh

arus pasut, dimana kecepatan arus menjadi meningkat karena

meningkatkan proses mixing yaitu percampuran antara lautan dan sungai secara horizontal.

5.2. Saran

1. Mengingat penelitian ini hanya menggunakan 12 stasiun penelitian, maka

untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak stasiun

penelitian agar data yang didapatkan lebih representif.

2. Mengingat penelitian ini hanya menggunakan kondisi perairan pada bulan

Desember 2013, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang

pengaruh musim terhadap kondisi hidrodinamika dan sebaran kualitas

(48)

DAFTAR PUSTAKA

[APHA] American Public Health Association. 1989. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 20th Ed. Washington DC.

Bennekom,A. J. Van. 1998. Deep Water Transit Times in the Eastern Indonesian Basins, Calculated from Dissolved Silica in Deep and Interstitial Waters. Neth. J. Sea Res. 22 : 341-354.

Boney, A.D. 1976. Phytoplankton. The Institut of Biologys Studies in Biology, No.52. Edward Arnold. 109 pp.

Brotowidjoyo, M. D dan A. S. Ruyitno. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Liberty. Yogyakarta.

Chester, R. 2003. Marine Geochemistry. London:Academic Division of Unwin Hyman.

Dahuri, R., Jacub, R., Sapta P. G dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramitha, Jakarta.

Dahuri R., Rais Y., Putra S.,G., Sitepu, M. J., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramitha, Jakarta.

Damanhuri, T.P., N. Halim, dan S. Nurtiono. 1997. The Role of Effluen Recirculation in Increasing Efficiency of Anaerobic and Aerobic Wastewatertreatment of Tofu Industry. ITB. Bandung.

Davis, M.L. and D.A, Cornwell. 1991. Introduction to Environmental Engiineering. Second edition, Mc-Graw-Hill, Inc., New York.

Davis, R.A.Jr. 1992. Depotinal System. An Introduction to Sedimentlogy and Stratigraphy. Second Edition. PrenticeHall. Englewood Cliffs. New Jersey.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius.

Fachrul, M.F, H. Haeruman dan L.C. Sitepu. 2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai Bio-Indikator Kualitas Perairan Teluk Jakarta, Proceeding Seminar Nasional MIPA UI, Fakultas MIPA Universitas Indonesia, Depok 25-26 November 2005.

(49)

Haryono H.S. dan B. Zaman. 2004. Analisis Sebaran Temperatur dan Salinitas Air Limbah PLTU-PLTGU Berdasarkan Sistem Pemetaan Spasial (Studi Kasus : PLTU-PLTGU Tambak Lorok Semarang). UNDIP, Semarang.

Haslam, S.M. 1995. River Pollution, an Ecological Perspective. Belhaven Press. London UK.

Hutabarat. S dan S.M Evans., 1985. Pengantar Oseanografi. Cetakan Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Husein, U. 1999. Metode Penelitian : Aplikasi Dalam Pemasaran, Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Hutagalung, H.P. dan Rozak. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku 2. P3O-LIPI. Jakarta.

Kalujnaia, S., et al. 2007. Salinity Adaption and Gen Profiling Analysis in the European Eel Using Microaary Technology. General and Comparative Endocrinology 9 Vol. 152) : Page 274-280.

Koesoebiono. 1980. Dasar Ekologi Umum, bagian IV. Ekologi Perairan. Sekolah Pasca Sarjana. Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Institusi Pertanian Bogor.

Levinton, J.F. 1982. Marine Ecology. New Jersey Prentice-Hall Inc. Englewood Cliff.

Lihan, T., S.-I. Saitoh. 2008. Satellite Measured Temporal And Spatial Variability Of The Tokachi River plume Estuarine, Coastal and Shelf Science. 78(2):

237-249.

Mann, K.H. and J.R,N Lazier.1991. Dynamic of Marine Ecosystem. Biological-Physical Interaction in The Oceans. Blackwell Scientific Publications.

Masduqi, A. 2004. Penurunan Senyawa Fosfat dalam Air Limbah Buatan dengan Proses Adsorpsi menggunakan Tanah Haloisit. [tesis]. Bandung: Program Studi Teknik Lingkungan, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

(50)

Nontji, A. 1986. Biomassa dan Produktivitas Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta serta Kaitannya dengan Faktor-Faktor Lingkungan. Disertasi Bogor:Program Pascasarjana IPB.

Nontji, A. 1987. Variasi Musiman Beberapa Faktor Ekologi di Perairan Teluk Jakarta. Oseanologi di Indonesia 11:27-36.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.

Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Jakarta: LIPI Press.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 459 hlm. (diterjemahkan oleh Eidman, M. dan Koesoebiono).

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1998. Marine Biology: An Ecological Approach. 3rd Ed. Harper Collins College Publishers.

Odum, H.T.1971. Fundamental of Ecology. 3 rd Edition. Toppan Co.Ltd,Tokyo.

Perzelin B.B., 1981. Light Reactions in Photosynthesis Dalam: Physiological Bases of Phytoplankton Ecology (T.Piatt ed.) Canadian Bulletin of Fish and Aquatic Sciince210:1-43.

Parsons, TR,. M. Takahashi and B. Hargrave. 1984. Biological Oceanographic Processes. 3rd Ed. Oxford:Pergamon Press.

Pescod, N. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream for Tropical Countries. AIT. Bangkok.

Riley, JP and G. Skirrow. 1975. Chemical Oceanography. New York:Academic Press.

Rockford. 1962. A Biology of The Algae. USA:Wim. C. Brown Publisher.

Romimohtarto. K dan S. Juwana. 1991. Kualitas Air dalam Budidaya Laut, Faeming Workshop Report. Bandar Lampung.

Rosmawati. 2004. Kondisi Oseanografis Perairan Selat Tiworo Pada Bulan Juli-Agustus 2002. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(51)

Santoso, A. D. 2007. Kandungan Zat Hara Fosfat pada Musim Barat dan Musim Timur di Teluk Hurun Lampung. Jurnal Teknologi Lingkungan. Jakarta. Vol. No. 14. Halaman 43-47.

Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Penerbit PT. Rineka Cipta Jakarta.

Stum, W. and Morgan. 1981. Aquatic Chemistry : an Introduction Emphasizing Chemical Equalibra in Natural Water. John Wiley & Sons, Inc. Canada.

Siagian, M. 2000. Diktat Ekologi Perairan. Universitas Riau Press, Pekanbaru.

Sidjabat. 1973. Distribusi Spasial Klorofil-a dan Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Teluk Ambon. Jakarta:Program Pascasarjana UI.

Vink, S and M. Atkinson. 1983. Chemical Analysed Used at Waterman Marine Laboratory. University of Westren Australia.

Susana. 1987. Oseanografi Kimia. Workshop: Basic Science Bidang Kimia. Kerjasama Univ. Udayana-Indonesia Australia Eastern Universities Project (IAEUP).

Strickland J.D.H. and T.R. Parsons. 1960. A Practical Hand Book of Sea Water Analysis. Bull. Fish. Res. Bd. Of Canada 167 : 65-70.

Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Thomann et al., 1987. Principles of Surface Water Quality Modelling and Control. New York: Harper & Row, Publisher, Inc.

Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai: Edisi kedua, Beta Offset,Yogayakarta.

Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT Gramedia. Jakarta.

Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of the South East Asian Waters. Published by the Scripps Institution of Oceanography, Univ. Of California. San Diego, C.A.

(52)
(53)

Lampiran 1.

A. Analisis Konsentrasi Nitrat

Dalam analisa terhadap nitrat, digunakan butiran Cd (Cadmium) sebagai

kolom pereduksi yang akan mereduksi semua kandungan nitrat untuk diubah

menjadi nirit. Selanjutnya nitrit dari hasil reduksi tersebut dalam suasana asam

kuat dapat di determinasi dengan sulphanilamide dalam senyawa diazonium,

dimana senyawa tersebut dengan N-1-Napthtylene diamin dihidrocloride dapat

bereaksi menjadi larutan berwarna pink yang bisa diukur dengan

spektrofotometer (Parson et al., 1984 ; Macintosh, 1984).

Menurut Sue Vink dan Marlin Atkinson (1983), tahapan metoda reduksi

dalam analisa konsentrasi nitrat adalah sebagai berikut:

1. Membuat Reagen

a. Larutan buffer ammonium clorida : 10 gram NH4CL dilarutkan dalam 1

liter aquabides.

b. Reagen pewarna : ke dalam 1500 cc aquabides ditambahkan 200 cc

asam fosforat, 20 gram sulphanilamide, 1 gram N-1-Napthtylene

diamin dihidrocloride, kemudian ditambah aquabides sampai menjadi 2

liter.

c. Merakit kolom reduksi : Cuci butiran Cadmium dengan 1 N HCL,

kemudian dicuci 20 kali dengan aquabides, dengan catatan selama

pencucian dijaga agar butiran Cadmium tadi tidak berhubungan

(54)

dengan 50 cc karutan Cupri Sulfat (CUSO4), sampai warna biru dari

larutan tersebut hilang semua. Kemudian dicuci lagi dengan aquabides

sebanyak 20 kali.

Langkah berikutnya segera diisikan ke kolom (pipa plastik) dengan

menggunakan syringe dan aquabides untuk melindungi terjadinya

gelembung udara selama pengisian. Dalam pengisian butiran Cadmium

ke kolom tersebut, terlebih dulu bagian bawah disumbat dengan glass

wool, selanjutnya setelah terisi cukup bagian atasnya juga disumbat

dengan glass wool. Langkah berikutnya kolom reduksi tersebut dirakit

sedemikan rupa.

d. Larutan standart nitrat

- Larutan A : larutkan 0,101 gram kalium nitrat dalam aquabides

sebanyak 1 liter, simpan dalam botol gelap dan tambahkan

chloroform sebagai pengawet.

- Larutan B : larutkan 5 ml larutan A dengan gelas ukur menjadi 50

ml dengan aquabides untuk membuat standart 100 nm simpan

dalam botol gelap.

2. Menganalisa Sampel

a. Mempersiapkan larutan blank : 5 ml aquabides ditambah 5 ml NH4CL

buffer ditambah 1 ml reagen warna.

b. Kolom pereduksi dicuci dengan 10 ml NH4CL buffer, diulangi lagi dengan

(55)

c. Diambil 5 ml sampel ditambah dengan 5 ml NH4CL buffer, kemudian

dilewatkan melalui kolom reduksi dan air hasilnya ditampung dalam

tabung reaksi.

d. Larutan tertampung ditambah dengan 1 ml reagen pewarna, didiamkan 15

menit selanjutnya dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan

panjang gelombang 454 nm.

Menurut Sue Vink dan Marlin Atkinson (1983), analisa konsentrasi nitrat

dengan metoda kolom reduksi ini m maka akan terdeterminasi juga nitrit dari

sampel ke dalam hasil yang diperoleh. Untuk itu makan perlu dianalisa

konsentrasi nitrit. Selanjutnya konsentrasi nitrat yang sesungguhnya yaitu hasil

(56)

B. Analisis Konsentrasi Fosfat 1. Pembuatan Pereaksi

- Larutan Ammonium Molybdate

Larutkan 15 gr ammonium molybdate (NH4)6Mo7O244H2O dalam

500 ml aquabides. Simpan dalam botol plastik dan d9 simpan dalam

tempat gelap.

- Larutan Asam Sulfat

Encerkan 70 ml asam pekat, H2SO4 dengan 450 ml aquabides dalam

labu ukur 1000 ml. Dalam mencampurkan larutan, maka asam dulu

yang dituang, kemudian aquabides. Biarkan larutan tersebut dingin.

- Larutan Asam Askorbat

Larutkan 27 gr asam askorbat (C6H8O6) dalam 500 ml aquabides.

Simpan dalam botol dan lemari pendingin, jika berubah warna

jangan digunakan sebagai pereaksi.

- Larutan Antimonyl-Tartrate

Timbang 0,34 gr antimonil tartrate K(SbO)C6H4O6) dan larutkan ke

dalam 250 ml aquabides. Stabil dalam beberapa bulan dan jika

keruh jangan digunakan.

- Larutan Standar

Larutkan 0,0816 gr KH2PO4 anhydrous dengan beberapa ml

aquabides dalam labu ukur 100 ml hingga batas tera labu (1 ml = 6

(57)

- Larutan Mix Reagen

Larutan ini tidak dapat disimpan dalam waktu lama, oleh karena itu

dibuat pada waktu akan menganilsa sampel. Jumlahnya supaya

disesuaikan dengan kebutuhan. Cara membuatnya dengan

mencampurkan larutan ammonium molibdate (2 ml), larutan asam

sulfat (5 ml) dan larutan asam askorbat (2 ml) serta larutan

antimonyl-tatrate (1 ml). Perbandingan larutan ini adalah 2:5:2:1.

Tahapan dalam analisis Fosfat pada sampel air di laboratorium adalah :

1. 10 ml larutan sampel ditambah dengan 1 ml mix reagen , kemudian

diamkan selama 10 menit.

2. Selanjutnya dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan

(58)
(59)

Gambar

Gambar 1.  Siklus nitrogen di laut (Millero dan Sohn, 1992)
Gambar 2. Siklus fosfor di perairan (Kolowith et al., 2001)
Tabel 1. Lokasi pengambilan sampel
Tabel 2. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kadar nitrat dan fosfat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dibangun sebuah sistem pakar untuk menentukan jalur terpendek objek wisata pada Kota Kupang dengan menggunakan metode forward chaining.. Dengan

Pengaruh harga tepung terigu sangat kecil, dimana untuk setiap kenaikan harga tepung terigu sebesar 1 %, permintaan beras akan meningkat hanya sebesar 0,0017 % saja

Prihvaćajući novi pravaški program i dajući svečanu izjavu o pristupu Hrvatskog Kluba Stranci prava, Juraj Biankini je tom prigodom kazao: „Hrvatski Klub na saboru

AAW terlihat bahwa AAW dapat memahami ide-ide matematis baik secara lisan maupun tulisan, serta telah mampu mendemonstrasikan penyelesaian dengan langkah-langkah yang

Kelompok Bungong Chirih telah mampu memproduksi aneka produk kerajinan tenun dari lidi nipah. Kelompok Bungong Chirih telah berhasil memproduksi memproduksi sebanyak 13

Hasil dari evaluasi yang dilakukan menyatakan bahwa hasil test case dari tool lebih baik untuk digunakan dalam melakukan pengujian antarmuka pengguna gra- fis karena

Latar Belakang. Yoga sudah sangat dikenal di seluruh dunia. Teknik latihan pernapasan terkontrol pada yoga merupakan komponen penting pada latihan yoga. Latihan

Pada penelitian yang dilakukan, telah dikembangkan aplikasi Augmented Reality untuk memvisualisasikan drawing 2D ke dalam bentuk objek 3D dengan marker based