(RUBIYANTO, 2015)
xv, 221 halaman, 4 tabel, 6 bagan, 8 gambar, lampiran 42 halaman, 30 buku
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap konstruksi habitus dan arena aktor dalam industri budaya di Indonesia. Pemikiran Pierre Bourdieu tentang Teori Arena Produksi Kultural, digunakan peneliti untuk menganalisis praktik sosial, habitus, arena, strategi, dan lintasan Inul Daratista sebagai aktor, yang berjuang melawan dominasi dangdut mainstream diwakili oleh Rhoma Irama
sang ‘Raja Dangdut’.
Melalui pemikiran Pierre Bourdieu, Industri budaya lokal peneliti kelompokan menjadi arena produksi kultural skala terbatas. Sedangkan industri budaya modern termasuk dalam arena produksi kultural skala besar.
Peneliti menggunakan paradigma kritis dengan metodologi intrinsic case study dengan model kasus tunggal multilevel analysis
Hasil penelitian menunjukan bahwa aktor meraih posisi dan legitimasi di kedua arena produksi kultural. Praktik sosial aktor di arena terbatas untuk mendapatkan laba simbolis. Sedangkan di arena skala besar, aktor mendapatkan laba ekonomi.
Konstruksi habitus aktor sebagai penyanyi dangdut dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan sosialnya. Habitus ini mengalami perubahan-perubahan, karena adanya kompetisi dan perjuangan dalam arena. Habitus aktor tercermin dalam penampilan, tutur kata, dan pengetahuannya, ketika melakukan praktik sosial. Sedangkan konstruksi arena dipengaruhi oleh habitus aktor dengan menggunakan modal-modal, dan strategi dalam lintasan. Kedua konsep kunci ini saling mempengaruhi sebagai bentuk dialektika internalisasi eksternalitas dan eksternalisasi internalitas.
Bourdieu mengatakan modal kultural dan modal simbolik merupakan modal-modal penting dalam arena produksi kultural. Adapun, temuan peneliti terhadap modal-modal penting yang digunakan aktor, yaitu: modal kultural, modal simbolik, dan modal sosialnya.
aktor. Untuk strategi penukaran di arena skala terbatas, modal kultural diubah menjadi modal simbolik, yang diperantari modal sosial. Sedangkan di arena skala besar modal sosial ini dialihkan ke modal simbolik, ekonomi, dan kultural. Dalam lintasan aktor menjadi ‘orang kaya baru’ (parvenus).
Temuan-temuan penelitian tersebut, memberikan rekomendasi teoritis yang mengarah pada kajian industri budaya di Indonesia untuk mengungkap keberhasilan aktor dalam melintasi kedua arena produksi kultural dengan menggunakan ketiga modal penting, yaitu: modal kultural, modal simbolik dan modal sosial. Pada tataran praktis, aktor selayaknya mengembangkan dan meningkatkan ketiga modal penting tersebut. Sedangkan dalam rekomendasi sosial, kontribusi individu-individu dalam masyarakat dapat membentuk keragaman budaya yang berpotensi merubah struktur budaya dominan.