• Tidak ada hasil yang ditemukan

Antropologi Agama UAS 'Wacana Wapres tentang Pengurangan Jam Kerja Bagi Wanita'

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Antropologi Agama UAS 'Wacana Wapres tentang Pengurangan Jam Kerja Bagi Wanita'"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Wacana Wapres Tentang Pengurangan Jam Kerja

Bagi Wanita

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Matakuliah Antropologi Agama

Dosen Pembimbing:

Tasman, M.Si.

Disusun Oleh:

Vanny Rosa Marini

(1113051000025)

(2)

Wanita Karir dalam Perspektif Islam

Sebelum para aktivis feminisme menyuarakan gerakan pembebasannya. Islam sendiri 14 abad yang lalu telah membebaskan wanita dari belenggu kejahiliyyahan yang menyiksa mereka.

Islam datang ketika bangsa Arab berada dalam kejahiliyyahan mereka, yaitu menghalang-halangi sekaligus melarang wanita dari hak-haknya.1 Islam datang ketika kaum wanita mengalami tindak kekerasan berupa tindakan sewenang-wenang (zhalim) dari suami, perangai buruknya, serta buruknya perlakuan terhadap mereka. Kemudian, Islam mengharamkan hal tersebut dan memerintahkan para suami untuk memperlakukan isteri dengan perlakuan yang baik lagi disenangi.2

Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi semesta alam, yang menebar kesejukan tidak melarang kaum wanita pergi keluar rumah untuk bekerja. Tercatat dalam sejarah bahwa Khadijah istri pertama Rasulullah Saw. seorang saudagar kaya yang sukses dengan bisnisnya. Khadijah berperan besar dalam kegiatan dakwah islam, Khadijah menginfakkan seluruh hartanya dijalan Allah dengan menyerahkannya kepada Rasulullah Saw. supaya Rasulullah Saw. bisa berdakwah demi ketegakkan agama Islam. Kisah ini menandakan bahwa pada masa Nabi perempuan dapat mandiri, bekerja dan mengembangkan inisiatifnya. Rasulullah Saw. tidak melarang Khadijah untuk mencari uang. Tentu karena tujuan Khadijah sangat mulia, yaitu membantu kebutuhan finansial demi keberlangsungan dakwah Rasulullah, Rasulullah pun tak melarang Khadijah untuk bekerja bahkan sebelum menikah Rasulullah sempat berbisnis dengannya. Disamping itu Khadijah adalah wanita terhormat yang bisa menjaga dirinya ketika bekerja.

Pendapat ini tentu berbanding terbalik dengan para pendapat ulama’ salaf yang benar-benar melarang wanita keluar rumah untuk bekerja.3 Namun hal ini juga tentu berbeda dengan Indonesia yang tidak menggunakan sistem Islam. Wanita boleh keluar rumah meski sendirian tidak didampingi mahram. Sayyid Qutb menegaskan seperti yang dilansir oleh Republika Online, Wanita boleh bekerja tapi dengan syarat-syarat tertentu karena menurut Sayyis Qutb ajaran Islam lebih dekat kepada pendapat ini.

Maka ketika bekerja hendaknya wanita bisa menjaga kehormatannya seperti yang dilakukan oleh Khadijah, seperti menghindari berduaan (khalwat) dengan lawan jenis, membuka aurat, atau bersentuhan dengan lawan jenis (kecuali dokter).

Ketika wanita Indonesia sudah bebas untuk berkarir, maka ada keuntungan tersendiri, sang wanita bisa membantu suaminya untuk menggerakan roda perekonomian keluarga namun tetap dengan sabar tidak melupakan pekerjaan rumahnya sebagai ibu rumah tangga. Namun ada juga para ibu yang sibuk bekerja hingga melalaikan pekerjaan rumahnya, serta kurang

perhatiannya kepada tumbuh kembang anak. Hal ini lah yang melatar belakangi Wakil Presiden kita berencana untuk mengurangi jam kerja bagi para ibu.

Rencana JK untuk Mengurangi Jam Kerja Bagi Wanita

Pada awal Desember lalu, masyarakat dihebohkan oleh pernyataan Wakil Presiden kita, Bapak Jusuf Kalla tentang rencananya yang akan mengurangi jam kerja bagi wanita selama 2 jam. Wacana ini dibicarakan ketika Wapres RI ini sedang mengadakan pertemuan dengan Persatuan Umat Islam (PUI) di kantor Wakil Presiden, Jakarta. Namun, Wapres yang akrab

1 Al-Jarullah. Hak dan Kewajiban Wanita Muslimah. h.11 2 Ibid. h.12

(3)

disapa JK tersebut menjelaskan bahwa hal tersebut masih berupa wacana. Meski masih berupa wacana dan belum ada tindak lanjutnya seperti pengkajian tentang jam kerja, hal ini menuai berbagai tanggapan dari masyarakat luas, banyak yang menyatakan pendapatnya baik yang pro maupun yang kontra.

Sebenarnya usulan Pak JK ini tergolong mulia, sebab beliau ingin wanita punya lebih banyak waktu lagi untuk keluarganya terlebih untuk anak-anaknya yang masih kecil dan butuh dampingan seorang ibu untuk menemani masa perkembangannya. Meskipun tergolong niat baik, namun tak semua orang memandang dari kacamata yang sama. Banyak yang mendukung wacana ini karena dianggap sesuai dengan fitrah wanita, namun tak sedikit pula yang menentang sebab dianggap sebagai kemunduran emansipasi wanita, menimbulkan kesenjangan jender4, serta dikhawatirkan membunuh lapangan pekerjaan bagi wanita.

Pihak yang Menolak

Diantara pihak yang menolak untuk pengurangan jam kerja bagi wanita adalah Wakil Ketua III PKK DIY, Asiantini Wiryodiningrat, ia berpendapat bahwa pengurangan jam kerja hanya akan membuat wanita sulit meniti karirnya, saat ingin naik pangkat wanita akan

dikesampingkan karena dianggap tidak bisa bekerja maksimal dengan jam kerjanya yang lebih sedikit dibanding pria. Asintini mengatakan bahwa kaum wanita ingin setara dengan kaum pria, jika jam kerja wanita dikurangi itu artinya wanita sudah tidak setara lagi dengan pria, hal ini menimbulkan kekhawatirkan jika diskriminasi pada wanita akan terjadi lagi.

Begitu pula dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise yang memberikan protesnya. Ia berpendapat bahwa wacana tersebut

bertentangan dengan upaya kementriannya untuk mendorong wanita terlibat luas di kehidupan sosial, ekonomi, politik. Bahkan Yohana menilai, jika wacana ini benar-benar diberlakukan, itu akan menjadi bukti lemahnya koordinasi lintas sektoral di urusan pemberdayaan perempuan.

Komisioner Komnas Perempuan Ninik Rahayu mengakui bahwa wacana tersebut berniat baik yaitu supaya wanita bisa punya waktu lebih banyak untuk dihabiskan dengan anak dan keluarga, namun disisi lain juga berdampak buruk terhadap peremupan. Hal itu akan memunculkan lagi diskriminasi pekerjaan, perusahaan akan malas merekrut pegawai wanita karena jam kerjanya yang terbatas dibanding laki-laki, tentu hal ini akan berdampak pada berkurangnya para pekerja wanita. Kita bisa membayangkan jika seorang wanita tersebut adalah seorang kepala keluarga atau tulang punggung keluarga yang menafkahi keluarganya, maka akan berdampak pada berkurangnya penghasilan wanita tersebut, padahal ia punya tanggung jawab yang besar.

Anggota Komisi IX DPR RI, Okky Asokawati juga menyuarakan pendapat yang sama, ia menilai ide mengurangi jam kerja wanita seperti memukul mundur praktik kesetaraan gender, karena hal itu akan menutup peluang bagi para ibu profesional yang menduduki posisi setara dengan laki-laki di tempat kerja. Menurutnya lebih baik pemerintah menambah alokasi cuti kepada perempuan, bukan malah mengurangi jam kerjanya. Rencana ini membutuhkan pengkajian yang lebih dalam lagi.

Dari pihak buruh sendiri pun ada yang ikut angkat bicara. Ardila Sani, seorang buruh pabrik sepatu asal Lampung menyatakan ketidaksetujuannya akan wacana tersebut.

Ketidaksetujuannya bukan karena tanpa alasan, yang ia takutkan jika wanita benar-benar

4 Kesenjangan jender: Suatu kondisi yang menunjukkan ketidakseimbangan dalam

(4)

dikurangi jam kerjanya, maka perusahaan akan lebih memilih karyawan lelaki yang dengan bayaran sama namun bisa memberikan kinerja yang lebih lama dibanding perempuan. Karena menurutnya, sebuah perusahaan tentu memiliki target produksi yang harus dicapai, target produksi itu yang tak jarang membuat karyawan bekerja lembur. Jika jam kerja dikurangi, maka akan sangat berpengaruh pada target produksi.

Dari kelima tokoh yang telah memaparkan suaranya untuk menolak wacana Pak JK tersebut semuanya bermuara pada satu kesimpulan, yakni kemerosotan emansipasi wanita. Di jaman yang sudah semaju ini, dimana wanita sudah bebas berpendidikan setinggi-tingginya atau berkarir secara profesional dan bisa bersaing dengan laki-laki, tentu para aktivis wanita tersebut menganggap bahwa rencana Pak JK tersebut bisa mengembalikan wanita ke zaman belum munculnya suara Kartini. Memang wanita sudah bebas untuk berkarir, namun jika lama kerjanya masih dibatasi dan tidak sama dengan lelaki, maka ini seperti kesenjangan jender yang

‘terselubung’.

Suara yang Mendukung

Ketua MUI Bidang Pendidikan, Anwar Abbas menyambut baik pengurangan jam kerja bagi wanita yang diwacanakan oleh Pak JK. Ia menjelaskan bahwa dalam membangun Indonesia tidak hanya dikembangkan dari segi ekonominya saja, namun juga harus menciptakan kehidupan yang sejahtera bagi seluruh rakyat dan anak bangsa. Kehidupan yang sejahtera akan terealisasi jika para generasi mudanya, terutama anak-anak mendapat perhatian dan pendidikan yang memadai dari orang tuanya. Orang tua yang sibuk bekerja tentu akan kurang dalam memperhatikan tumbuh kembang anak, hal ini dikhawatirkan akan membuat anak-anak kehilangan arah dan mencari jalan lain yang bisa berakibat buruk seperti pergaulan bebas atau narkoba.

Maryam S. Haryani, Ketua Umum Srikandi Hanura menyatakan untuk mendukung wacana pengurangan jam kerja bagi wanita, baginya wacanya tersebut sesuai dengan kodrat wanita yang melahirkan dan mendidik anak yang nantinya akan menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu memajukan Bangsa Indonesia. Selain pengurangan jam kerja, ia

mengatakan bahwa pemerintah juga perlu untuk mengupayakan regulasi yang mengatur soal cuti hamil dan melahirkan.

Begitu pula dengan PLT Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), Fasli Jalal yang mendukung wacana ini karena selain dinilai sangat baik dan pro kepada anak-anak, wacana ini juga sesuai dengan program BKKBN terkait pembangunan keluarga. Menurutnya, pemotongan dua jam tersebut bisa menimbulkan dampak yang sangat besar, karena anak-anak akan memiliki waktu yang lebih lama untuk berinteraksi dengan ibunya dan itu sangat baik untuk tumbuh kembang anak.

Hilda Arnaz, seorang pegawai sebuah bank swasta mengaku setuju atas wacana pengurangan jam kerja untuk wanita tersebut. Menurutnya rencana itu sangat baik, apalagi bagi wanita yang sudah berkeluarga. Wanita asal Sumatera Barat tersebut mengatakan bahwa wanita setelah pulang dari kerja wanita masih harus bekerja lagi mengurus rumah dan anak-anaknya. Baginya, sebisa mungkin sebelum suami pulang, istri harus sudah ada di rumah lebih dulu. Alasan tersebut menjadikkanya sangat mendukung wacana ini.

(5)

pulang kerja, ketika berada di rumah akan tinggal beristirahat dan mendapat ‘pelayanan’ dari sang istri. Sedangkan sang istri, ketika pulang dari kerjanya, dirumah ia akan ‘bekerja’ lagi mengurus rumah, melayani kebutuhan suami dan anak-anaknya. Sudah sangat wajar jika mereka menyetujui wacana pengurangan jam kerja wanita, karena itu akan sangat berarti dan sedikir meringankan beban para ibu rumah tangga yang juga berkarir.

Mudharat dan Manfaat Pengurangan Jam Kerja Wanita

Pembangunan nasional selama tiga dasawarsa terakhir, dalam bentuk modernisasi di berbagai sektor, harus diakui telah memberikan manfaat yang besar terhadap upaya

pemberdayaan perempuan.5 Hal ini juga menunjukkan bahwa pembangunan nasioal ini memajukan wanita dan mengangkat emansipasi wanita. Namun pengurangan jam kerja bagi wanita tentu membuat wanita-sekali lagi-merasa dirinya mempunyai kemampuan dibawah lelaki, padahal selama ini mereka telah berusaha keras supaya kemampuannya disejajarkan dengan kaum adam.

Pengurangan jam kerja bagi wanita akan berdampak pada pimpinan perusahaan yang bisa berpikir enggan untuk merekrut karyawan perempuan. Jika dengan bayaran yang sama-antara lelaki dan perempuan-namun dengan jam kerja yang berbeda tentu para pemimpin perusahaan akan memutuskan untuk merekrut karyawan lelaki saja, dengan bayaran yang sama, namun bisa mendapatkan hasil yang lebih baik karena jam kerjanya yang maksimal. Jika banyak pemimpin perusahaan berpikiran seperti itu, maka para pekerja perempuan akan merasa seperti ‘tidak laku’ lagi di pentas kerja. Para pekerja perempuan akan menurun jumlahnya dibanding pekerja laki-laki, yang menyebabkan lagi-lagi wanita kurang mendapat porsi dalam persaingan kerja. Hal ini bertolak belakang dengan upaya pembangunan nasional yang menawarkan wanita supaya mempunyai porsi kerja yang sama dengan laki-laki. Apalagi, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan masih sangat kecil, yaitu sebanyak 51,2%, itu pun sebanyak 80% terserap di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga (PRT)6

Bagi wanita yang mempunyai suami yang telah siap menafkahinya, hal ini tentu tidak akan terlalu menjadi masalah karena biaya hidupnya sudah menjadi tanggungan sang suami. Namun bagi wanita yang single parent karena ditinggal cerai atau wafat suaminya, juga bagi wanita yang menjadi tulang punggung keluarga karena suaminya habis di PHK atau tak kunjung mendapat panggilan kerja, hal ini tentu menjadi sebuah bencana. Sudah tidak ada suami yang akan mencari nafkah, namun ia juga tidak bisa mendapat kerja, kemudian mau diberi makan apa keluarga dan anak-anaknya? Terutama jika sang wanita measih mempunyai anak yang kecil-kecil yang masih belum bisa membantu geraknya roda perekonomian keluarga.

Namun disamping segala kerugian yang ditimbulkan jika jam kerja wanita dikurangi. Tentu ada berbagai keuntungan pula yang ditimbulkan. Seperti yang dikutip oleh VIVAnews bahwa alasan Pak JK mengusulkan pengurangan jam kerja bagi wanita adalah “Perempuan harus punya waktu lebih untuk anak-anaknya. Sebab, perempuan mempunyai kewajiban membesarkan generasi bangsa ke depan.” Banyak orang menganggap usulan ini diskriminatif bagi wanita, namun dibalik itu semua wacana ini merupakan sebuah niat yang mulia sebagai langkah awal Pak JK dalam memperbaiki kualitas generasi bangsa.

Waktu pengurangan yang ‘hanya’ 2 jam tersebut bisa berdampak besar. Para ibu rumah tangga yang berkarir akan bisa pulang ke rumah lebih cepat, ketika pulang lebih cepat tentu terhindar dari lalu lintas yang padat, perjalanan pulang bisa lebih lega, sampai di rumah

(6)

bisa lebih cepat. Sang ibu yang sampai di rumah tidak terlalu merasa lelah, sehingga pekerjaan rumah bisa terselesaikan tanpa beban yang berlebihan. Hal ini menimbulkan kausalitas yang berantai hanya karena pengurangan 2 jam kerja.

Dikarenakan ‘jam kerja’ wanita yang begitu panjang. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, ia tidak hanya bekerja di rumah namun juga di kantor. Bagi wanita yang tidak kuat bekerja keras, hal ini akan sangat mempengaruhi kondisi mentalnya, ia bisa stress karena pekerjaan yang tidak ada habisnya.

Selain itu tentu pengurangan jam kerja ini yang paling merasakan dampaknya adalah para anak dari ibu yang berkarir tersebut. Sang anak merasa mendapatkan ‘hak’ nya lagi untuk lebih lama bercengkerama dengan ibunya. Walaupun hanya 2 jam, anak bisa beribicara, bercerita dan melakukan kegiatan kekeluargaan lainnya dengan sang ibu. Hal ini akan meningkatkan keaktifan anak kepada orang tua, ia menjadi mendapat perhatian lebih banyak dari ibunya

Pengurangan Jam Kerja Hanya bagi PNS

Rupanya yang masih belum diketahui oleh kebanyakan orang yang memberi pendapat diatas adalah bahwa, wacana Bapak JK ini hanya diperuntukkan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) saja. Hal ini dikarenakan para PNS ada di bawah kendali pemerintah, sehingga pemerintah dapat langsung mengatur dan menyesuaikan kebijakannya, sedangkan kepada pegawai swasta pemerintah tidak bisa mengatur secara langsung. Maka dari itu, jika wacana ini benar-benar diterapkan maka hanya akan berlaku untuk PNS wanita saja, sedangakan pegawai yang bekerja pada perusahaan swasta tidak akan langsung ikut dikurangi jam kerjanya, kecuali jika pemimpin perusahaan mengikuti aturan pemerintah. Maka yang bisa merasakan dampak positifnya secara langsung adalah para PNS wanita.

Hal yang kedua tentang wacana pengurangan jam wanita, rencana ini hanya akan diberlakukan untuk para wanita yang memiliki anak-anak yang masih kecil yang sedang dalam proses pertumbuhan yang masih butuh banyak waktu dengan sang ibu. Sehingga para PNS wanita yang mempunyai anak-anak yag sudah besar dan bisa mengurus dirinya sendiri tentu mereka tidak akan dikurangi jam kerjanya.

(7)

Daftar Pustaka

Buku

Fayumi, Badriyah. dkk. Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam). Jakarta: Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI, 2001

Al-Jarullah, ‘Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim. Hak dan Kewajiban Wanita Muslimah Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2005

Fauzia, Amelia. dkk. Tentang Perempuan Islam: Wacana dan Gerakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004

Website

Referensi

Dokumen terkait

Beranjak dari uraian diatas, penelitian ini akan menggunakan metode ARIMA, FFNN, Hibrida ARIMA– NN, serta WFTS untuk mendapatkan model peramalan terbaik pada data

Jawaban : Karena kadar air dari daun mimba segar (basah) adalah 57%, maka dalam penelitian ini digunakan daun mimba kering dengan tujuan agar jumlah daun yang

Dari hasil penelitian kualitatif pelaksanaan program pembelajaran taman kanak-kanak program full day terhadap perbedaan motorik kasar dan bahasa lebih bermanfaat jika

Jika berat sampel susu bubuk yang digunakan 1.49 g dalam analisis protein (kjeldahl) dan jumlah larutan NaOH (0.9 N) yang dibutuhkan untuk titrasi sampel adalah 0.28 ml dan

MainActivity.java (Halaman utama aplikasi mobile dan Scan QR Code ) package i d... set Fl ags( I

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penciptaan arsip aktif dilakukan dengan proses pengurusan surat masuk dan surat keluar yang didalamnya terdapat

- bahwa saya/kami dengan ini mengerti bahwa SMA Sampoerna (Sampoerna Academy), Kampus Bogor berhak untuk menghentikan bantuan pendidikan program Sampoerna Academy

Hal ini disebabkan karena penerjemahan pada dasarnya adalah suatu proses linguistik Dalam makalah ini, peneliti akan membahas tentang efektivitas penerapan